Pendekar Bertopeng Panji

Tombak bermata luk bak keris menusuk perut Hongko. Darah segar menyelip keluar dari sela-sela tusukan tombak itu. Tusukan itu tidak sempat masuk terlalu dalam karena dengan kekuatannya yang tersisa dan dalam keadaan terbaring, ia masih dapat menahan tombak itu untuk masuk lebih dalam ke perutnya. Namun untuk berapa lama?

Satu prajurit Mataram lainnya melihat ini sudah siap untuk menusukkan tombaknya ke dada Hongko yang masih dengan segenap sisa kekuatannya menahan tusukan tombak yang pelan-pelan semakin masuk merobek dagingnya. Sang prajurit pun mengambil ancang-ancang. Mengangkat tombak dan siap menghujamkannya.

SLEP!

Tiba-tiba sebuah lempengan gelang besi yang sangat tajam menancap di kepala terbalut iket sang prajurit Mataram yang hendak menghujamkan tombaknya ke dada Hongko. Lempengan gelang besi tajam itu adalah sebuah cakram yang dileparkan dengan ketepatan, kekuatan yang kelihaian yang luar biasa.

Sang prajurit ambruk tanpa suara.

Tak lama sesosok tubuh menyeruak dari pepohonan yang nampaknya darimana cakram itu dilempar. Dengan menggenggam sebuah pedang yang melengkung, sosok itu jelas menunjukkan permusuhan dan berusaha menyerang sang prajurit lainnya.

Sang prajurit yang sedikit terbengong karena temannya tumbang menjadi waspada. Segera ia mencabut tombak yang masih menancap di perut Hongko. Hongko tersedak. Darah mengucur dari luka tersebut.

Dengan tombak yang kini bebas, sang prajurit langsung mempersiapkan kuda-kudanya. Pertarungan tak terhindarkan. Pedang melengkung beradu dengan gagang tombak, namun hanya sekali. Sang sosok berputar dengan gesit dan berhasil membacok bahu sang prajurit. Tanpa menunggu lagi, dengan kecepatan yang luar biasa sang sosok berputar lagi ..

CRAS!

Kepala sang prajurit Mataram menggelinding ke tanah.

Samar-samar Hongko melihat sang sosok yang mengenakan celana pangsi – celana selutut – hitam dan berkaki telanjang. Baju sejenis tui-khim putih tanpa kerahnya ditutupi rompi beskap hitam. Ia mengenakan topeng. Sebuah topeng tokoh Panji berwarna putih yang tidak menampakkan wajah dan perasaan orang dibaliknya sama sekali. Sosok itu mendekat, “Ayah …”

Sudah barang tentu Hongko terkaget-kaget. Ia mengenali suara itu sebagai suara sang putra, Jayaseta. Apalagi Hongko juga mengenai pedang shamsir yang digenggam erat oleh sang sosok bertopeng tersebut. Ternyata memang benar adanya bahwa sosok di balik topeng tersebut adalah sang putra ketika Jayaseta membuka topengnya, meletakkan pedangnya di tanah dan segera mendekati ayahnya yang terbaring luka dan tak berdaya.

“Apa yang kau lakukan disini, nak?” dengan terbata-bata, Hongko berkata-kata. “Aku sudah katakan untuk pergi dari Giri. Lindungi penduduk dari serangan pasukan Surabaya dan Mataram. Gunakan ilmu kanuraganmu untuk membantu mereka!”

“Tapi ayahanda … aku tidak bisa meninggalkan ayah disini. Pasukan Surabaya dimana-mana. Aku berhasil membunuh beberapa diantara mereka dan menyelamatkan penduduk manjauh dari Giri. Lalu aku teringat ayah.”

Mendengarnya entah mengapa dalam keadaan semacam ini, dada Hongko malah bergemuruh. Ia merasakan perasaan bangga yang aneh. Si Kongsing atau Asing alias Jayaseta telah tumbuh menjadi seorang remaja pendekar pada usianya yang masih belasan ini.

Hongko menyaksikan otot-otot tangan dibalik lengan baju koko sang putra meliat. Wajah sang putra tampan dengan rambut panjang yang ia gulungkan di bagian belakang kepalanya serta ditutupi dengan kain. Walau masih menunjukkan hawa keremajaannya, ketegasan seorang jawara telah menunjukkan sinarnya.

Dari awal ketika perang sudah mulai berkecamuk, Hongko telah menegaskan kepada sang anak untuk berani. Berani berperang, berani melawan kesewenang-wenangan dan kebatilan, berani melawan kekuasaan Mataram yang sudah menginjak-injak harga diri orang-orang Giri Kedaton. Sang raja yang sedang sibuk menawarkan, atau lebih tepat memaksakan gambaran Jawa Islam di bawah satu matahari, yaitu Mataram.

Hongko menjelaskan dengan gamblang kepada sang anak agar bersiap untuk berani membunuh siapa saja yang menginjakkan kaki di tanah Giri Kedaton dengan maksud buruk. Walau Jayaseta masih muda dan belum benar-benar paham keadaan masyarakat, kenegaraan dan keagamaan Mataram dan Giri Kedaton, peperangan sudah tidak dapat dihindari dan pasti Jayaseta harus siap suka atau tidak.

Lagipula, inilah inti dari mengapa selama ini Jayaseta ditempa dengan keras. Walaupun ia tak paham dengan segala permasalahan kenegaraan ini, hampir pasti seorang pendekar harus berani membela orang-orang lemah, apalagi orang-orang tersebut adalah sanak dulur dan orang-orang yang dikenalnya, seperti para penduduk Giri ini.

Ia pun awalnya telah dipersiapkan menjadi anggota pasukan Cina Endrasena. Namun Hongko tak menyangka bahwa Jayaseta telah sehebat ini. Baru saja Jayaseta bahkan mengatakan hari ini telah membunuh beberapa pasukan Surabaya dan Mataram. Belum lagi kejadian barusan, dimana sebuah cakram melesak ke kepala sang prajurit serta sebuah kepala terpancung. Bukankah hari ini berarti pertama kali anaknya ini membunuh?

Lalu kesedihan tiba-tiba mengalir di tubuh Hongko. Merayap cepat seperti sepasukan serangga mengerubungi bangkai tikus. Ia memikirkan nasib anaknya yang hebat ini. Apakah anaknya dapat selamat dari kekalahan Giri Kedaton? Ia sudah meminta Jayaseta untuk meninggalkan Giri sembari melindungi para penduduk. Namun ia malah kembali. Akankah ia selamat sebelum benar-benar matang ilmu kanuragannya dan menikmati hidupnya?

Tak sempat berpikir panjang, Hongko melihat serombongan pasukan lagi Surabaya dan Mataram akhirnya berhasil menemukan mereka. Keadaan menjadi semakin runyam sekarang. Sepertinya hal ini tidak disadari Jayaseta karena ia dalam keadaan menunduk ke arah ayahnya dan memunggungi rombongan pasukan yang baru tiba tersebut.

Terlihat jelas olehnya ketika rombongan pasukan ini tercekat melihat pemandangan yang ada dimana beberapa pasukan mereka terbunuh dengan dua orang pasukan Cina lainnya yang telah menjadi mayat. Salah satu prajurit demi melihat pemandangan ini langsung menggunakan tombaknya sebagai lembing dan melemparkannya ke arah Jayaseta yang masih sibuk mempedulikan luka ayahnya.

Demi melihat ini dengan segenap tenaga yang tersisa, Hongko memegang kedua bahu anaknya dan memutarnya hingga Jayaseta terhindar dari lemparan lembing itu. Jayaseta merasakan sang ayah dipelukannya, sebuah tombak menancap di punggung. Nyawa sang ayah mencelat keluar dari raganya tanpa suara. Pandangannya kosong menatap angkasa dan tubuhnya lemah sampai ke tulang-tulangnya. Ia ambruk sembari memeluk anak laki-lakinya.

Jayaseta menatap tak percaya pada tubuh ayahnya yang baru saja berubah menjadi seonggok mayat yang lemas yang menimpanya. Hati Jayaseta hancur berkeping-keping. Tak dapat digambarkan lagi betapa remuk hatinya yang seperti remah-remah, berderai ketika disentuh.

Dengan perasaan yang luar biasa hancur, Jayaseta menggeser tubuh sang ayah, berteriak pilu sembari dengan penuh amarah mengambil pedang shamsir milik almarhum kakeknya sekaligus meluncur cepat meraih jian milik sang ayah yang tergeletak tidak begitu jauh di tanah setelah dilemparkan ayahnya ke arah salah satu prajurit Mataram tadi.

Beruntung bagi Jayaseta karena dua jenis pedang tersebut adalah pedang satu tangan, dimana gagangnya memang diperuntukkan untuk digenggam dengan satu tangan. Ini berbe dengan dandao Cina atau katana dari negeri Jepun yang diperuntukkan untuk dipegang dengan kedua tangan. Dengan kedua senjata ini tanpa pikir panjang ia langsung menyerbu ke arah para prajurit Mataram tersebut.

Kedua pedangnya berputar-putar mencari mangsa dengan murka. Para prajurit menghindar sehingga walau Jayaseta menyerang dengan membabi buta belum ada sedikit bagian tubuh lawanpun yang tergores. Inilah permasalahannya, dengan kalap dan berlinang air mata jurus-jurus Jayaseta menjadi tak berbentuk.

Kemampuan bertarungnya seperti luntur dikarenakan perasaan sedih yang luar biasa. Benar kata orang bahwa kemantapan jiwa dan pikiran jauh lebih hebat dibandingkan kekuatan otot dan tubuh. Ketika pikiran dan jiwa terganggu, tubuh menyerah dan menjadi budak.

Walau paham bahwa ayahnya adalah seorang prajurit dimana kematian dan kehidupan hanya terpisah benang tipis, ia masih tidak bisa menerima kematian ayahnya yang memilukan ini. Sayang ia bingung menggunakan jian Cina di tangan kanannya dan pedang shamsir Damaskus di kirinya. Selain pikiran dan perasaannya yang tercerai berai, dua bentuk dan berat pedang yang sangat berbeda sangat menyusahkannya untuk mengatur gerak kaki dan tangannya.

Sekarang ia dikelilingi sekelompok prajurit Mataram yang demi melihat kebingungan Jayaseta dan wajahnya yang penuh kesedihan menjadi girang dan tertawa-tawa. Bagaimana tidak, pasukan Surabaya dan Mataram telah menang telak sedangkan di hadapan mereka hanyalah tampak seorang remaja yang nampaknya yang orang dicintainya tadi baru saja mati terkena lemparan tombak. Belum lagi sabetan-sabetan kedua pedangnya nampak seperti orang yang tidak bisa menggunakan senjata dan hanya terbawa amarah dan kesedihan.

Jayaseta dengan serangan yang membabi-buta pelan-pelan sadar semua sudah terjadi. Kesedihan menjadi semakin akrab dengan dirinya ketika sang ibu wafat setahun yang lalu karena sakit keras kemudian disusul oleh kakek guru yang sangat dicintainya beberapa hari kemudian. Kali ini ayahnya, sang prajurit sekaligus sang guru yang juga tewas dalam peperangan. Sebuah kematian yang terhormat bagi seorang prajurit sebenarnya. Bisa dikatakan sekarang ia adalah seorang yatim piatu yang tidak memiliki keluarga lagi, baik ayah bunda maupun kakek nenek.

Pelan-pelan Jayaseta mencoba menyerap semua kesedihan itu. Ia tidak mau lagi menghindari kesedihan yang teramat dalam ini. Ia terlanjut mengenalnya, ia mulai dapat menerima kenyataan pahit yang ia terima sekarang. Pesan ibu, ayah dan kakeknya yang pada dasarnya meminta ia untuk menjadi orang yang tangguh dan kuat dalam menghadapi hidup sekarang menjadi kekuatan sebenarnya. Harapan ayahnya agar ia menjadi seorang pendekar yang pilih tanding harus ia penuhi. Ia tidak boleh menyerah dengan perasaan. Seorang jawara harus mampu menaklukkan penghalang dari diri sendiri dahulu baru dapat melawan musuh.

Ia menenangkan diri. Merasakan jian di tangan kanannya yang berbentuk lurus panjang, tajam di kedua sisi dan lancip di bagian ujungnya. Ia teringat kata-kata ayahnya bahwa jian ini adalah hasil tempaan masa kerajaan wangsa Ming di Tiongkok sana dari bahan besi baja.

“Ingat Asing, jian bukan sekedar senjata tajam biasa. Berbeda dengan dao, jian adalah senjata seorang laki-laki terhormat dan memiliki martabat atau tingkatan di masyarakat yang lebih tinggi. Gerakan jurus-jurusmu tidak boleh hanya bersifat lincah dan gesit belaka, namun juga harus indah,” Jayaseta ingat perkataan sang ayah sewaktu mengajarinya ilmu jian. “Gerakanmu pantang kasar dan keras. Semua gerakan harus merupakan bentuk pengendalian dirimu sehingga walau lembut tetap menunjukkan kekuatannya, kekuatan seorang laki-laki sejati terhormat.”

Tak lama Jayaseta juga menimbang-nimbang pedang Damaskus di tangan kirinya yang melengkung dan begitu kokoh. Kali ini iapun teringat kata-kata sang kakek, “Pada awalnya pedang orang-orang Parsi berbentuk lurus dan memiliki dua sisi yang tajam. Namun pada masa Kesultanan Seljuk pada abad ke dua belas shamsir dibawa ke Parsi. Shamsir adalah basa Parsi yang sederhananya berarti pedang.

Shamsir yang juga sangat dikenal dengan lainnya yaitu simitar, berbentuk melengkung dan merupakan ciri pedang Muslim dari Arab dan orang-orang Muslim di tanah Hindustan atau yang dahulu dikenal juga dengan nama Jambudwipa. Bentuk shamsir yang melengkung membuatnya mantap untuk memotong dan membabat, tapi akan cukup sulit untuk digunakan menusuk musuh. Jadi kau memang perlu memiliki kemampuan yang mumpuni cucuku.”

Jayaseta sudah melatih jurus-jurus shamsir dengan bimbingan keras namun penuh kasih sayang sang kakek. Dalam menggunakan shamsir, Jayaseta harus memiliki kekuatan otot dan oleh tubuh yang luar biasa. Dalam pelatihannya, ia harus melatih kedua tangannya dengan melatih menggunakan beban sebelum memegang shamsir dan menggerakannya ke depan dan ke belakang serta ke atas dan ke bawah dengan cepat dan kuat.

Kemudian Jayaseta juga harus menggunakan semacam pemberat lain berbentuk seperti tapal kuda di kedua bahunya untuk membuat serangannya semakin bertenaga dan bagian sendi-sendinya terbiasa bergerak dengan lincah. Ini adalah latihan dasar yang harus dilakukan oleh para pendekar pedang di negeri Parsi sana.

Ia melihat sekelilingnya. Tawa para prajurit membayang diselingi gambaran senyum ayah dan kakeknya. Semua prajurit musuh menertawakan kesedihannya. Wajahnya lusuh dan basah oleh air mata. Jayaseta, meletakkan kedua pedang di tanah. Kemudian mengambil topeng Panji yang tergeletak tak jauh dari kakinya. Mengenakannya dengan mantap dan kembali mengambil kedua pedang milik ayah dan kakeknya tersebut.

“Hua ha ha ha … hei apa maksudmu bocah?” salah seorang prajurit tertawa terbahak-bahak.

“Nang ning gong ning gong ning gong …” yang lain menirukan suara gamelan. Sedangkan yang lainnya terpancing dengan menggerak-gerakkan bahu dan tubuh mereka mengikuti irama. Mereka mengejek seakan si bocah remaja adalah seorang penari topeng dari Cerbon itu.

Sekarang para prajurit hanya dapat melihat sosok topeng berwajah putih pucat bermata kecil tanpa gambaran raut wajah asli dan perasaan bocah itu di depan mereka. Sejenak kemudian, tanpa diduga sama sekali tiba-tiba satu orang prajurit berteriak keras ketika melihat lengannya sepanjang bahu sudah tidak ada lagi di tempatnya.

Sepotong tangan tersebut jatuh berdebum ke tanah bersama tombak yang ia pegang. Jayaseta berhasil memaprasnya dengan kecepatan yang hampir mustahil untuk diketahui. Sang prajurit pun ikut tergeletak di tanah menahan rasa sakit di bagian dimana tangannya terpotong dan darah menyembur deras.

Tawa lenyap di wajah pra prajurit. Sekarang teriakan amarah yang menggantikannya, “Serang … bunuh. …!!”

Mengherankan. Sosok bocah ini sama sekali berbeda dibanding beberapa saat lalu yang mereka pikir hanya seorang bocah remaja yang ketakutan. Setelah menggunakan topeng Panji ini, sang bocah berubah menjadi sosok yang liar dan sulit ditebak. Padahal bila disimak jurus sang bocah sama seperti sebelumnya, gerakan yang aneh, seakan tidak benar-benar dapat berkelahi. Namun bacokannya sangat berbahaya. Buktinya sebentar saja dua prajurit lagi tumbang dalam beberapa gerakan saja.

Bagi yang belum paham mungkin melihat Jayaseta tidak mampu bertarung, namun bagi yang mengerti, sebenarnya jurus-jurus yang ia gunakan adalah gabungan jian su empat arah mata angin Tiongkok milik ayahnya dan jurus pedang shamsir Damaskus milik sang kakek. Jurusnya menjadi sulit tertebak.

Setiap sodokan tombak yang menyerang tubuhnya berhasil ia elakkan atau tepis dengan cara berputar-putar, meloncat-loncat, bahkan kadang dengan meliuk di udara dan serangan balasannya membabi buta, sukar ditebak namun sangat mematikan.

Para prajurit walaupun dalam keadaan mengepung dan sepertinya unggul, sekarang malah bingung karena gerakan sang lawan yang liar dan tak tertebak. Dalam waktu singkat lagi seorang prajurit jatuh meregang nyawa dengan sayatan menyilang di dadanya dan bacokan memapras kuping kanan dan melesak ke kepalanya menyemburkan darah kental.

Dua lagi terluka juga dengan beragam sayatan dalam di lengan, bahu dan pinggang. Sisanya langsung mundur dan ragu-ragu sembari bergetar memegang tombak mereka kebingungan dan ketakutan akan keganasan sang lawan. Apakah seorang bocah atau sebenarnya iblis di balik topeng itu? Atau Endrasena yang telah tewas diterjang ***** panas senapan Pranggi Ratu Pandhansari kembali hidup di dalam tubuh sang bocah?

Jayaseta memang sangat tertarik dengan topeng. Di rumahnya ia memiliki beragam macam topeng. Dari topeng barong macan asal Bali, topeng Hanuman sang kera putih, topeng merah membara ganongan yang berhidung panjang dan bermata besar, sampai topeng Panji yang berwajah dingin ini. Ketika menggunakan topeng, ia merasa dapat menyerap semua jurus yang telah ia pelajari.

Dengan topeng ia dapat menjadi siapa saja, atau malah tidak menjadi siapapun. Musuh pun tidak dapat mengenali wajahnya dan apa yang ada di benaknya. Dengan topeng ganongan lah pertama kali dalam hidupnya beberapa tahun yang lalu, Jayaseta berhasil memasukkan bogem mentahnya sekaligus ke tubuh sang ayah dan kakek dalam latihan pertarungan mereka dan unggul dalam sebuah latihan adu tanding.

Jayaseta masih terus mengamuk, berputar-butar membabatkan kedua pedangnya dan membuat para prajurit yang menyeroyoknya berhamburan dan bergulingan menghindari serangannya. Amukan Jayaseta baru berhenti ketika tiba-tiba bunyi letupan senapan terdengar dan betis Jayaseta tertembus *****. Darah menyembur dari luka tersebut diikuti bau terbakar yang cukup menyengat. Ia goyang dan jatuh berlutut dengan sebelah kakinya masih berusaha menopang tubuhnya.

Terpopuler

Comments

y@y@

y@y@

🔥👍👍🏿👍🔥

2022-11-26

2

y@y@

y@y@

👍👍🏾👍🏻👍🏾👍

2022-11-24

2

y@y@

y@y@

🔥👍🏾👍🏻👍🏾🔥

2022-11-23

2

lihat semua
Episodes
1 Nio Hongko
2 Nio Kongsing
3 Pendekar Bertopeng Panji
4 Tombak Pusaka Kanjeng Kyai Ageng Plered
5 Kakek Keling dan Rajah Nagataksaka
6 Tendangan Guntur dari Selatan dan Jurus Tanpa Jurus
7 Wejangan
8 Perjalanan ke Mataram
9 Perampokan Seorang Saudagar Arab
10 Si Lebah Siluman
11 Almira
12 Mataram di Mata Jayaseta
13 Kedai Makan
14 Di Atas Kapal
15 Pertarungan
16 Kali Bisaya
17 Sang Pemimpin
18 Jarum Bumi Neraka
19 Pratiwi
20 Kesultanan Banten
21 Jalan Setapak
22 Sarti
23 Lima Iblis Pencium Darah
24 Betawi
25 Budak
26 Pisau Terbang Penari
27 Rajah Garuda Sentanu
28 Serdadu
29 Bandar Niaga
30 Pertarungan di Tanah Merah
31 Rapier & Saber
32 Selipan
33 Badranaya
34 Katana
35 Dua Benteng Pertahanan
36 Jigen
37 Ceruk
38 Bubuk Api
39 Lembing
40 Trisula
41 Sundang Majapahit
42 Jemparing
43 Gandhewa Pamenthaning Cipta
44 Di Grassi
45 Candrasa
46 Lamina
47 Tameng
48 Meester
49 Usadha
50 Zhen Jiu
51 Jalir
52 Caping
53 Sang Kudi Langit
54 Semarang
55 Bangkui Sakti
56 Jung
57 Topeng Ireng Lokajaya
58 Bajak Laut
59 Kuda-Kuda Kaki Bersilang
60 Kulao Bassi
61 Silat Sepapan
62 Rujakpala
63 Si Gelembung Lotong
64 Jurus Badai di Tengah Samudra
65 Perlawanan
66 Tupas
67 Caluk
68 Topeng Buta Merah
69 Sang Penyair Baka
70 Wedhung
71 Lau Siufan
72 Pemabuk
73 Sàam Kûn-thâu
74 Bumi Sukadana
75 Kedai
76 Nukilan
77 Topeng Kayu Berhias Bulu Burung
78 Cindai
79 Silat Gayong
80 Dara Cempaka
81 Hulubalang
82 Kasmaran
83 Silat Pattani
84 Pendekar Paripurna
85 Sirih
86 Arak
87 Wadon
88 Mensa dan Jogo do Pau
89 Obor
90 Rajah Kembang Kenanga
91 Sahabat
92 Kesabaran
93 Pengayau
94 Orang Darat
95 Bunga Terung
96 Damek
97 Kinyah
98 Sanaman Mantikei
99 Antang Menukik
100 Pendekar
101 Asap
102 Tenaga Dalam
103 Lumpur
104 Air Mata
105 Perwira
106 Dim Mak
107 Dipan
108 Pendekar Harimau Muda Kudangan
109 Naibor
110 Jajal Ilmu Kanuragan
111 Silek Harimau
112 Sarung
113 Marabahaya
114 Kepala
115 Bangkui Sakti Memecah Buah
116 Agukng
117 Do Terbang
118 Krontjong
119 Adat
120 Yulgok
121 Sembuh
122 Janji
123 Nan Sarunai
124 Man Da U
125 Ma Ying
126 Pola
127 Jipen Kumang
128 Bumi Kenyalang
129 Jukung
130 Muyejebo
131 Pertempuran Bagian Pertama - Tameng Kayu
132 Pertempuran Bagian Kedua - Saudara
133 Pertempuran Bagian Ketiga - Kepentingan
134 Pertarungan Bagian Keempat - Roh Leluhur
135 Pertarungan Bagian Kelima - Parang Pandat
136 Pertarungan Bagian Keenam - Bedil
137 Pertarungan Bagian Ketujuh - Puting Beliung
138 Tawur
139 Pedang Pekir
140 Latok
141 Jarum
142 Ilmu Sihir
143 Merlin
144 Cuca Bangkai
145 Tali Jerami dan Akar Tanaman
146 Menang Jadi Arang, Kalah Jadi Abu
147 Khun Wanchay Na Ayutthaya
148 Tuan Muda Syaifuddin dan Putri Mayang Delima
149 Sabba
150 Pengait
151 Buntung
152 Kesultanan Johor-Riau
153 Tersohor
154 Fong Pak Laoya
155 Hio
156 Hulubalang Harimau Laut
157 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Pertama - Meriam
158 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedua - Labussa dan Makkawaru
159 Sempalan
160 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketiga - Langkah Empat
161 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keempat - Lopes Fransisco de Paula
162 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kelima - Mah Meri
163 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keenam - Lengah
164 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketujuh - Terhimpit
165 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedelapan - Gaduh dan Kisruh
166 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kesembilan - Berjubelan
167 Kocar-Kacir
168 Jala Jangkung
169 Mata Uang Emas
170 Peudeung
171 Jurus Berpasangan
172 Mossak Toba
173 Lasara
174 Lempengan
175 Pisau Tiuk
176 Tombak Dapur Brongsong Pengait
177 Tusukan Kilat Pelebur
178 Para Penembak
179 Kapal Dagang Melayu
180 Fortaleza de Malaca
181 Gerbang
182 Tempat Arak dari Bambu
183 Colhona
184 Warangan
185 Tujuh
186 Melarikan Diri
187 Mulut Pelabuhan
188 Labbiri
189 Empat Harimau Gayong Melayu
190 Sang Harimau Kedah
191 Sang Harimau Terengganu
192 Sang Harimau Kelantan
193 Desas-Desus
194 Sang Harimau Pattani
195 Dua Utas Tali Jerami
196 Silat Tomoi
197 Pelajaran Pertama - Burung Api
198 Pelajaran Kedua - Curi Jurus
199 Pelajaran Ketiga - Jurus Segala Bentuk
200 Pelajaran Keempat - Terpancing
201 Topeng Penthul Tembem
202 Terikat
203 Paruh Baya
204 Dewa Langkah Tiga
205 Jati Diri
206 Keyakinan
207 Terlontar
208 Tiga
209 Pucok Gunong Sang Harimau Belang
210 Lethwei Thaing
211 Keris Berhulu Anak Ayam
212 Padang Rumput
213 Putus Terpenggal
214 Topeng Iblis Khon
215 Daab
216 Gumunan, Kagetan
217 Krabi Krabong
218 Ayodya
219 Cahaya Bulan
220 Memanen Nyawa Musuh
221 Kotak Kayu
222 Phi Ying Praphet Song
223 Semilir
224 Arthit si Muay Paak Klang
225 Muun Met Mat
226 Amin
227 Pangkal Ibu Jari
228 Tawaran
229 Biksu
230 Kitiran
231 Ringkikan Kuda
232 Ngao
233 Ruang Sempit
234 Dunia Baru
235 Harga Diri
236 Sosok yang Sangat Mengerikan
237 Membaca Gerakan Lawan
238 Lancaran Melayu
239 Kekang Kuda
240 Perompak Đại Việt
241 Perahu-Perahu
242 Logam-Logam Pengait
243 Bahasa Melayu Berlogat Aneh
244 Buritan
245 Bagian Tengah Kapal
246 Beringas
247 Tiga Kapal Pedagang
248 Sabetan Panjang
249 Annam
250 Menerkam Dalam Diam
251 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Pertama: Naluri Pratiwi
252 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kedua: Yu Melaju
253 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketiga: Bertukar Senyum Samar
254 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempat: Unsur-Unsur Pedang Lentur
255 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelima: Busana yang Sedikit Berbeda
256 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenam: Mendadak Meledak
257 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuh: Periksa Nakhoda
258 Pertempuran di Sungai Bagian Kedelapan: Hitam Jahanam
259 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesembilan: Mengerang dengan Wajah Menggarang
260 Pertempuran di Sungai Bagian Kesepuluh: Berseru dan Menderu
261 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesebelas: Berkobar Semakin Liar
262 Kejayaan dan Kepuasan
263 Cuilan
264 Jaka Lelana
265 Mulut Terbuka Menganga
266 Menahan Laju Tunjaman
267 Lembing Bambu Runcing
268 Mengirimkan Rasa Takut
269 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keduabelas: Tergeletak di Atas Geladak
270 Jurus-Jurus Bersudut Tajam
271 Apa Mau Dikata
272 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketigabelas: Bergelimpangan Akibat Pertempuran
273 Menyerang Musuh Tanpa Menyentuh
274 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempatbelas: Terlalu Lama Mencoba
275 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelimabelas: Serang Semua! Bersama-Sama!
276 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenambelas: Mundur Dengan Teratur
277 Thai
278 Lâm
279 Tertambat
280 Karat Darah
281 Berdarah Murni
282 Mendengar Langkah Musuh
283 Ancaman Nyata
284 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuhbelas: Nama Itu Untuk Dirimu
285 Sosok Gelap
286 Lempengan
287 Pelempar
288 Sinar Jingga
289 Mandala
290 Perintah
291 Racun
292 Ledakan
293 Pengecut
294 Cakar
295 Ban Yipun
296 Darah
297 Tanpa Basa-Basi
298 Nakhon Si Thammarat
299 Di Tepi Sungai
300 Orang Champa
301 Harimau Siam
302 Tumbang Menjadi Mayat
303 Lebam Membiru dan Menghitam
304 Patah
305 Sekarat
306 Bokator
307 Pelataran
308 Orang Asing
309 Sudiamara
310 Timur
311 Berita
312 Kesanga
313 Rencana
314 Tengger
315 Korban Pertama
316 Cemeti
317 Kuda
318 Payung Pertahanan
319 Harimau Putih Menggasak Bumi
320 Murka
321 Seutas Tali
322 Saka Guru
323 Cabai
324 Sake
325 Rua Mat
326 Garis Nasib yang Serupa
327 Penjelasan
328 Kemungkinan Selalu Ada
329 Lengan Menyilang
330 Jauh dari Kata Selesai
331 Perhatian Besar
332 Merembes
333 Arquebus
334 Membungkuk Siap Terlontar
335 Rencana dan Keinginan yang Gila
336 Memotong Dari Atas ke Bawah
337 Naginatajutsu
338 Tiga Dewa Kematian
339 Mementingkan Kepentingan Sendiri
Episodes

Updated 339 Episodes

1
Nio Hongko
2
Nio Kongsing
3
Pendekar Bertopeng Panji
4
Tombak Pusaka Kanjeng Kyai Ageng Plered
5
Kakek Keling dan Rajah Nagataksaka
6
Tendangan Guntur dari Selatan dan Jurus Tanpa Jurus
7
Wejangan
8
Perjalanan ke Mataram
9
Perampokan Seorang Saudagar Arab
10
Si Lebah Siluman
11
Almira
12
Mataram di Mata Jayaseta
13
Kedai Makan
14
Di Atas Kapal
15
Pertarungan
16
Kali Bisaya
17
Sang Pemimpin
18
Jarum Bumi Neraka
19
Pratiwi
20
Kesultanan Banten
21
Jalan Setapak
22
Sarti
23
Lima Iblis Pencium Darah
24
Betawi
25
Budak
26
Pisau Terbang Penari
27
Rajah Garuda Sentanu
28
Serdadu
29
Bandar Niaga
30
Pertarungan di Tanah Merah
31
Rapier & Saber
32
Selipan
33
Badranaya
34
Katana
35
Dua Benteng Pertahanan
36
Jigen
37
Ceruk
38
Bubuk Api
39
Lembing
40
Trisula
41
Sundang Majapahit
42
Jemparing
43
Gandhewa Pamenthaning Cipta
44
Di Grassi
45
Candrasa
46
Lamina
47
Tameng
48
Meester
49
Usadha
50
Zhen Jiu
51
Jalir
52
Caping
53
Sang Kudi Langit
54
Semarang
55
Bangkui Sakti
56
Jung
57
Topeng Ireng Lokajaya
58
Bajak Laut
59
Kuda-Kuda Kaki Bersilang
60
Kulao Bassi
61
Silat Sepapan
62
Rujakpala
63
Si Gelembung Lotong
64
Jurus Badai di Tengah Samudra
65
Perlawanan
66
Tupas
67
Caluk
68
Topeng Buta Merah
69
Sang Penyair Baka
70
Wedhung
71
Lau Siufan
72
Pemabuk
73
Sàam Kûn-thâu
74
Bumi Sukadana
75
Kedai
76
Nukilan
77
Topeng Kayu Berhias Bulu Burung
78
Cindai
79
Silat Gayong
80
Dara Cempaka
81
Hulubalang
82
Kasmaran
83
Silat Pattani
84
Pendekar Paripurna
85
Sirih
86
Arak
87
Wadon
88
Mensa dan Jogo do Pau
89
Obor
90
Rajah Kembang Kenanga
91
Sahabat
92
Kesabaran
93
Pengayau
94
Orang Darat
95
Bunga Terung
96
Damek
97
Kinyah
98
Sanaman Mantikei
99
Antang Menukik
100
Pendekar
101
Asap
102
Tenaga Dalam
103
Lumpur
104
Air Mata
105
Perwira
106
Dim Mak
107
Dipan
108
Pendekar Harimau Muda Kudangan
109
Naibor
110
Jajal Ilmu Kanuragan
111
Silek Harimau
112
Sarung
113
Marabahaya
114
Kepala
115
Bangkui Sakti Memecah Buah
116
Agukng
117
Do Terbang
118
Krontjong
119
Adat
120
Yulgok
121
Sembuh
122
Janji
123
Nan Sarunai
124
Man Da U
125
Ma Ying
126
Pola
127
Jipen Kumang
128
Bumi Kenyalang
129
Jukung
130
Muyejebo
131
Pertempuran Bagian Pertama - Tameng Kayu
132
Pertempuran Bagian Kedua - Saudara
133
Pertempuran Bagian Ketiga - Kepentingan
134
Pertarungan Bagian Keempat - Roh Leluhur
135
Pertarungan Bagian Kelima - Parang Pandat
136
Pertarungan Bagian Keenam - Bedil
137
Pertarungan Bagian Ketujuh - Puting Beliung
138
Tawur
139
Pedang Pekir
140
Latok
141
Jarum
142
Ilmu Sihir
143
Merlin
144
Cuca Bangkai
145
Tali Jerami dan Akar Tanaman
146
Menang Jadi Arang, Kalah Jadi Abu
147
Khun Wanchay Na Ayutthaya
148
Tuan Muda Syaifuddin dan Putri Mayang Delima
149
Sabba
150
Pengait
151
Buntung
152
Kesultanan Johor-Riau
153
Tersohor
154
Fong Pak Laoya
155
Hio
156
Hulubalang Harimau Laut
157
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Pertama - Meriam
158
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedua - Labussa dan Makkawaru
159
Sempalan
160
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketiga - Langkah Empat
161
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keempat - Lopes Fransisco de Paula
162
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kelima - Mah Meri
163
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keenam - Lengah
164
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketujuh - Terhimpit
165
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedelapan - Gaduh dan Kisruh
166
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kesembilan - Berjubelan
167
Kocar-Kacir
168
Jala Jangkung
169
Mata Uang Emas
170
Peudeung
171
Jurus Berpasangan
172
Mossak Toba
173
Lasara
174
Lempengan
175
Pisau Tiuk
176
Tombak Dapur Brongsong Pengait
177
Tusukan Kilat Pelebur
178
Para Penembak
179
Kapal Dagang Melayu
180
Fortaleza de Malaca
181
Gerbang
182
Tempat Arak dari Bambu
183
Colhona
184
Warangan
185
Tujuh
186
Melarikan Diri
187
Mulut Pelabuhan
188
Labbiri
189
Empat Harimau Gayong Melayu
190
Sang Harimau Kedah
191
Sang Harimau Terengganu
192
Sang Harimau Kelantan
193
Desas-Desus
194
Sang Harimau Pattani
195
Dua Utas Tali Jerami
196
Silat Tomoi
197
Pelajaran Pertama - Burung Api
198
Pelajaran Kedua - Curi Jurus
199
Pelajaran Ketiga - Jurus Segala Bentuk
200
Pelajaran Keempat - Terpancing
201
Topeng Penthul Tembem
202
Terikat
203
Paruh Baya
204
Dewa Langkah Tiga
205
Jati Diri
206
Keyakinan
207
Terlontar
208
Tiga
209
Pucok Gunong Sang Harimau Belang
210
Lethwei Thaing
211
Keris Berhulu Anak Ayam
212
Padang Rumput
213
Putus Terpenggal
214
Topeng Iblis Khon
215
Daab
216
Gumunan, Kagetan
217
Krabi Krabong
218
Ayodya
219
Cahaya Bulan
220
Memanen Nyawa Musuh
221
Kotak Kayu
222
Phi Ying Praphet Song
223
Semilir
224
Arthit si Muay Paak Klang
225
Muun Met Mat
226
Amin
227
Pangkal Ibu Jari
228
Tawaran
229
Biksu
230
Kitiran
231
Ringkikan Kuda
232
Ngao
233
Ruang Sempit
234
Dunia Baru
235
Harga Diri
236
Sosok yang Sangat Mengerikan
237
Membaca Gerakan Lawan
238
Lancaran Melayu
239
Kekang Kuda
240
Perompak Đại Việt
241
Perahu-Perahu
242
Logam-Logam Pengait
243
Bahasa Melayu Berlogat Aneh
244
Buritan
245
Bagian Tengah Kapal
246
Beringas
247
Tiga Kapal Pedagang
248
Sabetan Panjang
249
Annam
250
Menerkam Dalam Diam
251
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Pertama: Naluri Pratiwi
252
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kedua: Yu Melaju
253
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketiga: Bertukar Senyum Samar
254
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempat: Unsur-Unsur Pedang Lentur
255
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelima: Busana yang Sedikit Berbeda
256
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenam: Mendadak Meledak
257
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuh: Periksa Nakhoda
258
Pertempuran di Sungai Bagian Kedelapan: Hitam Jahanam
259
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesembilan: Mengerang dengan Wajah Menggarang
260
Pertempuran di Sungai Bagian Kesepuluh: Berseru dan Menderu
261
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesebelas: Berkobar Semakin Liar
262
Kejayaan dan Kepuasan
263
Cuilan
264
Jaka Lelana
265
Mulut Terbuka Menganga
266
Menahan Laju Tunjaman
267
Lembing Bambu Runcing
268
Mengirimkan Rasa Takut
269
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keduabelas: Tergeletak di Atas Geladak
270
Jurus-Jurus Bersudut Tajam
271
Apa Mau Dikata
272
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketigabelas: Bergelimpangan Akibat Pertempuran
273
Menyerang Musuh Tanpa Menyentuh
274
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempatbelas: Terlalu Lama Mencoba
275
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelimabelas: Serang Semua! Bersama-Sama!
276
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenambelas: Mundur Dengan Teratur
277
Thai
278
Lâm
279
Tertambat
280
Karat Darah
281
Berdarah Murni
282
Mendengar Langkah Musuh
283
Ancaman Nyata
284
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuhbelas: Nama Itu Untuk Dirimu
285
Sosok Gelap
286
Lempengan
287
Pelempar
288
Sinar Jingga
289
Mandala
290
Perintah
291
Racun
292
Ledakan
293
Pengecut
294
Cakar
295
Ban Yipun
296
Darah
297
Tanpa Basa-Basi
298
Nakhon Si Thammarat
299
Di Tepi Sungai
300
Orang Champa
301
Harimau Siam
302
Tumbang Menjadi Mayat
303
Lebam Membiru dan Menghitam
304
Patah
305
Sekarat
306
Bokator
307
Pelataran
308
Orang Asing
309
Sudiamara
310
Timur
311
Berita
312
Kesanga
313
Rencana
314
Tengger
315
Korban Pertama
316
Cemeti
317
Kuda
318
Payung Pertahanan
319
Harimau Putih Menggasak Bumi
320
Murka
321
Seutas Tali
322
Saka Guru
323
Cabai
324
Sake
325
Rua Mat
326
Garis Nasib yang Serupa
327
Penjelasan
328
Kemungkinan Selalu Ada
329
Lengan Menyilang
330
Jauh dari Kata Selesai
331
Perhatian Besar
332
Merembes
333
Arquebus
334
Membungkuk Siap Terlontar
335
Rencana dan Keinginan yang Gila
336
Memotong Dari Atas ke Bawah
337
Naginatajutsu
338
Tiga Dewa Kematian
339
Mementingkan Kepentingan Sendiri

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!