Tendangan Guntur dari Selatan dan Jurus Tanpa Jurus

Jayaseta dan Kakek Keling berdiri di sebuah bukit tak jauh dari pusat kota Giri di pagi hari yang dinginnya menusuk. Walau tak begitu jauh, namun suasana di tempat itu sangat berbeda. Tenang dan masih rimbun dengan pepohonan.

“Serang aku!” ujar Kakek Keling tiba-tiba.

“Apa maksudmu, kakek?” Jayaseta keheranan melihat sang kakek yang berdiri bertelanjang dada di hadapannya. Sang kakek mengenakan kain yang ia lilitkan di pinggang dan ujungnya di bagian tengah ditarik keatas sehingga kain itu kemudian membentuk celana selutut. Matahari pagi memantul di kulit legamnya.

Jayaseta sendiri yang juga berdiri bertelanjang dada, mengenakan celana selutut dengan seutas tali tersimpul mengikat di pinggangnya. Keduanya sepertinya tidak mengacuhkan udara dingin yang mengambang di udara. Jayaseta baru saja berlatih jurus-jurus silatnya seperti biasa. Kurang lebih setahun penuh sudah Jayaseta berlatih ilmu kanuragan di bawah bimbingan kakek Keling setelah serangan pasukan Mataram dimana ayahnya tewas. Ia berlatih dengan kakek Keling untuk terus menjaga kebugaran dan kegesitan jurus-jurusnya, terutama akibat ia terluka parah lebih dari setahun lalu oleh tombak Kyai Ageng Plered. Nyawanya hampir saja terenggut saat itu bila tidak diselamatkan oleh kakek Keling. Tidak hanya itu, racun dan kutukan tombak pusaka Kyai Plered merasuk ke dalam tubuh dan menggerogoti jiwa nya. Dengan melatih diri, selain mengembangkan ilmu kanuragannya, Jayaseta juga terus mengurung sang racun dalam rajah Nagataksaka nya.

“Coba serang aku,” Kakek Keling kembali mengulangi permintaannya.

“Kakek … aku tahu engkau memiliki kemampuan tenaga dalam yang tidak perlu aku ragukan. Selama ini aku sudah belajar bagaimana cara melempar cakram yang luar biasa dari kakek. Bahkan kakek juga menyelamatkan aku dan membawa tubuh ayah sekaligus serta membunuh pasukan Mataram. Tapi apa maksud kakek menyuruhku untuk menyerang ..?”

Belum selesai Jayaseta berhenti berbicara, sang kakek dengan kecepatan yang tidak disangka-sangka menyerang Jayaseta. Jarak dimana mereka berdiri terpaut cukup jauh, namun sekejap saja sang kakek dapat berlari, kemudian memutar tubuhnya di udara serta melepaskan tendangan ke arah Jayaseta.

Jayaseta kaget, namun berhasil menyilangkan kedua tangannya untuk melindungi wajah dan dadanya.

DUAG!

Tendangan sang kakek begitu kerasnya sehingga membuat Jayaseta terpental kebelakang namun masih berdiri tegak. Tangannya sedikit nyeri. Belum sempat lagi Jayaseta berpikir apa yang sedang terjadi, sang kakek menyerang lagi.

Serangan Kakek Keling sangat unik dimana ia lebih menitikberatkan pada tendangan. Selain itu tendangannya sangat bertenaga, sulit dipercaya melihat umur sang kakek yang mungkin telah mencapai usia enam atau bahkan tujuh puluh tahunan itu. Tubuhnya sangat liat dan lentur, melebihi gerak beladiri Tiongkok ala Hongko, ayah Jayaseta. Jayaseta tak diberi kesempatan untuk menyerang kembali. Jurus-jurus sang kakek berupa tendangan berputar, tendangan sapuan, tendangan samping yang terus merujuk ke bagian-bagian berbahaya tubuh Jayaseta. Jayaseta hanya menghindar, berkelit, dan menangkis tendangan-tendangan itu.

Selama ini Jayaseta cenderung berlatih jurus-jurus yang telah pelajari di bawah bimbingan kakek Keling. Beberapa kali memang mereka pernah adu tanding hanya untuk mengasah kemampuan dan kepekaan Jayaseta. Tapi sang kakek sebenarnya belum pernah menunjukkan kemampuan silatnya yang sebenar-benarnya, apalagi tenaga dalam yang sudah lama diincar Jayaseta yang memang dimiliki sang kakek.

Pelatihan ilmu melempar cakram yang Jayaseta pelajari dari sang kakek memang terus ia tingkatkan, namun Jayaseta tidak menyangka bahwa sang guru juga memiliki ilmu silat dengan jurus-jurusnya yang dahsyat. Jurus-jurus tendangan semacam ini belum pernah ia lihat sebelumnya. Bahkan almarhum ayahandanya yang terkenal memiliki jurus-jurus silat Tiongkok yang juga menekankan kelincahan tubuh juga tidak memiliki tendangan semematikan ini.

Tentu saja ketika sang guru memintanya untuk menyerang ia terkaget-kaget. Bukankah selama ini ia mengenal kakek Keling sebagai pendekar pelempar cakram yang mumpuni dan pemilik ilmu tenaga dalam yang juga sakti. Namun untuk urusan ilmu jurus, ia belum pernah melihat apalagi merasakan dengan langsung. Jangan-jangan sang kakek sengaja menyimpan kemampuan rahasianya ini untuk Jayaseta ketika ia dirasa telah siap? Setahun lebih lamanya.

Bagai badai, tendangan-tendangan Kakek Keling menderu-deru. Kaki telanjang Kakek Keling kadang seperti sebatang kayu keras, kadang seperti seutas tambang yang luwes namun menjerat. Jayaseta tak habis pikir, dari tumit, tepian kaki, punggung kaki, bagian ujung kaki, semua nya menjadi senjata yang dahsyat oleh kakek yang terlihat sudah sangat rapuh ini.

“Jangan pikirkan jurus apa yang akan kau pakai!” ujar sang kakek di sela-sela serangannya. Nampaknya ia berhasil mengetahui pikiran sang cucu yang sedang memikirkan ingin membalas serangan sang kakek dengan jurus apa. Garuda Nglayang, Cakar Macan, Tinju Besi, Cakar Naga, Tinju Delapan Penjuru Angin, atau apa? Mendengar ini, kecerdasan sang pemuda menyeruak muncul ke permukaan.

Jelas bahwasanya sang kakek memang benar adalah guru silat Jayaseta yang baru. Ia ingin mengajari sang murid dengan caranya sendiri. Jayaseta bersorak dalam hati. Ia tak mau ragu lagi menghadapi sang kakek. Ia juga telah mendapatkan pelajaran pertama langsung dari sang guru, yaitu bertarung tanpa terlalu banyak berpikir. Intinya adalah bahwa ketika sedang bertarung, ia hanya harus memusatkan pikiran para pertarungan itu sendiri. Tidak boleh merencanakan serangan macam apa yang harus lontarkan atau jurus apa yang harus ia gunakan.

Jayaseta mundur selangkah untuk menghindar dari serangan sang guru, kemudian menggunakan pukulan lurusnya berkali-kali dengan begitu cepatnya untuk membuyarkan serangan sang kakek. Setelah sang kakek juga terpaksa mundur karena serangan jurus tinju asal Tiongkok tersebut, pertarungan mulai menarik.

Jayaseta benar-benar menunjukkan dirinya sebagai seorang murid yang cerdas. Kali ini serangannya berbalas dengan serangan sang kakek. Ia tidak lagi memikirkan bentuk jurusnya, namun disesuaikan dengan keperluan. Bila saatnya memungkinkan ia menyerang dengan tinju, ia akan serang dengan tinju, namun bila tidak, ia akan menyerang dengan bentuk jurus apapun yang mungkin. Cakar, telapak tangan, sisi telapak tangan, siku, tendangan lurus, berputar atau tangkapan dapat berubah seenaknya.

Jurusnya kini sama sekali tak berbentuk. Ia berubah menjadi seorang pendekar yang semakin aneh dan unik. Bila dulu sewaktu menghadapi lawan-lawannya ia berganti-ganti jurus, dari satu jenis jurus silat ke jurus silat lain, kali ini semua jurus melebur dan ia gunakan suka-suka.

Jayaseta pernah mendengar legenda Jurus Tanpa Bentuk dan Jurus Tanpa Nama yang lama didengarnya di tanah Jawa. Tapi ini sama sekali berbeda. Jurusnya bukan tanpa bentuk, bukan tidak dapat digambarkan, namun memang bukan lagi sebuah jurus. Tidak bisa dikatakan sebagai jurus, tapi adalah usaha untuk menyerang dan bertahan secara alamiah dan naluriah. Semua jurus ia serap, lebur dan menghilang sekaligus. Inilah kelak yang menjadi cikal bakal kesaktiannya yang luar biasa, Jurus Tanpa Jurus! Dengan Jurus Tanpa Jurus, Jayaseta akan menjadi seorang pendekar pilih tanding di pulau Jawa.

Sekian jurus berlalu namun tak tampak Kakek Keling kelelahan, malah Jayaseta yang mulai kedodoran. Bukan karena ia mulai lelah, namun ia baru saja mendapatkan pelajarannya yang pertama. Lagipula ia masih berusaha untuk menyesuaikan gaya dan irama bertarung barunya ini. Hingga sampailah pada saat Jayaseta memutuskan untuk berhenti sejenak, “Berhenti kakek, berhenti dahulu … “

Sayang, sang kakek memang sudah tak terhentikan. Tendangannya berhasil menghantam paha kiri Jayaseta, kemudian kaki kiri sang kakek menghajar pinggang kanan, sekali lagi tendangan lurus ke dada membuat Jayaseta terdorong keras ke belakang, terakhir sang kakek melompat tinggi dan langsung menghujamkan kedua kakinya sekaligus menghujam lagi-lagi ke dada Jayaseta, seperti guntur.

BUG!!!

Jayaseta merasa dadanya seperti dihantam palu raksasa sehingga tidak dapat lagi ia menahan tubuhnya jatuh ke bumi. Namun, sebagai seorang pendekar, ia langsung bangun, mengatur pernafasan dan mundur menjauh sembari mempersiapkan kuda-kuda lagi. Sang kakek sudah siap untuk menyerang, namun sekali lagi Jayaseta berseru sembari mengelu-elus dadanya, “Cukup kek. Cukup pelajarannya hari ini.”

Sang kakek membatalkan serangannya, berdiri tegak – sangat mengherankan sang kakek bahkan belum terlihat bungkuk – kemudian tertawa renyah, “Ha ha ha, bagaimana jurus-jurusku anak muda?”

“Jurus apa itu kek? Aku tak pernah melihat tendangan semacam itu. Apa itu jurus-jurus beladiri dari negara Keling dari mana kakek berasal?” Jayaseta bertanya.

“Ha ha ha,” sang kakek tertawa lagi.

“Beladiri ini disebut Kalarippayattu cucuku. Jenis beladiri yang sudah lama dikenal di negeri Keling, tanah Hindustan atau Jambudwipa. Kalarippayattu sebenarnya adalah istilah yang digunakan sebagai induk dari beragam gaya beladiri dari Jambudwipa bagian Utara. Bahkan menurut cerita yang kudengar dari guruku dahulu, Kalipayattu adalah induk dari jurus-jurus Shaolin dari tanah Tiongkok yang juga mempengaruhi gaya bertarung ayahmu dan sedikit banyak mempengaruhi silat nusantara di masa lalu meski silat kemudian memiliki bentuknya sendiri yang khas,” Kakek Keling mulai bercerita dan membuat Jayaseta mengangguk-angguk. Satu lagi hal yang membuat Jayaseta berdecak kagum adalah ternyata sang kakek juga selain hebat dalam berolah kanuragan juga memiliki pengetahuan yang luas.

“Saat itu agama Wisnu-Shiwa dan Buddha sama seperti di tanah Jawa, memiliki hubungan yang mesra dan saling melengkapi serta menghargai, walau juga melalui pasang surut hubungan.

“Kesalingmelengkapi ini juga ada pada sumbangsih budaya beladiri. Aku sendiri mempelajari Kalarippayattu dari guruku yaitu kakek buyutku sendiri, namun ketika sampai di tanah Jawa, aku juga menemui kehebatan yang luar biasa dari beladiri dari tanah ini.

“Kelenturan otot-otot namun ditambah kecepatan, kelincahan dan kekuatan sangatlah penting dalam jurus-jurusnya. Oleh sebab itu kau dapat merasakan sendiri tendangan-tendanganku. Tapi sebenarnya, jurus-jurus yang tadi kau hadapi bukanlah murni asli Kalarippayattu, namun jurus-jurus ciptaanku sendiri yang ditambah dengan pemusatan tenaga dalam kuno Jawa yang kupelajari langsung dari keturunan ksatria-ksatria keturunan Majapahit. Jurus-jurusku tadi itu kuberi nama Tendangan Guntur dari Selatan.”

Sang kakek menjelaskan bahwa Kalarippayattu yang merupakan silat Jambudwipa di bagian utara ini masih dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu Kaluyartippayattu yang jurus-jurusnya lebih menekankan pada jurus-jurus kaki, dan Kaikuttippayattu yang jurus-jurusnya menekankan pada penggunaan tangan. Masih banyak lagi jenis-jenis bela diri ini seperti Arappukkai atau Tulunadan yang merupakan bagian dari Kaluyartippayattu. Masih ada lagi anak-anak gaya silat ini seperti Vattayanthrippu atau Dronampalli yang mempengaruhi bentuk-bentuk-bentuk lain seperti Paricchakali, Kolkali, Margamkali serta Kambukali dimana semuanya dipelajari di daerah Selatan dari Jambudwipa bagian Utara ini. Sang kakek Keling sendiri adalah pendekar Kalarippayattu dengan aliran Kaluyartippayattu.

Jayaseta tercengang. Sosok tua di hadapannya kini serasa menjulang bagai raksasa. Entah bagaimana kehidupan sang kakek sewaktu masih muda. Sehebat apakah ia? Mengapa orang semacam Kakek Keling hidup di tempat semacam ini dengan keadaan yang jauh dari menonjol. Bukan sebuah kehidupan mahsyur seorang pendekar. Bahkan tidak bisa dibandingkan dengan kakek Husein atau ayahnya yang menempati hidup yang membanggakan sebagai seorang prajurit khusus kerajaan Giri Kedaton. Sebagai seorang yang sakti harusnya Kakek Keling menjadi termahsyur atau paling tidak menjadi orang penting di kerajaan seperti Pangeran Pekik yang sakti misalnya.

“Sekarang, perhatikan gerakanku cucuku,” sang kakek mempersiapkan kuda-kudanya lagi memutuskan lamunan Jayaseta. “Aku tahu engkau memiliki kecerdasan luar biasa dalam mengingat dan meniru gerakan segala jurus.”

Tanpa berlama-lama lagi, sang kakek melepaskan tendangan-tendangan guntur nya. Tendangannya menderu-deru membabat udara kosong, namun malah memperlihatkan betapa bertenaganya tendangan itu. Jayaseta kemudian mengamati dan mulai paham bahwa tendangan sang kakek memiliki kekuatan yang luar biasa dan cepat karena ia memberikan ruang untuk tolakan tendangan tersebut dengan cara berputar di udara, melepaskan tendangan dari kelenturan kaki sehingga dapat mencapai keadaan tolak terjauh yang mungkin. Belum lagi tenaga dalam yang ia miliki.

Sembari berjumpalitan mengumbar jurus-jurusnya, sang kakek berteriak menjelaskan kepada Jayaseta, “Cucuku, lihatlah ini. Di bagian Utara Jambudwipa olah kanuragan ini masih terbagi menjadi bagian Utara dan Selatan. Hiaattt!! Yang ini bernama vazhi, ciri khas bersama Utara dan Selatan. Hanuman vazhi menitikberatkan pada kecepatan,” sang kakek memeragakan beragam tendangan disambil dengan pukulan-pukulan yang luar biasa cepat. Kemudian kedua kakinya menapak ke tanah, pinggul dan bahunya bergerak dengan lincah dan liat.

“Ini bernama Bali vazhi, menggunakan kekuatan lawan dan membalikkannya kepada musuh,” ujarnya kencang. “Dan ini adalah Bhiman vazhi,” ujar sang kakek kembali. Kali ini gerakannya sangat kasar dan keras. Tendangannya bagai badai dan ombak yang menggempur, “Kekuatan tenaga tubuh adalah yang terpenting.”

Melihat hal ini Jayaseta tidak tinggal diam, tubuhnya secara naluriah bergerak meniru jurus-jurus sang guru. Tidak hanya meniru, ia menyerap intisari jurus-jurus itu, meleburnya dan akhirnya menghilangkannya karena intisari yang terserap telah masuk dalam Jurus Tanpa Jurusnya. Segala gerakan sang guru telah dimamah dan menjadi tambahan gerakan naluriah dan alamiahnya, meski ia masih belum dapat mengambil tenaga yang dikeluarkan dari jurus tendangan-tendangan dan pukulan sang guru.

“Ha ha ha … bagus Jayaseta. Sekarang persiapkanlah dirimu! Lawan aku habis-habisan, karena aku tidak akan sungkan-sungkan kali ini,” teriakan sang guru membelah udara dan membuat Jayaseta meregang dan langsung mempersiapkan dirinya. Ia tidak menyangka bahwa sang guru benar-benar ingin melanjutkan pertarungannya.

Bisa dikatakan, inilah pelajaran silat tercepat yang pernah ia alami. Sang guru seakan paham kemampuan Jayaseta dalam menguasai ilmu kanuragan yang telah ia amati selama ini. Namun keterkagetan itu tidak berjalan lama, kuda-kuda Jurus Tanpa Jurus Jayaseta yang baru ia ciptakan dalam benaknya sudah harus ia gunakan secara langsung.

Seperti tadi, sang guru beguling liat di udara dan memberikan tendangan memotong dari langit. Jurus tendangan guntur dari selatan kembali dimulai. Namun tentu saja serangan sang guru kali ini sangat berbeda. Beban tendangannya luar biasa berat karena sang kakek memang benar-benar bersungguh-sungguh kali ini. Jayaseta yang sekarang gerakannya telah dituntun oleh naluri, tetap merasakan betapa hebat udara di sekeliling tendangan sang kakek yang lambat laun malah semakin menjadi.

Jangan-jangan sang guru menambahkan tenaga dalam yang ia pelajari di tanah nusantara ini yang semua ia katakan memang digabungkan dengan jurus-jurus tanah Hindustan. Sebagai akibatnya Jayaseta menjadi harus waspada dan juga lebih bersungguh-sungguh terhadap tendangan-tendangan Kakek Keling yang menderu-deru karena angin yang ditimbulkan ternyata juga memberikan pengaruh yang tidak biasa.

Sebuah tendangan menyamping menggunakan sisi telapak menghujam dada Jayaseta. Ia bergerak ke kiri sedikit, namun sepertinya tendangan itu berlipat-lipat banyaknya sehingga Jayaseta terpaksa menjatuhkan diri dan berguling ke belakang. Jarak mereka menjadi cukup jauh sekarang, ruang dan kesempatan yang terbuka inilah merupakan saatnya Jayaseta untuk menyerang.

Sial! Ternyata sang kakek dapat menebak gerakan sang pendekar muda ini. Sekali lagi sang kakek mematahkan serangan Jayaseta. Pukulannya berhasil ditepis sang kakek sembari menghantamkan telapak tangannya ke dada Jayaseta. Meski satu lengannya berhasil menahan tapak tersebut dengan cara disilangkan di depan dada, dorongan tenaga sang kakek yang begitu dahsyat membuat Jayaseta mundur beberapa langkah dan jatuh terduduk.

Sebelum Jayaseta bangkit, Kakek Keling dengan gerak yang sangat mustahil dengan melihat usianya, sudah melenting ke udara, berputar sedikit dan menghempaskan punggung kakinya ke kepala Jayaseta. Jayaseta kembali berhasil menahan kepala dengan kedua tangannya. Mungkin inilah jurus tendangan guntur dari selatan yang sebenarnya. Tendangan itu terasa sangat berat!

Jayaseta memang bukan pendekar biasa walau masih belia. Setiap tendangan dengan beban yang makin lama makin berat itu masih dapat ditahan, ditangkis atau dihindari, namun kali ini ia sudah dalam keadaan yang terjebak. Tendangan punggung kaki itu kembali menghujam. Dua kali, tiga kali, sampai pertahanan itu jebol dan punggung kaki sang kakek menghajar leher Jayaseta dan membuatnya tersungkur. Jayaseta masih dapat berdiri dengan susah payah. Namun sang kakek tak mau membiarkan Jayaseta bernafas sedikitpun. Ia meluncur sederas ***** dan kembali memberikan sebuah tendangan telah ke dada Jayaseta. Tendangan itu telak tanpa perlindungan sama sekali. Jayaseta terlempar berguling-guling ke belakang sampai lima tombak jauhnya.

Saat itulah sang kakek merasakan hal yang mengejutkan. Tiba-tiba tubuh Jayaseta yang terlempar dan sekarang dalam keadaan terbaring terlentang bergetar hebat. Sang kakek tahu langsung sadar, ini bukan karena Jayaseta terluka karena serangan tendangan guntur dari selatan yang sudah ia tambahkan dengan tenaga dalam, tapi ada sesuatu yang berbeda. Ia paham bahwa Jayaseta adalah pendekar muda yang sakti. Tendangannya walau hebat tetap tidak semudah itu melumpuhkan Jayaseta.

Tubuh bergetar Jayaseta sekarang ditemani dengan teriakan keras yang memilukan dari mulutnya. Kakek Keling mundur. Ini yang ia takutkan. Sekarang Jayaseta mengangkat tubuhnya. Jayaseta dalam keadaan berlutut, sang kakek dapat melihat dengan jelas tubuh berkulit terang Jayaseta berbanding terbalik dengan luka tusuk di dada bagian kiri Jayaseta yang sekarang menggelap.

Secara ajaib, rajah Nagataksaka seakan mengalirkan darah hitam di sekeliling luka tusukan tombak pusaka Kyai Plered itu. Seakan rajah Nagataksaka bersinar, muncul tercetak dengan jelas melingkupi luka tusuk tersebut. Jayaseta sendiri tiba-tiba merasakan tenaga luar biasa mengalir ke seluruh tubuhnya. Kekuatan dan daya tenaga yang berlipat-lipat meletup di setiap bagian otot-ototnya. Ia merasa seperti seorang dewa. Pandangannya sekarang tajam menusuk ke arah Kakek Keling. Jari-jarinya mengeras membentuk cakar. Ia menggeram. Tak berapa lama ia mencolot dengan tinggi menghujam Kakek Keling.

Kakek Keling langsung mundur dua tombak mengindari serangan cakar Jayaseta yang seperti kalap itu. Jayaseta tentu tidak berhenti, ia terus mengejar sang kakek bagai seekor macan memburu seekor kijang. Serangan Jayaseta masih tidak dapat ditebak, ia masih menggunakan pola Jurus Tanpa Jurus. Namun tenaga dan kecepatannya berlipat-lipat lebih besar. Tentu saja ini membuat sang kakek gentar. Jayaseta sedang kerasukan tenaga racun kutukan tombak Kyai Plered yang sedang berperang dengan Nagataksaka.

Apa boleh buat, Kakek Keling terpaksa mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Serangan Jayaseta menderu-deru. Pukulan bertubi-tubi mengarah ke wajah, leher dan dada Kakek Keling. Sebaliknya selain menangkis dan menghindar, tendangan guntur dari selatan sang kakek juga mengincar bagian-bagian tubuh Jayaseta yang dianggap dapat menghentikan serangannya ini. Namun Jayaseta seperti gila, sehingga tak perlu ditebak lagi bahwa sang kakek pasti akan terdesak.

Ketika sang kakek melompat untuk memberikan tendangannya ke arah samping tubuh Jayaseta, saat itu pulalah sang cucu ikut melompat dan melakukan gerakan yang sama. Namun jauh lebih cepat. Tendangan itu tepat mengenai rusuk sang kakek sehingga ia jatuh berdemum ke bumi. Itu tadi Tendangan Guntur dari Selatan milik sang kakek yang ditiru dengan lebih baik oleh Jayaseta.

Tidak sampai disitu, Jayaseta terus menyerang seperti kesetanan. Sang kakek seperti kehabisan tenaga. Sekarang ia terlihat benar-benar seperti seorang kakek yang sesuai dengan usianya. Satu hantaman Jayaseta menghajar bahu sang kakek, satu tendangan ke paha kanan sang kakek, dan terakhir sebuah tendangan lurus menohok dada sang kakek membuatnya terjengkang.

“Tunggu, cu!” sang kakek berteriak mencoba memberhentikan serangan Jayaseta. Namun Jayaseta sudah benar-benar terasuk setan. Serangannya semakin membabi-buta.

Sembari menghindar dan berkelit dari deruan serangan Jayaseta, sang kakek berseru untuk menyadarkan sang cucu, “Cu, sadar … kekuatan ini bukan dirimu!”

Sang kakek merasa semua ini telah cukup. Ia harus menghentikannya.

Dengan kekuatan yang tersisa, Kakek Keling mengumpulkan tenaga dalam ke kepalan kanannya. Kemudian dengan keadaan yang tepat, ia pukulkan tinju itu ke arah Jayaseta yang masih menyerbu ke arahnya.

BLAR!

Walau tanpa suara, namun tenaga dalam dari tinju itu benar-benar meledak seperti meriam Pranggi. Ledakannya juga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, namun hasilnya jelas. Gelombang tenaga tinju itu menghantam dada Jayaseta. Jayaseta terlonjak kebelakang.

Tenaga terakhir kakek yang sepertinya habis-habisan itu ternyata tidak melukai Jayaseta, hanya membuatnya sedikit terjengkang sedangkan matanya masih menunjukkan kebuasan yang luar biasa. Namun memang hanya ini yang diperlukan sang kakek. Dengan kesempatan ini, sang kakek menggunakannya dengan segera menyerbu ke arah Jayaseta, menampar bekas luka tusuk di dada kiri antara sela-sela tulang iga tepat dibawah jantung.

Tamparan itu bukan sembarang tamparan, tapi dengan rapalan dan tenaga dalam yang memang dipersiapkan oleh Kakek Keling setelah ledakan tenaga dalam sebelumnya. Tamparan ini seperti tepukan di kepala seekor singa untuk membuatnya diam dan menurut. Singa itu adalah raksasa dari tenaga Kyai Plered dan Nagataksaka yang bertarung di dalam tubuh sang murid.

Tak sampai disitu, tamparan itu disertai totokan ke beberapa titik di rajah Nagataksaka. Membuat Jayaseta tersedak dan kaku, “Cucuku, lawan kekuatan itu. Pusatkan tenaga di tiga pusat. Kepala, dada dan perut. Hilangkan tenaga yang bergejolak di seluruh ototmu. Ingat sewaktu pertama kali kau bertarung dengan tenaga racun Kyai Plered sewaktu aku menyelamatkanmu. Kekuatan itu hanya tipuan. Hanya menyedot tenagamu habis-habisan. Kau akan ditinggalkan dengan kehabisan tenaga sama sekali.”

Sebagai seorang pendekar, suara Kakek Keling yang dilapisi tenaga dalam langsung berhasil masuk dan menggugah jiwa Jayaseta yang semula dirasuki kekuatan asing. Badannya yang tadi kaku langsung lemas dan dikeadaankan bersila. Jayaseta menarik nafas panjang, menegakkan punggung. Memusatkan tenaga dalamnya untuk menjinakkan singa yang sedang mengamuk di dalam tubuhnya.

Melihat ini sang kakek pun segera mempersiapkan tenaga dalamnya untuk membantu sang cucu. Tapi kemudian tanpa membuka mata Jayaseta mengangkat satu tangannya dan berkata dengan tenang, “Kakek, jangan habiskan tenagamu. Terimakasih, aku bisa mengatasinya kali ini.”

Sang kakek terduduk di tanah. Terkaget dan kagum karena sang cucu mampu dengan sangat cepat meningkatkan kemampuannya dalam segala hal. Selain itu ia pun merasa semua tenaganya benar-benar sudah tersedot habis.

Tak lama Jayaseta membuka mata. Ia sudah jauh lebih tenang, sang singa telah ditundukkan. Ketika melihat sang kakek terduduk lemah, seketika ia tersadar dan segera ia menghambur, “Kakek, bagaimana keadaanmu?”

“Ha ha ha … kau memang luar biasa cucuku, ha ha ha …”

“Kakek, mengapa malah tertawa? Jangan buat aku khawatir,” Jayaseta bingung dengan perilaku kakeknya ini.

“Ha ha ha … apa kau pikir kakekmu ini akan menjadi gila, hah? Ha ha ha …” sang kakek semakin tertawa geli dan memegang perutnya.

Melihat ini Jayaseta paham apa yang sebenarnya terjadi. Tawa sang kakek adalah perasaan lega bercampur lelah yang luar biasa. Tak bisa ditahan lagi, Jayaseta pun ikut menjatuhkan diri di tanah dan tertawa terbahak-bahak bersama sang kakek, “Ha ha ha ha ha …”.

Tawa kedua guru murid itu sahut menyahut sampai mereka kelelahan dan merebahkan diri di tanah sampai matahari kemudian semakin menanjak dan panasnya mulai terasa.

Terpopuler

Comments

y@y@

y@y@

🔥👍👍🏻👍🔥

2022-12-02

1

y@y@

y@y@

🔥👍🏾👍🏿👍🏾🔥

2022-12-02

1

y@y@

y@y@

🔥👍🏼👍🏻👍🏼🔥

2022-12-02

1

lihat semua
Episodes
1 Nio Hongko
2 Nio Kongsing
3 Pendekar Bertopeng Panji
4 Tombak Pusaka Kanjeng Kyai Ageng Plered
5 Kakek Keling dan Rajah Nagataksaka
6 Tendangan Guntur dari Selatan dan Jurus Tanpa Jurus
7 Wejangan
8 Perjalanan ke Mataram
9 Perampokan Seorang Saudagar Arab
10 Si Lebah Siluman
11 Almira
12 Mataram di Mata Jayaseta
13 Kedai Makan
14 Di Atas Kapal
15 Pertarungan
16 Kali Bisaya
17 Sang Pemimpin
18 Jarum Bumi Neraka
19 Pratiwi
20 Kesultanan Banten
21 Jalan Setapak
22 Sarti
23 Lima Iblis Pencium Darah
24 Betawi
25 Budak
26 Pisau Terbang Penari
27 Rajah Garuda Sentanu
28 Serdadu
29 Bandar Niaga
30 Pertarungan di Tanah Merah
31 Rapier & Saber
32 Selipan
33 Badranaya
34 Katana
35 Dua Benteng Pertahanan
36 Jigen
37 Ceruk
38 Bubuk Api
39 Lembing
40 Trisula
41 Sundang Majapahit
42 Jemparing
43 Gandhewa Pamenthaning Cipta
44 Di Grassi
45 Candrasa
46 Lamina
47 Tameng
48 Meester
49 Usadha
50 Zhen Jiu
51 Jalir
52 Caping
53 Sang Kudi Langit
54 Semarang
55 Bangkui Sakti
56 Jung
57 Topeng Ireng Lokajaya
58 Bajak Laut
59 Kuda-Kuda Kaki Bersilang
60 Kulao Bassi
61 Silat Sepapan
62 Rujakpala
63 Si Gelembung Lotong
64 Jurus Badai di Tengah Samudra
65 Perlawanan
66 Tupas
67 Caluk
68 Topeng Buta Merah
69 Sang Penyair Baka
70 Wedhung
71 Lau Siufan
72 Pemabuk
73 Sàam Kûn-thâu
74 Bumi Sukadana
75 Kedai
76 Nukilan
77 Topeng Kayu Berhias Bulu Burung
78 Cindai
79 Silat Gayong
80 Dara Cempaka
81 Hulubalang
82 Kasmaran
83 Silat Pattani
84 Pendekar Paripurna
85 Sirih
86 Arak
87 Wadon
88 Mensa dan Jogo do Pau
89 Obor
90 Rajah Kembang Kenanga
91 Sahabat
92 Kesabaran
93 Pengayau
94 Orang Darat
95 Bunga Terung
96 Damek
97 Kinyah
98 Sanaman Mantikei
99 Antang Menukik
100 Pendekar
101 Asap
102 Tenaga Dalam
103 Lumpur
104 Air Mata
105 Perwira
106 Dim Mak
107 Dipan
108 Pendekar Harimau Muda Kudangan
109 Naibor
110 Jajal Ilmu Kanuragan
111 Silek Harimau
112 Sarung
113 Marabahaya
114 Kepala
115 Bangkui Sakti Memecah Buah
116 Agukng
117 Do Terbang
118 Krontjong
119 Adat
120 Yulgok
121 Sembuh
122 Janji
123 Nan Sarunai
124 Man Da U
125 Ma Ying
126 Pola
127 Jipen Kumang
128 Bumi Kenyalang
129 Jukung
130 Muyejebo
131 Pertempuran Bagian Pertama - Tameng Kayu
132 Pertempuran Bagian Kedua - Saudara
133 Pertempuran Bagian Ketiga - Kepentingan
134 Pertarungan Bagian Keempat - Roh Leluhur
135 Pertarungan Bagian Kelima - Parang Pandat
136 Pertarungan Bagian Keenam - Bedil
137 Pertarungan Bagian Ketujuh - Puting Beliung
138 Tawur
139 Pedang Pekir
140 Latok
141 Jarum
142 Ilmu Sihir
143 Merlin
144 Cuca Bangkai
145 Tali Jerami dan Akar Tanaman
146 Menang Jadi Arang, Kalah Jadi Abu
147 Khun Wanchay Na Ayutthaya
148 Tuan Muda Syaifuddin dan Putri Mayang Delima
149 Sabba
150 Pengait
151 Buntung
152 Kesultanan Johor-Riau
153 Tersohor
154 Fong Pak Laoya
155 Hio
156 Hulubalang Harimau Laut
157 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Pertama - Meriam
158 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedua - Labussa dan Makkawaru
159 Sempalan
160 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketiga - Langkah Empat
161 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keempat - Lopes Fransisco de Paula
162 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kelima - Mah Meri
163 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keenam - Lengah
164 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketujuh - Terhimpit
165 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedelapan - Gaduh dan Kisruh
166 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kesembilan - Berjubelan
167 Kocar-Kacir
168 Jala Jangkung
169 Mata Uang Emas
170 Peudeung
171 Jurus Berpasangan
172 Mossak Toba
173 Lasara
174 Lempengan
175 Pisau Tiuk
176 Tombak Dapur Brongsong Pengait
177 Tusukan Kilat Pelebur
178 Para Penembak
179 Kapal Dagang Melayu
180 Fortaleza de Malaca
181 Gerbang
182 Tempat Arak dari Bambu
183 Colhona
184 Warangan
185 Tujuh
186 Melarikan Diri
187 Mulut Pelabuhan
188 Labbiri
189 Empat Harimau Gayong Melayu
190 Sang Harimau Kedah
191 Sang Harimau Terengganu
192 Sang Harimau Kelantan
193 Desas-Desus
194 Sang Harimau Pattani
195 Dua Utas Tali Jerami
196 Silat Tomoi
197 Pelajaran Pertama - Burung Api
198 Pelajaran Kedua - Curi Jurus
199 Pelajaran Ketiga - Jurus Segala Bentuk
200 Pelajaran Keempat - Terpancing
201 Topeng Penthul Tembem
202 Terikat
203 Paruh Baya
204 Dewa Langkah Tiga
205 Jati Diri
206 Keyakinan
207 Terlontar
208 Tiga
209 Pucok Gunong Sang Harimau Belang
210 Lethwei Thaing
211 Keris Berhulu Anak Ayam
212 Padang Rumput
213 Putus Terpenggal
214 Topeng Iblis Khon
215 Daab
216 Gumunan, Kagetan
217 Krabi Krabong
218 Ayodya
219 Cahaya Bulan
220 Memanen Nyawa Musuh
221 Kotak Kayu
222 Phi Ying Praphet Song
223 Semilir
224 Arthit si Muay Paak Klang
225 Muun Met Mat
226 Amin
227 Pangkal Ibu Jari
228 Tawaran
229 Biksu
230 Kitiran
231 Ringkikan Kuda
232 Ngao
233 Ruang Sempit
234 Dunia Baru
235 Harga Diri
236 Sosok yang Sangat Mengerikan
237 Membaca Gerakan Lawan
238 Lancaran Melayu
239 Kekang Kuda
240 Perompak Đại Việt
241 Perahu-Perahu
242 Logam-Logam Pengait
243 Bahasa Melayu Berlogat Aneh
244 Buritan
245 Bagian Tengah Kapal
246 Beringas
247 Tiga Kapal Pedagang
248 Sabetan Panjang
249 Annam
250 Menerkam Dalam Diam
251 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Pertama: Naluri Pratiwi
252 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kedua: Yu Melaju
253 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketiga: Bertukar Senyum Samar
254 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempat: Unsur-Unsur Pedang Lentur
255 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelima: Busana yang Sedikit Berbeda
256 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenam: Mendadak Meledak
257 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuh: Periksa Nakhoda
258 Pertempuran di Sungai Bagian Kedelapan: Hitam Jahanam
259 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesembilan: Mengerang dengan Wajah Menggarang
260 Pertempuran di Sungai Bagian Kesepuluh: Berseru dan Menderu
261 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesebelas: Berkobar Semakin Liar
262 Kejayaan dan Kepuasan
263 Cuilan
264 Jaka Lelana
265 Mulut Terbuka Menganga
266 Menahan Laju Tunjaman
267 Lembing Bambu Runcing
268 Mengirimkan Rasa Takut
269 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keduabelas: Tergeletak di Atas Geladak
270 Jurus-Jurus Bersudut Tajam
271 Apa Mau Dikata
272 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketigabelas: Bergelimpangan Akibat Pertempuran
273 Menyerang Musuh Tanpa Menyentuh
274 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempatbelas: Terlalu Lama Mencoba
275 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelimabelas: Serang Semua! Bersama-Sama!
276 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenambelas: Mundur Dengan Teratur
277 Thai
278 Lâm
279 Tertambat
280 Karat Darah
281 Berdarah Murni
282 Mendengar Langkah Musuh
283 Ancaman Nyata
284 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuhbelas: Nama Itu Untuk Dirimu
285 Sosok Gelap
286 Lempengan
287 Pelempar
288 Sinar Jingga
289 Mandala
290 Perintah
291 Racun
292 Ledakan
293 Pengecut
294 Cakar
295 Ban Yipun
296 Darah
297 Tanpa Basa-Basi
298 Nakhon Si Thammarat
299 Di Tepi Sungai
300 Orang Champa
301 Harimau Siam
302 Tumbang Menjadi Mayat
303 Lebam Membiru dan Menghitam
304 Patah
305 Sekarat
306 Bokator
307 Pelataran
308 Orang Asing
309 Sudiamara
310 Timur
311 Berita
312 Kesanga
313 Rencana
314 Tengger
315 Korban Pertama
316 Cemeti
317 Kuda
318 Payung Pertahanan
319 Harimau Putih Menggasak Bumi
320 Murka
321 Seutas Tali
322 Saka Guru
323 Cabai
324 Sake
325 Rua Mat
326 Garis Nasib yang Serupa
327 Penjelasan
328 Kemungkinan Selalu Ada
329 Lengan Menyilang
330 Jauh dari Kata Selesai
331 Perhatian Besar
332 Merembes
333 Arquebus
334 Membungkuk Siap Terlontar
335 Rencana dan Keinginan yang Gila
336 Memotong Dari Atas ke Bawah
337 Naginatajutsu
338 Tiga Dewa Kematian
339 Mementingkan Kepentingan Sendiri
Episodes

Updated 339 Episodes

1
Nio Hongko
2
Nio Kongsing
3
Pendekar Bertopeng Panji
4
Tombak Pusaka Kanjeng Kyai Ageng Plered
5
Kakek Keling dan Rajah Nagataksaka
6
Tendangan Guntur dari Selatan dan Jurus Tanpa Jurus
7
Wejangan
8
Perjalanan ke Mataram
9
Perampokan Seorang Saudagar Arab
10
Si Lebah Siluman
11
Almira
12
Mataram di Mata Jayaseta
13
Kedai Makan
14
Di Atas Kapal
15
Pertarungan
16
Kali Bisaya
17
Sang Pemimpin
18
Jarum Bumi Neraka
19
Pratiwi
20
Kesultanan Banten
21
Jalan Setapak
22
Sarti
23
Lima Iblis Pencium Darah
24
Betawi
25
Budak
26
Pisau Terbang Penari
27
Rajah Garuda Sentanu
28
Serdadu
29
Bandar Niaga
30
Pertarungan di Tanah Merah
31
Rapier & Saber
32
Selipan
33
Badranaya
34
Katana
35
Dua Benteng Pertahanan
36
Jigen
37
Ceruk
38
Bubuk Api
39
Lembing
40
Trisula
41
Sundang Majapahit
42
Jemparing
43
Gandhewa Pamenthaning Cipta
44
Di Grassi
45
Candrasa
46
Lamina
47
Tameng
48
Meester
49
Usadha
50
Zhen Jiu
51
Jalir
52
Caping
53
Sang Kudi Langit
54
Semarang
55
Bangkui Sakti
56
Jung
57
Topeng Ireng Lokajaya
58
Bajak Laut
59
Kuda-Kuda Kaki Bersilang
60
Kulao Bassi
61
Silat Sepapan
62
Rujakpala
63
Si Gelembung Lotong
64
Jurus Badai di Tengah Samudra
65
Perlawanan
66
Tupas
67
Caluk
68
Topeng Buta Merah
69
Sang Penyair Baka
70
Wedhung
71
Lau Siufan
72
Pemabuk
73
Sàam Kûn-thâu
74
Bumi Sukadana
75
Kedai
76
Nukilan
77
Topeng Kayu Berhias Bulu Burung
78
Cindai
79
Silat Gayong
80
Dara Cempaka
81
Hulubalang
82
Kasmaran
83
Silat Pattani
84
Pendekar Paripurna
85
Sirih
86
Arak
87
Wadon
88
Mensa dan Jogo do Pau
89
Obor
90
Rajah Kembang Kenanga
91
Sahabat
92
Kesabaran
93
Pengayau
94
Orang Darat
95
Bunga Terung
96
Damek
97
Kinyah
98
Sanaman Mantikei
99
Antang Menukik
100
Pendekar
101
Asap
102
Tenaga Dalam
103
Lumpur
104
Air Mata
105
Perwira
106
Dim Mak
107
Dipan
108
Pendekar Harimau Muda Kudangan
109
Naibor
110
Jajal Ilmu Kanuragan
111
Silek Harimau
112
Sarung
113
Marabahaya
114
Kepala
115
Bangkui Sakti Memecah Buah
116
Agukng
117
Do Terbang
118
Krontjong
119
Adat
120
Yulgok
121
Sembuh
122
Janji
123
Nan Sarunai
124
Man Da U
125
Ma Ying
126
Pola
127
Jipen Kumang
128
Bumi Kenyalang
129
Jukung
130
Muyejebo
131
Pertempuran Bagian Pertama - Tameng Kayu
132
Pertempuran Bagian Kedua - Saudara
133
Pertempuran Bagian Ketiga - Kepentingan
134
Pertarungan Bagian Keempat - Roh Leluhur
135
Pertarungan Bagian Kelima - Parang Pandat
136
Pertarungan Bagian Keenam - Bedil
137
Pertarungan Bagian Ketujuh - Puting Beliung
138
Tawur
139
Pedang Pekir
140
Latok
141
Jarum
142
Ilmu Sihir
143
Merlin
144
Cuca Bangkai
145
Tali Jerami dan Akar Tanaman
146
Menang Jadi Arang, Kalah Jadi Abu
147
Khun Wanchay Na Ayutthaya
148
Tuan Muda Syaifuddin dan Putri Mayang Delima
149
Sabba
150
Pengait
151
Buntung
152
Kesultanan Johor-Riau
153
Tersohor
154
Fong Pak Laoya
155
Hio
156
Hulubalang Harimau Laut
157
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Pertama - Meriam
158
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedua - Labussa dan Makkawaru
159
Sempalan
160
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketiga - Langkah Empat
161
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keempat - Lopes Fransisco de Paula
162
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kelima - Mah Meri
163
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keenam - Lengah
164
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketujuh - Terhimpit
165
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedelapan - Gaduh dan Kisruh
166
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kesembilan - Berjubelan
167
Kocar-Kacir
168
Jala Jangkung
169
Mata Uang Emas
170
Peudeung
171
Jurus Berpasangan
172
Mossak Toba
173
Lasara
174
Lempengan
175
Pisau Tiuk
176
Tombak Dapur Brongsong Pengait
177
Tusukan Kilat Pelebur
178
Para Penembak
179
Kapal Dagang Melayu
180
Fortaleza de Malaca
181
Gerbang
182
Tempat Arak dari Bambu
183
Colhona
184
Warangan
185
Tujuh
186
Melarikan Diri
187
Mulut Pelabuhan
188
Labbiri
189
Empat Harimau Gayong Melayu
190
Sang Harimau Kedah
191
Sang Harimau Terengganu
192
Sang Harimau Kelantan
193
Desas-Desus
194
Sang Harimau Pattani
195
Dua Utas Tali Jerami
196
Silat Tomoi
197
Pelajaran Pertama - Burung Api
198
Pelajaran Kedua - Curi Jurus
199
Pelajaran Ketiga - Jurus Segala Bentuk
200
Pelajaran Keempat - Terpancing
201
Topeng Penthul Tembem
202
Terikat
203
Paruh Baya
204
Dewa Langkah Tiga
205
Jati Diri
206
Keyakinan
207
Terlontar
208
Tiga
209
Pucok Gunong Sang Harimau Belang
210
Lethwei Thaing
211
Keris Berhulu Anak Ayam
212
Padang Rumput
213
Putus Terpenggal
214
Topeng Iblis Khon
215
Daab
216
Gumunan, Kagetan
217
Krabi Krabong
218
Ayodya
219
Cahaya Bulan
220
Memanen Nyawa Musuh
221
Kotak Kayu
222
Phi Ying Praphet Song
223
Semilir
224
Arthit si Muay Paak Klang
225
Muun Met Mat
226
Amin
227
Pangkal Ibu Jari
228
Tawaran
229
Biksu
230
Kitiran
231
Ringkikan Kuda
232
Ngao
233
Ruang Sempit
234
Dunia Baru
235
Harga Diri
236
Sosok yang Sangat Mengerikan
237
Membaca Gerakan Lawan
238
Lancaran Melayu
239
Kekang Kuda
240
Perompak Đại Việt
241
Perahu-Perahu
242
Logam-Logam Pengait
243
Bahasa Melayu Berlogat Aneh
244
Buritan
245
Bagian Tengah Kapal
246
Beringas
247
Tiga Kapal Pedagang
248
Sabetan Panjang
249
Annam
250
Menerkam Dalam Diam
251
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Pertama: Naluri Pratiwi
252
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kedua: Yu Melaju
253
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketiga: Bertukar Senyum Samar
254
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempat: Unsur-Unsur Pedang Lentur
255
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelima: Busana yang Sedikit Berbeda
256
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenam: Mendadak Meledak
257
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuh: Periksa Nakhoda
258
Pertempuran di Sungai Bagian Kedelapan: Hitam Jahanam
259
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesembilan: Mengerang dengan Wajah Menggarang
260
Pertempuran di Sungai Bagian Kesepuluh: Berseru dan Menderu
261
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesebelas: Berkobar Semakin Liar
262
Kejayaan dan Kepuasan
263
Cuilan
264
Jaka Lelana
265
Mulut Terbuka Menganga
266
Menahan Laju Tunjaman
267
Lembing Bambu Runcing
268
Mengirimkan Rasa Takut
269
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keduabelas: Tergeletak di Atas Geladak
270
Jurus-Jurus Bersudut Tajam
271
Apa Mau Dikata
272
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketigabelas: Bergelimpangan Akibat Pertempuran
273
Menyerang Musuh Tanpa Menyentuh
274
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempatbelas: Terlalu Lama Mencoba
275
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelimabelas: Serang Semua! Bersama-Sama!
276
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenambelas: Mundur Dengan Teratur
277
Thai
278
Lâm
279
Tertambat
280
Karat Darah
281
Berdarah Murni
282
Mendengar Langkah Musuh
283
Ancaman Nyata
284
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuhbelas: Nama Itu Untuk Dirimu
285
Sosok Gelap
286
Lempengan
287
Pelempar
288
Sinar Jingga
289
Mandala
290
Perintah
291
Racun
292
Ledakan
293
Pengecut
294
Cakar
295
Ban Yipun
296
Darah
297
Tanpa Basa-Basi
298
Nakhon Si Thammarat
299
Di Tepi Sungai
300
Orang Champa
301
Harimau Siam
302
Tumbang Menjadi Mayat
303
Lebam Membiru dan Menghitam
304
Patah
305
Sekarat
306
Bokator
307
Pelataran
308
Orang Asing
309
Sudiamara
310
Timur
311
Berita
312
Kesanga
313
Rencana
314
Tengger
315
Korban Pertama
316
Cemeti
317
Kuda
318
Payung Pertahanan
319
Harimau Putih Menggasak Bumi
320
Murka
321
Seutas Tali
322
Saka Guru
323
Cabai
324
Sake
325
Rua Mat
326
Garis Nasib yang Serupa
327
Penjelasan
328
Kemungkinan Selalu Ada
329
Lengan Menyilang
330
Jauh dari Kata Selesai
331
Perhatian Besar
332
Merembes
333
Arquebus
334
Membungkuk Siap Terlontar
335
Rencana dan Keinginan yang Gila
336
Memotong Dari Atas ke Bawah
337
Naginatajutsu
338
Tiga Dewa Kematian
339
Mementingkan Kepentingan Sendiri

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!