Sang Pemimpin

Pasukan yang tercengang melihat kejadian ini tidak berdiam diri terlalu lama karena sang pemimpin, si gembil berhidung mancung sudah berteriak-teriak memerintahkan mereka untuk menyerang sang pendekar yang dengan cara yang tidak dapat dipercaya berhasil membuat jago Kali dari Bisaya terkapar tak sadarkan diri, “Ayo serang dia, dungu! Tunggu apa lagi, heh?! Pukuli dengan rotan kalian sampai dia ****** jadi bubur. Bisa-bisanya kalian kalah dengan pecundang mabuk laut itu,” perintahnya dengan penuh amarah kepada para anak buahnya.

Sebentar saja Jayaseta kembali dikepung. Sudah banyak pelajaran yang ia ambil hari ini. Rasa kesalnya karena ditipu oleh penjual makanan di kedai di pelabuhan Cerbon sementara harus ia tahan dahulu. Nyawanya sedang berada di ujung tanduk.

Mengalahkan Katilapan membawa ia ke taraf selanjutnya dalam pertarungan ini. Ia harus mengalahkan semua pengeroyoknya yang masih bersenjata rotan. Bila ia berhasil mereka hajar, tubuhnya akan merasakan siksaan yang jauh lebih besar dibanding langsung terbelah oleh pedang atau mati tertusuk keris tepat di jantung.

Ia acuhkan rasa mual di perutnya sekaligus pusing yang masih menggedor-gedor ruang kepalanya. Ombak yang menghantam kapal membuat kakinya goyah. Mau tidak mau ia harus memperkuat kuda-kudanya dan melemaskan semua otot-ototnya untuk menggunakan semua yang ada menjadi sebuah keuntungan baginya.

Jayaseta mengetahui sekarang dengan pasti bahwa tendangan bukanlah gerak serang yang tepat digunakan di atas sebuah kapal yang sedang melaju. Keseimbangan tubuh akan menjadi korban bila ia memusatkan serangan pada tendangan, tak peduli seberapa ampuh tendangan itu. Sebaliknya ia merendahkan kuda-kudanya, berjalan pendek-pendek, berputar, berguling dan menyerang dengan kedua tangannya yang memegang rotan dengan bertumpu pada kecepatan. Itulah yang ia lakukan.

Tiga prajurit yang tadi menggunakan belati menyerang Jayaseta seperti rantai besi. Bergiliran namun dilakukan sangat cepat sehingga setiap serangan seperti berkali-kali lipat. Sang pemanah dari tanah Melayu melompat-lompat membabat ke arah kepala Jayaseta. Sedangkan satu prajurit yang tadinya memegang tameng menusukkan rotannya ke arah dada Jayaseta.

Serangan-serangan mereka yang cepat dengan kuda-kuda rendah dan serangan menunduk sudah berhasil dikuasai Jayaseta pula. Yang terjadi adalah bahwa pertempuran ini dapat berjalan dengan panjang dan seru. Hanya saja Jayaseta tidak memandang demikian. Sebuah pertarungan bukanlah tempat untuk ajang pamer jurus. Sudah cukup waktu ia habiskan menghadapi Katilapan. Semakin jauh ia dari daratan, semakin resah pula jiwanya. Pendekar sehebat Jayaseta juka dapat merasa gelisah dan ketakutan. Sudah saatnya ia selesaikan pertarungan ini.

Serangan berantai tiga serangkai belati berhasil ia putuskan. Rahasianya adalah bahwa serangan mereka cenderung berulang dan berlapis-lapis. Ketika satu orang terakhir melakukan serangan Jayaseta sudah dapat membacanya sehingga satu prajurit ini terkapar dengan luka memar di bahunya. Kedua rekannya juga mendapatkan masing-masing satu hadiah sabetan di kepala mereka.

Sebelum para pengeroyoknya kembali pulih dan menyerang Jayaseta lagi, ia sudah lebih dahulu memapras kaki, paha, pinggang, bahu dan kepala mereka. PLAK, PLAK, PLAK, PLAK ... !!

Bunyi sabetan kedua rotan di tangan Jayaseta terdengar jelas ketika bilah-bilah tersebut menaklukkan para penyerang yang kemudian terkapar berjatuhan di lantai papan geladak kapal sembari mengaduh. Hampir tak ada benturan antar rotan yang terjadi.

Jayaseta menyerang dengan kecepatan yang luar biasa. Rotan-rotan di tangan mereka juga sudah terlempar entah kemana. Jayaseta sendiri tetap dalam kuda-kuda dan pengamatannya yang awas. Memandangi sekeliling untuk melihat siapa lagi yang siap bertarung atau mungkin tiba-tiba membokongnya.

Tunggu dulu, masih satu orang prajurit yang berdiri. Ia tidak memegang rotan lagi, namun sudah berganti sebuah pedang dan tameng yang dipegang di sisi tubuhnya dengan lemas. Walau ia berdiri, tubuh dan wajahnya melorot, seakan kekuatan dan semangat sudah menguap entah kemana. Ia adalah si pemimpin prajurit.

Jayaseta melaju menyerang ke arah sang pemimpin gerombolan prajurit tukang pukul kapal tersebut. Ia tidak mau ambil kemungkinan buruk. Ia tidak mungkin bisa lagi mendapatkan kejutan. Sudah cukup badannya serasa hancur dipukuli rotan, mabuk laut dan masih sedikit banyak dibawah pengaruh racun. Bila sang pemimpin berpipi gembil itu adalah seorang jawara hebat, ia harus menguras tenaga lagi, dan ini adalah sebuah kemungkinan buruk lainnya.

“Ampun pendekar, ampuuun ….!”

Jayaseta menahan lajunya dengan tiba-tiba. Ia kemudan mengerutkan keningnya. Raut wajahnya yang heran tidak terlihat oleh siapapun di geladak itu karena penutup mulut yang ia jadikan topeng pengganti masih ia kenakan.

Bagaimana tidak, bukannya ini pemimpin prajurit yang tadi begitu sombong dan angkuh tersebut? Sekarang dia malah mengkerut seperti kucing kecemplung di sebuah kolam. Tiba-tiba saja sang pemimpin pongah tersebut sudah melepaskan tameng dan pedangnya di lantai dan merosot menyembah-nyembah Jayaseta. Dan memohon agar Jayaseta urung menyerangnya.

Jayaseta tetap mendekat namun perlahan, khawatir kejadian yang mengherankan ini adalah sebuah kejutan lagi. Mungkinkan si pemimpin ingin menipu Jayaseta mentah-mentah? Tapi terlihat jelas memang si pemimpin bergetar hebat karena ketakutan, meski ia kini berusaha berdiri.

“Ampun, ampun … aku mohon, aku akan melakukan apapun, kisanak. Aku akan meminta kapal ini untuk putar haluan,” ucapnya dengan suara yang bergetar sama seperti tubuhnya.

“Tolong tidak perlu menyerang aku. Aku sudah mendapatkan pelajannya hari ini. Apapun yang kisanak pendekar inginkan, pasti aku lakukan,” lanjut sang pemimpin dengan suara yang bergetar hebat.

Jayaseta semakin mendekat. Si pemimpin kembali ambruk berlutut, hampir seperti menyembah lagi.

“Ada apa denganmu? Bukankah kau ingin memotong kepalaku?” ucap Jayaseta di balik penutup mulutnya.

“Tidak kisanak, tidak … aku cabut semua perkataanku. Pokoknya aku akan lakukan apapun yang kisanak inginkan,” kata sang pemimpin yang sekarang benar-benar menyembah-nyembah di hadapan Jayaseta.

“Kau pengecut!” ujar Jayaseta.

“Ya kisanak, aku memang pengecut. Sebenarnya pemimpin mereka yang lama tidak sengaja aku bunuh. Mereka tiba-tiba menjadi patuh padaku. Aku bahkan sama sekali tidak memiliki kemampuan bela diri,” ujar si pemimpin prajurit sembari menangis sekarang, “Aku murni hanya seorang pedagang, kisanak,” ujarnya lagi dengan secepat mungkin menjelaskan kepada Jayaseta.

Prajurit-prajurit bawahannya yang setengah sadar karena masih kesakitan dihajar Jayaseta tadi sekarang menjadi seperseratus sadar. Mereka satu persatu bangun walau dengan kekuatan yang tersisa karena rasa pusing dan sakit di beberapa bagian tubuh mereka namun secara umum baik-baik saja. Ini membuat mereka mendengar semua perkataan pemimpin mereka itu. Bahkan Katilapan pun juga tiba-tiba sadar dan tak pelak ikut mendengar semuanya.

Sang pemimpin terus menangis dan memohon-mohon kepada Jayaseta. Jayaseta sendiri masih dalam keadaan yang sama sekali awas. Kenyataan ini sepertinya terlalu aneh untuk dipercayai.

Ia kemudian melepaskan kedua rotan yang digenggamnya. Sang pemimpin kemudian langsung saja terlihat lega. Senyuman hampir saja tercipta di wajahnya ketika bukannya urung menyerang, Jayaseta malah melaju dengan kecepatan yang tak terlihat ke arahnya sembari memberikan satu pukulan keras.

DAG!

Tinju Jayaseta yang dilepaskan dengan tanpa tenaga dalam itu mengena telak di dada sang pemimpin dan membuatnya terlempar sampai tiga tombak jauhnya dan jatuh bergulingan ke belakang. Tinju ini hanyalah sebuah tinju biasa. Harusnya seseorang dengan ilmu kanuragan pastilah mampu menghindari serangan ini, atau paling tidak ia takkan terlempar sejauh itu.

Sang pemimpin tersungkur sembari mengelus-elus dadanya dengan cepat. Sepertinya ia merasakan pedas dan sakitnya tinju Jayaseta itu. Dengan susah payah ia berusaha berdiri sembari tetap mecoba berkata-kata, memohon-mohon kepada Jayaseta agar tak melanjutkan serangannya.

Jayaseta sendiri kemudian menghambur ke arah sang pemimpin berpipi gembil tersebut sebelum sang pemimpin sempat berdiri. Kali ini ia melompat dan hendak menjejak kepala atau leher sang pemimpin, kali ini dengan sedikit tambahan tenaga dalam.

Sang pemimpin jatuh terduduk kembali dan hanya menutup kedua matanya serta sebuah teriakan tertahan.

Jayaseta langsung menahan serangannya tepat sebelum telapak kakinya menghajar wajah sang pemimpin.

Sekarang Jayaseta sadar bahwa benar adanya bahwa sang pemimpin gerombolan prajurit tukang pukul bayaran itu bukanlah seorang digdaya. Seorang pendekar tidak akan berpura-pura semacam itu, terutama bila ia paham bahwa serangan yang dilakukan musuhnya adalah sebuah serangan yang bisa membahayakan nyawanya.

Bila ia seorang pendekar, kepekaannya akan mendorong tubuhnya untuk bergerak secara naluriah terhadap serangan dan mara bahaya untuk menghindar atau menyerang balik. Tapi apa yang terjadi? Sehebat-hebatnya seorang pendekar, tak akan ia merelakan kepalanya terbuka untuk diinjak secara percuma oleh musuh dengan kesaktian yang tak dapat diragukan lagi.

“Ampuun pendekar muda, ampuun ...,” ujar sang pemimpin lagi ketika sadar Jayaseta membatalkan serangannya.

“Bajingan! Jadi itu kebenarannya selama ini? Kau menipu kami!” ujar Katilapan yang sudah sadar walau tubuhnya terasa memar-memar, tiba-tiba. Ia memperhatikan kejadian dari awal ia sadar dan mendengar semua yang diucapkan pemimpin mereka.

Ketika ia sudah merasa dapat berdiri tegap, ia menghambur ke arah si pemimpin dengan bilah rotannya. Melihat ini Jayaseta meloncat maju dan menubruk bahu Katilapan dan mendorongnya dengan kekuatan tertentu sehingga Katilapan terdorong beberapa langkah menjauh ke belakang.

Ketika serangan Katilapan gagal, seorang prajurit lain dengan ikat kepala tiga lapis lilitan tiba-tiba sudah menggantikan rotan di tangannya dengan tombak bermata trisula dua hastanya. Kali ini ia berniat membabat habis sang pemimpin yang sudah membuat mereka malu luar biasa. Sudah pasti para bawahannya merasa malu yang begitu besarnya karena telah lama ditipu oleh seorang pemimpin yang sama sekali tidak memiliki ilmu kanuragan dan memiliki sifat yang luar biasa pengecut. Sudah pasti ia berniat membunuh sang pemimpin.

Jayaseta juga kali kedua tidak membiarkan ini terjadi. Ketika sang prajurit meluncur maju menyasar tusukan trisulanya pada dada atau kepala sang pemimpin yang masih mendeprok di lantai geladak kapal, Jayaseta menggelosor dan menyilangkan kedua kakinya ke arah kedua kaki sang penyerang. Akibatnya si prajurit jatuh bergulingan. Walau ia dapat dengan mudah bangkit kembali, ia mendadak berhenti sama sekali demi melihat Jayaseta. Kali ini pandangannya tidak terlihat rasa benci terhadap Jayaseta, sebaliknya ada pandangan hormat dan kepatuhan yang datang tiba-tiba. Ia mengangguk dan mundur.

Jayaseta memandang berkeliling. Seakan tersihir, ketiga pendekar belati yang juga sudah menggenggam belati mereka bukannya rotan lagi, serta pemanah berikat kepala Melayu yang juga telah memegang busurnya semua merasa tidak perlu bertindak lebih jauh untuk sementara ini.

Jayaseta mengarahkan pandangannya pada sang pemimpin yang mendeprok ciut dengan mata yang berkaca-kaca ditahannya agar tak tumpah, “Bangun! Siapa namamu?” tanya Jayaseta kepada sang pemimpin tersebut.

“Eh … eh … namaku Bandi, kisanak,” jawab si pemimpin sambil menghapus air matanya yang menggenang. Ia kemudian mencoba berdiri dengan ditemani pandangan mata semua bekas prajurit bawahannya dengan amarah.

“Apa itu nama aslimu, penipu?!” teriak Katilapan.

Pertanyaan Katilapan ini kemudian diiyakan dengan garang oleh yang lainnya.

Jayaseta sendiri hanya memandang tajam ke arah sang pemimpin dalam diam.

Merasa tidak enak hati dan nyali menciut, Bandi pun lantas mengaku dengan jujur, “Namaku sebenarnya adalah Badra, anak muda.”

“Apa itu sudah kejujuran terbaikmu?” teriakan lain lagi dari salah satu dari ketiga prajurit pendekar belati dengan lantang.

“Badranaya, Badranaya namaku, Sasangka ...”

“Badranaya? Kau memiliki nama yang bagus,” ujar Jayaseta kembali.

“Aku sebenarnya hanya seorang pengusaha dari Gresik, pendekar. Aku tak memiliki ilmu kanuragan apapun. Sewaktu aku sedang dirampok, aku tak sengaja membunuh pemimpin mereka yang kebetulan juga sedang mabuk berat. Ia tertusuk kerisnya sendiri.

Ketika mereka datang, mereka melihat seakan aku yang berhasil membunuh sang pemimpin tersebut. Dengan tipu daya, aku terpaksa memainkan peran jumawa sebagai seorang pendekar pilih tanding dan memimpin mereka,” ujar Badra dengan lancar tanpa terpatah-patah seperti awal tadi.

“Ah ... dasar di dungu si Jaka. Sudah kita katakan bahwa kita tidak merampok lagi dan menjauh dari arak. ****** juga dia dengan konyol. Memang sudah lama ia tak pantas jadi seorang pemimpin” kali ini si pendekar panah yang berbicara.

Semua anggota prajurit bayaran tersebut menunjukkan sikap kesal dengan kejadian ini. Mereka nampaknya juga merasa bodoh dengan semua hal yang mereka lalui di bawah pimpinan Badranaya yang mengaku bernama Bandi.

“Kisanak,” ujar Badra kepada Jayaseta. “Aku sadar akan kesalahanku. Entah mau diapakan aku, aku serahkan kepada keputusanmu yang bijak sebagai seorang pendekar yang namanya bukan lagi omong kosong.”

“Kau yang terlalu banyak omong kosong! Kalau kau memang berniat pasrah dengan apapun yang akan dilakukan oleh kami, biar kutebas saja kepalamu, hiaaattt!”

“Kesuma, tunggu!”

Teriakan pencegahan dari Katilapan terlambat. Prajurit yang bernama Kesuma tersebut, yang juga merupakan salah satu dari tiga pendekar belati, sudah memburu maju dan meloncat tinggi ingin membabat Badra. Di sisi lain, demi melihat serangan yang penuh amarah dari rekan mereka yang tak bisa ditahan lagi, Sasangka dan satu lagi pendekar berbelati juga menyusul menghambur ke arah Badra.

Jayaseta tidak tinggal diam. Dengan secepat kilat iapun meloncat menghadang Kesuma dengan lututnya. Kesuma terjatuh bergulingan ke belakang. Bukan karena serangan mematikan Jayaseta, lebih karena terkejut Jayaseta masih menahan serangan para mantan anak buah Badra agar tak membunuh orang yang pernah menjadi pemimpin mereka itu.

Begitu juga dengan Sasangka sang kembali bergulingan karena kakinya di sepak Jayaseta, sedangkan satu temannya lagi mendapatkan sebuah tendangan di bahu. Semua serangan tidaklah mematikan, hanya memang dilakukan dengan sangat cepat dengan unsur kejutan.

“Dengar semua!” suara Jayaseta menggelegar. Ia melepaskan penutup wajahnya.

“Aku tidak sedang tidak ingin ada yang mati di kapal ini. Aku tidak mengijinkan siapapun untuk saling membunuh, seberapa kesalnya kalian dengan si Badra ini. Kalian paham?”

Semua terdiam.

Dua prajurit kapal yang tadi tak sadarkan diri, kini sudah pulih dan bingung dengan apa yang terjadi. Mereka sendiri melihat sekeliling, dan untuk amannya segera mundur jauh-jauh dari ladang peperangan.

Jayaseta kembali memandang Badra dengan tajam, “Paman Badra, sudah berapa lama paman memimpin mereka?”

Badra kaget, bukan sekedar karena Jayaseta tiba-tiba bertanya padanya dengan tajam, namun penggunaan kata paman yang dialamatkan kepadanya. Bukankan ini menunjukkan rasa hormat dan penghargaan kepadanya?

Dengan malu dan terbata-bata ia menjawab ”Su .. sudah lebih dari dua warsa, pendekar.”

“Nah, selama itu, sudah berapa kali paman Badra bertindak buruk pada anak buah paman?” pertanyaan ini sepertinya lebih dialamatkan kepada para anak buahnya.

“Apakah paman pernah mengarahkan anak buah paman kembali kepada keadaan dan lelaku buruk seperti pada pimpinan Jaka? Merampok, membunuh, mabuk-mabukan, atau bermain perempuan?”

“Eh, eh ... aku tak dapat menjawab dengan pasti, pendekar. Tapi, tapi ... setahuku, aku berusaha mencari pekerjaan yang menjauhkan mereka dari lelaku buruk seperti ... seperti di masa lalu mereka.”

“Tapi kau kan menipu kami, Bandi. ... Badra penipu maksudku?!”

“Tunggu jangan kau potong dulu, Mahendra,” Katilapan kembali ikut menahan amarah salah satu anggota mereka, yaitu Mahendra, orang terakhir dari tiga pendekar belati. Nampaknya, setelah sang pemimpin, Katilapan adalah orang kedua yang memiliki tempat yang cukup dihormati di kelompok mereka.

“Aku tidak ingin mencampuri urusan kalian. Tapi kalian tidak boleh saling membunuh. Aku ingin agar kita segera kembali ke pelabuhan Cerbon. Aku tahu kalian merasa dungu karena telah dibohongi selama ini. Tapi menilik dari masalah kalian, harusnya kalian sadar bahwa bagaimanapun Badra pernah menjadi pemimpin kalian yang memimpin dengan lelaku yang menjauhkan kalian dari keburukan yang tidak lagi ingin kalian lakukan di masa bersama pemimpin kalian yang lain,” ujar Jayaseta panjang lebar.

“Kisanak, namaku Karsan. Aku mulai paham maksudmu. Namun begitu, Badra adalah milik kami, hak kami memutuskan hukuman yang paling tepat untuknya. Namun, kami berjanji tidak akan ada pertumpahan darah di kapal ini,” ujar Karsan, sang pemanah.

“Aku juga paham itu, aku percaya denganmu. Sudah dari pertama, kalian berusaha menghindari untuk membunuhku.”

“Ah, untuk itu kami juga minta maaf, pendekar. Entah siapa gerangan dungu yang berniat menjadikanmu budak. Namaku Narendra, kisanak. Aku tahu pekerjaan kami mungkin tidak terlalu benar. Menjadi prajurit bayaran, bertindak kasar tanpa berpikir dahulu. Tapi kami selalu berhadapan dengan kejahatan dan kekerasan. Hanya itu pekerjaan yang kami bisa. Jauh lebih baik dibanding merampok dan membunuh seperti dahulu.”

Katilapan pun angkat bicara, “Kami akan mendengar apa keinginanmu, kisanak. Sebagai anak yang jauh lebih muda dari kami, namun memiliki ilmi kanuragan yang begitu mumpuni, sudah tak mungkin bagi kami petantang-petenteng jumawa di hadapanmu. Sama seperti Narendra, kami benar-benar meminta maaf atas semua perilaku kami tadi.” Keempat anggota kelompok lainnya pun mengagguk hampir berbarengan tanda setuju, walau pandangan mereka masih menyasar tajam ke arah Badra.

“Kakang Narendra dan Kakang Katilapan, aku sepenuhnya paham, tidak perlu kalian bahas lagi masalah itu. Masalah paman Badra aku serahkan kepada kalian, aku yakin kalian akan menyelesaikannya dengan bijak. Kalian tahu kan aku mabuk laut? Tanpa kalian aku bisa mati di lautan, jadi tolong kembalikan aku ke daratan kakang-kakang.”

Jayaseta mendeprok ke lantai geladak, terlihat kelelahan. Ia menghirup udara dalam-dalam, kemudian tertawa.

Sikapnya yang begitu santai ini menular langsung ke geladak. Pelan-pelan semua anggota prajurit sewaan kapal tertawa. Diikuti kedua prajurit kapal yang kebingungan yang tertawa keras-keras tanpa malu dan tanpa tahu apa yang terjadi, selama mereka aman. Badra sendiri menyeringai dengan aneh, merasa tak enak hati dan bingung dengan nasibnya.

Tiba-tiba Jayaseta berdiri demi melihat raut wajah Badra. Badra terkejut bukan kepalang, takut-takut pada perubahan yang terjadi di garis-garis wajah sang pendekar.

“Paman ....”

“I ... iya ... iya, pendekar ...”

“Paman, aku adalah Jayaseta.”

Badra menjadi tambah bingung. Apa maksudnya sang pendekar mengatakan ini dengan tiba-tiba?

“Paman, paman Badranaya. Abdul Gofur, aku Jayaseta, kemenakanmu, paman. Anak kangmbok mu, paman!”

Badra melihat paras Jayaseta lekat-lekat. Kemudian ia bersimpuh dan menutup kedua wajahnya, “Ya Gusti Allah, mau dimana mukaku diletakkan.”

Terpopuler

Comments

𝓚ˢᵍⁿ🍁ᗰᗩᕼᗴՏ ʷᵃʳᶦ ❣️

𝓚ˢᵍⁿ🍁ᗰᗩᕼᗴՏ ʷᵃʳᶦ ❣️

ya ditempat biasanya lah paman mau di mana lagi? 😅

2023-04-03

0

𝓚ˢᵍⁿ🍁ᗰᗩᕼᗴՏ ʷᵃʳᶦ ❣️

𝓚ˢᵍⁿ🍁ᗰᗩᕼᗴՏ ʷᵃʳᶦ ❣️

wait... jd masih kerabat?

2023-04-03

0

𝓚ˢᵍⁿ🍁ᗰᗩᕼᗴՏ ʷᵃʳᶦ ❣️

𝓚ˢᵍⁿ🍁ᗰᗩᕼᗴՏ ʷᵃʳᶦ ❣️

yang penting ikut tertawa 😂😂

2023-04-03

0

lihat semua
Episodes
1 Nio Hongko
2 Nio Kongsing
3 Pendekar Bertopeng Panji
4 Tombak Pusaka Kanjeng Kyai Ageng Plered
5 Kakek Keling dan Rajah Nagataksaka
6 Tendangan Guntur dari Selatan dan Jurus Tanpa Jurus
7 Wejangan
8 Perjalanan ke Mataram
9 Perampokan Seorang Saudagar Arab
10 Si Lebah Siluman
11 Almira
12 Mataram di Mata Jayaseta
13 Kedai Makan
14 Di Atas Kapal
15 Pertarungan
16 Kali Bisaya
17 Sang Pemimpin
18 Jarum Bumi Neraka
19 Pratiwi
20 Kesultanan Banten
21 Jalan Setapak
22 Sarti
23 Lima Iblis Pencium Darah
24 Betawi
25 Budak
26 Pisau Terbang Penari
27 Rajah Garuda Sentanu
28 Serdadu
29 Bandar Niaga
30 Pertarungan di Tanah Merah
31 Rapier & Saber
32 Selipan
33 Badranaya
34 Katana
35 Dua Benteng Pertahanan
36 Jigen
37 Ceruk
38 Bubuk Api
39 Lembing
40 Trisula
41 Sundang Majapahit
42 Jemparing
43 Gandhewa Pamenthaning Cipta
44 Di Grassi
45 Candrasa
46 Lamina
47 Tameng
48 Meester
49 Usadha
50 Zhen Jiu
51 Jalir
52 Caping
53 Sang Kudi Langit
54 Semarang
55 Bangkui Sakti
56 Jung
57 Topeng Ireng Lokajaya
58 Bajak Laut
59 Kuda-Kuda Kaki Bersilang
60 Kulao Bassi
61 Silat Sepapan
62 Rujakpala
63 Si Gelembung Lotong
64 Jurus Badai di Tengah Samudra
65 Perlawanan
66 Tupas
67 Caluk
68 Topeng Buta Merah
69 Sang Penyair Baka
70 Wedhung
71 Lau Siufan
72 Pemabuk
73 Sàam Kûn-thâu
74 Bumi Sukadana
75 Kedai
76 Nukilan
77 Topeng Kayu Berhias Bulu Burung
78 Cindai
79 Silat Gayong
80 Dara Cempaka
81 Hulubalang
82 Kasmaran
83 Silat Pattani
84 Pendekar Paripurna
85 Sirih
86 Arak
87 Wadon
88 Mensa dan Jogo do Pau
89 Obor
90 Rajah Kembang Kenanga
91 Sahabat
92 Kesabaran
93 Pengayau
94 Orang Darat
95 Bunga Terung
96 Damek
97 Kinyah
98 Sanaman Mantikei
99 Antang Menukik
100 Pendekar
101 Asap
102 Tenaga Dalam
103 Lumpur
104 Air Mata
105 Perwira
106 Dim Mak
107 Dipan
108 Pendekar Harimau Muda Kudangan
109 Naibor
110 Jajal Ilmu Kanuragan
111 Silek Harimau
112 Sarung
113 Marabahaya
114 Kepala
115 Bangkui Sakti Memecah Buah
116 Agukng
117 Do Terbang
118 Krontjong
119 Adat
120 Yulgok
121 Sembuh
122 Janji
123 Nan Sarunai
124 Man Da U
125 Ma Ying
126 Pola
127 Jipen Kumang
128 Bumi Kenyalang
129 Jukung
130 Muyejebo
131 Pertempuran Bagian Pertama - Tameng Kayu
132 Pertempuran Bagian Kedua - Saudara
133 Pertempuran Bagian Ketiga - Kepentingan
134 Pertarungan Bagian Keempat - Roh Leluhur
135 Pertarungan Bagian Kelima - Parang Pandat
136 Pertarungan Bagian Keenam - Bedil
137 Pertarungan Bagian Ketujuh - Puting Beliung
138 Tawur
139 Pedang Pekir
140 Latok
141 Jarum
142 Ilmu Sihir
143 Merlin
144 Cuca Bangkai
145 Tali Jerami dan Akar Tanaman
146 Menang Jadi Arang, Kalah Jadi Abu
147 Khun Wanchay Na Ayutthaya
148 Tuan Muda Syaifuddin dan Putri Mayang Delima
149 Sabba
150 Pengait
151 Buntung
152 Kesultanan Johor-Riau
153 Tersohor
154 Fong Pak Laoya
155 Hio
156 Hulubalang Harimau Laut
157 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Pertama - Meriam
158 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedua - Labussa dan Makkawaru
159 Sempalan
160 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketiga - Langkah Empat
161 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keempat - Lopes Fransisco de Paula
162 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kelima - Mah Meri
163 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keenam - Lengah
164 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketujuh - Terhimpit
165 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedelapan - Gaduh dan Kisruh
166 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kesembilan - Berjubelan
167 Kocar-Kacir
168 Jala Jangkung
169 Mata Uang Emas
170 Peudeung
171 Jurus Berpasangan
172 Mossak Toba
173 Lasara
174 Lempengan
175 Pisau Tiuk
176 Tombak Dapur Brongsong Pengait
177 Tusukan Kilat Pelebur
178 Para Penembak
179 Kapal Dagang Melayu
180 Fortaleza de Malaca
181 Gerbang
182 Tempat Arak dari Bambu
183 Colhona
184 Warangan
185 Tujuh
186 Melarikan Diri
187 Mulut Pelabuhan
188 Labbiri
189 Empat Harimau Gayong Melayu
190 Sang Harimau Kedah
191 Sang Harimau Terengganu
192 Sang Harimau Kelantan
193 Desas-Desus
194 Sang Harimau Pattani
195 Dua Utas Tali Jerami
196 Silat Tomoi
197 Pelajaran Pertama - Burung Api
198 Pelajaran Kedua - Curi Jurus
199 Pelajaran Ketiga - Jurus Segala Bentuk
200 Pelajaran Keempat - Terpancing
201 Topeng Penthul Tembem
202 Terikat
203 Paruh Baya
204 Dewa Langkah Tiga
205 Jati Diri
206 Keyakinan
207 Terlontar
208 Tiga
209 Pucok Gunong Sang Harimau Belang
210 Lethwei Thaing
211 Keris Berhulu Anak Ayam
212 Padang Rumput
213 Putus Terpenggal
214 Topeng Iblis Khon
215 Daab
216 Gumunan, Kagetan
217 Krabi Krabong
218 Ayodya
219 Cahaya Bulan
220 Memanen Nyawa Musuh
221 Kotak Kayu
222 Phi Ying Praphet Song
223 Semilir
224 Arthit si Muay Paak Klang
225 Muun Met Mat
226 Amin
227 Pangkal Ibu Jari
228 Tawaran
229 Biksu
230 Kitiran
231 Ringkikan Kuda
232 Ngao
233 Ruang Sempit
234 Dunia Baru
235 Harga Diri
236 Sosok yang Sangat Mengerikan
237 Membaca Gerakan Lawan
238 Lancaran Melayu
239 Kekang Kuda
240 Perompak Đại Việt
241 Perahu-Perahu
242 Logam-Logam Pengait
243 Bahasa Melayu Berlogat Aneh
244 Buritan
245 Bagian Tengah Kapal
246 Beringas
247 Tiga Kapal Pedagang
248 Sabetan Panjang
249 Annam
250 Menerkam Dalam Diam
251 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Pertama: Naluri Pratiwi
252 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kedua: Yu Melaju
253 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketiga: Bertukar Senyum Samar
254 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempat: Unsur-Unsur Pedang Lentur
255 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelima: Busana yang Sedikit Berbeda
256 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenam: Mendadak Meledak
257 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuh: Periksa Nakhoda
258 Pertempuran di Sungai Bagian Kedelapan: Hitam Jahanam
259 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesembilan: Mengerang dengan Wajah Menggarang
260 Pertempuran di Sungai Bagian Kesepuluh: Berseru dan Menderu
261 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesebelas: Berkobar Semakin Liar
262 Kejayaan dan Kepuasan
263 Cuilan
264 Jaka Lelana
265 Mulut Terbuka Menganga
266 Menahan Laju Tunjaman
267 Lembing Bambu Runcing
268 Mengirimkan Rasa Takut
269 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keduabelas: Tergeletak di Atas Geladak
270 Jurus-Jurus Bersudut Tajam
271 Apa Mau Dikata
272 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketigabelas: Bergelimpangan Akibat Pertempuran
273 Menyerang Musuh Tanpa Menyentuh
274 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempatbelas: Terlalu Lama Mencoba
275 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelimabelas: Serang Semua! Bersama-Sama!
276 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenambelas: Mundur Dengan Teratur
277 Thai
278 Lâm
279 Tertambat
280 Karat Darah
281 Berdarah Murni
282 Mendengar Langkah Musuh
283 Ancaman Nyata
284 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuhbelas: Nama Itu Untuk Dirimu
285 Sosok Gelap
286 Lempengan
287 Pelempar
288 Sinar Jingga
289 Mandala
290 Perintah
291 Racun
292 Ledakan
293 Pengecut
294 Cakar
295 Ban Yipun
296 Darah
297 Tanpa Basa-Basi
298 Nakhon Si Thammarat
299 Di Tepi Sungai
300 Orang Champa
301 Harimau Siam
302 Tumbang Menjadi Mayat
303 Lebam Membiru dan Menghitam
304 Patah
305 Sekarat
306 Bokator
307 Pelataran
308 Orang Asing
309 Sudiamara
310 Timur
311 Berita
312 Kesanga
313 Rencana
314 Tengger
315 Korban Pertama
316 Cemeti
317 Kuda
318 Payung Pertahanan
319 Harimau Putih Menggasak Bumi
320 Murka
321 Seutas Tali
322 Saka Guru
323 Cabai
324 Sake
325 Rua Mat
326 Garis Nasib yang Serupa
327 Penjelasan
328 Kemungkinan Selalu Ada
329 Lengan Menyilang
330 Jauh dari Kata Selesai
331 Perhatian Besar
332 Merembes
333 Arquebus
334 Membungkuk Siap Terlontar
335 Rencana dan Keinginan yang Gila
336 Memotong Dari Atas ke Bawah
337 Naginatajutsu
338 Tiga Dewa Kematian
339 Mementingkan Kepentingan Sendiri
Episodes

Updated 339 Episodes

1
Nio Hongko
2
Nio Kongsing
3
Pendekar Bertopeng Panji
4
Tombak Pusaka Kanjeng Kyai Ageng Plered
5
Kakek Keling dan Rajah Nagataksaka
6
Tendangan Guntur dari Selatan dan Jurus Tanpa Jurus
7
Wejangan
8
Perjalanan ke Mataram
9
Perampokan Seorang Saudagar Arab
10
Si Lebah Siluman
11
Almira
12
Mataram di Mata Jayaseta
13
Kedai Makan
14
Di Atas Kapal
15
Pertarungan
16
Kali Bisaya
17
Sang Pemimpin
18
Jarum Bumi Neraka
19
Pratiwi
20
Kesultanan Banten
21
Jalan Setapak
22
Sarti
23
Lima Iblis Pencium Darah
24
Betawi
25
Budak
26
Pisau Terbang Penari
27
Rajah Garuda Sentanu
28
Serdadu
29
Bandar Niaga
30
Pertarungan di Tanah Merah
31
Rapier & Saber
32
Selipan
33
Badranaya
34
Katana
35
Dua Benteng Pertahanan
36
Jigen
37
Ceruk
38
Bubuk Api
39
Lembing
40
Trisula
41
Sundang Majapahit
42
Jemparing
43
Gandhewa Pamenthaning Cipta
44
Di Grassi
45
Candrasa
46
Lamina
47
Tameng
48
Meester
49
Usadha
50
Zhen Jiu
51
Jalir
52
Caping
53
Sang Kudi Langit
54
Semarang
55
Bangkui Sakti
56
Jung
57
Topeng Ireng Lokajaya
58
Bajak Laut
59
Kuda-Kuda Kaki Bersilang
60
Kulao Bassi
61
Silat Sepapan
62
Rujakpala
63
Si Gelembung Lotong
64
Jurus Badai di Tengah Samudra
65
Perlawanan
66
Tupas
67
Caluk
68
Topeng Buta Merah
69
Sang Penyair Baka
70
Wedhung
71
Lau Siufan
72
Pemabuk
73
Sàam Kûn-thâu
74
Bumi Sukadana
75
Kedai
76
Nukilan
77
Topeng Kayu Berhias Bulu Burung
78
Cindai
79
Silat Gayong
80
Dara Cempaka
81
Hulubalang
82
Kasmaran
83
Silat Pattani
84
Pendekar Paripurna
85
Sirih
86
Arak
87
Wadon
88
Mensa dan Jogo do Pau
89
Obor
90
Rajah Kembang Kenanga
91
Sahabat
92
Kesabaran
93
Pengayau
94
Orang Darat
95
Bunga Terung
96
Damek
97
Kinyah
98
Sanaman Mantikei
99
Antang Menukik
100
Pendekar
101
Asap
102
Tenaga Dalam
103
Lumpur
104
Air Mata
105
Perwira
106
Dim Mak
107
Dipan
108
Pendekar Harimau Muda Kudangan
109
Naibor
110
Jajal Ilmu Kanuragan
111
Silek Harimau
112
Sarung
113
Marabahaya
114
Kepala
115
Bangkui Sakti Memecah Buah
116
Agukng
117
Do Terbang
118
Krontjong
119
Adat
120
Yulgok
121
Sembuh
122
Janji
123
Nan Sarunai
124
Man Da U
125
Ma Ying
126
Pola
127
Jipen Kumang
128
Bumi Kenyalang
129
Jukung
130
Muyejebo
131
Pertempuran Bagian Pertama - Tameng Kayu
132
Pertempuran Bagian Kedua - Saudara
133
Pertempuran Bagian Ketiga - Kepentingan
134
Pertarungan Bagian Keempat - Roh Leluhur
135
Pertarungan Bagian Kelima - Parang Pandat
136
Pertarungan Bagian Keenam - Bedil
137
Pertarungan Bagian Ketujuh - Puting Beliung
138
Tawur
139
Pedang Pekir
140
Latok
141
Jarum
142
Ilmu Sihir
143
Merlin
144
Cuca Bangkai
145
Tali Jerami dan Akar Tanaman
146
Menang Jadi Arang, Kalah Jadi Abu
147
Khun Wanchay Na Ayutthaya
148
Tuan Muda Syaifuddin dan Putri Mayang Delima
149
Sabba
150
Pengait
151
Buntung
152
Kesultanan Johor-Riau
153
Tersohor
154
Fong Pak Laoya
155
Hio
156
Hulubalang Harimau Laut
157
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Pertama - Meriam
158
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedua - Labussa dan Makkawaru
159
Sempalan
160
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketiga - Langkah Empat
161
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keempat - Lopes Fransisco de Paula
162
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kelima - Mah Meri
163
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keenam - Lengah
164
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketujuh - Terhimpit
165
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedelapan - Gaduh dan Kisruh
166
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kesembilan - Berjubelan
167
Kocar-Kacir
168
Jala Jangkung
169
Mata Uang Emas
170
Peudeung
171
Jurus Berpasangan
172
Mossak Toba
173
Lasara
174
Lempengan
175
Pisau Tiuk
176
Tombak Dapur Brongsong Pengait
177
Tusukan Kilat Pelebur
178
Para Penembak
179
Kapal Dagang Melayu
180
Fortaleza de Malaca
181
Gerbang
182
Tempat Arak dari Bambu
183
Colhona
184
Warangan
185
Tujuh
186
Melarikan Diri
187
Mulut Pelabuhan
188
Labbiri
189
Empat Harimau Gayong Melayu
190
Sang Harimau Kedah
191
Sang Harimau Terengganu
192
Sang Harimau Kelantan
193
Desas-Desus
194
Sang Harimau Pattani
195
Dua Utas Tali Jerami
196
Silat Tomoi
197
Pelajaran Pertama - Burung Api
198
Pelajaran Kedua - Curi Jurus
199
Pelajaran Ketiga - Jurus Segala Bentuk
200
Pelajaran Keempat - Terpancing
201
Topeng Penthul Tembem
202
Terikat
203
Paruh Baya
204
Dewa Langkah Tiga
205
Jati Diri
206
Keyakinan
207
Terlontar
208
Tiga
209
Pucok Gunong Sang Harimau Belang
210
Lethwei Thaing
211
Keris Berhulu Anak Ayam
212
Padang Rumput
213
Putus Terpenggal
214
Topeng Iblis Khon
215
Daab
216
Gumunan, Kagetan
217
Krabi Krabong
218
Ayodya
219
Cahaya Bulan
220
Memanen Nyawa Musuh
221
Kotak Kayu
222
Phi Ying Praphet Song
223
Semilir
224
Arthit si Muay Paak Klang
225
Muun Met Mat
226
Amin
227
Pangkal Ibu Jari
228
Tawaran
229
Biksu
230
Kitiran
231
Ringkikan Kuda
232
Ngao
233
Ruang Sempit
234
Dunia Baru
235
Harga Diri
236
Sosok yang Sangat Mengerikan
237
Membaca Gerakan Lawan
238
Lancaran Melayu
239
Kekang Kuda
240
Perompak Đại Việt
241
Perahu-Perahu
242
Logam-Logam Pengait
243
Bahasa Melayu Berlogat Aneh
244
Buritan
245
Bagian Tengah Kapal
246
Beringas
247
Tiga Kapal Pedagang
248
Sabetan Panjang
249
Annam
250
Menerkam Dalam Diam
251
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Pertama: Naluri Pratiwi
252
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kedua: Yu Melaju
253
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketiga: Bertukar Senyum Samar
254
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempat: Unsur-Unsur Pedang Lentur
255
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelima: Busana yang Sedikit Berbeda
256
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenam: Mendadak Meledak
257
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuh: Periksa Nakhoda
258
Pertempuran di Sungai Bagian Kedelapan: Hitam Jahanam
259
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesembilan: Mengerang dengan Wajah Menggarang
260
Pertempuran di Sungai Bagian Kesepuluh: Berseru dan Menderu
261
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesebelas: Berkobar Semakin Liar
262
Kejayaan dan Kepuasan
263
Cuilan
264
Jaka Lelana
265
Mulut Terbuka Menganga
266
Menahan Laju Tunjaman
267
Lembing Bambu Runcing
268
Mengirimkan Rasa Takut
269
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keduabelas: Tergeletak di Atas Geladak
270
Jurus-Jurus Bersudut Tajam
271
Apa Mau Dikata
272
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketigabelas: Bergelimpangan Akibat Pertempuran
273
Menyerang Musuh Tanpa Menyentuh
274
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempatbelas: Terlalu Lama Mencoba
275
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelimabelas: Serang Semua! Bersama-Sama!
276
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenambelas: Mundur Dengan Teratur
277
Thai
278
Lâm
279
Tertambat
280
Karat Darah
281
Berdarah Murni
282
Mendengar Langkah Musuh
283
Ancaman Nyata
284
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuhbelas: Nama Itu Untuk Dirimu
285
Sosok Gelap
286
Lempengan
287
Pelempar
288
Sinar Jingga
289
Mandala
290
Perintah
291
Racun
292
Ledakan
293
Pengecut
294
Cakar
295
Ban Yipun
296
Darah
297
Tanpa Basa-Basi
298
Nakhon Si Thammarat
299
Di Tepi Sungai
300
Orang Champa
301
Harimau Siam
302
Tumbang Menjadi Mayat
303
Lebam Membiru dan Menghitam
304
Patah
305
Sekarat
306
Bokator
307
Pelataran
308
Orang Asing
309
Sudiamara
310
Timur
311
Berita
312
Kesanga
313
Rencana
314
Tengger
315
Korban Pertama
316
Cemeti
317
Kuda
318
Payung Pertahanan
319
Harimau Putih Menggasak Bumi
320
Murka
321
Seutas Tali
322
Saka Guru
323
Cabai
324
Sake
325
Rua Mat
326
Garis Nasib yang Serupa
327
Penjelasan
328
Kemungkinan Selalu Ada
329
Lengan Menyilang
330
Jauh dari Kata Selesai
331
Perhatian Besar
332
Merembes
333
Arquebus
334
Membungkuk Siap Terlontar
335
Rencana dan Keinginan yang Gila
336
Memotong Dari Atas ke Bawah
337
Naginatajutsu
338
Tiga Dewa Kematian
339
Mementingkan Kepentingan Sendiri

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!