Jarum Bumi Neraka

Masih tetap bertelanjang dada, para prajurit sewaan melepas kepergian Jayaseta ke darat. Pertemuan yang singkat, namun para prajurit tersebut telah merasakan hubungan batin yang begitu dalam dengan tokoh ini.

Sang pemimpin yang ketawan telah lama menipu para bawahannya itu ternyata adalah paman kandung sang pendekar yang telah mempecundangi mereka dengan telak dan membuka mata mereka tentang banyak hal, termasuk masalah ilmu kanuragan. Banyak hal mengejutkan yang terjadi di atas geladak kapal. Jayaseta sendiri yang kaget nya melebihi semua orang di atas kapal tersebut.

Sang paman, Badranaya yang juga bernama asli Abdul Gofur itu telah lama meninggalkan Giri di Gresik. Ia memiliki jiwa pedagang sang ayah, kakek guru Jayaseta, namun hampir tidak memiliki darah pendekar. Sebenarnya ia sangat malu karena ia merasa tidak berguna di Giri sana. Bukan mengapa, sang ayah kemudian memiliki menantu seorang pendekar pilih tanding dan merupakan prajurit istimewa sang Endrasena. Ia kemudian memutuskan untuk meninggalkan Giri, menjadi seorag musafir, namun bukan seorang pendekar kelana, hanya seorang manusia sang mencari jati diri hingga takdir membawanya ke dalam pusaran rahasia Ilahi yang rumit.

Ia masuk dan hampir tersesat ke dalam kegelapan. Memimpin orang-orang mantan perampok dan pembunuh yang juga kebetulan sedang mempertanyakan jati diri mereka. Kecerdasan Badra dan kelihaiannya membuat ia dipercaya dan beberapa lama membawa para bawahannya tersebut menjauhi kehidupan jahat sebisa mungkin. Sayang, ia tidak memiliki keberanian sebesar ayahnya, bahkan keponakannya sendiri.

“Sudahlah paman, hentikan sedu sedanmu. Allah Mahabesar sudah menunjukkan jalan untuk kita agar bertemu. Tidak ada hal yang memalukan dari paman yang tidak dimiliki oleh semua manusia,” ujar Jayaseta mencoba meredam kesedihan sang paman atas kenyataan ini.

“Duh, Gusti Allah. Salahku sebegini besar bahkan aku tak tahu bahwa Giri sudah jatuh di bawah kuasa Mataram. Duh ngger, kau sekarang sudah menjadi yatim piatu dalam usia sebegini muda. Aku semakin malu, bahwa dengan keadaanmu yang sebegini menyedihkan, kau tumbuh menjadi seorang pendekar pilih tanding. Tidak seperti aku yang mengutuki hari-hariku, tapi tidak mencapai sebuah kejatidirian yang paripurna.”

“Ah, paman, kita semua bakal melalui jalannya sendiri-sendiri. Sebenarnya, semua anggota prajurit ini sudah menjadi keluarga paman. Buktinya walau mereka begitu kesalnya, dan kalau tidak kucegah waktu itu bisa saja membunuh paman, sebenarnya mereka merasa khilaf. Mereka sadar bahwa bagaimanapun paman berhasil menjadi pemimpin mereka. Meski dalam hal yang lain. Paman berhasil membawa mereka menjauh dari hal buruk. Mereka sudah memiliki keterikatan yang kuat dengan paman.”

Jayaseta terus bercakap-cakap dengan sang paman, bahkan melepas rindu yang telah lama disimpan secara tak sadar. Ia hampir lupa kapan pertemuan terakhirnya dengan sang paman sebelum ia meninggalkan Giri. Untung saja, kenangan itu masih menempel di kepalanya sehingga masih dapat mengenal sang paman. Jelas berbeda dengan Badra yang tak sadar melihat Jayaseta telah tmbuh sedemikian dewasa dan perkasa. Keduanya merasa menjadi sebatang kara. Badranaya adalah satu-satunya keluarga sedarah yang ia miliki, begitu pula sebaliknya.

Enam orang prajurit sewaan kapal tersebut juga tidak membutuhkan waktu lama untuk menerima kembali Badra sebagai bagian dari kelompok mereka, bukan sebagai pemimpin lagi tentunya, tapi sama setara seperti mereka. Yang mereka butuhkan adalah rasa persaudaraan senasib yang membuat mereka bertahan melalui hari-hari keras hidup mereka. Watak pemimpin yang dimiliki Katilapan digunakan untuk membuat para anggota menjadi lebih bijak, bukan memerintah dan memaksa lagi seperti pemimpin mereka dahulu atau Badra yang berpura-pura.

***

Dari pelabuhan Jayaseta dapat melihat kapal yang sempat ia tumpangi itu besar menjulang membuat rambut-rambut di tubuhnya meremang, ia merinding membayangkan bahwa ia telah berada di atas kapal raksasa itu beberapa lama. Ketakutannya akan kapal dan air jelas terlihat.

Dengan tiang-tiang layar yang tinggi dan besar, kapal itu juga terdiri dari dua geladak utama dimana geladak bawah terdapat dayung-dayung raksasa. Para budak lah yang bekerja sebagai para pendayungnya. Mungkin bia ia tidak memiliki ilmu beladiri yang mumpuni, ia pun akan berakhir di tempat itu pula waktu itu.

Meski pada awalnya sebelum mereka berpisah Jayaseta meminta agar para prajurit untuk merahasiakan tentang dirinya, tetap saja awak-awak kapal tersebut kelak yang akan menyebarkan berita mengenai kehebatan sang Pendekar Topeng Seribu dengan penambahan di sana-sini. Walau nama Jayaseta tidak pernah diketahui, semua orang mulai dapat melihat gambaran seorang pendekar ini. Seorang pemuda yang tampan, topeng yang selalu berganti-ganti, jurus yang aneh namun luar biasa, dan sebagainya dan sebagainya. Kelak ketika Jayaseta melakukan perjalanan ke Betawi, berita mengenai dirinya sebagai Pendekar Topeng Seribu, sudah sampai jauh-jauh hari.

Sembari menunggu kapal berputar haluan pulang ke pelabuhan Cerbon, Jayaseta sempat bertukar pelajaran silat bagi para prajurit. Tentu saja ini hal yang sangat membanggakan hati para prajurit tersebut karena merasa dilatih langsung oleh sang pendekar. Mereka tidak hanya bertukar ilmu berkelahi, namun juga berganti cerita mendalam mengenai latar belakang kehidupan dan pengalaman mereka. Katilapan sang pendekar tongkat rotan Kali dari Bisaya; Karsan sang pemanah dari tanah Melayu; tiga pendekar belati dari Surabaya, Sasangka, Kusuma dan Mahendara; Narendra sang pendekar tombak trisula dan tameng rotan dari Banyumas dan tentu saja Badranaya sang bekas pemimpin yang juga adalah paman kandung Jayaseta dari Gresik sekarang memilih untuk tetap mempererat rasa persaudaraaan mereka terutama dengan sang Pendekar Topeng Seribu yang terkenal itu.

Keenam prajurit meski sempat kesal dan membenci Badra, bagaimanapun kembali memiliki perasaan hormat. Bukan sekedar karena bagaimanapun juga ia masih memiliki hubungan darah yang kental dengan sang pendekar, namun kecerdasan dan kelihaiannya dalam banyak hal yang tidak mereka ketahui selain bertarung juga harus diakui. Mungkin Badranaya adalah seorang pendekar otak bagi mereka.

Esok harinya, pelabuhan pun terlihat.

Kesibukan di kapal dan pelabuhan mulai terasa oleh Jayaseta. Sudah saatnya ia mengambil barang-barangnya yang dirampas, dan tentunya memberikan pelajaran bagi ketiga penipu ulung yang telah mencelakannya. Orang-orang semacam itulah yang sudah menjadi hak Jayaseta dan tujuan dari perjalanannya.

Walau lega karena Jayaseta telah menyentuh tanah kembali, ia merasa sedikit kasian pula karena para prajurit bayaran itu akan terkena murka tuan mereka, saudagar yang membayar mereka karena terpaksa menghabiskan waktu beberapa hari di perjalanan dengan percuma. Bagaimanapun, pekerjaan sebagai prajurit tukang pukul sewaan adalah pekerjaan utama mereka saat ini.

Rambut Jayaseta sudah kembali digulung rapi di puncak kepalanya. Kain bendera yang ia sobek di kapal dan ia gunakan menutupi mulut dan hidungnya sebagai pengganti topeng, sekarang ia gunakan sebagai ikat kepala.

Saat untuk memberikan pelajaran telah tiba. Kaki telanjangnya membawa tubuhnya mantap menuju warung makan tak jauh dari pelabuhan tersebut.

Sesampainya di warung, ia melihat suasana sedang ramai-ramainya. Kegiatan di sekitar kedai juga gegap gempita. Ia tidak peduli lagi. Ia bermaksud akan sekalian menghajar mereka tepat di hadapan semua orang yang lalu-lalang. Cecunguk-cecunguk itu belum tau siapa yang dihadapi mereka. Apa mereka pikir sekadar bermodalkan racun dapat membuat setiap rencana buruk mereka berhasil?

Baru saja ia hendak masuk ke warung makan tersebut, tak disangka ia melihat onggokan topeng-topengnya di salah satu sudut. Senyum kecil menyungging di bibirnya. Topeng-topeng itu sepertinya memang sudah dibuang karena disamping topeng-topeng tersebut juga tergeletak kayu-kayu bekas, pecahan piring tanah liat dan sampah rumah tangga lainnya.

Namun ketika ia mendekat, hatinya menjadi kecewa, topeng yang ia bawa dari Giri ternyata hanya tinggal satu buah, topeng panji. Sedangkan kedua topeng lainnya sudah hilang.

Sudut matanya tiba-tiba melihat seorang anak kecil bertelanjang bulat berlari-lari mengenakan topeng ganongan yang sangat kebesaran. Sudah pasti itu adalah topengnya. Namun apa mau dikata, sangat tidak mungkin untuk merebutnya. Topeng barong macan satunya lagi pastilah juga sudah dipungut anak-anak karena memang cukup menarik bagi mereka.

Dengan geram Jayaseta mengambil topeng panji nya dan mengenakannya. Topeng itu sedikit berbau terasi. Ini membuat Jayaseta semakin jengkel, tubuhnya serasa ingin meledak. Tak buang waktu, ia masuk ke dalam warung tersebut setelah topeng panji ia kenakan.

“Perhatian semua warga Cerbon yang terhormat!” suara Jayaseta yang menggelegar membuat semua pengunjung warung yang sedang makan mendongak ke arah suara berasal.

Membelakangi pintu masuk yang disinati mentari pagi ada sebuah pemandangan yang menganehkan. Seorang laki-laki bertelanjang dada dengan mengenakan celana kolor pangsi selutut, tak berkasut, dan mengenakan sebuah topeng panji, topeng ciri khas negara mereka, Cerbon.

Ia berkacang pinggang dengan terlihat angkuh dan percaya diri. Walau mereka tidak dapat melihat wajahnya, dari suara yang keluar dari mulut orang aneh ini sudah dapat diketahui bahwa ia sedang menahan kemurkaan.

“Aku adalah orang yang memiliki julukan Pendekar Topeng Seribu. Aku di sini untuk meminta kalian segera pergi dari warung ini karena tiga orang pemiliknya adalah penipu-penipu ulung. Aku datang untuk memberikan mereka hukuman yang setimpal dengan kejahatan-kejahatan mereka.”

Sampai di sini, orang-orang masih saling berpandang-pandangan. Beberapa menahan senyum keheranan. Tapi Jayaseta tahu, ini bukanlah cara yang tepat. Rupanya terlalu banyak bicara tidak menghasilkan apa-apa pikir Jayaseta. Akhirnya, ia memutuskan untuk maju ke tengah warung. Ia melihat sebuah meja kokoh yang terbuat dari kayu jati di tengah warung tersebut. Tidak ada orang yang menggunakan meja itu.

BRAK!

Dengan sekali hantam, meja terbelah dua.

Orang-orang di dalam warung itu terkejut setengah mati!

Nampaknya baru sadar bahwa orang ini memiliki kedigdayaan yang tinggi dan mereka tidak mau menjadi korban atas apapun yang bakal terjadi. Merekapun berlarian keluar melewati sang pendekar dengan meninggalkan makanan yang sedang mereka makan.

Sudah barang tentu sebentar saja warung sudah kosong. Tapi sebentar lagi pula, warung akan kembali ramai karena orang-orang yang penasaran dan cukup berani berbondong-bondong datang untuk menonton apa yang sedang terjadi dari balik jendela dan pintu kedai terutama bila kejadian itu adalah sebuah perkelahian karena sudah menjadi adatnya, perkelahian dan perseteruan akan selalu menarik bagi banyak orang.

Sena, Nata, dan Pallawa sudah berdiri berdampingan di depan Jayaseta. Sena memicingkan matanya, Nata dan Pallawa mengerutkan keningnya, mereka berpandang-pandangan.

“Jadi … budak kapal ini si Pendekar Topeng Seribu yang tersohor itu?” ujar Pallawa lebih kepada dirinya sendiri ketika sadar bahwa orang yang berdiri di depan mereka adalah orang yang mereka racuni beberapa hari yang lalu.

“Apa-apaan ini?” ujar Nata.

Sedangkan Sena berujar, “Bagaimana ia bisa kembali ke pelabuhan? Bukannya kapalnya sudah berhari-hari berlayar di lautan?”

Semua keheranan, namun Jayaseta sudah ingin segera menyelesaikan masalah ini.

“Kembalikan tas buntal kulitku, baju-bajuku, kepengan uangku serta tiga buah lempengan besi dari rambutku yang kalian rampok saat ini juga! Kemudian kalian ikut aku ke Keraton Cerbon untuk menyerahkan diri dan mengakui semua tindak penipuan kalian. Biarkan sang raja memutuskan hukuman yang pantas buat orang-orang semacam kalian!” ujar Jayaseta masih dengan suaranya yang menggelegar.

Ketiganya maju mendekat hampir serentak. Sekitar dua tombak dari Jayaseta mereka berhenti. Tak dapat diduga bahwa meski mereka memiliki bentuk tubuh yang berbeda, gerakan mereka sama cepat dan gesitnya.

“Kau memang bedebah kecil yang beruntung. Tak mati karena racun dan masih bisa kembali ke pelabuhan. Namun, kami tidak peduli bila memang kau adalah benar Pendekar Topeng Seribu. Kami tidak takut,” ujar Sena dingin.

Sedangkan Nata si tambun sedikit tergelak kemudian berujar, “Setelah kau kami hajar habis-habisan disini, kami tinggal katakan pada orang-orang dan para prajurit Kesultanan bahwa kau adalah biang onar yang berusaha merampok warung makan kami yang sederhana ini. Maka kau yang akan mendekam di penjara busuk Kesultanan Cerbon. Ya, tentu saja bila kau tak ****** di tangan kami.”

Pallawa menuntaskan ucapan kedua temannya dengan berujar dengan sinis, “Lagipula, sandang yang kau kenakan sekarang benar-benar seperti perampok.”

Namun bedanya dengan kedua rekannya, Pallawa tidak memerlukan waktu berlama-lama berbicara karena seketika saja ia menghambur maju dan memukulkan tinjunya ke arah wajah Jayaseta yang bertopeng. Jayaseta dengan entengnya menghindar sedikit saja ke samping sehigga tinju lolos. Pallawa rupanya berniat menghajar Jayaseta dengan jurus-jurus tangan kosongnya.

Dalam waktu sekejap saja ia kemudian melancarkan tendangan, pukulan, tendangan dan pukulan lagi beruntun diarahkan ke wajah dan dada Jayaseta secara bergantian. Jayaseta meggeser tubuhnya ke kiri dan ke kanan serta menangkis setiap serangan dengan kedua tangannya menggunakan gerakan jurus tanpa jurusnya.

Kurang dari sepuluh hitungan, sudah lebih dari sepuluh jurus Pallawa hanya membentur udara kosong sampai Jayaseta menyepak kaki Pallawa kemudian menunduk sedikit dan memukul ulu hati penyerangnya. Pallawa mengerang dan terlempar mundur ke belakang membentur meja jati yang sudah patah dua di bagian tengahnya tadi. Ia terkapar tak sadarkan diri.

Demi melihat kejadian ini, Sena dan Nata saling berpandangan dan sama-sama paham bahwa mereka tidak bisa bermain-main dengan orang yang satu ini.

“Kami kembalikan barang milikmu!” ujar Sena tiba-tiba.

Segera setelah itu melesat tiga senjata rahasia dari tangan Sena yang mengincar tubuh Jayaseta. Jayaseta melenting sekali dan memutarkan tubuhnya di udara.

Tiga buah cakram melewati kepala, leher dan perutnya dan menancap di meja-meja jati lainnya yang masih utuh. Satu cakram memotong sebuah tiang bambu dan menancap di lantai kayu.

Sial! Pikir Jayaseta. Bagaimana orang ini tahu cara melempar senjata rahasia yang diberikan Kakek Keling tersebut? Pikirnya lagi.

Kedua kaki Jayaseta menyentuh bumi, namun ia harus meloncat lagi ketika tidak hanya Sena, bahkan Nata juga kembali melancarkan senjata rahasia lagi. Jayaseta berkelit dan melenting ke udara dengan begitu gesit. Senjata-senjata itu lolos lagi.

Bukan cakram kali ini, tapi beberapa buah benda kecil sepanjang satu jari berwarna hitam legam yang sekarang mencancap di mana-mana.

“Jarum Bumi Neraka!” ujar Jayaseta.

“Ha ha ha ha … kau tahu rupanya. Sudah barang tentu kau memang orang dari dunia persilatan. Bagaimana, apakah kau mulai takut dengan nama kami?” ujar Nata meledak-ledak. Gelambir di dagunya bergoyang-goyang bersamaan dengan gelak tawanya.

“Hah! Aku sudah pernah menghadapi Jarum Bumi Neraka yang lain. Bahkan aku sudah menghabisinya. Jurus-jurus licik kalian bukan hal baru buatku. Kalian hanya akan menambah daftar orang-orang Jarum Bumi Neraka yang berhasil kukalahkan,” balas Jayaseta sembari mengenang pertarungannya dengan anggota perguruan hitam tempo hari.

Memang benar, dalam pengelanaannya Jayaseta pernah melawan seorang pendekar Jarum Bumi Neraka dan mengalahkannya. Itu sebabnya iapun akhirnya paham mengapa orang-orang ini mampu melepaskan senjata cakramnya. Mereka memiliki kemampuan sakti melemparkan senjata rahasia yang memang dipelajari secara khusus di dalam pelatihan ilmu kanuragannya.

Sebenarnya yang dimaksud jarum sebagai senjata rahasia orang-orang perguruan silat aliran hitam ini adalah besi-besi paku panjang. Dalam sekali lempar, seorang pendekar Jarum Bumi Neraka sanggup melepaskan lima sampai sepuluh paku.

Yang membedakan musuh yang ia lawan dahulu dengan ketiga orang ini adalah bahwasanya lemparan paku pendekar yang sempat ia kalahkan lebih bertenaga karena tenaga dalam yang mumpuni, sedangkan lemparan ketiga orang ini hanyalah lemparan jurus biasa, namun paku-paku hitam mereka penuh racun jahat.

Ia dapat merasakan hawa racun tersebut melewati tubuhnya ketika paku-paku tersebut dilemparkan dan hampir menggores kulitnya. Seakan racun Kayai Plered dan tenaga Nagataksaka memberikan peringatan sebagai bentuk pertahanan diri. Dari sini pula Jayaseta mulai menyadari kemampuan dirinya yang lain, yaitu kemampuan memahami dan mengenali racun. Ia mulai sadar bahwa ia memiliki kepekaan terhadap racun yang sangat.

“Bedebah! Sombong sekali orang ini. Ayo kita habisi cepat-cepat biar dia tidak merepotkan kita lagi,” ujar Sena.

Paku-paku beracun kembali mendesing. Jayaseta melenting lagi dan berputar-putar menghindari paku-paku itu.

Ini tidak bisa terus terjadi. Walau paku-paku racun berhasil ia hindari, Jayaseta khawatir orang-orang diluar bisa saja menjadi korban karena paku-paku beracun ini dilemparkan ke segala arah untuk membunuhnya. Ia takut beberapa paku bisa saja menembus dinding bambu dan mengenai orang yang berkerumun di luar warung tersebut. Apalagi sepertinya kedua orang ini sudah mulai jengah melihat Jayaseta mampu menghindari serangan mereka. Jangan-jangan mereka akan melemparkan paku-paku mereka dengan membabi-buta.

Dalam sebuah jeda serangan, Jayaseta berputar di udara, memungut cakramnya yang menancap di lantai dengan menjepitnya diantara jari-jari kakinya dan melepaskan tendangan. Cakram melesat dan memapras putus lengan kanan Nata. Teriakan keras meledak disertai darah yang muncrat dari luka terpotong Nata. Ia pun rebah sambil berteriak menahan rasa sakit di lengannya. Sena tak sempat tercengang karena ia mulai melemparan paku membabi-buta. Ini yang Jayaseta takutkan, meski hanya satu dua paku yang terlepas, bukannya lima sampai sepuluh, tetap saja serangan yang cenderung ngawur dan penuh amarah itu sangat berbahaya bagi orang-orang yang berkerumun di luar kedai.

Jayaseta memutar otak, “Hei cecunguk dungu. Dari tadi melempar hanya itu yang kau bisa. Bagaimana kalau kalian coba melempar ke arah wajahku ini? Atau jangan-jangan kalian tidak diajari bagaimana jurus melempar yang benar oleh guru sialan kalian sehingga hanya bisa membidik acak?” tiba-tiba Jayaseta berteriak menantang, sembari menunjuk-nunjuk ke arah wajahnya yang bertopeng kayu itu memancing kemarahan Sena.

“Itu sebabnya teman gembulmu itu sekarang kehilangan tangan. Mungkin kau mau menyusul.”

Mendengar tantangan itu ternyata membuat Sena tergugah harga dirinya. Sambil berteriak keras, Sena melemparkan lima buah paku sekaligus tepat ke arah wajah bertopeng tersebut. Jayaseta melenting dan berguling-guling menghindari kelima paku beracun tersebut. Dalam sekejap saja ia sudah mendekati Sena dalam jarak yang begitu tipis. Ini membuat Sena menjadi gelagapan sehingga mendadak melemparkan semua paku yang masih tersisa dengan begitu cepat dan tergesa-gesa untuk menyongsong kedatangan musuh yang bagai kilat itu.

JLEB! JLEB! JLEB!

Tak disangka hal ini menghasilkan tiga buah paku menancap di bagian wajah Jayaseta ketika jarak mereka terpaut hanya satu tombak. Pendekar bertopeng ini berteriak keras dan rubuh di lantai.

Suasana hening.

Terpopuler

Comments

akp

akp

wah kena racun lagi

2022-06-01

2

R. Yani aja

R. Yani aja

keren... 👍

2022-02-06

2

Sis Fauzi

Sis Fauzi

favorite

2022-02-02

2

lihat semua
Episodes
1 Nio Hongko
2 Nio Kongsing
3 Pendekar Bertopeng Panji
4 Tombak Pusaka Kanjeng Kyai Ageng Plered
5 Kakek Keling dan Rajah Nagataksaka
6 Tendangan Guntur dari Selatan dan Jurus Tanpa Jurus
7 Wejangan
8 Perjalanan ke Mataram
9 Perampokan Seorang Saudagar Arab
10 Si Lebah Siluman
11 Almira
12 Mataram di Mata Jayaseta
13 Kedai Makan
14 Di Atas Kapal
15 Pertarungan
16 Kali Bisaya
17 Sang Pemimpin
18 Jarum Bumi Neraka
19 Pratiwi
20 Kesultanan Banten
21 Jalan Setapak
22 Sarti
23 Lima Iblis Pencium Darah
24 Betawi
25 Budak
26 Pisau Terbang Penari
27 Rajah Garuda Sentanu
28 Serdadu
29 Bandar Niaga
30 Pertarungan di Tanah Merah
31 Rapier & Saber
32 Selipan
33 Badranaya
34 Katana
35 Dua Benteng Pertahanan
36 Jigen
37 Ceruk
38 Bubuk Api
39 Lembing
40 Trisula
41 Sundang Majapahit
42 Jemparing
43 Gandhewa Pamenthaning Cipta
44 Di Grassi
45 Candrasa
46 Lamina
47 Tameng
48 Meester
49 Usadha
50 Zhen Jiu
51 Jalir
52 Caping
53 Sang Kudi Langit
54 Semarang
55 Bangkui Sakti
56 Jung
57 Topeng Ireng Lokajaya
58 Bajak Laut
59 Kuda-Kuda Kaki Bersilang
60 Kulao Bassi
61 Silat Sepapan
62 Rujakpala
63 Si Gelembung Lotong
64 Jurus Badai di Tengah Samudra
65 Perlawanan
66 Tupas
67 Caluk
68 Topeng Buta Merah
69 Sang Penyair Baka
70 Wedhung
71 Lau Siufan
72 Pemabuk
73 Sàam Kûn-thâu
74 Bumi Sukadana
75 Kedai
76 Nukilan
77 Topeng Kayu Berhias Bulu Burung
78 Cindai
79 Silat Gayong
80 Dara Cempaka
81 Hulubalang
82 Kasmaran
83 Silat Pattani
84 Pendekar Paripurna
85 Sirih
86 Arak
87 Wadon
88 Mensa dan Jogo do Pau
89 Obor
90 Rajah Kembang Kenanga
91 Sahabat
92 Kesabaran
93 Pengayau
94 Orang Darat
95 Bunga Terung
96 Damek
97 Kinyah
98 Sanaman Mantikei
99 Antang Menukik
100 Pendekar
101 Asap
102 Tenaga Dalam
103 Lumpur
104 Air Mata
105 Perwira
106 Dim Mak
107 Dipan
108 Pendekar Harimau Muda Kudangan
109 Naibor
110 Jajal Ilmu Kanuragan
111 Silek Harimau
112 Sarung
113 Marabahaya
114 Kepala
115 Bangkui Sakti Memecah Buah
116 Agukng
117 Do Terbang
118 Krontjong
119 Adat
120 Yulgok
121 Sembuh
122 Janji
123 Nan Sarunai
124 Man Da U
125 Ma Ying
126 Pola
127 Jipen Kumang
128 Bumi Kenyalang
129 Jukung
130 Muyejebo
131 Pertempuran Bagian Pertama - Tameng Kayu
132 Pertempuran Bagian Kedua - Saudara
133 Pertempuran Bagian Ketiga - Kepentingan
134 Pertarungan Bagian Keempat - Roh Leluhur
135 Pertarungan Bagian Kelima - Parang Pandat
136 Pertarungan Bagian Keenam - Bedil
137 Pertarungan Bagian Ketujuh - Puting Beliung
138 Tawur
139 Pedang Pekir
140 Latok
141 Jarum
142 Ilmu Sihir
143 Merlin
144 Cuca Bangkai
145 Tali Jerami dan Akar Tanaman
146 Menang Jadi Arang, Kalah Jadi Abu
147 Khun Wanchay Na Ayutthaya
148 Tuan Muda Syaifuddin dan Putri Mayang Delima
149 Sabba
150 Pengait
151 Buntung
152 Kesultanan Johor-Riau
153 Tersohor
154 Fong Pak Laoya
155 Hio
156 Hulubalang Harimau Laut
157 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Pertama - Meriam
158 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedua - Labussa dan Makkawaru
159 Sempalan
160 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketiga - Langkah Empat
161 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keempat - Lopes Fransisco de Paula
162 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kelima - Mah Meri
163 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keenam - Lengah
164 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketujuh - Terhimpit
165 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedelapan - Gaduh dan Kisruh
166 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kesembilan - Berjubelan
167 Kocar-Kacir
168 Jala Jangkung
169 Mata Uang Emas
170 Peudeung
171 Jurus Berpasangan
172 Mossak Toba
173 Lasara
174 Lempengan
175 Pisau Tiuk
176 Tombak Dapur Brongsong Pengait
177 Tusukan Kilat Pelebur
178 Para Penembak
179 Kapal Dagang Melayu
180 Fortaleza de Malaca
181 Gerbang
182 Tempat Arak dari Bambu
183 Colhona
184 Warangan
185 Tujuh
186 Melarikan Diri
187 Mulut Pelabuhan
188 Labbiri
189 Empat Harimau Gayong Melayu
190 Sang Harimau Kedah
191 Sang Harimau Terengganu
192 Sang Harimau Kelantan
193 Desas-Desus
194 Sang Harimau Pattani
195 Dua Utas Tali Jerami
196 Silat Tomoi
197 Pelajaran Pertama - Burung Api
198 Pelajaran Kedua - Curi Jurus
199 Pelajaran Ketiga - Jurus Segala Bentuk
200 Pelajaran Keempat - Terpancing
201 Topeng Penthul Tembem
202 Terikat
203 Paruh Baya
204 Dewa Langkah Tiga
205 Jati Diri
206 Keyakinan
207 Terlontar
208 Tiga
209 Pucok Gunong Sang Harimau Belang
210 Lethwei Thaing
211 Keris Berhulu Anak Ayam
212 Padang Rumput
213 Putus Terpenggal
214 Topeng Iblis Khon
215 Daab
216 Gumunan, Kagetan
217 Krabi Krabong
218 Ayodya
219 Cahaya Bulan
220 Memanen Nyawa Musuh
221 Kotak Kayu
222 Phi Ying Praphet Song
223 Semilir
224 Arthit si Muay Paak Klang
225 Muun Met Mat
226 Amin
227 Pangkal Ibu Jari
228 Tawaran
229 Biksu
230 Kitiran
231 Ringkikan Kuda
232 Ngao
233 Ruang Sempit
234 Dunia Baru
235 Harga Diri
236 Sosok yang Sangat Mengerikan
237 Membaca Gerakan Lawan
238 Lancaran Melayu
239 Kekang Kuda
240 Perompak Đại Việt
241 Perahu-Perahu
242 Logam-Logam Pengait
243 Bahasa Melayu Berlogat Aneh
244 Buritan
245 Bagian Tengah Kapal
246 Beringas
247 Tiga Kapal Pedagang
248 Sabetan Panjang
249 Annam
250 Menerkam Dalam Diam
251 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Pertama: Naluri Pratiwi
252 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kedua: Yu Melaju
253 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketiga: Bertukar Senyum Samar
254 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempat: Unsur-Unsur Pedang Lentur
255 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelima: Busana yang Sedikit Berbeda
256 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenam: Mendadak Meledak
257 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuh: Periksa Nakhoda
258 Pertempuran di Sungai Bagian Kedelapan: Hitam Jahanam
259 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesembilan: Mengerang dengan Wajah Menggarang
260 Pertempuran di Sungai Bagian Kesepuluh: Berseru dan Menderu
261 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesebelas: Berkobar Semakin Liar
262 Kejayaan dan Kepuasan
263 Cuilan
264 Jaka Lelana
265 Mulut Terbuka Menganga
266 Menahan Laju Tunjaman
267 Lembing Bambu Runcing
268 Mengirimkan Rasa Takut
269 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keduabelas: Tergeletak di Atas Geladak
270 Jurus-Jurus Bersudut Tajam
271 Apa Mau Dikata
272 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketigabelas: Bergelimpangan Akibat Pertempuran
273 Menyerang Musuh Tanpa Menyentuh
274 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempatbelas: Terlalu Lama Mencoba
275 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelimabelas: Serang Semua! Bersama-Sama!
276 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenambelas: Mundur Dengan Teratur
277 Thai
278 Lâm
279 Tertambat
280 Karat Darah
281 Berdarah Murni
282 Mendengar Langkah Musuh
283 Ancaman Nyata
284 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuhbelas: Nama Itu Untuk Dirimu
285 Sosok Gelap
286 Lempengan
287 Pelempar
288 Sinar Jingga
289 Mandala
290 Perintah
291 Racun
292 Ledakan
293 Pengecut
294 Cakar
295 Ban Yipun
296 Darah
297 Tanpa Basa-Basi
298 Nakhon Si Thammarat
299 Di Tepi Sungai
300 Orang Champa
301 Harimau Siam
302 Tumbang Menjadi Mayat
303 Lebam Membiru dan Menghitam
304 Patah
305 Sekarat
306 Bokator
307 Pelataran
308 Orang Asing
309 Sudiamara
310 Timur
311 Berita
312 Kesanga
313 Rencana
314 Tengger
315 Korban Pertama
316 Cemeti
317 Kuda
318 Payung Pertahanan
319 Harimau Putih Menggasak Bumi
320 Murka
321 Seutas Tali
322 Saka Guru
323 Cabai
324 Sake
325 Rua Mat
326 Garis Nasib yang Serupa
327 Penjelasan
328 Kemungkinan Selalu Ada
329 Lengan Menyilang
330 Jauh dari Kata Selesai
331 Perhatian Besar
332 Merembes
333 Arquebus
334 Membungkuk Siap Terlontar
335 Rencana dan Keinginan yang Gila
336 Memotong Dari Atas ke Bawah
337 Naginatajutsu
338 Tiga Dewa Kematian
339 Mementingkan Kepentingan Sendiri
Episodes

Updated 339 Episodes

1
Nio Hongko
2
Nio Kongsing
3
Pendekar Bertopeng Panji
4
Tombak Pusaka Kanjeng Kyai Ageng Plered
5
Kakek Keling dan Rajah Nagataksaka
6
Tendangan Guntur dari Selatan dan Jurus Tanpa Jurus
7
Wejangan
8
Perjalanan ke Mataram
9
Perampokan Seorang Saudagar Arab
10
Si Lebah Siluman
11
Almira
12
Mataram di Mata Jayaseta
13
Kedai Makan
14
Di Atas Kapal
15
Pertarungan
16
Kali Bisaya
17
Sang Pemimpin
18
Jarum Bumi Neraka
19
Pratiwi
20
Kesultanan Banten
21
Jalan Setapak
22
Sarti
23
Lima Iblis Pencium Darah
24
Betawi
25
Budak
26
Pisau Terbang Penari
27
Rajah Garuda Sentanu
28
Serdadu
29
Bandar Niaga
30
Pertarungan di Tanah Merah
31
Rapier & Saber
32
Selipan
33
Badranaya
34
Katana
35
Dua Benteng Pertahanan
36
Jigen
37
Ceruk
38
Bubuk Api
39
Lembing
40
Trisula
41
Sundang Majapahit
42
Jemparing
43
Gandhewa Pamenthaning Cipta
44
Di Grassi
45
Candrasa
46
Lamina
47
Tameng
48
Meester
49
Usadha
50
Zhen Jiu
51
Jalir
52
Caping
53
Sang Kudi Langit
54
Semarang
55
Bangkui Sakti
56
Jung
57
Topeng Ireng Lokajaya
58
Bajak Laut
59
Kuda-Kuda Kaki Bersilang
60
Kulao Bassi
61
Silat Sepapan
62
Rujakpala
63
Si Gelembung Lotong
64
Jurus Badai di Tengah Samudra
65
Perlawanan
66
Tupas
67
Caluk
68
Topeng Buta Merah
69
Sang Penyair Baka
70
Wedhung
71
Lau Siufan
72
Pemabuk
73
Sàam Kûn-thâu
74
Bumi Sukadana
75
Kedai
76
Nukilan
77
Topeng Kayu Berhias Bulu Burung
78
Cindai
79
Silat Gayong
80
Dara Cempaka
81
Hulubalang
82
Kasmaran
83
Silat Pattani
84
Pendekar Paripurna
85
Sirih
86
Arak
87
Wadon
88
Mensa dan Jogo do Pau
89
Obor
90
Rajah Kembang Kenanga
91
Sahabat
92
Kesabaran
93
Pengayau
94
Orang Darat
95
Bunga Terung
96
Damek
97
Kinyah
98
Sanaman Mantikei
99
Antang Menukik
100
Pendekar
101
Asap
102
Tenaga Dalam
103
Lumpur
104
Air Mata
105
Perwira
106
Dim Mak
107
Dipan
108
Pendekar Harimau Muda Kudangan
109
Naibor
110
Jajal Ilmu Kanuragan
111
Silek Harimau
112
Sarung
113
Marabahaya
114
Kepala
115
Bangkui Sakti Memecah Buah
116
Agukng
117
Do Terbang
118
Krontjong
119
Adat
120
Yulgok
121
Sembuh
122
Janji
123
Nan Sarunai
124
Man Da U
125
Ma Ying
126
Pola
127
Jipen Kumang
128
Bumi Kenyalang
129
Jukung
130
Muyejebo
131
Pertempuran Bagian Pertama - Tameng Kayu
132
Pertempuran Bagian Kedua - Saudara
133
Pertempuran Bagian Ketiga - Kepentingan
134
Pertarungan Bagian Keempat - Roh Leluhur
135
Pertarungan Bagian Kelima - Parang Pandat
136
Pertarungan Bagian Keenam - Bedil
137
Pertarungan Bagian Ketujuh - Puting Beliung
138
Tawur
139
Pedang Pekir
140
Latok
141
Jarum
142
Ilmu Sihir
143
Merlin
144
Cuca Bangkai
145
Tali Jerami dan Akar Tanaman
146
Menang Jadi Arang, Kalah Jadi Abu
147
Khun Wanchay Na Ayutthaya
148
Tuan Muda Syaifuddin dan Putri Mayang Delima
149
Sabba
150
Pengait
151
Buntung
152
Kesultanan Johor-Riau
153
Tersohor
154
Fong Pak Laoya
155
Hio
156
Hulubalang Harimau Laut
157
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Pertama - Meriam
158
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedua - Labussa dan Makkawaru
159
Sempalan
160
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketiga - Langkah Empat
161
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keempat - Lopes Fransisco de Paula
162
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kelima - Mah Meri
163
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keenam - Lengah
164
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketujuh - Terhimpit
165
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedelapan - Gaduh dan Kisruh
166
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kesembilan - Berjubelan
167
Kocar-Kacir
168
Jala Jangkung
169
Mata Uang Emas
170
Peudeung
171
Jurus Berpasangan
172
Mossak Toba
173
Lasara
174
Lempengan
175
Pisau Tiuk
176
Tombak Dapur Brongsong Pengait
177
Tusukan Kilat Pelebur
178
Para Penembak
179
Kapal Dagang Melayu
180
Fortaleza de Malaca
181
Gerbang
182
Tempat Arak dari Bambu
183
Colhona
184
Warangan
185
Tujuh
186
Melarikan Diri
187
Mulut Pelabuhan
188
Labbiri
189
Empat Harimau Gayong Melayu
190
Sang Harimau Kedah
191
Sang Harimau Terengganu
192
Sang Harimau Kelantan
193
Desas-Desus
194
Sang Harimau Pattani
195
Dua Utas Tali Jerami
196
Silat Tomoi
197
Pelajaran Pertama - Burung Api
198
Pelajaran Kedua - Curi Jurus
199
Pelajaran Ketiga - Jurus Segala Bentuk
200
Pelajaran Keempat - Terpancing
201
Topeng Penthul Tembem
202
Terikat
203
Paruh Baya
204
Dewa Langkah Tiga
205
Jati Diri
206
Keyakinan
207
Terlontar
208
Tiga
209
Pucok Gunong Sang Harimau Belang
210
Lethwei Thaing
211
Keris Berhulu Anak Ayam
212
Padang Rumput
213
Putus Terpenggal
214
Topeng Iblis Khon
215
Daab
216
Gumunan, Kagetan
217
Krabi Krabong
218
Ayodya
219
Cahaya Bulan
220
Memanen Nyawa Musuh
221
Kotak Kayu
222
Phi Ying Praphet Song
223
Semilir
224
Arthit si Muay Paak Klang
225
Muun Met Mat
226
Amin
227
Pangkal Ibu Jari
228
Tawaran
229
Biksu
230
Kitiran
231
Ringkikan Kuda
232
Ngao
233
Ruang Sempit
234
Dunia Baru
235
Harga Diri
236
Sosok yang Sangat Mengerikan
237
Membaca Gerakan Lawan
238
Lancaran Melayu
239
Kekang Kuda
240
Perompak Đại Việt
241
Perahu-Perahu
242
Logam-Logam Pengait
243
Bahasa Melayu Berlogat Aneh
244
Buritan
245
Bagian Tengah Kapal
246
Beringas
247
Tiga Kapal Pedagang
248
Sabetan Panjang
249
Annam
250
Menerkam Dalam Diam
251
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Pertama: Naluri Pratiwi
252
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kedua: Yu Melaju
253
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketiga: Bertukar Senyum Samar
254
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempat: Unsur-Unsur Pedang Lentur
255
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelima: Busana yang Sedikit Berbeda
256
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenam: Mendadak Meledak
257
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuh: Periksa Nakhoda
258
Pertempuran di Sungai Bagian Kedelapan: Hitam Jahanam
259
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesembilan: Mengerang dengan Wajah Menggarang
260
Pertempuran di Sungai Bagian Kesepuluh: Berseru dan Menderu
261
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesebelas: Berkobar Semakin Liar
262
Kejayaan dan Kepuasan
263
Cuilan
264
Jaka Lelana
265
Mulut Terbuka Menganga
266
Menahan Laju Tunjaman
267
Lembing Bambu Runcing
268
Mengirimkan Rasa Takut
269
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keduabelas: Tergeletak di Atas Geladak
270
Jurus-Jurus Bersudut Tajam
271
Apa Mau Dikata
272
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketigabelas: Bergelimpangan Akibat Pertempuran
273
Menyerang Musuh Tanpa Menyentuh
274
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempatbelas: Terlalu Lama Mencoba
275
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelimabelas: Serang Semua! Bersama-Sama!
276
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenambelas: Mundur Dengan Teratur
277
Thai
278
Lâm
279
Tertambat
280
Karat Darah
281
Berdarah Murni
282
Mendengar Langkah Musuh
283
Ancaman Nyata
284
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuhbelas: Nama Itu Untuk Dirimu
285
Sosok Gelap
286
Lempengan
287
Pelempar
288
Sinar Jingga
289
Mandala
290
Perintah
291
Racun
292
Ledakan
293
Pengecut
294
Cakar
295
Ban Yipun
296
Darah
297
Tanpa Basa-Basi
298
Nakhon Si Thammarat
299
Di Tepi Sungai
300
Orang Champa
301
Harimau Siam
302
Tumbang Menjadi Mayat
303
Lebam Membiru dan Menghitam
304
Patah
305
Sekarat
306
Bokator
307
Pelataran
308
Orang Asing
309
Sudiamara
310
Timur
311
Berita
312
Kesanga
313
Rencana
314
Tengger
315
Korban Pertama
316
Cemeti
317
Kuda
318
Payung Pertahanan
319
Harimau Putih Menggasak Bumi
320
Murka
321
Seutas Tali
322
Saka Guru
323
Cabai
324
Sake
325
Rua Mat
326
Garis Nasib yang Serupa
327
Penjelasan
328
Kemungkinan Selalu Ada
329
Lengan Menyilang
330
Jauh dari Kata Selesai
331
Perhatian Besar
332
Merembes
333
Arquebus
334
Membungkuk Siap Terlontar
335
Rencana dan Keinginan yang Gila
336
Memotong Dari Atas ke Bawah
337
Naginatajutsu
338
Tiga Dewa Kematian
339
Mementingkan Kepentingan Sendiri

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!