Nio Kongsing

Anak laki-laki berusia tujuh tahun yang bertelanjang dada dan hanya mengenakan selembar cawat itu berdiri tegap namun matanya berbinar terpesona melihat pemandangan luar biasa di depannya. Rambutnya yang panjang tanggung ia biarkan tergerai tanpa diikat atau digelung. Di hadapannya dua orang laki-laki sedang melakukan adu tanding. Dua orang yang sama sekali berbeda bahkan mungkin bertolak belakang dalam hampir semua sisi.

Satu orang yang lebih muda adalah seorang keturunan Cina yang berkulit putih dan bermata sipit, sedangkan satunya lagi lebih tua dengan paras wajah yang tegas. Hidungnya sangat mancung. Bersama keningnya yang menonjol menyembunyikan kedua matanya yang lebar.

Kulit wajahnya yang kemerahan dihiasi rambut-rambut lebat yang membentuk janggut dan brewok panjang. Laki-laki tua ini berasal dari Parsi atau biasa disebut Khorasan oleh orang Jawa. Keduanya juga bertelanjang dada dan mengenakan celana panjang hitam yang diikat di bagian pinggangnya dengan seutas tali.

Si lelaki Cina meliuk-liukkan badannya sambil terus menyabet menggunakan jian, sebuah pedang Tiongkok yang tajam di kedua sisinya. Sedangkan si Parsi tua meloncat-loncat dan memutar-mutarkan pedang shamsir nya yang ditempa di Damaskus. Pedang berbentuk melengkung itu menari-nari di tangan si Parsi tua.

Gerakannya memotong dan membelah. Bentuk shamsir yang melengkung memang dirancang untuk tebasan panjang. Dengan bentuk tersebut, ketika shamsir memotong tubuh lawan, pedang tersebut akan terus melewati daging sehingga dapat langsung digunakan untuk kembali memberikan serangan lanjutan. Bentuk yang melengkung memungkinkannya tidak terhambat karena tersangkut di tubuh lawan seperti pedang lurus misalnya.

Serangan membelah dari atas ke bawah menggunakan shamsir biasanya di arahkan kepada kepala dan meretakkan tengkorak, memapras bahu dan lengan serta pergelangan tangan atau menebas tangkai tombak yang diarahkan musuh. Sebaliknya serangan membelah dari bawah ke atas dilakukan dengan cepat untuk ruang terbuka di ketiak dan ************, menyasar kelamin musuh. Sedangkan serangan mendatar dari kiri ke kanan atau sebaliknya menyasar leher dan memancung kepala, merobek mulut dan wajah, menebas perut atau punggung, menatak tulang kering dan lutut atau kaki secara keseuruhan.

Kedua pendekar berbeda umur dan suku bangsa tersebut berjumpalitan melenting menghindar dan mencari celah untuk memasukkan serangan terbaiknya. Sekali dua kedua bilah pedang tersebut berbenturan menciptakan percikan api. Kedua jurus-jurus silat yang ditunjukkan mereka memiliki keunikan masing-masing meski sama-sama lincah dan sama-sama cepat. Si lelaki Cina yang lebih muda memainkan pergelangan tangannya dengan jian nya yang meliuk-liuk bagai angin puyuh kecil namun membahayakan. Tusukan dibarengi dengan sabetan pendek-pendek mengejar mangsa. Ujung pedang yang tajam juga digerakkan sedemikian rupa sehingga meliuk-liuk bagai kepala ular yang siap mematuk.

Jian yang merupakan pedang khas Tiongkok tersebut selain sebagai senjata, memiliki nilai yang hampir mirip dengan keris. Jian digunakan sebagai petunjuk kebangsawanan atau harga diri si pemilik. Seseorang yang memiliki jian tidak hanya dianggap seorang pendekar atau prajurit, namun juga berasal dari keluarga atau kelompok masyarakat kasta tinggi atau wangsa terhormat. Pada masa sebelum dinasi Qin di Cina, jian dibuat menggunakan bahan dasar perunggu. Pada masa kerajaan wangsa Qin ini yaitu tahun 221 sampai 206 Sebelum Masehi, walau besi baru dikembangkan, jian perunggu sudah terkenal kehebatannya.

Jian perunggu ini memiliki kekuatan dan ketajaman luar biasa sehingga dapat memotong keping uang logam walau jian tersebut telah berusia ratusan tahun dan tertimbun di dalam tanah. Besi baru digunakan sebagai bahan jian pada masa wangsa Han, yaitu tahun 206 sebelum Masehi sampai 220 Masehi, wangsa Jin tahun 265 sampai 581 Masehi dan wangsa-wangsa Selatan dan Utara yaitu tahun 420 sampai 581 Masehi.

Jian yang dipakai lelaki Cina ini jelas menunjukkan tingkatan kemasyarakatannya, paling tidak di kelompok masyarakat Cina. Karena untuk seorang prajurit perang, dao adalah senjata mereka. Yaitu pedang Cina yang lebih lebar dan panjang. Dao ini yang dipakai rata-rata pasukan Endrasena yang berjumlah dua ratus tersebut untuk melawan pasukan Mataram dan Surabaya nanti di kemudian hari. Jian sendiri digunakan oleh para pejabat kerajaan atau perwira tingkat yang lebih tinggi di dalam pasukan.

Sedangkan untuk sang Parsi tua yang menggunakan shamsir nya lebih memiliki jurus yang tegas. Setiap potongan dan sabetan yang diarahkan ke lelaki Cina menderu-deru bagai topan. Badannya juga berputar-putar gesit sembari memapras tubuh lawan. Gerakan utama terletak di lengan bawah dan bahu dalam mengendalikan shamsir. Pedang yang seperti berbentuk bulan sabit itu seakan memang ditakdirkan untuk digerakkan dengan jurus demikian.

Setelah beberapa jurus keduanya mundur, menarik nafas serta secara serentak melipatkan pedangnya di belakang lengan mereka. Keduanya saling menghormat. Sang lelaki Cina muda menyoja dengan cara mengepalkan tangan kanan dan menutupnya dengan telapak tangan kiri.

Gerakan ini menunjukkan rasa hormat orang Cina dengan makna bahwa tangan kanan yang terkepal adalah tangan yang biasa digunakan untuk berkelahi dan bertarung, namun ketika ditutup dengan telapak tangan yang satunya, ini menandakan bahwa kepal tangan perlambang nafsu berkelahi tersebut ditahan dan disembunyikan untuk menunjukkan rasa damai dan hormat.

Anak laki-laki yang sedari tadi memperhatikan pertarungan kedua orang tersebut tak bisa menahan untuk tidak bertepuk tangan dan bersorak, “Hebat.. hebat ..,” ujarnya sembari terus bertepuk tangan dan melonjak-lonjak.

“Ayahanda dan kakek sama-sama hebat,” ujarnya lagi dengan suara melengking khas seorang bocah laki-laki.

Kedua laki-laki berbeda umur tersebut tersenyum memandang anak laki-laki itu. “Nah, apa yang dapat kau pelajari sekarang anakku, Asing?” si pria Cina yang ternyata adalah ayah kandung si bocah laki-laki tersebut bertanya.

“Kalian memiliki jurus-jurus yang hebat walau berbeda.”

“Jelaskan perbedaan itu, cucuku?” si Parsi tua kali ini yang bertanya dengan suaranya yang dalam dan berat. Walau memang sedikit mengherankan, namun kakek Parsi itu juga ternyata adalah benar-benar kakek kandung di bocah.

“Begini kakek Husein. Kakek menggunakan jurus-jurus yang lebih tegas. Sabetan pedang kakek ditujukan untuk memotong dan membelah. Yang paling unik adalah letak kaki kakek yang melangkah pendek-pendek dan juga kerap meloncat-loncat namun sabetannya panjang. Seperti anak seusiaku yang sedang bermain-main namun sangat tepat dan berbahaya. Sedangkan ayah menggunakan jurus pedang yang cenderung menyabet dan menusuk dengan meliuk-liukkan ujung pedangnya. Sulit sekali melakukannya tanpa gerakan yang luwes. Gerakan sabetan pedang ayah pun terkesan pendek-pendek namun bertubi-tubi,” si bocah menjelaskan dengan panjang lebar.

Kedua orang laki-laki yang merupakan ayah dan kakek kandung sang bocah pun mengangguk-angguk menunjukkan kepuasan.

“Lalu, menurutmu bukankah jurus kakek lebih hebat dari ayahmu?” kata sang kakek sembari mengelus jenggotnya.

“Ha ha ha … maafkan atas kekurangajaranku ayah mertuaku yang kuhormati ini. Tapi sudah jelas bahwa jian su empat arah mata anginku yang paling mumpuni. Aku lebih muda, lebih cepat, dan lebih lincah,” si pria Cina tertawa karena tidak setuju dengan ucapan ayah mertuanya.

“Hei Hongko, masih muda saja kau tidak dapat menyentuhkan seujung kuku saja pedangmu itu di tubuhku, apalagi sampai melukaiku. Pedang Damaskus ini terus berputar di sekeliling tubuhku bagai bola baja. Bahkan aku bisa saja melukaimu bila aku inginkan,” kata sang kakek.

“Ha ha ha … jangan membuatku tertawa lebih keras ayah. Pedangmu hanya berputar-putar seperti ayam yang melindungi telur-telurnya. Sama sekali tidak berbahaya. Karena akulah yang sebenarnya menahan jurus-jurusku yang lebih luas dan gesit agar kau tidak terluka.”

Begitulah, walau terdengar kasar, sebenarnya percakapan ini adalah percakapan wajar dari dua orang pendekar sang sama-sama mumpuni dan berilmu tinggi. Pertarungan mereka tadi pun sebenarnya adalah adu jurus, pertunjukan rangkaian serangan dan pertahanan diri menggunakan kedua senjata. Pertunjukan pertarungan mereka berdua seakan memang ditujukan untuk sang putra dan cucu kedua pendekar ini agar menjadi semacam pelajaran kanuragan.

Bila dirunut latar belakang mereka, si pemuda pendekar Cina yang bernama Nio Hongko dalam bahasa Cina Hokkien sebenarnya adalah anak dari seorang prajurit Cina yang menikahi seorang gadis Jawa di pesisir timur. Ketika lahir, karena ayahnya adalah seorang Cina maka ia menerima nama she atau nama keluarga Nio.

Jelas karena ayahnya adalah seseorang dengan ilmu kesaktian mumpuni, Hongko juga mendapatkan gemblengan langsung dari ayahnya yang mengajarkan semua kesaktian dan jurus-jurus bertempur yang ampuh. Menurut cerita sang ayah, keluarga Nio telah beranak-pinak menjadi pendekar. Mereka adalah keluarga Cina muslim yang bila dirunut garis kekeluargaan mereka berasal dari suku Hui di Tiongkok.

Nenek moyang Hongko juga ada yang berasal dari Kanton yang menetap di Giri melalui pelabuhan Gresik. Kedatangan nenek moyang Hongko ini juga diangggap bersamaan dengan kedatangan Maulana Ibrahim, Maulana Mahpur berserta pengikutnya yang berjumlah empat orang dari Geddah yang kemudian menyebarkan ajaran Islam di pulau Jawa.

Nio Hongko, sama seperti ayahnya kemudian mengabdi kepada kesunanan Giri Kedaton. Keluarga mereka juga telah mengabdi kepada Sunan Giri sejak masa penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Saat pengabdiannya inilah pula Hongko berjumpa dengan anak perempuan sang kakek Parsi.

Sang mertua Hongko yang bernama Husein ini adalah seorang pria asal Parsi yang telah lama tinggal di pulau Jawa. Tujuan dasar Husein adalah berdagang. Namun begitu, ia bukan pedagang biasa. Ia juga dibekali ilmu kanuragan yang mumpuni yang ia pelajari di tanah asal. Ilmu ini sangat berguna ketika ia harus pergi berdagang sekaligus berdakwah di tanah Jawa yang dikenal keras dan kejam pada masa itu. Tidak semua orang Jawa adalah orang-orang yang ramah dan bersikap baik terhadap para pendatang dari mancanegara. Belum lagi perampok dan begal yang bersembunyi di hutan-hutan rimba dan gunung-gunung yang angker.

Husein berlayar ke pulau Jawa bersama beberapa pengikut dan rekan-rekan dagangnya orang-orang Parsi yang kebanyakan mencari nafkah dengan berjualan batu mulia atau obat-obatan. Ia juga kemudian menikahi seorang perempuan Jawa yang hidup dalam daerah kekuasaan kerajaan Mataram.

Pasangan suami istri Parsi Jawa ini kemudian dianugerahi seorang anak perempuan, Siti Aisyah, dan seorang anak laki-laki, Abdul Gafur yang juga dikenal dengan nama jawa nya, Badranaya. Anak perempuan Husein ini lah, Siti Aisyah, yang menurut Hongko merupakan kecantikan sebenarnya.

Parsi dan Jawa yang terpadu membuat mata dan hati Hongko tak dapat lari lagi. Ia kerap memanggil sang istri dengan sebutan Roro Srengenge yang dalam bahasa Jawa berarti putri matahari karena wajahnya yang terang dan menyilaukan hati Hongko, walau sebenarnya Roro sendiri adalah sebuah gelar resmi bagi cucu perempuan susuhunan yang berdarah ningrat atau bangsawan. Tak apa, toh Siti Aisyah adalah ningrat bagi Hongko.

Hebatnya lagi, Hongko dan Husein adalah sesama pecinta oleh kanuragan. Hongko dan Badranaya sang putra kedua Husein juga sama-sama menjadi prajurit pembela keraton Giri sewaktu Giri diserang Surabaya dan Mataram. Beberapa kali pertemuan Hongko dan Husein yang harus dimulai dengan pertarungan malah membuat Husein mantap menerima Hongko sebagai menantunya.

Hongko dan Siti Aisyah tak lama setelah pernikahan langsung dikarunai seorang anak laki-laki.

Sang bocah, yang kemudian diberi nama Nio Kongsing, namun karena ia juga memiliki separuh darah Jawa juga dipanggil Jayaseta, memiliki penampilan yang nyaris berhasil merangkum semua ciri-ciri tubuh orangtuanya. Walau masih belia, ia sudah menunjukkan tubuh yang tegap dan tinggi yang diturunkan oleh kakek melalui ibunya, melebihi tinggi rata-rata teman-teman sebayanya. Walau matanya sipit, hidungnya mancung.

Bagi orang Jawa, sudah barang tentu ia dianggap seorang belia yang tampan. Kulitnya sedikit lebih terang bila dibandingkan dengan teman-teman Jawanya, campuran kulit ayah dan kakeknya, walau akan tersamar oleh warna gelap pula karena sering terpapar sinar matahari. Percampuran ini belum selesai sampai disini.

Kecerdasannya yang luar biasa ternyata mampu membuat orangtuanya, terutama ayah dan kakeknya bangga. Karena dalam olah kanuragan ia sepertinya gampang menyerap apapun yang diajarkan oleh kedua guru utamanya tersebut.

Sejak umur tiga tahunan sewaktu pertama kali digembleng, Jayaseta selalu menunjukkan kemajuan yang luar biasa. Seperti kali ini, ketika ayah dan kakeknya mulai menunjukkan jurus-jurus kanuragan menggunakan senjata. Ia dengan segera meniru sebisanya.

Dengan rotan panjang di tangannya, ia berjumpalitan meniru jurus-jurus jian su ayahnya. Tak berapa lama dengan rotan yang sama, ia meloncat-loncat sembari meumutar-mutarkan rotan tersebut meniru gerakan pedang sang kakek.

Kakek dan ayah Jayaseta sebenarnya sudah tak terkejut lagi melihat kemampuan meniru jurus Jayaseta ini. Sejak dari usia enam tahun saja, Jayaseta telah menunjukkan kehebatan dan bakat kanuragannya. Ilmu silat dasar dari pasukan santri Giri yang diberikan ayahnya sejenak saja dapat langsung diselesaikan dalam hitungan bulan. Ilmu pedang, keris dan tombak silat Jawa yang menjadi dasar gerakan pasukan Giri ditelan dengan sekaligus. Maka tak heran Hongko dan Husein berpendapat bahwa sudah saatnya mereka mengajarkan jurus-jurus khusus yang menjadi andalan mereka, ilmu pedang Damaskus dan silat Cina.

Hongsing alias Jayaseta mampu menyerap jurus-jurus pedang sang kakek yang berputar-putar dan membelah dengan tegas itu. Tidak hanya itu, ilmu silat Parsi juga terkenal dengan tangan kosongnya. Bedanya dengan silat Jawa, ilmu silat Parsi mengutamakan bantingan, kuncian dan gulat. Ilmu silat ini memang dirancang bagi para prajurit Parsi yang ketika dalam perang terpaksa kehilangan senjatanya.

Dengan menubruk musuk, bergulat di tanah dan menghancurkan musuh dengan mematahkan tangan atau menghajarnya ketika berada di bawah, merupakan sebuah gaya silat yang tepat untuk sesegera mungkin menghindari sabetan pedang yang memang panjang dan tajam dari musuh.

Dalam ilmu silat, Jayaseta dilatih menyerang musuh dengan memukul dengan telapak tangan dan tinju, menendang dan menyikut. Ia juga diajari menghindar dari serangan, berkelit, menangkis atau mundur menghindar. Namun khusus jurus-jurus Parsi sang kakek, Jayaseta dilatih bagaimana bergulat berguling-guling di tanah, membanting musuh ke bumi dan mengunci persendian lengan, kaki atau leher musuh.

Dengan ilmu silat Parsi ini, otot-otot muda Jayaseta menjadi semakin liat dan kepekaan rasanya semakin terlatih. Ia tidak hanya dapat menyerang dan menghindar dari serangan musuh, ia juga dapat melumpuhkan musuh dengan cara yang tidak diduga-duga. Sedangkan dari sang ayah yang memiliki dasar ilmu Cina suku Hui, Jayaseta dilatih kelincahan dan kelenturan tubuh. Ia dapat melakukan gerakan-gerakan gesit seperti melejit ke udara, berputar, mencelat dan beragam gerakan lincah lainnya.

Dalam usia yang sangat muda Jayaseta telah mampu menyerap kelincahan sang ayahanda, termasuk keuletan sang kakek. Tentu saja Hongko dan Husein tak dapat menahan rasa bangga yang meletup-letup di rongga dada mereka melihat sang cucu dan anak yang juga adalah murid mereka sangat berbakat dalam ilmu kanuragan. Mereka akan lebih bangga lagi bila saja mereka tahu bahwa beberapa tahun kemudian, Nio Kongsing alias Jayaseta akan menjadi seorang pendekar tanpa tanding yang terkenal di jagad persilatan dengan gelar Pendekar Topeng Seribu.

Terpopuler

Comments

y@y@

y@y@

🔥👍🏿👍👍🏿🔥

2022-11-22

3

🍁мαнєѕ❣️💋🄿🄰🅂🄺🄰🄷👻ᴸᴷ

🍁мαнєѕ❣️💋🄿🄰🅂🄺🄰🄷👻ᴸᴷ

. blasteran Jawa parsi dan cina.. ganteng banget pasti

2022-10-11

3

🍁мαнєѕ❣️💋🄿🄰🅂🄺🄰🄷👻ᴸᴷ

🍁мαнєѕ❣️💋🄿🄰🅂🄺🄰🄷👻ᴸᴷ

parsi itu kek orang Arab gitu ya?

2022-10-11

3

lihat semua
Episodes
1 Nio Hongko
2 Nio Kongsing
3 Pendekar Bertopeng Panji
4 Tombak Pusaka Kanjeng Kyai Ageng Plered
5 Kakek Keling dan Rajah Nagataksaka
6 Tendangan Guntur dari Selatan dan Jurus Tanpa Jurus
7 Wejangan
8 Perjalanan ke Mataram
9 Perampokan Seorang Saudagar Arab
10 Si Lebah Siluman
11 Almira
12 Mataram di Mata Jayaseta
13 Kedai Makan
14 Di Atas Kapal
15 Pertarungan
16 Kali Bisaya
17 Sang Pemimpin
18 Jarum Bumi Neraka
19 Pratiwi
20 Kesultanan Banten
21 Jalan Setapak
22 Sarti
23 Lima Iblis Pencium Darah
24 Betawi
25 Budak
26 Pisau Terbang Penari
27 Rajah Garuda Sentanu
28 Serdadu
29 Bandar Niaga
30 Pertarungan di Tanah Merah
31 Rapier & Saber
32 Selipan
33 Badranaya
34 Katana
35 Dua Benteng Pertahanan
36 Jigen
37 Ceruk
38 Bubuk Api
39 Lembing
40 Trisula
41 Sundang Majapahit
42 Jemparing
43 Gandhewa Pamenthaning Cipta
44 Di Grassi
45 Candrasa
46 Lamina
47 Tameng
48 Meester
49 Usadha
50 Zhen Jiu
51 Jalir
52 Caping
53 Sang Kudi Langit
54 Semarang
55 Bangkui Sakti
56 Jung
57 Topeng Ireng Lokajaya
58 Bajak Laut
59 Kuda-Kuda Kaki Bersilang
60 Kulao Bassi
61 Silat Sepapan
62 Rujakpala
63 Si Gelembung Lotong
64 Jurus Badai di Tengah Samudra
65 Perlawanan
66 Tupas
67 Caluk
68 Topeng Buta Merah
69 Sang Penyair Baka
70 Wedhung
71 Lau Siufan
72 Pemabuk
73 Sàam Kûn-thâu
74 Bumi Sukadana
75 Kedai
76 Nukilan
77 Topeng Kayu Berhias Bulu Burung
78 Cindai
79 Silat Gayong
80 Dara Cempaka
81 Hulubalang
82 Kasmaran
83 Silat Pattani
84 Pendekar Paripurna
85 Sirih
86 Arak
87 Wadon
88 Mensa dan Jogo do Pau
89 Obor
90 Rajah Kembang Kenanga
91 Sahabat
92 Kesabaran
93 Pengayau
94 Orang Darat
95 Bunga Terung
96 Damek
97 Kinyah
98 Sanaman Mantikei
99 Antang Menukik
100 Pendekar
101 Asap
102 Tenaga Dalam
103 Lumpur
104 Air Mata
105 Perwira
106 Dim Mak
107 Dipan
108 Pendekar Harimau Muda Kudangan
109 Naibor
110 Jajal Ilmu Kanuragan
111 Silek Harimau
112 Sarung
113 Marabahaya
114 Kepala
115 Bangkui Sakti Memecah Buah
116 Agukng
117 Do Terbang
118 Krontjong
119 Adat
120 Yulgok
121 Sembuh
122 Janji
123 Nan Sarunai
124 Man Da U
125 Ma Ying
126 Pola
127 Jipen Kumang
128 Bumi Kenyalang
129 Jukung
130 Muyejebo
131 Pertempuran Bagian Pertama - Tameng Kayu
132 Pertempuran Bagian Kedua - Saudara
133 Pertempuran Bagian Ketiga - Kepentingan
134 Pertarungan Bagian Keempat - Roh Leluhur
135 Pertarungan Bagian Kelima - Parang Pandat
136 Pertarungan Bagian Keenam - Bedil
137 Pertarungan Bagian Ketujuh - Puting Beliung
138 Tawur
139 Pedang Pekir
140 Latok
141 Jarum
142 Ilmu Sihir
143 Merlin
144 Cuca Bangkai
145 Tali Jerami dan Akar Tanaman
146 Menang Jadi Arang, Kalah Jadi Abu
147 Khun Wanchay Na Ayutthaya
148 Tuan Muda Syaifuddin dan Putri Mayang Delima
149 Sabba
150 Pengait
151 Buntung
152 Kesultanan Johor-Riau
153 Tersohor
154 Fong Pak Laoya
155 Hio
156 Hulubalang Harimau Laut
157 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Pertama - Meriam
158 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedua - Labussa dan Makkawaru
159 Sempalan
160 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketiga - Langkah Empat
161 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keempat - Lopes Fransisco de Paula
162 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kelima - Mah Meri
163 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keenam - Lengah
164 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketujuh - Terhimpit
165 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedelapan - Gaduh dan Kisruh
166 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kesembilan - Berjubelan
167 Kocar-Kacir
168 Jala Jangkung
169 Mata Uang Emas
170 Peudeung
171 Jurus Berpasangan
172 Mossak Toba
173 Lasara
174 Lempengan
175 Pisau Tiuk
176 Tombak Dapur Brongsong Pengait
177 Tusukan Kilat Pelebur
178 Para Penembak
179 Kapal Dagang Melayu
180 Fortaleza de Malaca
181 Gerbang
182 Tempat Arak dari Bambu
183 Colhona
184 Warangan
185 Tujuh
186 Melarikan Diri
187 Mulut Pelabuhan
188 Labbiri
189 Empat Harimau Gayong Melayu
190 Sang Harimau Kedah
191 Sang Harimau Terengganu
192 Sang Harimau Kelantan
193 Desas-Desus
194 Sang Harimau Pattani
195 Dua Utas Tali Jerami
196 Silat Tomoi
197 Pelajaran Pertama - Burung Api
198 Pelajaran Kedua - Curi Jurus
199 Pelajaran Ketiga - Jurus Segala Bentuk
200 Pelajaran Keempat - Terpancing
201 Topeng Penthul Tembem
202 Terikat
203 Paruh Baya
204 Dewa Langkah Tiga
205 Jati Diri
206 Keyakinan
207 Terlontar
208 Tiga
209 Pucok Gunong Sang Harimau Belang
210 Lethwei Thaing
211 Keris Berhulu Anak Ayam
212 Padang Rumput
213 Putus Terpenggal
214 Topeng Iblis Khon
215 Daab
216 Gumunan, Kagetan
217 Krabi Krabong
218 Ayodya
219 Cahaya Bulan
220 Memanen Nyawa Musuh
221 Kotak Kayu
222 Phi Ying Praphet Song
223 Semilir
224 Arthit si Muay Paak Klang
225 Muun Met Mat
226 Amin
227 Pangkal Ibu Jari
228 Tawaran
229 Biksu
230 Kitiran
231 Ringkikan Kuda
232 Ngao
233 Ruang Sempit
234 Dunia Baru
235 Harga Diri
236 Sosok yang Sangat Mengerikan
237 Membaca Gerakan Lawan
238 Lancaran Melayu
239 Kekang Kuda
240 Perompak Đại Việt
241 Perahu-Perahu
242 Logam-Logam Pengait
243 Bahasa Melayu Berlogat Aneh
244 Buritan
245 Bagian Tengah Kapal
246 Beringas
247 Tiga Kapal Pedagang
248 Sabetan Panjang
249 Annam
250 Menerkam Dalam Diam
251 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Pertama: Naluri Pratiwi
252 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kedua: Yu Melaju
253 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketiga: Bertukar Senyum Samar
254 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempat: Unsur-Unsur Pedang Lentur
255 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelima: Busana yang Sedikit Berbeda
256 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenam: Mendadak Meledak
257 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuh: Periksa Nakhoda
258 Pertempuran di Sungai Bagian Kedelapan: Hitam Jahanam
259 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesembilan: Mengerang dengan Wajah Menggarang
260 Pertempuran di Sungai Bagian Kesepuluh: Berseru dan Menderu
261 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesebelas: Berkobar Semakin Liar
262 Kejayaan dan Kepuasan
263 Cuilan
264 Jaka Lelana
265 Mulut Terbuka Menganga
266 Menahan Laju Tunjaman
267 Lembing Bambu Runcing
268 Mengirimkan Rasa Takut
269 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keduabelas: Tergeletak di Atas Geladak
270 Jurus-Jurus Bersudut Tajam
271 Apa Mau Dikata
272 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketigabelas: Bergelimpangan Akibat Pertempuran
273 Menyerang Musuh Tanpa Menyentuh
274 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempatbelas: Terlalu Lama Mencoba
275 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelimabelas: Serang Semua! Bersama-Sama!
276 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenambelas: Mundur Dengan Teratur
277 Thai
278 Lâm
279 Tertambat
280 Karat Darah
281 Berdarah Murni
282 Mendengar Langkah Musuh
283 Ancaman Nyata
284 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuhbelas: Nama Itu Untuk Dirimu
285 Sosok Gelap
286 Lempengan
287 Pelempar
288 Sinar Jingga
289 Mandala
290 Perintah
291 Racun
292 Ledakan
293 Pengecut
294 Cakar
295 Ban Yipun
296 Darah
297 Tanpa Basa-Basi
298 Nakhon Si Thammarat
299 Di Tepi Sungai
300 Orang Champa
301 Harimau Siam
302 Tumbang Menjadi Mayat
303 Lebam Membiru dan Menghitam
304 Patah
305 Sekarat
306 Bokator
307 Pelataran
308 Orang Asing
309 Sudiamara
310 Timur
311 Berita
312 Kesanga
313 Rencana
314 Tengger
315 Korban Pertama
316 Cemeti
317 Kuda
318 Payung Pertahanan
319 Harimau Putih Menggasak Bumi
320 Murka
321 Seutas Tali
322 Saka Guru
323 Cabai
324 Sake
325 Rua Mat
326 Garis Nasib yang Serupa
327 Penjelasan
328 Kemungkinan Selalu Ada
329 Lengan Menyilang
330 Jauh dari Kata Selesai
331 Perhatian Besar
332 Merembes
333 Arquebus
334 Membungkuk Siap Terlontar
335 Rencana dan Keinginan yang Gila
336 Memotong Dari Atas ke Bawah
337 Naginatajutsu
338 Tiga Dewa Kematian
339 Mementingkan Kepentingan Sendiri
Episodes

Updated 339 Episodes

1
Nio Hongko
2
Nio Kongsing
3
Pendekar Bertopeng Panji
4
Tombak Pusaka Kanjeng Kyai Ageng Plered
5
Kakek Keling dan Rajah Nagataksaka
6
Tendangan Guntur dari Selatan dan Jurus Tanpa Jurus
7
Wejangan
8
Perjalanan ke Mataram
9
Perampokan Seorang Saudagar Arab
10
Si Lebah Siluman
11
Almira
12
Mataram di Mata Jayaseta
13
Kedai Makan
14
Di Atas Kapal
15
Pertarungan
16
Kali Bisaya
17
Sang Pemimpin
18
Jarum Bumi Neraka
19
Pratiwi
20
Kesultanan Banten
21
Jalan Setapak
22
Sarti
23
Lima Iblis Pencium Darah
24
Betawi
25
Budak
26
Pisau Terbang Penari
27
Rajah Garuda Sentanu
28
Serdadu
29
Bandar Niaga
30
Pertarungan di Tanah Merah
31
Rapier & Saber
32
Selipan
33
Badranaya
34
Katana
35
Dua Benteng Pertahanan
36
Jigen
37
Ceruk
38
Bubuk Api
39
Lembing
40
Trisula
41
Sundang Majapahit
42
Jemparing
43
Gandhewa Pamenthaning Cipta
44
Di Grassi
45
Candrasa
46
Lamina
47
Tameng
48
Meester
49
Usadha
50
Zhen Jiu
51
Jalir
52
Caping
53
Sang Kudi Langit
54
Semarang
55
Bangkui Sakti
56
Jung
57
Topeng Ireng Lokajaya
58
Bajak Laut
59
Kuda-Kuda Kaki Bersilang
60
Kulao Bassi
61
Silat Sepapan
62
Rujakpala
63
Si Gelembung Lotong
64
Jurus Badai di Tengah Samudra
65
Perlawanan
66
Tupas
67
Caluk
68
Topeng Buta Merah
69
Sang Penyair Baka
70
Wedhung
71
Lau Siufan
72
Pemabuk
73
Sàam Kûn-thâu
74
Bumi Sukadana
75
Kedai
76
Nukilan
77
Topeng Kayu Berhias Bulu Burung
78
Cindai
79
Silat Gayong
80
Dara Cempaka
81
Hulubalang
82
Kasmaran
83
Silat Pattani
84
Pendekar Paripurna
85
Sirih
86
Arak
87
Wadon
88
Mensa dan Jogo do Pau
89
Obor
90
Rajah Kembang Kenanga
91
Sahabat
92
Kesabaran
93
Pengayau
94
Orang Darat
95
Bunga Terung
96
Damek
97
Kinyah
98
Sanaman Mantikei
99
Antang Menukik
100
Pendekar
101
Asap
102
Tenaga Dalam
103
Lumpur
104
Air Mata
105
Perwira
106
Dim Mak
107
Dipan
108
Pendekar Harimau Muda Kudangan
109
Naibor
110
Jajal Ilmu Kanuragan
111
Silek Harimau
112
Sarung
113
Marabahaya
114
Kepala
115
Bangkui Sakti Memecah Buah
116
Agukng
117
Do Terbang
118
Krontjong
119
Adat
120
Yulgok
121
Sembuh
122
Janji
123
Nan Sarunai
124
Man Da U
125
Ma Ying
126
Pola
127
Jipen Kumang
128
Bumi Kenyalang
129
Jukung
130
Muyejebo
131
Pertempuran Bagian Pertama - Tameng Kayu
132
Pertempuran Bagian Kedua - Saudara
133
Pertempuran Bagian Ketiga - Kepentingan
134
Pertarungan Bagian Keempat - Roh Leluhur
135
Pertarungan Bagian Kelima - Parang Pandat
136
Pertarungan Bagian Keenam - Bedil
137
Pertarungan Bagian Ketujuh - Puting Beliung
138
Tawur
139
Pedang Pekir
140
Latok
141
Jarum
142
Ilmu Sihir
143
Merlin
144
Cuca Bangkai
145
Tali Jerami dan Akar Tanaman
146
Menang Jadi Arang, Kalah Jadi Abu
147
Khun Wanchay Na Ayutthaya
148
Tuan Muda Syaifuddin dan Putri Mayang Delima
149
Sabba
150
Pengait
151
Buntung
152
Kesultanan Johor-Riau
153
Tersohor
154
Fong Pak Laoya
155
Hio
156
Hulubalang Harimau Laut
157
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Pertama - Meriam
158
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedua - Labussa dan Makkawaru
159
Sempalan
160
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketiga - Langkah Empat
161
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keempat - Lopes Fransisco de Paula
162
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kelima - Mah Meri
163
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keenam - Lengah
164
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketujuh - Terhimpit
165
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedelapan - Gaduh dan Kisruh
166
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kesembilan - Berjubelan
167
Kocar-Kacir
168
Jala Jangkung
169
Mata Uang Emas
170
Peudeung
171
Jurus Berpasangan
172
Mossak Toba
173
Lasara
174
Lempengan
175
Pisau Tiuk
176
Tombak Dapur Brongsong Pengait
177
Tusukan Kilat Pelebur
178
Para Penembak
179
Kapal Dagang Melayu
180
Fortaleza de Malaca
181
Gerbang
182
Tempat Arak dari Bambu
183
Colhona
184
Warangan
185
Tujuh
186
Melarikan Diri
187
Mulut Pelabuhan
188
Labbiri
189
Empat Harimau Gayong Melayu
190
Sang Harimau Kedah
191
Sang Harimau Terengganu
192
Sang Harimau Kelantan
193
Desas-Desus
194
Sang Harimau Pattani
195
Dua Utas Tali Jerami
196
Silat Tomoi
197
Pelajaran Pertama - Burung Api
198
Pelajaran Kedua - Curi Jurus
199
Pelajaran Ketiga - Jurus Segala Bentuk
200
Pelajaran Keempat - Terpancing
201
Topeng Penthul Tembem
202
Terikat
203
Paruh Baya
204
Dewa Langkah Tiga
205
Jati Diri
206
Keyakinan
207
Terlontar
208
Tiga
209
Pucok Gunong Sang Harimau Belang
210
Lethwei Thaing
211
Keris Berhulu Anak Ayam
212
Padang Rumput
213
Putus Terpenggal
214
Topeng Iblis Khon
215
Daab
216
Gumunan, Kagetan
217
Krabi Krabong
218
Ayodya
219
Cahaya Bulan
220
Memanen Nyawa Musuh
221
Kotak Kayu
222
Phi Ying Praphet Song
223
Semilir
224
Arthit si Muay Paak Klang
225
Muun Met Mat
226
Amin
227
Pangkal Ibu Jari
228
Tawaran
229
Biksu
230
Kitiran
231
Ringkikan Kuda
232
Ngao
233
Ruang Sempit
234
Dunia Baru
235
Harga Diri
236
Sosok yang Sangat Mengerikan
237
Membaca Gerakan Lawan
238
Lancaran Melayu
239
Kekang Kuda
240
Perompak Đại Việt
241
Perahu-Perahu
242
Logam-Logam Pengait
243
Bahasa Melayu Berlogat Aneh
244
Buritan
245
Bagian Tengah Kapal
246
Beringas
247
Tiga Kapal Pedagang
248
Sabetan Panjang
249
Annam
250
Menerkam Dalam Diam
251
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Pertama: Naluri Pratiwi
252
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kedua: Yu Melaju
253
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketiga: Bertukar Senyum Samar
254
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempat: Unsur-Unsur Pedang Lentur
255
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelima: Busana yang Sedikit Berbeda
256
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenam: Mendadak Meledak
257
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuh: Periksa Nakhoda
258
Pertempuran di Sungai Bagian Kedelapan: Hitam Jahanam
259
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesembilan: Mengerang dengan Wajah Menggarang
260
Pertempuran di Sungai Bagian Kesepuluh: Berseru dan Menderu
261
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesebelas: Berkobar Semakin Liar
262
Kejayaan dan Kepuasan
263
Cuilan
264
Jaka Lelana
265
Mulut Terbuka Menganga
266
Menahan Laju Tunjaman
267
Lembing Bambu Runcing
268
Mengirimkan Rasa Takut
269
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keduabelas: Tergeletak di Atas Geladak
270
Jurus-Jurus Bersudut Tajam
271
Apa Mau Dikata
272
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketigabelas: Bergelimpangan Akibat Pertempuran
273
Menyerang Musuh Tanpa Menyentuh
274
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempatbelas: Terlalu Lama Mencoba
275
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelimabelas: Serang Semua! Bersama-Sama!
276
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenambelas: Mundur Dengan Teratur
277
Thai
278
Lâm
279
Tertambat
280
Karat Darah
281
Berdarah Murni
282
Mendengar Langkah Musuh
283
Ancaman Nyata
284
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuhbelas: Nama Itu Untuk Dirimu
285
Sosok Gelap
286
Lempengan
287
Pelempar
288
Sinar Jingga
289
Mandala
290
Perintah
291
Racun
292
Ledakan
293
Pengecut
294
Cakar
295
Ban Yipun
296
Darah
297
Tanpa Basa-Basi
298
Nakhon Si Thammarat
299
Di Tepi Sungai
300
Orang Champa
301
Harimau Siam
302
Tumbang Menjadi Mayat
303
Lebam Membiru dan Menghitam
304
Patah
305
Sekarat
306
Bokator
307
Pelataran
308
Orang Asing
309
Sudiamara
310
Timur
311
Berita
312
Kesanga
313
Rencana
314
Tengger
315
Korban Pertama
316
Cemeti
317
Kuda
318
Payung Pertahanan
319
Harimau Putih Menggasak Bumi
320
Murka
321
Seutas Tali
322
Saka Guru
323
Cabai
324
Sake
325
Rua Mat
326
Garis Nasib yang Serupa
327
Penjelasan
328
Kemungkinan Selalu Ada
329
Lengan Menyilang
330
Jauh dari Kata Selesai
331
Perhatian Besar
332
Merembes
333
Arquebus
334
Membungkuk Siap Terlontar
335
Rencana dan Keinginan yang Gila
336
Memotong Dari Atas ke Bawah
337
Naginatajutsu
338
Tiga Dewa Kematian
339
Mementingkan Kepentingan Sendiri

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!