Perjalanan ke Mataram

Hari dimana Jayaseta akan memulai perjalanan sudah sampai. Ia mengenakan celana pangsi hitam selutut dengan jarit yang mengelilingi bagian bawah tubuhnya dan baju berlengan tanpa kancing. Kakek Keling membekalinya dengan sebuah tas buntalan terbuat dari kulit yang kuat namun ringan. Sang kakek juga membekali Jayaseta dengan keping uang perak dan emas untuk ia gunakan selama perjalanan. Di dalam tas buntalan itu, Jayaseta memasukkan beberapa selembar pakaian dan celana ganti saja. Sisanya ia malah memasukkan topeng-topeng kesayangannya.

Selain itu, tiga buah cakram seukuran gelang yang dulu telah diberikan sang kakek kepada Jayaseta juga ia bawa. Ia letakkan ketiga buah senjata lempar yang sangat tajam itu di kepalanya. Bagian tengah cakram yang berlobang ditempatkan tepat di gelungan rambut di puncak kepala Jayaseta dan membuatnya tertutup oleh iket sehingga terlihat seperti penutup kepala biasa belaka.

Sebelum berangkat ke Mataram seperti anjuran sang kakek guru, Jayaseta mengunjungi makam nenek, kakek, ibu dan ayahnya yang terpisah di beragam tempat di Giri. Doa ia lambungkan, beragam curahan hati juga ia sampaikan kepada Tuhan yang maha kuasa. Ia mantapkan hati dan berjalan meninggalkan tanah Giri dan Gresik yang sepertinya masih terasa panas. Ia melambaikan tangan ke arah kakek Keling yang membalasnya dengan anggukan dan senyuman kecil.

Entah nasib, entah takdir, baru empat hari perjalanan, Jayaseta sudah menemukan ketidakadilan yang terjadi di depan matanya yang membuat Jayaseta sebenarnya sangat bimbang. Di satu sisi dari awal ia dengan perasaan yang meledak-ledak ingin mengalami kehidupa sebenar-benarnya melalui pengelanaan ini. Ia sudah pasti siap menghadapi segala marabahaya yang hadir. Namun di sisi lain ia bukan si pencari perkara. Tidak mungkin perjalanan ini selalu ia gunakan untuk bertarung.

Namun, jiwa keadilan yang melekat di dalam tubuhnya gampang sekali bergolak, meski tak jarang ia khawatir bahwasanya ia akan memiliki kecenderungan mencari masalah dan jumawa karena merasa perlu menggunakan kemampuan silatnya untuk membela orang-orang yang ia anggap sebagai korban. Rasa keadilannya pun harus perlu diasah untuk membedakan mana yang benar, mana yang salah. Tidak semua kejahatan terpapar telanjang di depan mata. Ada kalanya penjahat berwajah malaikat, berbau mawar, dan berkata-kata surga.

Namun kali ini bukanlah hal yang sulit melihat apa yang terjadi. Seorang jawara silat sedang mengamuk di sebuah pemukiman. Dari sebuah tegalan yang ditumbuhi tamanan ketela dan bebatuan, Jayaseta merunduk dan melihat tepat di bawah tegalan berbentuk bukit itu keramaian yang terjadi di bawah.

Di sebuah pelataran bangunan gedek reot yang nampaknya biasa digunakan bagi para petani berkumpul, rehat dari kegiatan pertaniannya, terlihat dua orang petani terluka parah, sedangkan petani yang lain riuh dan terpencar-pencar. Mata mereka menunjukkan rasa takut melihat seseorang yang sedang mengamuk dengan sebuah pedang yang sangat panjang di tangan kanannya. Pedang itu agak berbeda dengan pedang yang pernah Jayaseta lihat karena panjangnya memang luar biasa.

Pedang adalah sebuah senjata yang paling awam dan di kenal di segala negeri dan latar belakang budaya yang berbeda. Hanya saja, dalam sebuah perang atau pertempuran, pedang bukanlah senjata utama yang digunakan. Seorang punggawa biasanya membawa lebih dari satu pedang atau senjata tajam lainnya seperti keris, golok atau belati. Tombak adalah senjata utama dalam sebuah peperangan.

Ini dikarenakan pedang sebenarnya sangat mudah rusak, sompel, bengkok dan patah. Sebuah pedang kerap patah ketika beradu dengan pedang lain. Pedang yang agak panjang ketika patah akan diasah dan dibentuk lagi sehingga menjadi sebuah pedang yang lebih pendek. Sedangkan untuk menyambungkan bilah pedang yang patah tepat di tengah, biasanya akan ditambal menggunakan tumpukan baja lagi dan ditempa kembali.

Oleh sebab itu seorang pandai besi memiliki derajat yang tinggi dan sangat dihormati karena kemampuannya tersebut. Mengingat semua pelajaran jurus berpedang dari ayah, kakek serta wejangan Kakek Keling serta pengalamannya sendiri, Jayaseta mampu melihat penggunaan sesungguhnya dari sebuah pedang.

Namun sebenarnya ada apa gerangan? Agak sulit bagi Jayaseta untuk mengacuhkan apa yang terjadi. Sudah jelas para petani yang semuanya bertelanjang dada itu berusaha menghindar dengan bergulingan dan merangkak di tanah. Tampang mereka sangat menyedihkan. Apalagi kedua rekan mereka sudah terkena bacokan dan terkapar tidak diketahui keadaan sebenarnya.

Mau bagaimana lagi, ini sudah merupakan sebuah ketidakadilan. Ada yang perlu dibela disini. Paling tidak, pertumpahan darah yang tidak berguna dapat dihindari.

Jayaseta pun langsung mengeluarkan topeng panji dari tas buntal kulitnya, melepas baju berlengan tanpa kancing serta jarit yang melingkari bagian bawah tubunya. Ia sekarang hanya mengenakan celana pangsi selutut yang diikat di bagian pinggang, bertelanjang dada dan bertopeng Panji. Dalam satu gerakan saja ia meloncat dan berputar sekali ke udara dan turun dengan mantap di tanah.

Si jawara yang mengamuk dengan pedang panjangnya mendengar ada sosok seseorang yang tiba-tiba muncul di belakangnya. Pastilah si jawara juga memiliki ilmu kanuragan yang tidak bisa dianggap sepele karena Jayaseta turun dari bukit tegalan dengan ilmu meringankan tubuh yang cukup tinggi sehingga hampir tak berbunyi sama sekali namun begitu si jawara dengan sadar menengok ke belakang.

Sang jawara terkekeh demi sekarang melihat sesosok orang yang aneh berdiri di depannya sedangkan para petani yang juga keheranan dan terkaget-kaget dengan kedatangan sosok ini serta segera mengamankan kedua teman mereka dan menyingkir ke keadaan yang lebih aman. Namun begitu mereka tidak kabur, malah masih ingin melihat apa yang akan terjadi karena penasaran dengan kemunculan sesosok bertopeng panji bertelanjang dada dan bergelung keling – rabut panjang yang digelung melingkar di atas kepala – yang entah kapan dan darimana munculnya secara tiba-tiba.

Si jawara dengan pedang panjang ini pun bertelanjang dada dan mengenakan sehelai cawat berwarna abu-abu gelap. Pedang panjangnya ia sampirkan di bahu. Suara kekehannya terus berkumandang pelan. Hawa jahat dan kependekaran orang ini terus terang membuat Jayaseta semakin awas di balik topengnya. Rambut sang jawara yang panjang awut-awutan mengesankannya seperti orang tidak warasa saja, namun tatapan matanya yang tajam yang disembunyikan dibalik kekehan gilanya yang tak berkesudahan tak dapat menipu naluri kependekaran Jayaseta.

Keduanya berdiri berhadapan dalam beberapa waktu. Pemandangan ini bagi para petani malang tersebut adalah sebuah hal yang makin terlihat aneh, padahal kedua pendekar ini sedang menakar kemampuan masing-masing. Tentu saja si jawara berambut acak-acakan berpedang panjang dan bercawat abu-abu gelap itu masih terus terkekeh.

Selang beberapa tarikan nafas tanpa kata sama sekali Jayaseta pun menghambur maju menggunakan Tendangan Gledeknya mengincar kaki sang jawara. Kekehan panjang terdengar dari mulut sang jawara dengan deretan gigi-gigi hitamnya dengan diikuti loncatan sigap ke udara menghindari serangan Jayaseta ini.

Tidak hanya melompat, sang jawara menebaskan pedang panjangnya ke bawah ke arah datangnya lawan. Jayaseta berguling menghindari pedang yang tebasannya menyabet tanah dan membuat guratan panjang dan dalam di sana. Gerakan kedua orang yang sangat cepat tersebut membuat para petani semakin menganga bingung harus bagaimana bersikap.

Pedang panjang sang jawara memiliki banyak keuntungan dalam sebuah pertarungan satu lawan satu seperti ini. Jaraknya yang panjang membuat musuh akan kesulitan untuk mendekat. Maka dari itu Jayaseta melepaskan satu cakramnya dari gelungannya dan melemparkan ke arah sang jawara.

TING!

Cakram beradu dengan ujung pedang sang jawara yang dengan kepekaan seorang pendekar mampu menepis sejata rahasia tersebut. Hal ini sudah diperkirakan oleh Jayaseta karena memang serangan cakram ini bukanlah serangan yang utama, karena walau lemparannya dapat ditepis Jayaseta dapat merengsek maju dan melemparkan satu buah cakramnya lagi.

TING!

Kembali cakram yang kedua dapat ditepis dengan pedang panjang sang jawara. Bedanya kali ini satu jengkal ujung pedang sang jawara patah dan terlempar lumayan jauh. Ini membuktikan hebatnya cakram buatan sang Kakek Keling. Serangan kedua inipun sudah diperkirakan Jayaseta.

Serangan pertama mengikis pedang di bagian ujungnya dan berhasil dipatahkan oleh serangan kedua karena dengan pedang yang panjang tersebut biasanya bagian ujung lah yang merupakan bagian yang rawan rusak. Akibatnya jarak pedang panjang tersebut menjadi terpotong dan Jayaseta berhasil mendekat dan kembali melancarkan sebuah tendangan ke arah bawah tubuh sang jawara.

BRAK!

Paha sang jawara terkena tendangan Jayaseta dengan telak dan membuat nya hilang keseimbangan dan terlempar jatuh. Dasar jawara gila. Ia bangun dengan cepat walau masih hilang keseimbangan, menepuk-nepuk pahanya dan terkekeh-kekeh lagi tanpa terlihat rasa sakit di raut wajahnya. Ia melihat pedangnya yang kini telah berkurang panjangnya, menggeleng dan kekehannya perlahan menjadi sebuah tawa berat yang aneh.

Seorang pendekar mungkin akan paham bahwa ini adalah sebuah perasaan aneh seorang jawara yang senang karena mendapatkan lawan yang kuat atau pantas disandingkan dengan kesaktiannya. Seorang pendekar yang berjalan di jalan kanuragan tidak akan menyesal bila kematiannya berada di tangan seseorang yang pantas. Ya, nampaknya jawara gila ini sudah sampai di taraf tersebut, kematian di jalan pedang adalah kematian yang ia idam-idamkan.

Sinar aneh di mata sang jawara bersinar membara melihat Jayaseta dengan pedang puntungnya ia menghambur maju membabat Jayaseta. Tapi kali ini serangannya menggila, dalam sekali serangan saja ia telah mencoba memotong-motong Jayaseta dengan dua kali babatan menyilang dan tiga kali tebasan atas dan bawah yang semuanya dihindari Jayaseta dengan berguling dan mencelat mundur sejauh mungkin.

Jayaseta juga semakin paham betapa sabetan pedang sang jawara memang sangat berbahaya walau ujungnya sudah patah dan panjangnya berkurang. Jurus-jurus yang ia hadapi ini sangat mirip dengan jurus-jurus para prajurit Mataram, syukur pedangnya sudah tidak sepanjang tadi karena pedang panjang yang ia gunakan memberikan rasa bahaya yang lebih besar.

Melihat serangannya dapat dihindari oleh musuh, sang jawara sekarang benar-benar mengubah kekehannya menjadi tawa. Matanya semakin berkobar mengerikan. Ia mengangkat tangannya lagi siap untuk membabat Jayaseta. Saat itulah pedang panjang putungnya jatuh ke tanah disertai keempat jarinya yang memegang gagang pedang tersebut. Dalam sebuah gerakan yang luar biasa cepatnya Jayaseta kali ini berhasil memapras putus jari sang jawara dengan cakram terakhirnya tanpa sempat diperkirakan sebelumnya.

Sang jawara melongo melihat keempat jari kanannya, kecuali ibu jari, sudah menghilang dari tempatnya. Tak ada ringisan kesakitan sedikitpun. Bahkan ia akan mulai tertawa ketika kerongkongannya tersendat oleh hantaman telak di dadanya. Jayaseta kembali memberikan Tendangan Geledeknya dan sebuah hantaman sisi telapak tangan bersarang di tengkuk sang jawara dan membuatnya terjerembab tanpa sempat mengeluarkan kekehan atau tawa aneh terakhirnya karena ia tak sadarkan diri untuk waktu yang sangat lama.

Para petani yang ketakutan perlahan mendekati sang jawara yang selama ini mereka takuti. Dibalik raut wajah mereka yang kebingungan dan ketakutan di waktu yang sama, mereka juga menyimpan gelora kelegaan dan kegembiraan yang serasa ingin meledak.

Jayaseta memungut ketiga cakramnya dan meletakkan kembali di gelungnya. Tanpa bicara, tanpa terlihat raut wajahnya sama sekali, Jayaseta hanya mengangguk di balik topengnya. Para petani menunduk-nunduk berterimakasih kepada sang sosok pendekar antah berantah ini.

“Haduh … terimakasih kisanak, terimakasih ngger. Kami tidak tahu siapa angger ini, tapi kami yakin angger sakti mandraguna ini adalah pendekar yang baik hati,” salah satu petani yang mungkin paling dituakan diantara mereka berterimakasih kepada Jayaseta. Ini kemudian langsung diikuti dengan ucapan terimakasih seluruh petani miskin tersebut.

Mereka kemudian menjelaskan bahwa si jawara merupakan seorang mantan prajurit Mataram yang meninggalkan ketentaraannya karena kalah di perang melawan pasukan kompeni di Betawi. Sang Sultan Agung Hanyakrakusuma memerintahkan untuk menghukum para prajurit yang kalah di medan laga tersebut dengan memenggal kepala mereka. Sang jawara sendiri adalah salah satu dari banyak prajurit yang melarikan diri dari hukuman mati sang raja.

Setelah lewat beberapa tahun, banyak prajurit yang ternyata linglung dan luntang-lantung tanpa tujuan dan akhirnya menjadi perampok, begundal dan beragam kejahatan lain. Dari sini Jayaseta mengerti mengapa cara bertarung sang jawara serupa dengan prajurit Mataram yang pernah ia hadapi dahulu. Ini juga menjelaskan mengenai kegilaan sang jawara.

Sang jawara ini sudah berkali-kali datang ke kampung mereka dan meminta makan dan uang dengan paksa. Jagoan kampung berhasil ia bunuh dan membuat warga yang memang hampir semua adalah petani menjadi ketakutan. Jadi mereka lebih baik menuruti orang itu yang datang dan pergi sesuka hati, sampai hari ini dimana orang-orang kampung sudah tidak mampu untuk menuruti keinginannya, ia malah mengamuk di sawah.

Jayaseta mendengarkan mereka dengan sedikit saja bicara. Ini membuat sosoknya semakin membuat penasaran meski para petani ini kemudian berterima kasih dengan sangat dan akan memenjarakan sang jawara dengan melaporkannya pada kedipaten.

Apalagi Jayaseta meyakinkan bahwa sang musuh sudah tidak akan mampu bertindak sesuka hati lagi kerena ia telah meremukkan tulang dada sang jawara dan memutuskan urat di lehernya, tak terhitung empat jari yang terputus, membuatnya akan kesulitan bahkan untuk mengangkat cangkul saja.

Tanpa sadar kejadian ini adalah titik awal cerita kemahsyuran Jayaseta di tanah Jawa. Berita mengenai seorang pendekar dengan topeng yang mengalahkan banyak pendekar berilmu tinggi dan para penjahat langsung menyebar dalam beberapa bulan purnama.

Walau sebenarnya Jayaseta hanya mengenakan kurang lebih tiga buah topeng, dan kadang ia hanya menutup wajahnya dengan kain, orang-orang sudah terlanjur menjulukinya Pendekar Topeng Seribu karena topeng yang ia gunakan selalu berganti-ganti antara satu berita dengan berita lain. Satu hal yang membuat banyak orang yakin mengenai adanya sosok ini adalah karena jurus-jurus yang ia peragakan sama sekali lain dan tidak dapat ditebak bentuknya.

Jurus-jurusnya seperti kumpulan gerakan orang yang hanya menyesuaikan dengan gerak lawan. Namun begitu tidak ada yang menyangsikan keampuhan dari jurus-jurus yang Pendekar Topeng Seribu ini miliki.

Dalam waktu beberapa pekan saja perjalanan Jayaseta ia sudah melumpuhkan para pencari gara-gara di beragam kampung. Ia sempat dua kali berhadapan dengan dua orang pendekar yang sedang turun gunung dari padepokan untuk menjajal ilmu mereka.

Kebetulan pula dua orang ini, walau berbeda waktu dan perguruan, sama-sama berasal dari kelompok pendekar beraliran hitam. Jayaseta jadi semakin merasa bahwa ia memang harus menghadapi dunia di Jawadwipa yang sebenarnya. Keras dan liar, dimana sebagai seorang pendekar ia tidak mungkin menghindar dari pertarungan.

Seperti biasa, orang-orang semacam ini akan mencoba mencari masalah dan menantang siapa saja yang dianggap pantas menghadapi mereka. Satu orang terpaksa tewas di tangan Jayaseta karena jarum-jarum racun yang ia gunakan dilemparkan dengan membabi buta dan melukai banyak orang.

Jarum Bumi Neraka adalah perguruan silat yang banyak menelurkan pendekar-pendekar mumpuni, sayangnya murid-murid Jarum Bumi Neraka selalu terlibat dalam beragam peperangan dan dibayar serta digunakan oleh banyak penguasa untuk tujuan-tujuan mereka.

Murid-murid Jarum Bumi Neraka sempat mendapatkan nama baik ketika beberapa dari mereka menjadi anggota telik sandi pasukan Mataram sewaktu penyerangan ke Betawi. Lagi-lagi nama itu kembali memburuk ketika pada serangan Sultan Agung kedua, para telik sandi itu dihadapkan dengan para murid Jarum Bumi Neraka lain yang berhasil dipekerjakan kompeni Walanda untuk melawan serang pasukan Mataram.

Dengan jurus-jurus rahasia ini, murid-murid Jarum Bumi Neraka memang hebat dalam tugas-tugas rahasia. Lemparan jarum-jarum hitam mereka tidak hanya sekadar menancap pada tubuh lawan, namun mampu menembusnya. Ini dikarenakan selain ketepatan dan kemampuan melempar yang harus dipelajari, mereka juga dilatih menggunakan tenaga dalam sehingga lemparan jarum tersebut semakin berbahaya.

Murid-murid yang dipekerjakan kompeni inilah yang diberikan tugas membakar lumbung-lumbung makanan pasukan Mataram serta membunuh pasukan Mataram sebanyak mungkin. Ketika kedua golongan murid Jarum Bumi Neraka yang berada di dua pihak itu bertemu, kedua kelompok tersebut memutuskan untuk berpihak pada kompeni karena dianggap lebih menguntungkan. Kekalahan Mataram pun jelas terpampang.

Untuk melawan musuh yang sama sekali tidak peduli dengan apapun ini, Jayaseta terpaksa membungkam mereka dengan lebih sungguh-sungguh. Namun pertarungan ini tidak mungkin ia lawan hanya dengan menghindari lemparan jarum-jarum berbahaya itu. Sembari berputar dan berguling menghindar, Jayaseta terpaksa harus menghancurkan beberapa tiang bambu sebuah warung makan dimana perkelahian ini terjadi.

Tiang-tiang bambu ini digunakan Jayaseta untuk menangkisi serangan-serangan sang lawan, hingga akhirnya ia menemukan sebuah pisau dapur yang ia gunakan untuk menangkisi jarum lawan sembari merengsek masuk.

Tentu saja ini bukan perkara gampang. Jarum-jarum itu melesat dengan kecepatan dan diimbangi dengan tenaga dalam pula. Angin panas serasa menyertai jarum-jarum itu. Dengan gaya itu pula Jayaseta mengalirkan tenaga dalamnya ke sepotong besi pisau dapur yang biasa dan ringkih tersebut karena bukan digunakan untuk bertarung.

Hasilnya, gesekan pisau dan jarum yang memantul menimbulkan percikan api dan hembusan tenaga yang luar biasa. Warung porak poranda, namun Jayaseta berhasil mendekati musuh dan menanamkan pisau tersebut di delapan bagian tubuh musuh yang kemudian membuatnya terjengkang tanpa nafas dengan darah membanjiri lantai.

Di kesempatan lain, pertemuan terjadi di pasar yang begitu ramai. Orang berjualan ayam, ikan, sayur mayur dan mainan anak-anak di pagi yang cerah itu diganggu oleh seseorang yang mencari gara-gara. Ia merusak warung dan kedai dengan tangan kosong.

Pukulannya menderu-deru bagai godam. Bahkan tubuhnya yang bagai raksasa itu juga kebal dari segala bacokan. Pokoknya pendekar ini benar-benar menggunakan kekuatan badannya yang mengerikan. Tak heran ia menyebut dirinya Raksasa Bukit Batu, karena selain badannya yang besar bagai raksasa, tubuhnya pun keras bagai batu.

Namun begitu Jayaseta sudah siap sekali menghadapi lawan semacam ini. Sekali lagi, ia tidak berkeinginan menantang sang pendekar, walau si Raksasa memang bertujuan mencari lawan yang pantas untuk ia kalahkan.

Jayaseta hanya ingin menghentikan perbuatan mengganggu orang ini. Cara satu-satunya ia terpaksa menantang si raksasa di sebuah alun-alun dekat pasar dengan disaksikan banyak orang. Ia benci ini, ia tidak mau menjadi pusat perhatian, ditonton ketika berkelahi. Perkelahian bukanlah suatu hal yang patut dijadikan hiburan dengan tepukan dan sorakan para penyimak. Oleh sebab itu ia harus menyelesaikan pertarungan ini sesegera mungkin.

Sang Raksasa selain besar tubuhnya juga geraknya sangat gesit. Hal ini yang sedikit luput dari perkiraan Jayaseta. Kedua lengan dan kakinya beberapa kali menghantam pertahanan Jayaseta dan membuatnya tergetar karena begitu kuatnya serangan tersebut. Tenaga dalam yang dialirkan sang Raksasa mengalir merata ke semua bagian tubuhnya. Pendekar semacam ini biasanya juga melatih kekebalan pada bagian-bagian tubuhnya yang lemah dan rawan seperti leher, ulu hati, perut, bahkan ************. Namun bagaimana dengan mata, pikir Jayaseta.

Dengan gerakan berputar-putar yang membingungkan, lima jari Jayaseta membentuk sayap Garuda dan terkembang berkelebat menyerang kedua mata sang raksasa. Teriakan perih menggema. Karena kelengahan ini, Jayaseta dengan kecepatan bagai setan memukul bertubi-tubi ke seluruh bagian lemah sang lawan. Ini dimungkinkan karena dengan mata yang walau hanya sedikit terluka, namun sang Raksasa akhirnya menjadi lengah.

Itulah saatnya Jayaseta benar-benar menggunakan kesempatan menghajar habis sang musuh. Serangan dengan cepat menghajar wajah, dagu, leher, dada, pinggang, ulu hati, ************, paha, lutut dan tulang kering. Sang Raksasa jatuh berdebum. Tidak menyangka selama ini ia telah berlatih habis-habisan untuk dapat menerima segala jenis serangan ke tubuhnya malah kalah dengan pukulan yang bertubi-tubi dilancarkan ke tubuhnya. Ia jadi semacam sasaran pukul dan latihan orang bertopeng ini.

Seluruh ototnya meregang, mungkin beberapa bagian tulangnya retak. Ia masih bisa sembuh, tapi sudah tidak mungkin sombong karena berhasil dipermalukan oleh orang asing bertopeng hanya dalam waktu sekejap. Serangannya dihindari dengan baik oleh si sosok bertopeng, matanya diserang, kemudian ia dihajar.

Sesederhana itu.

Bukan senjata yang melukainya, namun tinju, kepal dan tendangan yang menghancurkan tubuhnya. Itu pula yang akan diceritakan semua orang yang melihat pertarungan itu. Dari mulut ke mulut, belum lagi bumbu tambahan dengan melebih-lebihkan cerita, walau ia sadar tanpa dilebih-lebihkan pun si pendekar bertopeng itu memang memiliki ilmu kanuragan yang sangat tinggi dan berada jauh di atasnya.

Jayaseta kemudian meloncat, melenting dan dengan kemampuan meringankan tubuhnya, memanjati bangunan dan hilang di antara pepohonan sembari diiringi tepukan dan sorakan pujian kemenangan dan kehebatan sang jagoan. Ini seakan meresmikan gelar Pendekar Topeng Seribu yang tidak pelak tersebar ke seantero Jawadwipa. Para tokoh-tokoh dunia persilatan juga sudah mencantumkan namanya di pikiran mereka.

Terpopuler

Comments

𝓚ˢᵍⁿ🍁ᗰᗩᕼᗴՏ ʷᵃʳᶦ ❣️

𝓚ˢᵍⁿ🍁ᗰᗩᕼᗴՏ ʷᵃʳᶦ ❣️

akhirnya bisa lanjut baca ini lagi

2023-04-02

0

Karnadi Bin Daid

Karnadi Bin Daid

jalan cerita nya bagus, cuma sayang alurnya dibikin sepihak jadi cenderung lebih kearah cerita biasa atau lebih terkesan bukan cerita novel tp lebih bersifat pemberitahuan ,karena minim dialog, jd jiwa pembaca tdk ikut lebur dalam alur cerita

2022-12-25

1

👑👑🅚🅘🅝🅖👑👑

👑👑🅚🅘🅝🅖👑👑

lanjuutttt 👍👍

2022-07-14

3

lihat semua
Episodes
1 Nio Hongko
2 Nio Kongsing
3 Pendekar Bertopeng Panji
4 Tombak Pusaka Kanjeng Kyai Ageng Plered
5 Kakek Keling dan Rajah Nagataksaka
6 Tendangan Guntur dari Selatan dan Jurus Tanpa Jurus
7 Wejangan
8 Perjalanan ke Mataram
9 Perampokan Seorang Saudagar Arab
10 Si Lebah Siluman
11 Almira
12 Mataram di Mata Jayaseta
13 Kedai Makan
14 Di Atas Kapal
15 Pertarungan
16 Kali Bisaya
17 Sang Pemimpin
18 Jarum Bumi Neraka
19 Pratiwi
20 Kesultanan Banten
21 Jalan Setapak
22 Sarti
23 Lima Iblis Pencium Darah
24 Betawi
25 Budak
26 Pisau Terbang Penari
27 Rajah Garuda Sentanu
28 Serdadu
29 Bandar Niaga
30 Pertarungan di Tanah Merah
31 Rapier & Saber
32 Selipan
33 Badranaya
34 Katana
35 Dua Benteng Pertahanan
36 Jigen
37 Ceruk
38 Bubuk Api
39 Lembing
40 Trisula
41 Sundang Majapahit
42 Jemparing
43 Gandhewa Pamenthaning Cipta
44 Di Grassi
45 Candrasa
46 Lamina
47 Tameng
48 Meester
49 Usadha
50 Zhen Jiu
51 Jalir
52 Caping
53 Sang Kudi Langit
54 Semarang
55 Bangkui Sakti
56 Jung
57 Topeng Ireng Lokajaya
58 Bajak Laut
59 Kuda-Kuda Kaki Bersilang
60 Kulao Bassi
61 Silat Sepapan
62 Rujakpala
63 Si Gelembung Lotong
64 Jurus Badai di Tengah Samudra
65 Perlawanan
66 Tupas
67 Caluk
68 Topeng Buta Merah
69 Sang Penyair Baka
70 Wedhung
71 Lau Siufan
72 Pemabuk
73 Sàam Kûn-thâu
74 Bumi Sukadana
75 Kedai
76 Nukilan
77 Topeng Kayu Berhias Bulu Burung
78 Cindai
79 Silat Gayong
80 Dara Cempaka
81 Hulubalang
82 Kasmaran
83 Silat Pattani
84 Pendekar Paripurna
85 Sirih
86 Arak
87 Wadon
88 Mensa dan Jogo do Pau
89 Obor
90 Rajah Kembang Kenanga
91 Sahabat
92 Kesabaran
93 Pengayau
94 Orang Darat
95 Bunga Terung
96 Damek
97 Kinyah
98 Sanaman Mantikei
99 Antang Menukik
100 Pendekar
101 Asap
102 Tenaga Dalam
103 Lumpur
104 Air Mata
105 Perwira
106 Dim Mak
107 Dipan
108 Pendekar Harimau Muda Kudangan
109 Naibor
110 Jajal Ilmu Kanuragan
111 Silek Harimau
112 Sarung
113 Marabahaya
114 Kepala
115 Bangkui Sakti Memecah Buah
116 Agukng
117 Do Terbang
118 Krontjong
119 Adat
120 Yulgok
121 Sembuh
122 Janji
123 Nan Sarunai
124 Man Da U
125 Ma Ying
126 Pola
127 Jipen Kumang
128 Bumi Kenyalang
129 Jukung
130 Muyejebo
131 Pertempuran Bagian Pertama - Tameng Kayu
132 Pertempuran Bagian Kedua - Saudara
133 Pertempuran Bagian Ketiga - Kepentingan
134 Pertarungan Bagian Keempat - Roh Leluhur
135 Pertarungan Bagian Kelima - Parang Pandat
136 Pertarungan Bagian Keenam - Bedil
137 Pertarungan Bagian Ketujuh - Puting Beliung
138 Tawur
139 Pedang Pekir
140 Latok
141 Jarum
142 Ilmu Sihir
143 Merlin
144 Cuca Bangkai
145 Tali Jerami dan Akar Tanaman
146 Menang Jadi Arang, Kalah Jadi Abu
147 Khun Wanchay Na Ayutthaya
148 Tuan Muda Syaifuddin dan Putri Mayang Delima
149 Sabba
150 Pengait
151 Buntung
152 Kesultanan Johor-Riau
153 Tersohor
154 Fong Pak Laoya
155 Hio
156 Hulubalang Harimau Laut
157 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Pertama - Meriam
158 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedua - Labussa dan Makkawaru
159 Sempalan
160 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketiga - Langkah Empat
161 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keempat - Lopes Fransisco de Paula
162 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kelima - Mah Meri
163 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keenam - Lengah
164 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketujuh - Terhimpit
165 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedelapan - Gaduh dan Kisruh
166 Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kesembilan - Berjubelan
167 Kocar-Kacir
168 Jala Jangkung
169 Mata Uang Emas
170 Peudeung
171 Jurus Berpasangan
172 Mossak Toba
173 Lasara
174 Lempengan
175 Pisau Tiuk
176 Tombak Dapur Brongsong Pengait
177 Tusukan Kilat Pelebur
178 Para Penembak
179 Kapal Dagang Melayu
180 Fortaleza de Malaca
181 Gerbang
182 Tempat Arak dari Bambu
183 Colhona
184 Warangan
185 Tujuh
186 Melarikan Diri
187 Mulut Pelabuhan
188 Labbiri
189 Empat Harimau Gayong Melayu
190 Sang Harimau Kedah
191 Sang Harimau Terengganu
192 Sang Harimau Kelantan
193 Desas-Desus
194 Sang Harimau Pattani
195 Dua Utas Tali Jerami
196 Silat Tomoi
197 Pelajaran Pertama - Burung Api
198 Pelajaran Kedua - Curi Jurus
199 Pelajaran Ketiga - Jurus Segala Bentuk
200 Pelajaran Keempat - Terpancing
201 Topeng Penthul Tembem
202 Terikat
203 Paruh Baya
204 Dewa Langkah Tiga
205 Jati Diri
206 Keyakinan
207 Terlontar
208 Tiga
209 Pucok Gunong Sang Harimau Belang
210 Lethwei Thaing
211 Keris Berhulu Anak Ayam
212 Padang Rumput
213 Putus Terpenggal
214 Topeng Iblis Khon
215 Daab
216 Gumunan, Kagetan
217 Krabi Krabong
218 Ayodya
219 Cahaya Bulan
220 Memanen Nyawa Musuh
221 Kotak Kayu
222 Phi Ying Praphet Song
223 Semilir
224 Arthit si Muay Paak Klang
225 Muun Met Mat
226 Amin
227 Pangkal Ibu Jari
228 Tawaran
229 Biksu
230 Kitiran
231 Ringkikan Kuda
232 Ngao
233 Ruang Sempit
234 Dunia Baru
235 Harga Diri
236 Sosok yang Sangat Mengerikan
237 Membaca Gerakan Lawan
238 Lancaran Melayu
239 Kekang Kuda
240 Perompak Đại Việt
241 Perahu-Perahu
242 Logam-Logam Pengait
243 Bahasa Melayu Berlogat Aneh
244 Buritan
245 Bagian Tengah Kapal
246 Beringas
247 Tiga Kapal Pedagang
248 Sabetan Panjang
249 Annam
250 Menerkam Dalam Diam
251 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Pertama: Naluri Pratiwi
252 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kedua: Yu Melaju
253 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketiga: Bertukar Senyum Samar
254 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempat: Unsur-Unsur Pedang Lentur
255 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelima: Busana yang Sedikit Berbeda
256 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenam: Mendadak Meledak
257 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuh: Periksa Nakhoda
258 Pertempuran di Sungai Bagian Kedelapan: Hitam Jahanam
259 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesembilan: Mengerang dengan Wajah Menggarang
260 Pertempuran di Sungai Bagian Kesepuluh: Berseru dan Menderu
261 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesebelas: Berkobar Semakin Liar
262 Kejayaan dan Kepuasan
263 Cuilan
264 Jaka Lelana
265 Mulut Terbuka Menganga
266 Menahan Laju Tunjaman
267 Lembing Bambu Runcing
268 Mengirimkan Rasa Takut
269 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keduabelas: Tergeletak di Atas Geladak
270 Jurus-Jurus Bersudut Tajam
271 Apa Mau Dikata
272 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketigabelas: Bergelimpangan Akibat Pertempuran
273 Menyerang Musuh Tanpa Menyentuh
274 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempatbelas: Terlalu Lama Mencoba
275 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelimabelas: Serang Semua! Bersama-Sama!
276 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenambelas: Mundur Dengan Teratur
277 Thai
278 Lâm
279 Tertambat
280 Karat Darah
281 Berdarah Murni
282 Mendengar Langkah Musuh
283 Ancaman Nyata
284 Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuhbelas: Nama Itu Untuk Dirimu
285 Sosok Gelap
286 Lempengan
287 Pelempar
288 Sinar Jingga
289 Mandala
290 Perintah
291 Racun
292 Ledakan
293 Pengecut
294 Cakar
295 Ban Yipun
296 Darah
297 Tanpa Basa-Basi
298 Nakhon Si Thammarat
299 Di Tepi Sungai
300 Orang Champa
301 Harimau Siam
302 Tumbang Menjadi Mayat
303 Lebam Membiru dan Menghitam
304 Patah
305 Sekarat
306 Bokator
307 Pelataran
308 Orang Asing
309 Sudiamara
310 Timur
311 Berita
312 Kesanga
313 Rencana
314 Tengger
315 Korban Pertama
316 Cemeti
317 Kuda
318 Payung Pertahanan
319 Harimau Putih Menggasak Bumi
320 Murka
321 Seutas Tali
322 Saka Guru
323 Cabai
324 Sake
325 Rua Mat
326 Garis Nasib yang Serupa
327 Penjelasan
328 Kemungkinan Selalu Ada
329 Lengan Menyilang
330 Jauh dari Kata Selesai
331 Perhatian Besar
332 Merembes
333 Arquebus
334 Membungkuk Siap Terlontar
335 Rencana dan Keinginan yang Gila
336 Memotong Dari Atas ke Bawah
337 Naginatajutsu
338 Tiga Dewa Kematian
339 Mementingkan Kepentingan Sendiri
Episodes

Updated 339 Episodes

1
Nio Hongko
2
Nio Kongsing
3
Pendekar Bertopeng Panji
4
Tombak Pusaka Kanjeng Kyai Ageng Plered
5
Kakek Keling dan Rajah Nagataksaka
6
Tendangan Guntur dari Selatan dan Jurus Tanpa Jurus
7
Wejangan
8
Perjalanan ke Mataram
9
Perampokan Seorang Saudagar Arab
10
Si Lebah Siluman
11
Almira
12
Mataram di Mata Jayaseta
13
Kedai Makan
14
Di Atas Kapal
15
Pertarungan
16
Kali Bisaya
17
Sang Pemimpin
18
Jarum Bumi Neraka
19
Pratiwi
20
Kesultanan Banten
21
Jalan Setapak
22
Sarti
23
Lima Iblis Pencium Darah
24
Betawi
25
Budak
26
Pisau Terbang Penari
27
Rajah Garuda Sentanu
28
Serdadu
29
Bandar Niaga
30
Pertarungan di Tanah Merah
31
Rapier & Saber
32
Selipan
33
Badranaya
34
Katana
35
Dua Benteng Pertahanan
36
Jigen
37
Ceruk
38
Bubuk Api
39
Lembing
40
Trisula
41
Sundang Majapahit
42
Jemparing
43
Gandhewa Pamenthaning Cipta
44
Di Grassi
45
Candrasa
46
Lamina
47
Tameng
48
Meester
49
Usadha
50
Zhen Jiu
51
Jalir
52
Caping
53
Sang Kudi Langit
54
Semarang
55
Bangkui Sakti
56
Jung
57
Topeng Ireng Lokajaya
58
Bajak Laut
59
Kuda-Kuda Kaki Bersilang
60
Kulao Bassi
61
Silat Sepapan
62
Rujakpala
63
Si Gelembung Lotong
64
Jurus Badai di Tengah Samudra
65
Perlawanan
66
Tupas
67
Caluk
68
Topeng Buta Merah
69
Sang Penyair Baka
70
Wedhung
71
Lau Siufan
72
Pemabuk
73
Sàam Kûn-thâu
74
Bumi Sukadana
75
Kedai
76
Nukilan
77
Topeng Kayu Berhias Bulu Burung
78
Cindai
79
Silat Gayong
80
Dara Cempaka
81
Hulubalang
82
Kasmaran
83
Silat Pattani
84
Pendekar Paripurna
85
Sirih
86
Arak
87
Wadon
88
Mensa dan Jogo do Pau
89
Obor
90
Rajah Kembang Kenanga
91
Sahabat
92
Kesabaran
93
Pengayau
94
Orang Darat
95
Bunga Terung
96
Damek
97
Kinyah
98
Sanaman Mantikei
99
Antang Menukik
100
Pendekar
101
Asap
102
Tenaga Dalam
103
Lumpur
104
Air Mata
105
Perwira
106
Dim Mak
107
Dipan
108
Pendekar Harimau Muda Kudangan
109
Naibor
110
Jajal Ilmu Kanuragan
111
Silek Harimau
112
Sarung
113
Marabahaya
114
Kepala
115
Bangkui Sakti Memecah Buah
116
Agukng
117
Do Terbang
118
Krontjong
119
Adat
120
Yulgok
121
Sembuh
122
Janji
123
Nan Sarunai
124
Man Da U
125
Ma Ying
126
Pola
127
Jipen Kumang
128
Bumi Kenyalang
129
Jukung
130
Muyejebo
131
Pertempuran Bagian Pertama - Tameng Kayu
132
Pertempuran Bagian Kedua - Saudara
133
Pertempuran Bagian Ketiga - Kepentingan
134
Pertarungan Bagian Keempat - Roh Leluhur
135
Pertarungan Bagian Kelima - Parang Pandat
136
Pertarungan Bagian Keenam - Bedil
137
Pertarungan Bagian Ketujuh - Puting Beliung
138
Tawur
139
Pedang Pekir
140
Latok
141
Jarum
142
Ilmu Sihir
143
Merlin
144
Cuca Bangkai
145
Tali Jerami dan Akar Tanaman
146
Menang Jadi Arang, Kalah Jadi Abu
147
Khun Wanchay Na Ayutthaya
148
Tuan Muda Syaifuddin dan Putri Mayang Delima
149
Sabba
150
Pengait
151
Buntung
152
Kesultanan Johor-Riau
153
Tersohor
154
Fong Pak Laoya
155
Hio
156
Hulubalang Harimau Laut
157
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Pertama - Meriam
158
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedua - Labussa dan Makkawaru
159
Sempalan
160
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketiga - Langkah Empat
161
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keempat - Lopes Fransisco de Paula
162
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kelima - Mah Meri
163
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Keenam - Lengah
164
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Ketujuh - Terhimpit
165
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kedelapan - Gaduh dan Kisruh
166
Pertempuran Laut Dangkal Bagian Kesembilan - Berjubelan
167
Kocar-Kacir
168
Jala Jangkung
169
Mata Uang Emas
170
Peudeung
171
Jurus Berpasangan
172
Mossak Toba
173
Lasara
174
Lempengan
175
Pisau Tiuk
176
Tombak Dapur Brongsong Pengait
177
Tusukan Kilat Pelebur
178
Para Penembak
179
Kapal Dagang Melayu
180
Fortaleza de Malaca
181
Gerbang
182
Tempat Arak dari Bambu
183
Colhona
184
Warangan
185
Tujuh
186
Melarikan Diri
187
Mulut Pelabuhan
188
Labbiri
189
Empat Harimau Gayong Melayu
190
Sang Harimau Kedah
191
Sang Harimau Terengganu
192
Sang Harimau Kelantan
193
Desas-Desus
194
Sang Harimau Pattani
195
Dua Utas Tali Jerami
196
Silat Tomoi
197
Pelajaran Pertama - Burung Api
198
Pelajaran Kedua - Curi Jurus
199
Pelajaran Ketiga - Jurus Segala Bentuk
200
Pelajaran Keempat - Terpancing
201
Topeng Penthul Tembem
202
Terikat
203
Paruh Baya
204
Dewa Langkah Tiga
205
Jati Diri
206
Keyakinan
207
Terlontar
208
Tiga
209
Pucok Gunong Sang Harimau Belang
210
Lethwei Thaing
211
Keris Berhulu Anak Ayam
212
Padang Rumput
213
Putus Terpenggal
214
Topeng Iblis Khon
215
Daab
216
Gumunan, Kagetan
217
Krabi Krabong
218
Ayodya
219
Cahaya Bulan
220
Memanen Nyawa Musuh
221
Kotak Kayu
222
Phi Ying Praphet Song
223
Semilir
224
Arthit si Muay Paak Klang
225
Muun Met Mat
226
Amin
227
Pangkal Ibu Jari
228
Tawaran
229
Biksu
230
Kitiran
231
Ringkikan Kuda
232
Ngao
233
Ruang Sempit
234
Dunia Baru
235
Harga Diri
236
Sosok yang Sangat Mengerikan
237
Membaca Gerakan Lawan
238
Lancaran Melayu
239
Kekang Kuda
240
Perompak Đại Việt
241
Perahu-Perahu
242
Logam-Logam Pengait
243
Bahasa Melayu Berlogat Aneh
244
Buritan
245
Bagian Tengah Kapal
246
Beringas
247
Tiga Kapal Pedagang
248
Sabetan Panjang
249
Annam
250
Menerkam Dalam Diam
251
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Pertama: Naluri Pratiwi
252
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kedua: Yu Melaju
253
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketiga: Bertukar Senyum Samar
254
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempat: Unsur-Unsur Pedang Lentur
255
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelima: Busana yang Sedikit Berbeda
256
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenam: Mendadak Meledak
257
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuh: Periksa Nakhoda
258
Pertempuran di Sungai Bagian Kedelapan: Hitam Jahanam
259
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesembilan: Mengerang dengan Wajah Menggarang
260
Pertempuran di Sungai Bagian Kesepuluh: Berseru dan Menderu
261
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kesebelas: Berkobar Semakin Liar
262
Kejayaan dan Kepuasan
263
Cuilan
264
Jaka Lelana
265
Mulut Terbuka Menganga
266
Menahan Laju Tunjaman
267
Lembing Bambu Runcing
268
Mengirimkan Rasa Takut
269
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keduabelas: Tergeletak di Atas Geladak
270
Jurus-Jurus Bersudut Tajam
271
Apa Mau Dikata
272
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketigabelas: Bergelimpangan Akibat Pertempuran
273
Menyerang Musuh Tanpa Menyentuh
274
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keempatbelas: Terlalu Lama Mencoba
275
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Kelimabelas: Serang Semua! Bersama-Sama!
276
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Keenambelas: Mundur Dengan Teratur
277
Thai
278
Lâm
279
Tertambat
280
Karat Darah
281
Berdarah Murni
282
Mendengar Langkah Musuh
283
Ancaman Nyata
284
Pertempuran di Atas Sungai Bagian Ketujuhbelas: Nama Itu Untuk Dirimu
285
Sosok Gelap
286
Lempengan
287
Pelempar
288
Sinar Jingga
289
Mandala
290
Perintah
291
Racun
292
Ledakan
293
Pengecut
294
Cakar
295
Ban Yipun
296
Darah
297
Tanpa Basa-Basi
298
Nakhon Si Thammarat
299
Di Tepi Sungai
300
Orang Champa
301
Harimau Siam
302
Tumbang Menjadi Mayat
303
Lebam Membiru dan Menghitam
304
Patah
305
Sekarat
306
Bokator
307
Pelataran
308
Orang Asing
309
Sudiamara
310
Timur
311
Berita
312
Kesanga
313
Rencana
314
Tengger
315
Korban Pertama
316
Cemeti
317
Kuda
318
Payung Pertahanan
319
Harimau Putih Menggasak Bumi
320
Murka
321
Seutas Tali
322
Saka Guru
323
Cabai
324
Sake
325
Rua Mat
326
Garis Nasib yang Serupa
327
Penjelasan
328
Kemungkinan Selalu Ada
329
Lengan Menyilang
330
Jauh dari Kata Selesai
331
Perhatian Besar
332
Merembes
333
Arquebus
334
Membungkuk Siap Terlontar
335
Rencana dan Keinginan yang Gila
336
Memotong Dari Atas ke Bawah
337
Naginatajutsu
338
Tiga Dewa Kematian
339
Mementingkan Kepentingan Sendiri

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!