Hemm ... Baiklah, saku udah janji pada diriku sendiri. Aku ga boleh terlalu sensitif, ga boleh gampang marah, harus jadi wanita yang dewasa, harus bisa mengatasi masalah. Bukan lari dari masalah. Eliana
"Kak Ars ... Tadi memang aku tidak ada rencana untuk keluar. Tapi Puput mengajaku pergi. Ya, aku pikir ga ada salahnya kalau aku ikut dengan Puput. Lagian aku juga ga ada kerjaan ..."
"Nah itu ...." Arsya hanya jawab singkat, sambil melipat tangan di dadanya dan bersender ditembok.
"Nah itu, nah itu ... apa sih? Ga jelas banget."
"Iya ... Itu. Tadi aku ajak ga mau, banyak alasan. Sekarang Puput yang ngajak, langsung mau. Padahal waktu aku ngajak dan Puput yang ngajak beda dikit. Sekarang saja kita sama-sama akan berangkat."
"Nah terus, sekarang kakak mau nya apa?"
"Kamu ikut aku, terus nanti kita bisa janjian sama Puput. Kan bisa di undur kalau sama dia, kemarin juga Puput ada di sekolah."
"Huft .... Baiklah, terserah kakak aja. Dasar tukang maksa." El menghela nafas terpaksa.
Harusnya Ars kesal sih, karena El mengumpat dirinya tukang maksa. Tapi daripada buang-buang waktu untuk debat, lebih baik berangkat saja, karena ini sudah terlalu siang.
Eliana dan Arsya pergi setelah pamitan kepada orangtuanya El.
"Kenapa kita jalan sih?" Tanya El.
"Angkotnya kan ada di depan, dekat pertigaan itu. Kalau aku punya nomor Pak sopirnya, pasti sudah aku panggil dari tadi."
"Bukan itu maksudku, kenapa ga pake motor kak Arsya saja?"
"Motorku mogok, baru mau ke bengkel hari ini."
El jadi ingat, waktu kemarin malam melihat Arsya pulang diantar seorang wanita dengan motor lain.
"Owh, berarti malam itu kak Arsya baru dari sekolah mungkin, terus diantar temanya pulang. Tapi kenapa harus teman wanita sih? Kan teman pria juga banyak." El bergumam dalam hatinya.
"Heh, kok diam." Arsya menyikut lengan El.
"Enggak apa-apa, masa harus ngobrol terus. Capek."
Arsya berhenti dan tiba tiba bertepuk tangan di depan El, " Wah wah nona ... Aku merasa hari ini akan hujan besar. Seorang Eliana Putri Permana berkata capek mengoceh. Ini adalah sejarah baru yang aku alami ... Tidak ada lagi yang akan meropotkanku."
"Apaan sih, norak!"
"Tapi El, beneran. Aku bayangin kalau kamu berhenti sehari saja ga ngoceh gitu. Gimana ya rasanya? Secara itu hobi kamu dari sejak sekolah, enggak di perpus, di kantin dimana pun kamu pasti ngoceh ... Iya kan?"
"Ga usah dibayangin, entar jadi stress sendiri." El bernada kesal.
Arsya terkekeh sambil melirik pada gadis yang berada disampingnya itu, dia suka banget kalau godain El.
"Eh ada angkot tuh, ayo ..." Ajak Arsya.
Eliana setengah berlari karena tarikan tangan Arsya, angkotnya memang sudah mau pergi, untungnya belum telat.
Didalam angkot, mereka hanya diam tidak membahas apapun. El duduk begitu dekat dengan Arsya karena penumpang penuh, mereka berdesakan. Arsya meminta El duduk di belakang Pak sopir saja, agar dia tidak terlalu berdempetan dengan penumpang lain, kemudian Arsya di duduk di sebelah El, cari aman pikirnya.
Sepanjang jalan, Eliana melirik pada Arsya. Dia pikir Arsya sedang memanfaatkan situasi yang berdesakan ini. Sedangkan Arsya hanya balas melirik Eliana sambil tersenyum dan mengangkat kedua halisnya.
***
Akhirnya sampai juga ditempat tujuan, "BENGKEL MOBIL DAN SPAREPART SANJAYA." Ya, itu adalah bengkel milik ayahnya Arsya. Di dalam bengkel itu juga ada sebuah bangunan lumayan luas, itu adalah kantor management bengkel tersebut.
Bengkel Mobil dan Sparepart Sanjaya juga memiliki beberapa cabang di beberapa kota. Lumayan lancar usaha bengkel milik ayahnya Arsya ini. Dan kantor yang sekarang dikunjungi Eliana adalah kantor sekaligus bengkel pusatnya.
Para pekerja memberi senyum dan salam ketika Arsya dan Eliana berjalan melewati mereka yang sedang beraktivitas masing-masing.
"Mba Eliana, apa kabar. Pangling ya sekarang?" Sapa Winto, pegawai kepercayaan Pak Sanjaya.
"Eh mas Winto, kabar baik mas." Jawab Eliana, dia juga kembali menanyakan kabar Mas Winto beserta keluarganya. Selain lingkungan sekolah, lingkungan para tetangga, termasuk lingkungan bengkelnya Pak Sanjaya, sudah tidak asing lagi tentang keakraban keluarga Permana dan Sanjaya.
Keluarga mereka termasuk keluarga terpandang, terlebih karena keramahan dan sopan santun kepada orang lain. Eliana dan Arsya masuk ke kantor untuk bertemu Pak Sanjaya, pemandangan yang sama terlihat di dalam kantor. Para karyawan bukan hanya menyapa Arsya, tapi Eliana juga.
Kemudian Arsya dan Eliana masuk ke ruangan Pak Sanjaya untuk memeriksa beberapa pekerjaan. Eliana duduk di sofa yang ada di sana, sedangkan Arsya terlihat berunding dengan Ayahya dan beberapa membahas persoalan dengan sesekali melihat pada laptop yang berada di depan mereka.
"Yuk, udah beres!" Arsya mengajak Eliana yang sejak tadi membuka beberapa majalah disana.
"Kok cepat?"
"Entar kalau lama ada yang bete, terus ngambek, puasa ngomong deh berabe." Sindir Arsya untuk Eliana.
Eliana cuma bisa melotot pada Arsya, dia ga suka diledekin sepeti itu. Andai bukan di depan Pak Sanjaya, Eliana bisa membalas perlakuan Arsya, kemudian adu mulut akan berlangsung setelahnya. Itulah makanan sehari-hari mereka kalau bukan saling meledek, rasanya ada yang kurang.
Eliana pamit kepada Pak Sanjaya, kemudian pergi masih dengan menggunakan angkot. Kali ini tujuannya ke sekolah tempat mereka mengenyam pendidikan ketika SMA waktu dulu.
"Aku sebenarnya ga mau ke sekolah, ga tau harus ngapain di sana ...." Gerutu Eliana.
"Udah, ga usah dipikirin mau ngapain. Anggap aja kita hanya main."
"Lagian kenapa sih, bukanya kakak banyak tugas dari Om?"
"Tugas ini bisa aku kerjakan nanti malam atau bisa di sambil dengan aktivitas lain, makanya itu aku pergi ke kantor sebelum ke sekolah. Aku memindahkan beberapa file ke laptopku untuk dikerjakan, dan bisa dikerjakan ketika aku sempat membuka laptop dimanapun."
"Seenaknya aja sih, mentang-mentang bos nya Ayah sendiri!" respon Eliana sekenanya.
Kali ini ucapan Eliana agak menyinggung perasaan Arsya. Tapi Arsya hanya melirik dengan raut muka tidak suka dengan perkataan Eliana.
Eliana merasa takut dengan tatapan Arsya.
"Maaf ...." hanya itu yang keluar dari mulut Eliana. Dia tidak mau hal sepele menjadi besar.
Suasana menjadi hening, Eliana mengeluarkan ponselnya untuk menghilangkan ketegangan saat itu.
Beberapa pesan dari Puput baru di buka nya.
"Iya Put maaf, aku lupa ngabarin. Sekarang ketemuan di sekolah ya!" Balasan pesan Eliana pada Puput.
"Ok, kebetulan aku udah sampe nih. Tadi nunggu kamu lama, jadi aku ke sekolah aja. Lumayan banyak teman di sini."
"Ok, aku sudah hampir sampai." pungkas Eliana.
Setelah El menutup ponselnya, dia kembali diam dengan perasaan ga enak didalam hatinya.
Duh, sembrono banget sih aku. Kenapa juga keluar kalimat itu? Aku pikir kak Arsya ga bakal tersinggung seperti itu. Eliana bergumam dalam hatinya.
*
"Kiri Bang ....!" Arsya menghentikan angkot itu.
Eliana turun dari angkot menyusul Arsya yang sudah jalan terlebih dahulu setelah membayar ongkos.
Suasana sekolah sudah lebih ramai dari kemarin, karena hari ini adalah hari pertama acara pelantikan Bantara dimulai. Setelah beberapa hari sebelumnya hanya persiapan para panitia pelantikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 180 Episodes
Comments
Aruna
ceritanya bagus, ringan.
ga bikin mikir karena alur yang ribet.
ini mudah di pahami..
2019-12-26
2