Sudah lama sejak kepulangan Eliana dari rumah Ars, dia mengurung diri di kamar. Bahkan untuk makan minum saja tidak. Orang tuanya berpikir Eliana masih capek dan sedang beristirahat. Tapi saat ini waktu telah menunjukkan pukul 8 malam. Bu Ratna khawatir, kenapa putrinya itu belum keluar kamar juga, bahkan di dalam kamar putrinya itu belum ada persediaan air minum satu gelas pun . Biasanya, secapek apapun dia, pasti akan ingat waktu jadwal aktivitas seperti biasanya. Eliana anak yang patuh dan disiplin.
Tok .. tok .. tok.
"El ... Eliana ...! Kau di dalam?" Ibunya memanggil cemas.
Eliana, mengusap air matanya. Rupanya dia masih saja menangis, entah apa lagi yang menjadi beban di hatinya, tak kunjung tenang juga dia.
"Iya Bu, ada apa?" El menjawab tanpa beranjak sedikitpun.
"El, kamu kenapa? Makan dulu Nak, entar kamu sakit."
"El gapapa Bu, El cuma ingin istirahat aja. Ibu ga usah khawatir!"
"Kamu ga mau bukakan pintu buat ibu nak?"
El bingung, jika ibunya tau bahwa dirinya memiliki mata sembab. Dia memutar otak untuk mencari ide.
"Iya Bu maaf, El lagi malas banget. El mau tidur aja!"
"Ya sudah, nanti ibu suruh mba Marni buat bawa makan ke kamar mu ya! Kamu harus makan, nanti sakit kalau telat makan."
"Iya, Bu. Makasih ...!"
El kembali membuka Diary nya. Meski saat ini sudah jaman medsos, tapi El tak biasa mengekspresikan lewat medsos, baik itu tulisan sendiri ataupun hanya sekedar quote dari google misalnya. El selalu ingin menjadi sosok yang ceria dan menyebar aura positif untuk orang orang di sekitarnya.
Kling ... Kling.
Ponsel El berbunyi, tanda pesan masuk. Terlihat pesan dari Arsya, tapi El tidak segera membukanya. Dia hanya membaca dari notif aja.
"Kamu baik baik saja De?"
Ponselnya hanya dilirik saja, jemari El kembali menari di atas buku diary, tulisan yang berjejer rapi dengan tinta hitam tapi begitu berwarna dengan kisah di dalamnya.
***Tuhan, aku tau membenci itu bukan kebaikan.
Tapi kebaikan juga tak harus dengan keterpaksaan.
Tuhan, Engkau mengijinkan umat-Mu untuk meminta, jika dalam kesulitan.
Akan tetapi, aku meminta apa lagi pada-Mu?
Sedangkan tak ada yang kurang dikehidupanku.
Aku punya cinta dari semua orang yang menyayangiku.
Dari keluargaku, temanku bahkan Kak Arsya.
Mereka memberikan warna dalam hidupku.
Mereka memberikan rasa padaku.
Meski warna itu tak selalu indah.
Meski rasa itu tak selalu manis.
Tapi aku tau, itulah uniknya dunia ini.
Dengan penuh keragaman sebagai pendewasaan.
Aku tau itu Tuhan, bahkan ini kali pertama aku menyebut sebuah nama di hadapan-Mu.
Ya, dia itu Arsya Putra Pratama.
Dia tidak buruk, dia dia tidak ada cacatnya, dimataku dia sosok yang sempurna.
Tapi Tuhan, kenapa hati ini belum membuka untuknya?
Mungkin bukan mereka yang salah, meski mereka seperti memaksakan kehendaknya.
Mungkin dalam hal ini, akulah yang bermasalah.
Kenapa aku tidak bisa menyambut perasaan Kak Arsya?
Ya, Arsya Putra Pratama.
Anak adam yang selalu membuatku bahagia.
Tapi tidak untuk saat ini.
Tuhan, maafkan diriku yang bermasalah, sehingga terlihat mereka yang salah.
Bantu aku Tuhan ...
Eliana Putri Sanjaya***
Huft .... Elina menarik nafas panjang. Lega rasanya meski hanya meluapkan isi hati dalam bentuk tulisan. Dia menutup diary nya dan bergegas untuk membersihkan diri.
Hari ini benar-benar hari yang kacau untuk Eliana. Bahkan mandi pun belum untuk sore ini, sedangkan waktu sudah larut malam. Tapi El harus terus ceria, jangan berlarut terus dalam kesedihan. Esok dia harus bertemu Ibu, Ayah, Doni, Dion, mba Marni, bahkan mungkin akan bertemu lebih banyak orang lagi. Maka dari itu, El harus menyudahi kesedihanya.
El bergegas ke kamar mandi, tapi ada rasa penasaran dirinya untuk melihat keluar jendela. Dia mendengar suara kendaraan bermotor diluar. Entah mengapa ingin melihatnya, hanya sekedar rasa penasaran saja.
Kamar El terletak di lantai 2 rumah itu. Kebetulan rumahnya bersebrangan dengan rumah Arsya. El membuka tirai jendela dengan pelan, karena akan terlihat jelas jika dia membuka tirainya lebar-lebar.
"Kak Ars? baru darimana dia, malam-malam baru pulang. Eh, itu siapa yang mengantarnya, kaya nya seorang wanita?" El berkata dalam hatinya.
"Tok tok ... tok ..,Non ...?" Mba Marni memanggil sambil membawa makanan.
El terkesiap, kemudian menutup tirai rapat-rapat.
"Ya Mba ...!"
"Ini non, Mba Marni bawain makanan buat non!"
"Iya Mba, makasih. Simpan saja di meja itu."
"Baik Non."
Mba Marni menyimpan makanan itu di meja yang berada di dekat pintu kamar Eliana.
Kling ... Kling ...
Pesan kembali masuk ke ponsel Eliana, itu pesan dari Arsya yang ke dua kalinya.
"De, maaf ya kalau Kakak mengganggu istirahatnya. Mungkin Ade sudah tidur, jadi belum bisa balas chat kakak. Maafkan Kakak ya, untuk hari ini pasti hari yang buruk buat De Eliana. Sekali lagi Kakak minta maaf. Selamat istirahat De Eliana yang manis, adik kakak yang paling baik. Sampai jumpa besok hari ...!"
El sudah terlanjur membuka pesan dari Ars, tadinya dia belum ingin berbalas chat dengan siapapun. Tapi El tidak segera membalas pesan itu. Dia ingin segera menyegarkan diri, terus tiduran di tempat tidurnya yang sedari tadi sepertinya sudah melambai-lambai kepada dirinya untuk segera ditempati.
***
Beberapa saat kemudian El sudah selesai mandi, dia siap-siap akan tidur, memasang aroma terapi, cek jendela kamar, kemudian memadamkan lampu kamar dan diganti dengan lampu tidur.
El benar-benar lelah sepertinya, dia ketiduran. Bahkan makanan yang dibawa Mba Marni belum dia makan. Makanan itu masih ada di depan kamar.
Bu Ratna menuju kamar El, "Loh, kenapa makanan ini ada di luar? Hem ... berarti El belum makan."
Bu Ratna geleng-geleng khawatir dengan keadaan El. Dia mencoba masuk ke kamar El, ternyata pintunya tidak terkunci. Bu Ratna melihat El sudah tertidur lelap di dalam selimutnya. Diusapnya putri kesayangannya itu.
"El, kamu sepertinya lelah sekali hari ini. Semoga mimpi indah nak!" Bu Ratna mencium kening El, kemudian pergi.
***
Di sisi lain, dimana Arsya sedang sibuk dengan pemikiranya. Dia mulai gusar lagi, terlebih mengenai chat yang di kirim pada El. Chat itu sudah centang biru, tapi kenapa belum ada balasan?
Bukankan perjanjian waktu siang tadi, jika El tidak membalas pesan dari Arsya, berarti El masih marah.
Arsya mulai galau lagi, hatinya kacau kembali, apalagi salah dirinya? kenapa jadi serumit ini hubunganya.
Beribu prasangka lalu-lalang dalam kepala Arsya, apakah dia harus menyerah atau berjuang?
Apakah dia harus bersabar, menunggu atau lebih agresif untuk mendapatkan impiannya?
BERSAMBUNG ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 180 Episodes
Comments