Arsya kikuk melihat El sudah berada di dekatnya, seperti biasa El bersikap manja layaknya adik kepada kakaknya. Sekali lagi El menarik lengan baju Arsya karena dia tak bergeming.
"I-iya, El ... kau di sini?" Arsya gugup.
"Iya, ini aku Eliana. Kak Ars tak mengenaliku? apa kakak sedang amnesia, kenapa seperti itu melihat aku di sini?"
"Tidak, bukan begitu. Nanti orang lain lihat kau di sini akan jadi masalah. Ini bukan perpustakaan SMP." Ars sudah bisa mengendalikan keterkejutannya.
"Kak Ars ... kamu ini kenapa? seperti baru kali pertama saja aku ke perpus ini. Sudah, sudah, ngga usah lagi banyak debat. Aku kesal sama Kakak akhir-akhir ini." El memasang muka kecewa.
Arsya semakin tak karuan jika melihat adik ketemu gede ini, sudah bersikap manja. Semakin mengganggu pikiran dan perasaannya yang selama ini sedang berusaha untuk di netralisir dengan sendirinya. Dia merasa perasaan ini sudah berbeda, bukan perasaan sebagai kakak lagi, meski seringkali Ars menepis sangkaanya itu. Tapi Ars sudah dewasa sekarang, dia mengerti perasaan biasa atau spesial itu seperti apa.
"De, kamu kesal kenapa?" hanya itu yang bisa keluar dari mulut Arsya.
Arsya seakan-akan tidak tahu apa yang terjadi. Padahal dia mengerti, pasti Eliana merasakan kalau akhir-akhir ini dirinya menjaga jarak karena takut tidak bisa menahan perasanya.
"iiih ...." El gemas dan mencubit lengan Ars.
"Kakak ini pura-pura bodoh atau memang benar amnesia? jelas-jelas Kakak seperti hantu akhir-akhir ini. Atau aku yang menakutkan, sehingga Kakak terus menghindar. Aku bukan anak kecil lagi, yang tidak memikirkan dan tidak merasakan segalanya. Sekarang aku sudah besar dan dewasa, aku paham yang terjadi di sekitarku. Aku tidak bisa dibodohi. Kalau aku punya salah, seharusnya Kak Ars bilang, kalau Kak Ars sibuk ya bilang juga, atau Kak Ars punya masalah tak ingin terganggu atau Kak Ars punya pacar, takut pacar Kakak cemburu, atau ... em ...."
Arsya mendekap mulut El karena dia sudah terlalu banyak bicara.
"Ssst ... kamu sudah membuat keributan di perpustakaan ini. Sebentar lagi bel masuk, ayo kembali ke kelas !" pinta Arsya.
"emm ... emm ..." El mencoba bicara.
"kamu bicara apa?" Arsya tak mengerti.
El menunjuk ke arah mulutnya yang masih di bekap.
Arsya baru sadar bahwa tangannya masih menempel pada mulut gadis itu, juga menjadi gerogi dan baru sadar telah merasakan kelembutan bibir El yang menempel lekat di tangannya.
"eh, o iya ... aku mau masuk kelas, ada tugas belum selesai." Arsya benar benar gugup dan bangkit dari tempat duduknya kemudian pergi.
El melempar buku ke arah Arsya dan mengenai punggungnya. Kemudian Arsya menoleh dan menunjukkan wajah penuh tanya.
gadis ini kenapa sih? dia semakin membuatku jadi bodoh jika di dekatnya. Aku sering melakukan hal-hal di luar nalarku.
"Kakak jangan pergi sebelum menjelaskan kenapa sikap kakak akhir-akhir ini?"
Arsya terkejut lagi karena El telah berdiri di dekatnya, namun dia berusaha untuk terlihat tenang.
"Bukanya kemarin Ade ke rumah, dan menanyakan hal ini pada ibu?"
"Iya benar, dan tante bilang, katanya kak Ars sedang ingin fokus karena akan menghadapi ujian. Tapi perasaanku ngga seperti itu, berlebihan sekali. Memangnya Aku mengganggu Kakak seperti apa? main ke rumah jarang, ngga setiap hari, bertemu di sekolah hanya jika aku meminta kakak untuk ajari aku, terus aku juga ngga pernah sering nelepon kak, kirim pesan atau minta kakak antar kesana kemari ... "
El Masih nyeroscos bicara, sementara itu Arsya memperhatikan gerak bibir El yang menggemaskan. Bibir itu sangat imut, apalagi jika sudah maju-maju ngga jelas karena kesal.
"hihihi ...." Arsya malah tertawa terkikik.
"kenapa Kak Ars malah tertawa?" El terhenti dari bicaranya yang banyak tadi.
Arsya menyentil hidung El dan berkata, "kamu sarapan apa tadi pagi, bicaramu banyak sekali bahkan tanpa titik atau koma. Tidak cape apa ?"
"Habisnya Kak Ars ..." El kesal.
"Sudah ayo, kembali ke kelas! perasaan kamu itu aneh, aku memang sedang ingin fokus belajar. Sudahlah jangan mikir yang aneh- aneh." Arsya melingkarkan tangannya di pundak El sambil berjalan, hal itu biasa seperti layaknya perlakuan kepada teman yang lainya.
Agar Eliana merasa yakin dengan jawaban Arsya, dia mengantarkan El sampai ke area sekolah SMP, sambil menambahkan sepatah dua patah kata untuk menetralisir ketidak nyamanan El kepada dirinya.
"Sudah sampai adik manisku, silakan belajar dengan baik ya ...!" Arsya mengacak-ngacak rambut El seperti biasanya jika sudah gemas.
El tersenyum, tanda semuanya sudah baik-baik saja. Kemudian dia pergi menuju kelasnya.
Arsya masih menatap Eliana yang semakin jauh darinya.
De, jika kamu tau perasaan ini telah berubah, aku tidak tau apakah kamu masih bisa semanis ini terhadapku. Jadi lebih baik aku menjaga perasaan ini untuku sendiri. Arsya
Di sisi lain terlihat sosok wanita yang terlihat tidak suka dengan kejadian ini. Dia menggerutu kesal.
***
Berikut adalah sebuah kejadian dimana Eliana kesal yang amat sangat terhadap Arsya. Sehingga Eliana belum bisa memaafkan Arsya sampai mereka berpisah karena orang tua El pindah ke kota lain.
Ketika sore hari hujan lebat. Di rumah El hanya tinggal dia sendiri. Seluruh anggota keluarga pergi ke acara pernikahan saudaranya. Pak Agus dan ba Inah juga ikut.
Bu Ratna meminta Arsya untuk menemani El sampai mereka kembali. Keluarga mereka sudah saling percaya satu sama lain, layaknya saudara.
Suana semakin gelap dan menuju malam, Arsya menyalakan lampu di setiap ruangan, sedangkan El memeriksa setiap jendela dan menguncinya.
"De, Persiapan lilin takut listrik padam. Petirnya bergelegar terus menerus!" Arsya meminta kepada El.
Eliana bergegas menuju laci di dekat dapur, karena biasanya lilin berada di sana.
Ketika El baru beberapa langkah, kemudian listrik padam dan El terkejut. Dia berteriak tak beranjak dari berdirinya sambil gemetar.
"De, kamu di mana?" teriak Arsya.
"Aku disini kak, ke arah dapur." El menjawab dengan sedikit menangis karena ketakutan.
Eliana pobhia gelap sejak kecil, ketika lampu padam atau apapun dalam kegelapan, El merasa tak bisa bernapas. Hitam pekat tak terlihat, tak bisa berpikir bahkan seolah tak ada udara. Sehingga karena itu, El akan selalu panik jika keadaan gelap.
Arsya berjalan menuju arah dapur, ketika sudah dekat dengan El kemudian menenangkanya. Arsya tidak berani menyentuh El sedikitpun, bahkan menyentuh tangannya saja tidak pernah, meski mereka seprti adik kakak.
Arsya tau, meskipun El seorang gadis yang pandai bergaul, memiliki banyak teman, tapi dia sangat menjaga jarak dengan yang namanya pria, kecuali dirinya.
Arsh hanya memegang kedua bahu El, "Sudah, ngga usah takut. Aku di sini tenanglah. Tunggu sebentar, aku akan mencari lilin ...."
Tapi El malah mengekor mengikuti langkah Arsya di belakangnya, sambil memegang baju Arsya agar tidak terlalu jauh jaraknya.
DUARRR .... JEDER .... Suara petir menggelegar disertai kilat.
El berteriak dan reflek memeluk Arsya dari belakang.
Arsya pun terkejut, tapi bukan karena suara petir itu, tapi karena pelukan Eliana.
Ars bingung, apa yang harus dilakukanya, menyentuh tangan El dia ragu, atau membalikkan badan untuk menangkan El?
Akhirnya Arsya membalikan badan tanpa melepas tangan El yang dengan erat memeluk pinggangnya.
Ars memegang bahu El, "sudah De, aku disini. Itu hanya petir, kita aman di dalam rumah."
El malah semakin erat memeluk Arsya sambil terisak. Arsya semakin bingung dengan gadis yang berada di hadapannya ini. Tangannya tidak bisa berbuat apa-apa, dia ragu dan serba salah.
Udara semakin dingin karena hujan semakin deras disertai angin kencang yang menembus fentilasi rumah. Tapi, tidak dengan Arsya yang semakin tidak bisa mengontrol suhu tubuhnya. Tanpa El sadari, Arsya berkeringat dan terasa gerah, jantungnya berdetak kencang.
Arsya ragu, dia mengangkat tangannya perlahan untuk membalas pelukan El, tapi takut El tidak menerimanya. Akan Tetapi, jika hanya seperti ini saja membuat El semakin memeluk dirinya dengan erat.
Perlahan tangan Ars bergerak dan mencoba memeluk El agar tenang. Pelukannya berhasil, El tidak menghindar sedikitpun.
"Sudah, ayo kita ambil lilin sama-sama, kemudian duduk sambil menikmati teh hangat." Ars mengusap punggung Eliana dengan lembut agar dirinya merasa tenang.
El geleng kepala.
"Lalu, sekarang Ade mau apa?" Arsya masih dengan suara lembutnya.
"Jangan kemana-mana, aku takut menginjak sesuatu, ada kodok, tikus atau ular. Ini gelap sekali, aku seperti tidak berada di bumi. Telepon Ibu saja, kapan pulang. Aku takut sekali."
"Baiklah, ..." Arsya mengeluarkan ponsel dari saku celananya.
DUARRR ... DUARR ... JEDERRR ...
Ponsel di tangan Ars jatuh, karena El terkejut dan semakin erat memeluk Ars.
"Waduh, kau menjatuhkan ponselnya. Bagaimana aku bisa menghubungi ibumu?"
"Biar seperti ini saja sampai lampu menyala." Suara El sedikit tidak jelas karena tangisnya.
Beberapa saat suana hening, tanpa sadar tangan Ars bergerak dan mengusap air mata El yang masih memeluknya. El hanya diam saja, karena dia fokus akan takut yang di rasakannya.
Arsya mengangkat wajah Eliana yang sejak tadi terbenam di dadanya. Kedua tangannya memegang kedua pipi El sambil mengusap air matanya.
"Usap air matamu, agar kau merasa lebih tenang. Lihat bajuku sudah basah karena ulahmu!" Arsya berusaha membuat suasana tidak hening, karena itu bisa membuat El merasa ketakutan.
Tangan El tetap memegang pinggang Arsya dengan erat. El membiarkan Arsya mengusap air matanya.
Wajah El terlihat sembab dan rasa takut terlihat di sana. Cahaya rembulan yang tembus membuat Ars bisa melihat wajah El meski samar.
Arsya melihat bibir El masih bergetar, "kamu masih takut?"
El hanya mengangguk.
Arsya terus membersihkan air mata El yang turun dengan perlahan melewati pipinya, sampai tanpa disengaja, jari Arsya menyentuh sudut bibir El.
Bukan hanya bibir El yang bergetar karena takut, tapi tangan Arsya pun bergetar saat ini, tapi bukan karena takut. Arsya tak dapat menguasai dirinya lagi, gadis manis di hadapannya membuat kepalanya tak dapat berpikir jernih.
Arsya mengangkat wajah Eliana dengan perlahan, irama nafas dan detak jantung Arsya tidak karuan. Wajah mereka semakin mendekat, bibir Arsya dan bibir milik Eliana berhasil saling menempel. Arsya memeluk El dan menarik tubuh gadis itu lebih dekat ke dalam dirinya.
Bibir Arsya bergetar merasakan kelembutan bibir seorang gadis yang selama ini di ingingkannya. Arsya belum memainkan bibir Eliana karena dia masih setengah sadar dalam dirinya. Antara harus melakukan ini atau ada penolakan dalam dirinya.
Tapi Arsya pria normal yang jika menghadapi situasi seperti itu, tidak mungkin untuk menolak hasratnya, apalagi di hadapannya adalah gadis yang ia sukai.
Arsya memberanikan untuk menikmati suasana itu, El hanya diam saja, entah apa yang dia rasakan dalam benaknya.
Ketika Arsya akan menikmati bibir El, kemudian listrik menyala.
Arsya terkejut, terlebih Eliana yang kemudian mundur beberapa langkah dari hadapan Arsya. Mereka sekarang dalam kondisi sepenuhnya sadar.
Eliana bingung, harus marah atau bagaimana. El mengusap bibirnya dan menutup dengan tangannya.
"Kak Arsya, berani melakukan hal itu?" suara El lirih.
"Tidak De, bukan seperti itu." Ars mendekat pada El akan menjelaskan. Tapi El mundur masih dengan memegang mulutnya.
Ars akan bicara kembali, tapi suara klakson mobil terdengar dari luar. Itu pertanda keluarga El telah pulang. Mereka saling bertatapan dan membuat suasana normal.
Tanpa bicara atau melakukan perjanjian apapun, mereka sepertinya sudah saling mengerti. Bahwa kejadian ini tak perlu ada yang tau, termasuk ibu dan ayah mereka.
*
Sejak hari itu, Eliana jarang menemui Arsya. Bahkan hampir tidak pernah, kalau saja bukan karena ibu menyuruh mengantarkan sesuatu ke rumah Arsya, atau karena ada acara keluarga mereka.
Sampai Arsya tamat sekolah SMA, kemudian melanjutkan kuliahnya di kota lain. El tidak peduli dan tidak pernah bertemu lagi sampai saat ini ...
Apakah El semarah itu?
***
Arsya Putra Sanjaya namanya. Dia putra tunggal keluarga Sanjaya sahabat dari ayahnya Eliana.
Arsya memiliki postur tubuh yang standar seperti pria kebanyakan, tidak begitu kekar ataupun atletis. Tapi dia terlihat sangat tenang dan dewasa, penampilanya yang sederhana, aktif dalam organisasi sekolah dan menjadi murid kesayangan Guru ketika SMP ataupun ketika SMA.
Arsya memiliki kulit sawo matang, dengan tinggi yang ideal. Bermata teduh, dengan rambut lurus yang hitam dan murah senyum, meski cenderung pendiam dibanding teman-temannya yang suka iseng dan banyak bercanda.
Saat ini Arsya duduk di bangku kuliah semester terkahir, usianya menginjak 22 tahun. Usianya memang hanya berbeda 3 tahun dengan Eliana.
BERSAMBUNG....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 180 Episodes
Comments
💦EmikaA💎
streaming baca nih teh... 😀
2020-09-03
0
Sakti Suarjana
lajut
2020-02-12
1
Sekar Laveina
lnjut thor
2019-12-27
1