El senyum-senyum sendiri di depan makanannya, entah apa yang membuatnya tersenyum. Kemudian dia menyentuh bibirnya sambil tersipu.
"El, kamu melamun?" suara Ayahnya membuyarkan kenangan Eliana beberapa tahun silam.
"Eh, em itu Ayah ... tidak. Aku baru saja makan." Timpal El dengan gugup dan meringis menunjukkan semua giginya, dia serba salah.
Permana duduk di sebelah El. "Kau sudah membaik, kan? Ayah lihat kau lebih segar hari ini."
"Iya Ayah, aku sudah lebih baik."
"Besok kita ke rumah kakek mu, sambil berkunjung ke rumah Pak Sanjaya. Mungkin kita akan menginap beberapa hari di sana. Sudah lama kita tidak menengok rumah Kakek."
"Di sana, kan ada mba Marni, Yah."
"Ya, tetap saja kita perlu tau keadaan rumah kakek. Mungkin saja ada yang perlu kita perbaiki atau ada hal lain, dan mba Marni segan memberitahu kita."
"Baik, Ayah. Pukul berapa kita berangkat?"
"Kita berangkat sekitar pukul: 8, agar sampe di sana tidak terlalu siang."
El mengangguk tersenyum, tanda setuju.
Setelah ayahnya pergi, Eliana membuka lemari pakaiannya. Dia menyiapkan barang-barang untuk besok dengan teliti. Jangan sampai ada yang tertinggal, terutama barang yang selalu ia butuhkan di manapun berada.
*
Permana dan Ratna berbincang di kamarnya membahas tentang hubungan El dan Arsya.
"Bagaimana Yah, El akan ikut besok?" tanya Ratna.
"Iya." Jawab Permana singkat.
"Terus, dia tidak menolak jika pertunangan akan secepatnya dilangsungkan?"
"Tadi aku tidak membahas itu Bu, biarkan saja dia ikut dengan kita dulu. Jangan sampai anak kita merasa dipaksa dan membatasi kebebasannya."
"Ya sudah, terserah Ayah saja."
*
Keesokan harinya keluarga Permana sudah siap akan berangkat ke kampung halaman, sekaligus tempat dimana keluarga Arsya tinggal.
Eliana terlihat sangat manis dengan blouse biru sepanjang lutut dan celana Levis putih, dia juga mengenakan sepatu santainya yang berwarna putih. Dengan badannya yang tidak terlalu tinggi dan cenderung ramping, El terlihat masih seperti anak SMA. Rambutnya yang lurus sepinggang, hanya di gerai tak seperti biasanya yang selalu diikat.
Mobil keluarga Permana mulai melaju, bu Ratna duduk di belakang kemudi bersama El, sedangkan Dion putra pertamanya memegang kemudi, pak Permana duduk di samping Dion. Doni adiknya El, duduk paling belakang.
Tak banyak yang mereka bahas, terutama bu Ratna dan suaminya sangat hati-hati mengeluarkan pembicaraan, apalagi terhadap El.
"Cieee Kakak, mau bertemu pangeranya ...." Kelakar Doni dari belakang kursi Eliana.
El, hanya mendengus kesal. Dia tidak suka adiknya bercanda seperti itu.
"Kak El, sudah kasih kabar kepada kak Arsya belum? kasihan loh kalau sampai Kak El ke sana, eeeh kak Ars nya sedang berada di luar kota. Bagaimana? dia kan sekarang sibuk." Doni terus menggoda kakak nya.
"So tau kamu Don, dari mana kamu tau kak Arsya sibuk? paling cuma ngurusin usaha ayahnya."
"Cieee, Kak El penasaran. Cieee ... Benci tapi rindu nih."
El membalikan badanya ke belakang, mencoba memukul adiknya. Bu Ratna melerai mereka.
"Sudah sudah, El ... kamu mengalah, kamu kan sudah dewasa."
"Iya tuh Bu, Kak El kaya anak kecil saja. Padahal bentar lagi juga mau nikah." Doni merasa mendapat angin segar untuk terus menggoda kakaknya itu, karena teguran ibunya.
"Siapa yang mau nikah? aku mau selesaikan kuliah dulu terus menjadi wanita karir. Aku bukan Siti Nurbaya ...." Gerutu El.
"Nah, nah ... mulai deh makin panjang urusannya!" ayah yang sedari tadi diam, menengahi pertengkaran anak-anaknya itu.
El kembali ke tempat duduknya dengan benar, dia mengeluarkan ponselnya dan membalas pesan seseorang.
"Cieee ... Mau menghubungi kak Ars ya?" Doni masih menggoda kakaknya dengan tawa terkekeh.
Bu Ratna memberi kode pada Doni untuk diam. Sedangkan El memasangkan headset ke telinganya. Dia tak ingin meladeni Doni.
***
Sudah hampir 3 jam perjalanan, akhirnya sampai juga di tempat tujuan. El tertidur pulas dengan headset yang masih menempel. Yang lainnya keluar dari mobil sambil membawa barang-barang yang memenuhi bagasi. .
Mba Marni menyambut kedatangan majikanya.
"Selamat siang Bu, Pak ... Mas Dion, Mas Doni." Sapa mba Marni sambil tersenyum. Tapi dia celingukan tak melihat Eliana.
"Cari siapa mba?" Tanya Doni.
"Itu, Non Eliana ngga ikut?"
"Tuh, ada di mobil. Dia sedang bermimpi naik kuda putih bersama pangeranya ... Hahaha ...." Kelakar Doni.
Bu Ratna menegur Doni, dia terus saja iseng. Mba Marni hanya tersenyum mendengar kelakar Doni.
"Bu, mau di siapin makanan apa? biar saya masakin." Tanya Marni.
"Ga usah Mba, kayanya kita bakal makan di rumah Pak Sanjaya. Kebetulan kami sudah ada janji. Mba siapin saja buat kita beberapa hari disini. Jadi untuk saat ini Mba Marni ga usah repot-repot masak." Bu Ratna memberi penjelasan.
"Bu, ayo kita ke rumah Sanjaya sekarang. Mereka sudah menunggu!" Permana memberitahu.
"Maaf, Bapak tidak Istirahat dulu? Mungkin saya buatkan minuman apa untuk menemani istirahat Bapak?" tanya Marni begitu sopan.
"Gak usah Mba, nanti biar kita sekalian istirahat di rumah Sanjaya saja. Perjalanan ngga begitu melelahkan kok."
"Baik Pak." Jawab Marni.
*
Kemudian semuanya pergi ke tempat keluarga Sanjaya. Awalnya Doni tak ingin ikut, dia tidak suka dalam lingkungan yang terlalu serius atau formal. Tapi ibunya menegur dia, karena mereka sudah lama sekali tidak berkunjung ke kediaman Sanjaya.
"Kak El bagaimana Bu?" Tanya Doni.
"Biarkan saja, nanti juga bangun sendiri."
Mereka sudah sampai di kediaman Sanjaya dan di sambut dengan hangat. Bu Winda menyalami mereka satu persatu dan memeluk bu Ratna melepas rasa rindu karena sudah hampir setahun mereka tidak bertemu. Biasanya ketika hari raya atau hari libur nasional lainya, Permana pulang dan mereka bisa saling bertemu. Tapi tahun ini sepertinya keluarga Permana sangat sibuk, jadi tak sempat untuk pulang kampung.
"Loh, dimana Eliana?" Tanya Bu Winda.
"Dia ketiduran Jeng, sekarang masih ada di mobil. Mungkin dia kelelahan, semalam mengerjakan tugas kuliah katanya. Jadi kurang tidur."
"O begitu, baiklah. Biarkan El istirahat sampai bangun sendiri, ngga usah diganggu ...." Lanjut Bu Winda.
Mereka kemudian duduk di ruang tengah dengan santai, sambil menikmati beberapa makanan ringan. Kemudian Arsya datang menghampiri mereka.
"Selamat siang, Om, Tante." Sapa Arsya, yang kemudian mencium tangan kedua orng tua Eliana tersebut. Tak lupa juga dia menyapa Doni dan Dion.
Bu Ratna dan Pak Sanjaya membalas salam Arsya dan memujinya karena sekarang banyak perubahan pada dirinya. Makin terlihat dewasa, lebih ganteng, badanya saja sudah agak berisi. Mungkin Arsya sekarang sudah bisa mengolah badanya atau sering ke tempat kebugaran.
Arsya hanya tersenyum mendapat pujian itu.
Merkea berbincang sambil bersenda gurau, sesekali. Banyak yang mereka bahas, mulai dari usaha mereka, sampai membahas tentang keluarga.
Sebenarnya Arsya merasa sudah bosan di sana, dia hanya sesekali ikut obrolan itu, dia ingin menanyakan keberadaan El tapi ragu. Dia sudah memiliki pemikiran sendiri, Arsya berpikir mungkin El memang tidak ikut. El masih marah pada dirinya dan tak ingin bertemu.
"Nak Arsya, kenapa diam saja?" tanya Permana.
"Enggak, om. Ngga apa-apa ... saya hanya menyimak saja." Arsya kikuk ditanya seperti itu.
Doni bangkit dari duduknya, "Bu, aku mau membangunkan kak El."
"Biarkan saja Don, nanti juga bangun sendiri. Kasihan kakakmu kelelahan!"
"Lebih kasihan Kak Arsya, Bu. Lihat dari tadi diam saja, mungkin kalau ada kak El mereka bisa bercanda atau apa kek. Kak El memang keterlaluan, masa bisa tidur di mobil, udah sampe juga. Memangnya nggak kepanasan gitu ...."
"Ya sudah, terserah kamu saja. Tapi jangan sambil iseng membangunkannya. Kamu perhatian sedikit dong sama kakakmu." Pesan Bu Ratna.
"Siap bos ...." Timpal Doni, santai.
Doni pergi dengan segera, isi kepalanya sudah terisi dengan ide konyol untuk kakaknya.
apa, El ternyata ikut? terima kasih Tuhan, aku sudah merindukannya sejak lama. Bantu aku untuk memperbaiki hubungan ini Tuhan. Baik sebagai kakaknya, atau lebih dari itu. Arsya.
"Ayo ... kamu memikirkan apa Nak? senyum-senyum sendiri seperti itu." Bu Winda menepuk Arsya yang berada di sampingnya.
"A-aku, tersenyum? enggak. Siapa yang tersenyum?" Ars gugup.
Permana dan Sanjaya terkekeh ... , "dasar anak muda."
"Sepertinya air minum sudah habis, biar aku ambilkan sebentar." Arsya pamit kepada semua yang ada di sana, entah memang ini alasan yang tepat untuk menghindari rasa kikuknya.
***
Perlahan Doni membuka pintu mobil belakang, dia melihat kakaknya tidur masih pulas. Malahan posisinya sudah tidak duduk lagi. El tidur dengan santai, rebahan di jok mobil, dengan headset masih menempel.
Doni menatap kakaknya sebentar, "hemm ...."
Doni memiliki cara yang ampuh untuk membangunkan kakaknya.
Beberapa saat kemudian, " AAA ...!"
El berteriak sambil mengusap-usap telinganya. Dia bangun dengan tiba-tiba, disebabkan volume dari headset nya.
"Haha ... hahaha ...." Doni terpingkal-pingkal.
El tau, ini ulah adiknya. "Doniiii ...!"
El turun dari mobil dan segera mengejar Doni.
Doni lari sambil tertawa kemenangan, dia berhasil ngerjain kakaknya.
"Doni, kemari kamu ...!" teriak El.
Doni tidak menggubris teriakan El, dia langsung masuk ke rumah Pak Sanjaya, hampir saja Doni tertangkap oleh El. Doni bisa menghindar, dia lari ke arah taman belakang, El tak mau menyerah dia terus mengejar Doni, dan akhirnya ....
"Bruuuk .... Aw ...." El menabrak seseorang, dan bajunya kena tumpahan air minum.
El yang sudah marah karena adiknya, dia makin bertambah marah karena bajunya basah dan orang itu membuat dirinya gagal mengejar Doni.
"Kau, bagaimana sih, jalan nggak ...." Umpatan El terhenti setelah tau yang dihadapannya adalah Arsya Putra Sanjaya.
kak Ars? benar ini kak Ars. Dia semakin ... ah tidak tidak, itu hanya perasaanku saja, karena aku baru bangun tidur. Aku mungkin belum cuci muka, ga mungkin ini kak Ars... tapi ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 180 Episodes
Comments
Azzahra Putri
oxio
2021-11-21
2