El semakin terkejut lagi ketika melihat Arsya telanjang dada, dia hanya menggunakan handuk sebatas pinggang, bukan baju handuk yang dapat menutupi seluruh tubuhnya.
"Aaa ...." El teriak kemudian menutup mukanya.
Arsya juga bingung, kenapa Eliana ada di kamarnya pagi-pagi seperti itu. Arsya bergegas melangkah menuju El yang masih menghentakkan kakinya ga jelas karena histeris.
"Iiih ... Kak Ars gimana sih, ga bilang-bilang ada di kamar mandi." El bicara dengan tangan yang masih menutup mukanya. Dia tidak tau bahwa Arsya sudah ada di hadapannya.
Arsya tersenyum melihatnya adiknya panik seprti itu. Perlahan dipegang kedua pergelangan tangan El dan dibukanya.
El terkejut mendapati sentuhan dingin di tangannya dan lebih terkejut lagi, ada makhluk ganteng, begitu fresh dan memesona di hadapannya.
"Kak Arsya ... apa-apaan sih. Ga punya malu ...!" El terkejut, hampir nada suaranya teriak tidak terkontrol.
Arsya panik, ga menyangka El akan sehisteris itu. Arsya mendorong badan El sampai menempel ke tembok dengan membekap mulutnya. Satu tangan masih memegang tangan El, satu lagi membekap mulutnya.
"Ssst ... berisik sekali. Nanti ibu dengar... !" Arsya menekankan suaranya dengan setengah berbisik.
El memejamkan matanya, karena menahan dorongan Arsya Nafasnya setengah-setengah karena ga menyangka dia akan mundur tiba-tiba, ditambah lagi dengan bekapan yang begitu membuat nafasnya menjadi lebih irit.
Setelah keadaan mulai tenang, Arsya menatap El begitu lekat, kemudian El membuka perlahan matanya. Tatapan mereka beradu, jarak mereka begitu dekat, bahkan suara nafas Arsya begitu terdengar oleh El.
Perasaan El campur aduk, antara malu, senang atau marah.
"Kenapa jantungku berdebar? Apa aku marah? Tapi aku ga merasakan sedang emosi. Badanku malah agak lemas seprti ini, ga mungkin aku emosi, tapi seharusnya aku marah karena Kak Ars udah ga sopan seperti ini. Tapi kenapa aku diam saja? Tak ada tenaga untuk menghindar atau marah, setidaknya teriak kek." Batin Eliana tak karuan, dia hanya bisa mengoceh dalam hatinya.
Tak jauh beda dengan Arsya, mereka merasakan hal yang sama. Tapi bedanya Arsya lebih paham yang di rasakanya itu adalah getaran asmara, kesenangan tersendiri dalam dirinya karena dapat sedekat itu dengan pujaaan hatinya.
Arsya melangkahkan kakinya dan semakin dekat menempel pada tubuh Eliana.
Elina bergetar, tangannya reflek menyentuh dada Arsya yang tanpa busana, dengan maksud ingin menahannya agar tidak semakin dekat. El menyadari hal itu, dia telah salah mengambil tindakan. Dengan gugup ditarik kembali tanganya, tapi itu sudah terlambat. Arsya menahan tangan Eliana tetap berada di dadanya yang bidang itu.
"Tetap disini, jangan lepaskan ..." Suara Arsya parau setengah berbisik.
Eliana benar-benar kehilangan akal, dia tidak bisa berfikir untuk bertindak.
Satu tangan Arsya saat ini menahan tangan Eliana agar tetap berada dalam dadanya, satu tangan lainya melepaskan bekapan dari mulut El secara perlahan, kemudian Asya menelusuri bibir El dengan tangannya itu.
El bergetar memejamkan matanya, tangan satunya lagi digenggam untuk menahan yang ia rasakan. Dalam hatinya El ingin berlari, tapi kenapa tak bisa? Kemudian El merasakan hangat di sekitar wajahnya, dia tau itu adalah Arsya yang semakin mendekat, tapi El tidak tau pastinya, karena matanya masih tertutup menahan hal-hal kemungkinan yang akan terjadi diluar dugaannya.
"Kau merasakan detak jantungku, Eliana ....?" Arsya berbisik di telinga El.
Entah mengapa, El mengangguk begitu saja.
"Apa kau merasakan hal yang sama?" Suara Arsya Masih dengan berbisik.
Lagi-lagi El mengangguk tapi kali ini dengan bibir yang semakin bergetar, sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu.
Arsya menjauhkan wajahnya dari telinga El secara pelan dan kemudian setelah tangan Ars selesai bermain-main dengan bibir Eliana, dilanjutkan dengan tangannya merapikan rambut El yang agak berantakan, diselipkanya rambut Eliana ke ketelinganya.
"Kau tau, ini yang dinamakan getaran Cinta. Kau sudah merasakannya, jangan ditahan Eliana." Arsya meyakinkan Eliana dengan suara lembutnya yang masih setengah berbisik. Kemudian wajah Arsya mencoba lebih dekat kedalam wajah Eliana.
Tangan Eliana yang berada di dada Arsya, di remasnya. Eliana benar-benar terpaku. Keringat dingin mulai muncul, ingin rasanya berlari.
Semakin dekat wajah Arsya dengan wajah Eliana.
"Eliana ... Aku mencintaimu ..." Bisikan itu membuat Eliana bergetar tapi setengah takut. Tapi Ars hanya menempelkan hidungnya pada hidung Eliana, dia memainkannya sambil berkata-kata romantis.
Ya Tuhan .... Tolong kirimkan Tante Winda lagi untuk menolongku. Atau siapapun yang dapat mengakhiri situasi ini. El momohon dalam hatinya.
Masih dengan posisi semula, saat ini tangan Arsya menyentuh pipi El dan ....
"Arsya .... Ars .... !" Terdengar suara Bu Winda dari luar kamar.
Mereka berdua terperanjat dan menyudahi aktivitasnya, mereka panik. Terlebih Arsya hanya mengenakan handuk setengah badan. Dengan sigap Arsya mengambil baju sekenanya saja.
Eliana menghela nafal lega, dipikirnya Tuhan selalu mendengar dan menolongnya.
Kemudian Eliana buru-buru merapikan diri di depan cermin yang ada di sana, sebelum Bu Winda sampai di depan pintu, keadaan harus segera seperti semula. Mereka sibuk masing-masing dengan dirinya, agar semua kembali normal.
El membuka pintu sedikit, Arsya duduk didepan meja tempat makanannya tadi.
Benar saja, Bu Winda tiba-tiba masuk tanpa mengetuk pintu bahkan tidak memanggil Arsya untuk kedua kalinya. Dia melihat El duduk di tempat tidur dengan beberapa majalah, sedangkan Arsya sedang menikmati sarapannya.
Eliana tersenyum ketika Bu Winda masuk, begitupun sebaliknya Bu Winda melakukan hal yang sama.
"Loh, Ars. Kamu belum ganti pakaian? Ayah menanyakan kamu loh, kenapa ga berangkat kerja? Ayah udah menunggu dari tadi!"
"Iya Bu, mungkin agak siangan. Soalnya agak gak enak badan nih!"
"Tadi katanya ga apa-apa. Kok sekarang mendadak sakit lagi sih?"
"Arsya juga gak tau Bu, tapi Arsya janji enakan dikit pasti kekantor nemuin Ayah."
"Ok baiklah, terserah kamu saja ... Loh kok, Na El ga ikut makan sih? Masa Arsya makan sendiri?"
"Udah makan kok Tante, tadi di rumah udah kenyang hehe ... !" Jawab El, masih dengan rasa sedikit gugup.
"Ya sudah, nikmati hari kalian berdua ya! Mumpung lagi bareng-bareng." Bu Winda tersenyum manis, semakin terlihat sosok seorang ibu yang penyayang.
Setelah Bu Winda keluar kamar, keduanya langsung menghela nafas lega.
El melemparkan majalah yang dibacanya ke tempat tidur dan segera menghampiri Ars dengan penuh kesal. Dipukulnya badan Arsya berkali-kali untuk menumpahkan kekesalan Eliana.
"Kak Ars keterlaluan, Kak Ars egois, Kak Ars bikin masalah, Kak Ars bikin aku marah. Bagaimana kalau Tante Winda melihat kejadian tadi, aku juga yang malu. Kenapa juga Kak Ars tidak bisa mengendalikan diri, benar-benar egois, hanya memikirkan keinginan sendiri saja, Kak Ars bikin malu, bagaimana nanti kalau Ibu sama Ayahku tau juga, bisa-bisa aku segera harus menikah. Oh ... apa ini rencana kakak, agar kita segera menikah. Aku ga mau menikah atau melakukan hubungan apapun sebelum beres kuliah ... aku gak ...."
Ocehan Eliana mendadak berhenti karena Ars dengan seketika mencium bibirnya dengan penuh semangat. Tapi kali ini secepat kilat Eliana bisa melepaskan dirinya dari kekuasaan Arsya.
PLAAK ...!!!
Eliana menampar Arsya.
Eliana mundur beberapa langkah.
Arsya terhenyak dengan kebingungannya. Tak menyangka Eliana akan menampar dirinya.
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 180 Episodes
Comments
Aruna
ceritanya bagus, ringan.
ga bikin mikir karena alur yang ribet.
ini mudah di pahami.
2019-12-26
4