Arsya so cool di depan El, dia mengendalikan dirinya agar tidak terlihat terkejut. Sesungguhnya Arsya begitu rindu pada sahabat kecil itu. Andai kejadian malam itu tidak membuat marah Eliana, mungkin saat ini Arsya bisa memeluknya.
"Halo ... apa kabarmu Eliana?" Arsya menggoyangkan tangannya didepan wajah El.
"E- iya, aku baik, Kak Arsya sendiri bagaimana?" El yang mematung, terperanjat.
"Seperti yang kamu lihat, sehat, segar bugar, hehe ...." Arsya mencoba menetralisir suasana.
"Arsya, mana air minumnya ...?" bu Winda memanggil dari ruang tengah.
"Iya Bu, segera ...." Sahut Arsya.
Arsya pergi meninggalkan El tanpa mengajaknya, dia gugup dan tergesa-gesa karena panggilan ibunya.
"Nak Arsya, kamu bertemu El di belakang?" tanya Bu Ratna.
"Oh, ya ampun ..., kenapa aku lupa. Iya Tante tadi bertemu, cuma lupa saya ajak kemari, soalnya saya buru-buru bawa minuman ini, hehe ... itu orangnya datang."
Baru saja Arsya berbicara seperti itu, El datang dengan muka di tekuk karena masih sebal kepada adiknya. Dia ikut bergabung dengan keluarga yang lainya. Kemudian mereka melanjutkan perbincangan kembali.
Arsya seringkali curi pandang kepada El, dia benar-benar ingin melepas rindunya. Apalagi El sekarang terlihat lebih dewasa, semakin manis dan lebih menarik pokoknya. Tak sedikitpun mereka menyinggung tentang hubungan Eliana dan Arsya. Mereka mencari waktu yang tepat dan benar-benar tenang untuk membahasnya.
"Nak, kamu dari tadi diam saja, kenapa?" Tanya ayahnya Arsya pada Eliana.
"Nggak apa-apa Om, saya hanya bingung mau ikut bicara apa, hehe ...." El mencari alasan yang tepat, di iringi senyuman kecil. Padahal dia sedang mengatur keadaan hatinya, antara malu, malas, atau rindu bertemu kembali dengan Arsya.
"Arsya, ajak Eliana ke taman belakang. Mungkin disana suasananya lebih nyaman, bukankan sudah lama juga kalian tidak bertemu, kenapa pada membisu seperti ini, sih? seperti tidak pernah kenal saja?" Pak Sanjaya mengerti akan situasi mereka berdua.
Tanpa menunggu lama lagi, Arsya mengajak El untuk mengobrol berdua saja di taman belakang rumah. Sebenarnya El enggan, dia masih belum bisa menjadi El yang dulu, yang ceria, yang suka manja, suka bercanda tanpa canggung dengan Arsya. Tapi kali ini perasaannya tidak karuan, tapi El sendiri tidak bisa mengartikan perasaanya itu. Apakah benci, malu, atau apa ...?
***
Arsya dan El sudah berada di taman belakang, di sana ada gazebo dengan tempat duduk model lesehan. Tapi Arsya memilih duduk di teras dekat pintu keluar saja, dia tak ingin suasana yang terlalu privat malah membuat ketegangan pada Eliana.
Mereka duduk di kursi rotan berwarna putih gading. Di sana terdapat 4 kursi yang posisinya melingkar dan satu meja di tengahnya. El duduk bersebrangan dengan tempat duduk Arsya. Bunga-bunga yang terawat di sekitar taman membuat suasana lebih nyaman dan santai. Meski cuaca sedang panas terik, tapi di tempat itu sangatlah teduh dan sejuk dikarenakan banyak pepohonan dan rumput yang hijau.
"Ehem ...." Arsya memecah keheningan.
Hampir 10 menit mereka duduk di sana tak ada satupun obrolan yang mereka bahas. Eliana terkadang membuka ponselnya atau sesekali membuka-buka majalah yang ada di bawah meja. Tapi tidak dengan Arsya, dia selama itu juga menikmati pemandangan yang berada di hadapannya, yaitu Eliana. Meski kadang sesekali mengalihkan pandangan ke tempat lain, jika terlihat Eliana bergerak karena merasa dirinya sedang diperhatikan.
"De, tunggu sebentar ya! Kakak ambilkan minuman dan beberapa cemilan." Arsya pergi ke dapur untuk menyiapkan minuman kesukaan Eliana.
Huft, kenapa sih situasi ini terjadi. Tau akan seperti ini, aku lebih memilih duduk bersama yang lainya, atau nggaka ikut sekalian. Eliana
El membuka ponselnya dan chatting bersama temannya, mungkin hanya itu yang bisa menghibur untuk saat ini.
Tak begitu lama Arsya membawa satu gelas air jeruk hangat dengan sedikit gula. Itu adalah minuman kesukaan El, dan cemilan keripik kentang. Arsya menyimpanya tepat didepan Eliana.
El melihat hidangan yang dibawa Arsya dengan sudut matanya.
Haduh ..., jeruk hangat dan keripik kentang kesukaanku. Kenapa Kak Arsya membawa hidangan ini sih, segar sekali kayaknya kalau panas-panas begini minum jeruk hangat. Mana dari tadi aku belum minum sejak ketiduran di mobil. Eliana
"Mungkin kamu lebih suka sibuk dengan ponselmu, daripada ngobrol denganku?" Arsya membuka pembicaraan.
El, bingung mau menjawab apa, dia benar-benar tak bisa seakrab dulu. Tapi kemudian dia mengembangkan sedikit senyumya, agar tidak terlalu tegang.
"Makasih makanannya Kak, sebenarnya aku tidak begitu haus kok. Nggaka usah repot-repot." Perkataan Eliana begitu kaku.
"Hihi, kamu ini lucu ya. Bicaramu itu loh, formal banget, kaya bicara sama siapa aja."
"Terus aku mau bilang apa? memang aku tidak haus kok." El masih mengendalikan rasa canggungnya.
"Ya sudah, haus atau enggak yang penting udah ada minuman. Bisa diminum kapan saja ...."
Akhirnya dari situ pembicaraan mulai bisa berjalan, Arsya memulai basa-basi tentang sekolah Eliana, teman-teman di tempat barunya, sampai bagaimana setelah nanti Eliana lulus kuliah. Apakah akan membantu mengelola percetakan milik ayahnya atau mempunyai cita-cita sendiri.
Eliana pun menanggapi dengan semestinya, meskipun belum sepenuhnya pembicaraan ini ringan dan akrab seperti dulu.
"Oya De, boleh Kakak bertanya sesuatu?" dengan ragu Arsya mengatakannya.
"Apa?"
"Sebelum pada pertanyaan itu, Kakak harap Ade bisa menyikapi pembicaraan ini dengan tenang dan dewasa. Kakak pikir kita bukan anak kecil lagi seperti waktu itu, sikap kita harus bisa menghadapi dengan pikiran jernih dan tenang, meskipun diri kita merasa keberatan. Yang mengganjal di hatiku selama ini adalah ... apa Ade benar-benar marah karena kejadian waktu itu, dan sebegitu bencinya sama Kakak? bahkan mencoba menghubungi pun tidak, atau hadir dalam kegiatan sekolah untuk alumni ...? Kakak berharap sekali kamu hadir waktu itu. Tapi jika Ade memang marah, kenapa tidak menolak perjodohan ini?"
Eliana bingung akan menjawab apa, tidak mungkin dia menjawab sekenanya. Terlebih Arsya sudah memberi tahu, bahwa mereka itu sudah sama-sama dewasa. Mereka harus dapat menyelesaikan masalah yang serius dan menyikapi dengan bijak. Begitu pun Eliana, saat ini dia sedang menimbang jawaban seperti apa yang tepat.
"Aku ... em, sebenarnya tidak menginginkan perjodohan ini. Tapi tidak ada alasan untukku menolak. Kalau soal kejadian itu, mungkin Kak Arsya lebih bisa menilai dari reaksi aku selama ini."
"Huft ... baiklah, meski Kakak tidak puas dengan jawaban ini. Diamnya Ade malah bisa Kakak artikan baik-baik saja dan tidak marah kepada Kakak. Kamu menjaga jarak dan memilih menutup komunikasi, hanya karena malu iya, kan?" Arsya tersenyum merasa mendapatkan kalimat yang tepat untuk membuka lebih jelas isi hati Eliana.
Benar saja, Elina semakin dibuat serba salah. Dia merasa terjebak dengan jawabannya sendiri.
"Tapi, maksudku bukan seperti itu." El panik, tidak ingin Arsya kegeeran.
H*aduh, pede banget sih Kak Arsya ini. Kalau aku bilang marah, tapi kenapa sekarang aku disini, nggak mungkin alasan drama hanya karena patuh sama orang tua, aku ikut kemari. *Eliana
"Jadi menurut kamu bagaimana?" Arsya semakin suka, El terjebak ucapannya sendiri.
"Ya ... aku ... Em, sudahlah aku nggak mau bahas itu lagi. Kak Arsya bilang kita ini sudah dewasa, jadi harus bersikap dewasa. Nggak usah bahas yang sudah berlalu, nggak penting."
Arsya tersenyum penuh kemenangan, Eliana perlahan tidak begitu kaku seperti ketika baru datang.
"Sekarang, aku mau membahas lebih serius lagi." lanjut Arsya.
"Apa lagi? Kakak membuatku tegang nih, banyak sekali pertanyaan dan bahasan serius. Kita ngobrol ringan saja."
"Mumpung kita bertemu, mungkin saja setelah ini kamu diam lagi, menutup diri lagi, bingung malah hehe ...."
"Oke ... oke. Kakak mau bahas apa?"
"Ehem, begini ...." Arsya bangkit dari tempat duduknya dan duduk kembali tepat di samping Eliana.
El bingung dan gerogi. Bahkan ketika Arsya mau menyentuh tangannya, dia memundurkan tangan dan pura-pura mengambil air jeruk di hadapannya.
"Ok, maaf jika aku mulai membuatmu tidak nyaman. Aku tidak bermaksud kurang ajar." Arsya menarik nafas.
"Begini ... sejujurnya aku senang sekali dengan kedatangan kamu Eliana. Mungkin kalau bukan karena kejadian waktu itu, Aku tak bisa menahan rasa rindu ini dan memeluk kamu, bercanda lagi seperti waktu dulu. Tapi Aku akui semua salahku tak bisa mengontrol perasaan. Tapi De Eliana patut mengetahui perasaan ini, maafkan Kak Arsyamu ini telah memiliki perasaan yang mungkin terlalu berlebihan. Semenjak Kakak kelas 2 SMA sebenarnya sudah merasakan perbedaan rasa ini, yang dari awal hanya sebagai teman dan saudara. Tapi waktu itu Kakak bisa menahan dan menyembunyikanya, mungkin saja perasaan Kakak salah. Tapi semakin waktu berlalu, Kakak yakin ... perasaan ini adalah perasaan suka. Aku jatuh cinta sama kamu, Eliana ..."
Eliana terkejut dan menoleh pada Arsya, tapi kemudian berpaling lagi menyesuaikan posisi seperti semula. Dia tak menyangka, baru pertama kali bertemu sejak perpisahan yang lama, Arsya mengungkapkan isi hatinya dengan tiba-tiba.
Aku bingung harus jawab apa, atau merespon seperti apa? Ya Tuhan, bantu aku ... benar-benar bingung ini, Aku tak bisa berpikir. Eliana
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 180 Episodes
Comments
👑☘ɴͪᴏͦᴠᷤɪͭᴛͤᴀᷝ💣
ya ampyun.. ini keren bgt, kak El.
Buat tmn2 yg baru/mau belajar nulis kudu bgt baca tulisannya kaka Author ini deh❤
2022-04-22
2