Tinggal beberapa menit lagi saja waktu pelajaran terakhir hampir selesai. Ada sebagian yang sedang merapihkan alat tulis dan bukunya ke dalam tas, ada pula yang masih mencatat tugas yang di berikan oleh Guru. Tak jarang di setiap waktu jam pulang semua kelas mulai ribut kembali, bergurau canda dan tawa saling bersahutan.
Bel pulang pun berbunyi. Zenna sedang mengenakan jaket dan Naura sudah siap lebih dulu, berbeda dengan Sabrina dan Freya mereka sibuk sedang mencatat tugas di papan tulis yang belum juga selesai, sejak tadi mereka terus bercanda dan saling usil dengan Deo.
“guys, gue pulang duluan ya.” Pamit Zenna pada ketiga sahabatnya itu.
“loh… gak akan ke perpus Zee?” tanya Sabrina dengan merapikan buku-buku dan alat tulisnya. Ia lebih dulu selesai mencatat di banding Freya.
“mau kemana sih Zee. Kok, buru-buru banget.” Tanyanya yang masih mencatat, pandangannya lurus kedepan tanpa melirik Zenna.
“mending diem dulu di perpus Zee, liat awannya mendung gitu.” Tunjuk Naura ke jendela.
“sorry ya guys.. gue di suruh pulang cepet sama Buna, sama Bang Atar.” Jawabnya pelan.
“yahhh…” jawab serentak mereka bertiga, dengan nada yang ikut pelan juga. Yang di jawab segera oleh Zenna dengan senyuman simpul.
“yaudah, gapapa. Hati-hati di jalannya, nanti kalau udah sampe rumah, kabarin di grup.” Ucap Sabrina.
“jangan kebut-kebutan loh ya Zee.” Peringat Freya pada Zenna dengan mata yang menyipit.
“kalau ada apa-apa, kabarin kita ya.” Ucap Naura.
“siap, aman. Sorry ya.. gue duluan, bye guys.” Ia melambaikan tangannya dengan berjalan keluar kelas, yang di balas lambainya juga oleh ketiga sahabatnya itu.
Sore hari ini senja tidak muncul, tak seperti biasanya yang selalu cerah menerangi langit. Hari ini yang terlihat hanyalah mendung dan gelap karena langit benar-benar tertutup oleh awan.
Terlihat jelas dari kemunculan awan Cumulus yang memiliki warna putih berlapis-lapis, dan kemudian awan tersebut bisa berubah menjadi awan Cumulonimbus dengan warna abu-abu kehitaman, hawa berubah menjadi lebih dingin yang menandakan hujan akan segera turun.
Dengan segera Zenna mengambil Helm di pos satpam. “Makasih ya Pak.” Ucapnya lembut.
“sama-sama Nak Zenna, hati-hati di jalannya.”
“iya Pak.” Jawabnya dengan mengangguk, Zenna sedikit berlari menuju lapangan parkir.
Entah ia lupa atau memang sengaja tidak menemui seseorang yang telah memintanya menunggu di depan gerbang. Tanpa rasa takut atau pun peduli dengan permintaan yang didapat tadi pagi dari seorang siswa.
Motor Ninja Kawasaki berwarna hitam tengah terparkir di dekat gerbang. Abyan posisi duduk di atas motornya dengan Helm yang sudah ia kenakan. Siap untuk menyambut kedatangan seseorang yang sejak tadi ia tunggu-tunggu. Dengan percaya dirinya ia yakin bahwa Zenna akan menuruti permintaannya itu.
Fokusnya terus memperhatikan kerumunan siswi yang mulai berdatangan menuju lapangan parkir. Pikirnya Zenna berada di antara siswi-siswi yang ada disana. Nyatanya, Zenna sudah lebih dulu pulang dengan melewatinya yang tengah berdiam di dekat gerbang tanpa di sadari Abyan.
Lengah Abyan, membuat Zenna mudah menghindar darinya. Cukup lama Abyan menunggu dan berdiam di atas motor, dengan segera Abyan mengeluarkan ponselnya untuk mengirim pesan. Sekitar 20 menit Abyan menunggu, lapang parkiran pun mulai terlihat sepi, tak ada tanda-tanda Zenna menuju parkiran. Tak lama mata Abyan menangkap ketiga sahabat Zenna yang berjalan menuju parkiran, tapi Zenna tak bersama sahabatnya itu. Tanpa ragu Abyan menghampiri mereka, Abyan berjalan dan melepas helmnya itu dengan langkah yang cukup tergesa.
Abyan menghampiri Freya yang tengah asik mengobrol. “Gue perlu ngomong sama lo.” Abyan menarik lengan Freya untuk sedikit menjauh dari Sabrina dan Naura.
Jelas membuat mereka bertiga terkejut dan bingung. Ada hal penting apa yang membuat Abyan menarik Freya. Mau tak mau, Freya mengikuti langkah Abyan dengan tangan yang masih di tarik. Sabrina dan Naura terus memperhatikan Freya dan Abyan di sisi dekat pohon yang tak terlalu jauh dari posisi mereka. Jelas, mereka berdua sedang memantau.
“lepas Kak.” Tolak Freya, melepas tangannya dari Abyan. “lo mau apa sih Kak? Tarik-tarik gue?”
“temen lo mana?” tanya Abyan dengan sorot mata yang serius.
“Lo, mau apasih Kak, tanya terus temen gue.” Freya mencoba memberanikan diri untuk menatap Abyan dengan mengadah, meskipun rasa takutnya lebih besar di bandingkan nyalinya.
“Gue kan udah pernah bilang, bukan urusan lo.”
“jelas urusan gue lah Kak, Zenna temen gue!” Nadanya mulai meninggi.
“gue cuman tanya dan lo tinggal jawab. Simple!” Ketusnya, dengan sorot mata yang masih sama.
Terlihat tatapan Freya kesal dan sebal pada Kakak kelas yang tengah berada di hadapannya itu. membuat Sabrina dan Naura melihat dari sebrang sana menyadari hal tak mengenakan dari raut wajah sahabatnya itu. Mereka menghampiri Freya, dan Sabrina menariknya pergi dari hadapan Abyan. Sontak Abyan dengan refleks menarik tangan Freya, terjadilah Tarik menarik antara Sabrina dan Abyan layaknya seperti tarik tambang.
“gue belum selesai ngomong.” Ucap Abyan, yang tengah menahan Freya.
“Lo, ngapain tarik tangan temen gue, Hah?!”
“lepas gak?” bentak Sabrina, dengan tatapan tajam. Ia tidak peduli dengan Abyan yang jelas-jelas adalah Kakak kelas mereka, yang seharusnya sopan kepada yang lebih senior dari dirinya.
“Gue, gak ngomong sama lo, gue ngomong sama temen lo.” Katanya dengan sorot mata yang tajam.
Dengan terpaksa Freya menginjak kaki Abyan. Ia pun berhasil melarikan diri dari Abyan, di susul oleh kedua sahabatnya yang ikut lari menuju lapangan parkir dan menaiki motor mereka masing-masing. Abyan masih berdiri di tempat, ia meringis kesakitan, sebab injakan Freya mengenai luka yang ada di kakinya. Nyeri pada kakinya di sebabkan malam tadi ia sempat terjatuh dari motor.
Dengan terburu-buru Freya,Sabrina dan Naura menancapkan pedal gas motor dengan segera. Yang di takutkan mereka, Abyan akan menyusul.
Abyan menjalankan motornya dengan cepat menuju Basecamp. Di sepanjang jalan menuju Basecamp kaki Abyan semakin terasa nyeri, lukanya yang masih basah belum kunjung kering malah terkena insiden tak terduga hari ini. Sesampainya ia di Basecamp, Abyan langsung memarkirkan motornya dengan cepat.
Sebelum Abyan masuk ke dalam, ia duduk di kursi dekat pintu melepas sepatu. Untuk mengecek kakinya yang sejak tadi terasa nyeri, dan benar saja saat ia melepas sepatunya terdapat noda merah pada kaos kaki.
Dengan segera ia buka untuk melihat luka di kakinya, baru saja semalam lukanya ia obati dengan diam-diam tanpa di ketahui oleh siapapun. Segera Abyan membuka tas, dan ia mengambil obat salep yang semalam ia beli di apotek, obat luka yang di rekomendasikan oleh apoteker agar lukanya cepat mengering.
Setelah selesai Abyan pun masuk ke dalam, ia memandang sejenak ke dalam Basecamp untuk memastikan tidak ada yang melihatnya tadi di luar, seperti biasa ia tak ingin teman-temannya mengetahui hal ini, ia bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.
Zaidan berdecak, rasa kesalnya semakin bertambah saat ponselnya berdering kala ia sedang berseteru bermain PS dengan Febian. “ahh elahh.. siapa sih yang telepon, ganggu aja.” Ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya, bukan untuk ia angkat teleponnya itu, melainkan ia lempar sembarang.
“angkatlah Zai, siapa tau penting.” Ucap Febian, tanpa melirik teman di sebelahnya. Tangannya sibuk dengan stick PS.
“ogah, entar gue kalah sama lo.” Jawabnya dengan tatapan fokus ke layar TV.
“harus terima kekalahan dong bro.” ucap Febian dengan terkekeh, sengaja ia meledek Zaidan, karena ia tau temannya itu sangat emosional.
Abyan tengah berbaring di kursi sofa tak jauh dari Zaidan dan Febian. Ia hanya memejamkan matanya kala kedua sahabatnya itu terus berisik.
Evan baru saja kembali dari dapur dengan membawa dua gelas berisi minuman dingin di tangannya, ia baru saja membuat minuman.
Muncul notifikasi dari layar ponsel milik Zaidan yang tergeletak begitu saja tak jauh darinya. Terlihat jelas nama seseorang yang muncul dalam panggilan teresebut oleh Evan. Heran?, pastinya membuat Evan penasaran, mengapa Zaidan masih berkomunikasi dengan seseorang itu. Jika Abyan tau, pasti akan ada kesalahpahaman di antar kedua sahabatnya itu.
Gelas yang masih berada di tangan kanannya itu, ia berikan pada Abyan. “nih bro.”
“thanks bro.” Abyan mengambil gelas itu dengan posisi duduk.
“Lo, darimana tadi, Yan.” Tanya Evan, ia duduk di sofa bersebrangan dengan Abyan.”
Abyan tak menjawab langsung, ia diam sejenak untuk mencari alibi agar tidak diketahui oleh siapapun. Bahwasannya tadi ia tengah menunggu seseorang.“habis nganter Bunda biasa.” Jawabnya dengan menaruh gelas di atas meja tepat di hadapannya. Yang di balas anggukan oleh Evan. Ia paham, bahwasanya Abyan memang sering kali menemani Bundanya, jika diminta tolong oleh orang tuanya.
Kebanyakan orang yang mengenalnya tidak tahu banyak sisi Abyan yang satu ini, meskipun diluar ia terlihat dingin, ketus, dan sebagainya. Tetapi ia punya sisi yang hangat terhadap keluarga. Ia selalu mengutamakan keluarga, terutama orang tua. Tumbuh dari keluarga harmonis. Tak kurang kasih sayang dan perhatian dari keluarganya. Terlahir dari keluarga yang berkecukupan dan Cemara adalah hal yang banyak sekali semua orang inginkan.
“tumben lo, gak nemenin Kae?” tanya lagi Evan.
Abyan menggeleng kepala. “jam 5 nanti gue pulang, nemenin Kae.”
“titip salam buat Kae.” Di balas Abyan dengan mengacungkan jempol.
“Bunda sama Papah Abrisam apa kabar?, udah lama gue gak main kesana.”
“alhamdulillah baik, iya lo, di tanyain Bunda sama Papah, tumben jarang ke rumah lagi katanya.” Jelas Abyan.
“waktu hari minggu pulang dari rumah, tadinya gue mau mampir ke, lo.”
“terus lo pulang kemana?” tanya Abyan penasaran.
“pulang kesini.”
“kenapa gak ke rumah gue?”
Evan menggeleng pelan. “minggu kemarin… kacau.” Ucapnya, ia menunduk dengan memainkan gelas yang berisi minumannya itu.
Mendengar itu, Abyan merubah posisinya duduk dengan tegap. yang tadinya ia bersandar pada sofa. Abyan fokus mendengarkan apa yang sedang Evan ceritakan. Evan yang terlahir dari keluarga kaya raya, keluarga yang lengkap, ternyata tak semuanya terlihat indah. Yang sering kali Zaidan maupun Febian mengirikan apa yang dimiliki Evan. Itu sebabnya karena Evan tidak memperlihatkan sisi lain darinya yang tidak diketahui oleh Zaidan dan Febian. Yang mengetahuinya, hanyalah Abyan.
Evan yang selalu tertutup pada apa yang ia alami, tanpa bercerita kepada siapapun. Hingga suatu hari ia memberanikan diri untuk bisa terbuka dan menceritakan kehidupannya pada seseorang.
seseorang itu ialah Abyan, ia merasa memiliki saudara yang bisa mendengarkan. Selain itu, orang tua Abyan yang selalu menyambut dengan hangat dan sudah menganggapnya sebagai layaknya anak mereka.
Membuat Evan merasakan apa itu rumah untuk pulang…
“lo, kalau ada apa-apa kasih tau gue, kalau Bunda sama Papah tau, mereka pasti bakal ikut khawatir.”
“sebenernya gue gak mau terus repotin lo dan orang tua lo.” Ucapnya pelan. Ia meneguk minumannya hingga habis tak tersisa. “keluarga lo, udah bantu banyak buat gue, udah cukup gue selalu ngerepotin lo dan keluarga.”
“gue, maupun orang tua gue, gak pernah mikir lo ngerepotin kita, mereka lakuin itu, karena mereka udah anggap lo layaknya anak mereka.” Jelas Abyan, dengan tulus.
“thanks. Yan.” Katanya, Evan tersenyum simpul.
Abyan dan kedua orang tuanya, paham apa yang tengah di alami Evan, sebab hal itulah membuat orang tua Abyan sudah menganggapnya sebagai anak kandungnya. Yang terkadang, Evan masih saja segan dan canggung.
...…...
Saat hendak Sabrina turun dari motornya, ia melihat Zenna yang baru juga sampai, tetapi ia tak mengendarai motor, melainkan diantar oleh ojek online. Tak biasanya Zenna menggunakan ojek online.
“motor lo kemana Zee?” tanya Sabrina penasaran. Mereka ber-empat baru saja sampai di Cafe.
Sabrina dan ketiga temannya itu menghampiri Zenna, kini mereka berjalan sejajar untuk masuk ke dalam Cafe. “motor gue di bengkel.” Katanya, dengan membuka jaket yang tengah ia kenakan.
“Selamat datang di Cafe KEMARI. Ada yang bisa saya bantun?” Salah satu pelayan dekat pintu masuk menyapa kami dengan ramah. Yang di balas senyuman oleh kami.
Kata pelayannya lagi. “maaf untuk berapa orang?” memastikan bahwa meja di Cafe tersebut masih tersedia untuk kami atau tidak.
“untuk empat orang mba.” Jawab Sabrina.
“baik, mari saya antar.” Waitress tersebut jalan lebih dulu, ia mengantar kami menuju meja yang masih tersedia.
Waitress tersebut memberikan buku menu untuk di pesan. “jika ingin memesan, silahkan panggil saja.” Jelasnya sopan dan ramah.
“baik mba, terimakasih.” Ucap kami serentak. Yang dijawab dengan anggukan dan senyuman oleh Waitress tersebut.
“bentar, gue mau tanya, kenapa motor lo bisa ke bengkel?” tanya lagi Sabrina. Begitulah Sabrina masih saja penasaran.
Zenna dan yang lainnya tengah fokus untuk memesan makanan dan minuman. “lupa belum gue service jadi kemarin sempat mogok motor gue.” Jelas Zenna dengan membuka buku menu.
“bisa-bisanya lo lupa Zee.” Kekeh Sabrina dengan menggeleng kepala pelan.
Yang di jawab kekehan kecil dari Zenna “hehee.”
Freya dan Naura masih saja fokus dengan buku menu, memilih-milih mana yang akan mereka pesan, yang sudah berulang kali kembali ke halaman awal hingga akhir. Tapi, belum juga menemukan apa yang akan dipesannya.
Sabrina mengangkat tangannya mengisyaratkan bahwa ia akan memesan kepada Waitress yang tengah berdiri di sebrang sana. Tak lama Waitress pun menghampiri meja mereka. Semua jenis pesanan yang beragam dari makanan, minuman maupun cemilan ringan yang mereka pesan. Setelah selesai memesan, Waitress tersebut kembali ke depan kasir untuk memberikan secarik kertas berisi pesanan yang akan dibuatkan oleh bagian pantry.
“ada yang mau kita tanyain sebenernya sama lo, Zee.” Sabrina mulai membuka pembicaraannya, yang memang tujuan ia mengajak untuk bertemu di Cafe, karena ada satu hal yang membuatnya khawatir terhadap Zenna.
Jelas membuat Zenna mengernyitkan dahinya. “tanya apaan?”
Freya yang duduk disamping Naura dan bersebrangan dengan Zenna dan Sabrina. Membuatnya bingung harus bagaimana, yang sebenarnya Freya tahu lebih dulu apa yang tengah terjadi pada Zenna, tetapi ia memilih untuk diam tak memberitahu kepada Sabrina maupun Naura.
“lo, sebenernya ada hubungan apa sama Kakak kelas XII.3?” tanya Sabrina dengan hati-hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments