Baru saja Zena mengingat kembali hal semalam, lamunannya disadarkan oleh *Handphone* bergetar yang berada disampingnya itu. Pesan *Whatsapp* yang selalu muncul notif di setiap harinya, siapa lagi kalau bukan Shaga. Layaknya seperti sepasang kekasih yang harus memberi kabar di setiap harinya, sudah seperti rutinitas yang tidak terlewatkan, meskipun hanya membahas hal tidak jelas.
***Chat Whatsapp***

Ditaruhnya Handphone itu disampingnya. Ia kembali tenggelam dalam buku novel, yang sejak tadi pandangannya tidak lepas dari buku itu. Tidak terasa waktu begitu cepat, dirasanya baru saja ia membaca buku itu, dilihatnya jam dinding yang bergantung pada tembok perpustakaan tepat diatas pintu masuk.
***Waktu menunjukan 15.30 WIB***
Zena tersadar, bahwa ia belum menunaikan solat Ashar, ajaknya pada ketiga sahabatnya itu.
“guys solat dulu yuk.”
“eh iya, udah adzan ya?” tanya Freya.
“ihh udah jam setengah 4 guys, yuu sekalian pulang aja, udah ke sorean ini.” Ucap Naura
“yaudah yuu kita beres-beres.” Timpal Sabrina, dengan merapihkan barang bawaannya untuk dimasukan kedalam tas.
Mereka pun menuju masjid sekolah, setelah itu mereka akan langsung pulang ke rumah masing-masing. Dengan arah jalan pulang yang berbeda.
...…...
***Sabtu : 10.35 WIB***

Setiap sabtu pagi, Zena selalu berada di *Cafe Cake* milik Buna nya. *Cafe* tersebut sudah berjalan lama dari semenjak Zena masih duduk di Sekolah Dasar. *Cafe* tersebut Bernama *SUNI CAFE*.
Meskipun Alana memiliki 1 pegawai untuk membantunya di *Cafe*. Tetapi, tetap saja anak bungsunya itu selalu ingin membantunya, di setiap ia libur sekolah atau di hari weekend.
Sabtu Pagi ini cukup ramai dari hari biasanya, Alana yang berada di depan *Cashier*, siap untuk melayani pelanggan dengan senyuman hangat yang seperti biasanya ia lakukan. Berbeda dengan Zena ia sibuk mengantarkan pesanan para pelanggan, yang berkunjung untuk menikmati hari weekend mereka dengan bersantai di *Cafe*.
Meskipun sedikit melelahkan, tetapi ia senang dan bersyukur, karena banyak pelanggan yang terus berdatangan di *Cafe* milik Buna nya itu.
“Selamat datang di *Suni Cafe*, silahkan mau pesan apa?” sapa Alana pada pengunjung yang berada di depan *Cashier* itu.
Dua orang pelanggan, yang terlihat seperti Ibu dan anak yang berusia remaja. Yang tak jauh umurnya seperti Zena.
“makanan dan minuman yang *Best seller* disini apa ya?” tanya pelanggan tersebut.
“untuk *Best seller* makanan disini ada *Cheesecake Flurry, Ice Cream Sandwich, Pasta Carbonara*, untuk minumannya ada *Smoothie, Latte, Fruit Juice, Flavoured Soda, Fruit Yogurt*, dan masih banyak lagi menu yang belum saya sebutkan, untuk menu lainnya bisa cek di buku menu.” Jelasnya dengan ramah.
“wah banyak sekali ya menu nya, jadi pengen coba semua deh jadinya.” Ucapnya dengan tersenyum lebar.
“wahh.. boleh banget mba, dengan senang hati.” Jawab Alana dengan terkekeh dan tersenyum.
“kamu mau pesen apa?, Bunda kayanya mau pesen *Cheesecake Flurry, Pasta Carbonara* sama *Fruit Yogurt*.” Jelasnya, sambil bertanya kepada putranya itu.
“aku pesen *Latte* aja Bund.”
“loh minum aja?, makanannya engga?”
“lagi pengen *Latte* aja Bund.” Jelasnya.
“yaudah, Bunda pesenin ya.” Ucapnya lagi “jadinya pesen *Cheesecake Flurry* 1, *Pasta Carbonara* 1, *Fruit Yogurt* 1, sama *Latte* nya 1.”
“baik, untuk pembayarannya menggunakan *Qris* atau *Cash*?”
“pake *Qris* aja Mba.”
“baik, ditunggu pesanannya, nanti kami akan antarkan.” Jelasnya ramah, dengan memberikan no meja kepada pengunjung tersebut.
“ok, terimakasih ya Mba.” Ucapnya dengan tersenyum.
“terimakasih kembali Mba.”
Hanya perlu menunggu 10 menit saja, pesanan untuk pelanggan Ibu dan anak tersebut, sudah siap untuk dihantarkan dan siap untuk dinikmati.
Zena dengan nampan ditangannya itu, siap menghantarkan pesanan pelanggan yang ke 100 ,dengan senyum manisnya membuat para pengunjung disana bisa dibilang terpana oleh ke anggunan yang dimiliki Zena.
“permisi Bu, ini pesanannya, selamat menikmati.” Ucap Zena dengan ramah.
“wahh, cepat sekali, terimakasih ya.” Jawabnya dengan lembut. Yang dibalas anggukan dan senyuman oleh Zena.
“eh- sebentar.” Katanya, dengan menahan tangan Zena, yang hendak kembali ke *Pantry*.
“iya?, ada yang bisa saya bantu Bu?”
“maaf sebelumnya, saya gak pesen *Waffle*.” Jelasnya dengan sedikit heran.
Sebelumnya Zena sempat bingung kenapa ia tiba-tiba saja ditahan oleh pelanggan tersebut.
“oh iya, maaf saya lupa memberitahu, untuk menu waffle, itu gratis Bu, karena Ibu pelanggan ke 100 kami, jadi di *Cafe* kami setiap pelanggan ke 100 mendapatkan *Free* Waffle.” Jelas Zena dengan ramah.
“wahh.. unik juga ya *Cafe* nya Bang, pertama kali loh Bunda dateng ke *Cafe* unik kaya gini.” Ucapnya pada putranya itu, yang dijawabnya dengan berdehem kecil dan melirik singkat pada Bundanya, ia kembali sibuk dengan Handphone ditangannya, tanpa melihat ke arah Zena.
“terimakasih ya, untuk *Free Waffle* nya.” Katanya, dengan tersenyum.
“sama-sama Bu.” Jawab Zena dan membalas senyuman itu.
Hendak Zena kembali ke *Pantry*, dipanggilnya ia oleh Alana untuk menghampirinya yang berada di depan *Cashier*.
“Buna boleh minta tolong?”
“boleh, kenapa Buna?”
“Buna lupa, kalau Tante Luna pesen *Cheesecake Flurry* tadi pagi.”
Sambungnya lagi. “Buna boleh minta tolong anterin ke rumahnya?” pintanya.
“boleh Buna, Zena anterin sekarang aja, *Cake* nya Dimana Buna?”
“ada di lemari es paling bawah, yang kantong kreseknya warna putih.” Jelasnya dengan menunjuk ke arah Pantry.
“ok, Zena bawa dulu ya.”
“makasih ya nak, nanti kabarin Buna kalau udah sampai.” Pintanya, sambil menggunakan kembali apron yang tadi sempat Alana lepas.
“ok, Buna”
Dibawanya kresek putih berisi *Cheesecake*, siap diantarnya menuju rumah Tante Luna. Tidak lupa Zena menyalami tangan Bunanya itu, untuk pamit berangkat menghantarkan pesanan yang di pintanya.
“hati-hati ya nak, jangan kebut-kebutan, nanti langsung pulang aja ya, jangan balik lagi ke sini”
“iya Buna, Zena berangkat ya, Assalamualaikum.” Pamitnya, berjalan menuju area parkir milik *Cafe* nya itu.
\*\*\*
Sesampainya Zena di depan rumah bertingkat bernuansa modern, dengan perpaduan warna cat klasik. Pohon-pohon yang membuat suasana halaman depan rumah itu terlihat sejuk dan damai. Langkahnya ia bawa menuju pintu coklat tua, di tekannya bel rumah itu. Sebenarnya Zena tidak perlu melakukanya, ia bisa saja langsung masuk ke dalam rumah itu.
***RUMAH TANTE LUNA***

Sering kali ia datang meskipun hanya untuk bermain atau berkunjung sebentar, yang biasa ia lakukan sejak kecil hingga sekarang. Zena tetap lah Zena, meskipun sudah dekat dan sering berkunjung, ia akan tetap segan kepada siapa pun itu, didikan yang diterapkan oleh kedua orang tuanya, sangatlah ia ingat dan terapkan hingga saat ini.
*Ting tong…Ting tong*…
Dibukanya pintu, oleh seorang asisten rumah tangga yang berada di rumah itu.
“permisi Bi Tina, Tante Lunanya ada?” tanyanya dengan sopan.
“ada nak Zena, silahkan masuk, Ibu ada di dalam.” Dibuka lebar pintunya, untuk mempersilahkan Zena masuk ke dalam rumah.
Seperti sudah tahu dimana pemilik rumah itu berada, langkahnya ia bawa menuju taman belakang, terlihat seseorang sedang duduk di kursi kayu dengan membelakangi arah pintu taman itu, ia ditemani dengan segelas cangkir yang berisi teh dan cemilan sederhana di atas mejanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments