Sial

Satu pesan telah terkirim. Kabar untuk Justin telah disampaikan. Amanda pun menghirup nafas lega, bertukar pandangan dengan Santika. Saat ini ia, wanita itu dan juga putrinya sudah berada di rumah sakit. Telah mendapat nomor antrian untuk pemeriksaan. Satu pasien lagi, mereka akan masuk ke dalam.

"Tidak curiga kan?" tanya Santika begitu Amanda meletakkan ponselnya ke dalam tas.

"Enggak, Mah. Kalaupun dia tahu, tinggal dijelaskan yang sebenarnya. Dia pasti memahami rasa khawatir yang Manda rasakan."

"Yakin? Takutnya dia merasa diabaikan pendapatnya. Merasa tidak dipercaya dan dibutuhkan lagi oleh kamu. Sifat pria kadang tidak bisa ditebak."

"Justin bukan orang seperti itu. Lagi pula kalau tidak ada yang ember, dia juga tidak akan tahu."

"Jangan menyindir Mama. Iya, Mama sadar suka keceplosan."

"Bukan Manda loh yang bilang."

"Pasien atas nama anak Azura!!" Seorang perawat memanggil usai pasien di dalam ruang kerjanya keluar. Segera ketiganya beranjak. Amanda telah mewanti-wanti agar Azura menurut dan tidak mengatakan kepergiannya pada siapapun dengan iming-iming akan dibelikan mainan baru.

"Halo, selamat pagi," sapa seorang dokter perempuan, tersenyum manis, "apa keluhannya Mama?" tanyanya langsung.

"Gini, Dok, anak saya sudah beberapa hari mengalami ruam di leher. Sudah saya kasih salep tapi bukannya hilang malah bertambah. Saya takut dia kenapa-napa," papar Amanda.

"Saya coba periksa dulu ya memarnya." Dokter itu beranjak, mendekati Azura yang penurut. Dia mengikuti perintah dokter untuk mengadah, menjawab pertanyaan basic seperti keluhan yang dijawab dengan sejujur-jujurnya, sama dengan jawaban yang ditanyakan kemarin oleh Amanda.

"Kalau dilihat dari ruamnya, ini bukan dari nyamuk ya Mama. Bukan pula dari alergi atau penyakit dalam. Bisa jadi ini dari serangga kecil yang ada di ranjang. Sepertinya Azura tidak sadar kalau dia suka menggaruk ruamnya, makannya setiap hari ruamnya terlihat bertambah. Nanti saya kasih salep baru. Kalau tiga hari masih seperti ini, baru kita lalukan pemeriksaan dalam. Tapi tenang saja, dilihat dengan kasap mata itu bukan ruam yang berbahaya."

"Kata dia ada sensasi geli saat dia digigit. Itu maksudnya gimana ya, Dok?" tanya Amanda.

"Saat hewan kecil berjalan ditubuh biasanya ada sensasi gelinya bukan, nah bisa jadi Azura mengalami sensasi itu."

"Terus kenapa bagian tubuh lain tidak kena, hanya dileher saja?"

"Telinga memiliki suhu yang hampir mendekati suhu tubuh inti, dan leher memiliki kelembaban berlebih saat kita saat tidur. Hewan-hewan kecil seperti serangga kasur pasti sangat suka berada di sana. Seperti halnya nyamuk yang sering kali berterbangan di dekat telinga. Mama pasti pernah mengalaminya bukan?"

Amanda mengangguk, dia pernah mendengarnya dan kembali dia dijelaskan oleh ahlinya. "Jadi untuk saat ini aman-aman saja kan, Dok?"

"Aman. Saya resepkan obat salepnya ya."

"Terima kasih, Dok."

Menunggu beberapa saat, akhirnya ketiganya keluar. Lega terasa tapi masih tetap ada rasa khawatir. Jika tidak kunjung sembuh, pemeriksaan dalam adalah solusinya.

Amanda tidak perlu menunggu lama lagi untuk pengambilan obat. Nama Azura sudah dipanggil begitu dia keluar. Mereka pun segera pulang, sebelum Justin bertanya kembali mengenai kepergian mereka.

"Namanya ibu baru. Apa-apa memang suka berlebihan, tapi kalah sudah dengar apa kata dokter, harusnya kamu lebih lega," ucap Santika.

"Iya, Mah. Ini juga udah tenang. Manda fokus nyetir dulu."

Siang ini jalanan tak ramai. Perjalanan lancar. Hanya terik mentari begitu menyengat terasa. Amanda pun tak melewatkan kesempatan, dia cukup cepat melajukan mobil hingga dalam waktu lima belas menit, mereka akhirnya sampai kembali.

"Justin di sini. Mah sembunyikan obatnya di dalam tas Manda. Nanti kalau dia tanya kenapa tidak ada belanjaan yang dibawa, bilang saja Manda mendadak sakit perut. Mumpung Azura tidur, Mamah langsung bawa Zura ke atas saja!" seru Amanda panik seketika saat melihat mobil Justin terparkir di halaman.

"Nahkan, nahkan... untung tulang mamah masih kuat. Kamu alihkan Justin saja sana."

Segera Amanda turun, membantu Santika membopong Azura yang terlelap di pangkuan saat perjalanan tadi.

Seperti yang diduga, Justin pun langsung keluar dan menyambut mereka. "Sini biar Justin yang bawa Zura," ucap pria itu.

"Tidak usah, takut bangun, biar Tante bawa ke kamar, nanti susternya yang bantu. Kamu ke Manda saja sana, dia rada sakit perut." Santika berlalu terburu-buru, takut dirinya keceplosan.

"Kamu kenapa?" tanya Justin pias wajahnya.

"Nggak tau, mendadak sakit perut. Jadinya pulang lagi deh. Kamu udah selesai urusannya?" Pura-pura Amanda kesakitan.

"Hmm. Tadi niatnya mau nyusul, eh malah kamu sudah pulang. Sini saya bawakan tasnya."

Mau ditutupi sebagaimanapun, yang namanya bangkai pasti akan tercium. Sialnya Amanda ketahuan begitu cepat. Saat Justin akan meraih tasnya yang lupa ditutup kembali, plastik berisi obat salep Zura menonjol. Pria itupun langsung menyadari dan mengambil kantung tersebut.

"Rumah sakit harapan?" Justin membuka isi kantung plastik itu, membaca nama yang tertera di sana, "kamu bohong?"

"I-itu. Aku nggak maksud berbohong. Aku cuma terus kepikiran, jadi aku..."

"Kamu nggak menghargai saya. Padahal kalau kamu jujur saya pun bisa antar kamu!"

"Tapi kan kamu bilang tidak perlu."

"Ya memang tidak perlu. Apa yang harus diperiksakan kalau Azura masih baik-baik saja."

"Tapi aku khawatir."

"Dan hasilnya apa? Dia baik-baik saja kan?"

"I-iya. Dokter bilang itu digigit serangga. Dan kalau tidak kunjung memudar, tiga hari lagi ki..."

"Saya tidak habis pikir. Apa saya terlihat tidak layak menjadi ayah sambung Azura di mata kamu. Sampai-sampai apa yang saya katakan tidak kamu percayai. Dan lagi, kamu juga berbohong pada saya."

"Maaf, aku nggak bermaksud. Aku cuma mau meredakan khawatir yang aku rasakan. Rasanya mengganjal sekali dari kemarin."

"Saya kecewa sama kamu!" Tanpa berkata apapun lagi. Justin berlalu, bukan masuk ke dalam rumahnya, tapi masuk ke dalam mobil.

"Justin!" Percuma juga dihadang, Amanda takkan bisa menahan kepergian pria itu. Dia pun pasrah, menghela nafas penuh penyesalan.

"Hai Om!!!" Lengkap sudah, Amanda kian merasa sial saat putri kecilnya ternyata sudah berada di balkon, menyapa Radewa yang ternyata juga berada di balkon rumahnya sendiri. Jadi sejak tadi pria itu mendengar keributan dirinya dan Justin.

Pria bernama Dewa itu kali ini tak berpura-pura budeg, dia membalas sapaan Azura dengan sangat ramah, melambaikan tangan juga memberikan senyum yang manis. Namun interaksi mereka tak berlangsung lama, Santika yang juga menguping keributan segera membawa cucunya menjauh, malu sendiri dibuatnya.

Radewa pun menyandarkan kedua tangannya pada pembatas, kali ini menghadap ke bawah pada Amanda yang yang juga tengah melihatnya. "Lebih baik dengan saya bukan, bisa jadi diri sendiri, bisa ngomel sebebasnya," godanya menahan tawa. Di matanya Amanda tak menjadi dirinya sendiri bersama Justin, terkesan dibuat anggun, tak punya kuasa apapun.

Amanda mengepalkan tangan, menghentakkan kaki dan melengos begitu saja. Sialnya bertambah lagi, dia merasa sangat malu kali ini, juga tak terima telah dikata-katai oleh Radewa yang jelas tengah besar kepala itu.

***

TBC

dukung author dengan vote, komen dan follow. Terima kasih❤️

Terpopuler

Comments

Yati Rosmiyati

Yati Rosmiyati

lanjut thor

2025-03-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!