Melanjutkan Rencana

Perdebatan telah usai, Amanda keluar dari ruangan Dewa dengan tegak hingga sampai di dalam lift dia menarik nafas begitu panjang. Sungguh, tidak disangka energinya akan keluar begitu banyak hanya untuk berhadapan kembali dengan Radewa.

Kaki rasanya lemas sekali, dia telah berdosa besar membuat orang lain hancur sebegitunya. Pantas baginya merasakan kekosongan di tengah bahagianya memiliki keluarga utuh dan seorang anak yang cantik, juga kekasih yang selama ini dia dambakan sifatnya.

Turun hingga lantai dasar, Justin rupanya baru saja tiba. Pria itu memang tidak bisa menepati tepat waktu, ada urusan yang tidak bisa dia tinggalkan.

"Kenapa wajah kamu pucat sekali?" tanya pria itu, bahkan riasan yang menambah ayu wajah Amanda tak bisa menutipi betapa lelahnya wanita itu sekarang.

"Apa dia melakukan sesuatu padamu?"

Manda memicing. "Dia, kamu tau?"

"Lebih baik jangan bicara di sini. Ayo kita ke mobil." Justin menuntun Amanda keluar. Keduanya masuk ke dalam mobil yang terparkir sepuluh meter dari pintu depan.

"Maafkan saya, saya baru tahu tentang siapa pemilik brand ini. Kita bisa batalkan kontraknya," ucap Justin.

"Benar kamu baru tau?"

"Maafkan saya, Sayang. Saya memang benar-benar baru tentang brand ini. Beberapa saat lalu teman satu profesi saya yang mengabarkan saat saya bercerita mendapat proyek besar ini. Saya buru-buru menyusul untuk membatalkan kontraknya. Apa kamu sudah melakukannya?"

"Tidak perlu, kita tetap melakukan kerja sama sesuai kontrak."

Jawaban Amanda tak sesuai ekspektasi. Justin mengernyit kebingungan. "Kamu yakin. Apa jangan-jangan dia mengancam kamu lagi, memaksa kamu untuk bertahan."

"Bukan dia, tapi justru aku yang memaksa tetap menyelesaikan apa yang telah dimulai di saat dia menawarkan untuk memberikan seluruh hartanya agar aku pergi dan menganggap tidak pernah mengenal dia di hidupku."

"Kamu tidak bercanda kan. Tidak lucu, Sayang."

"Aku serius."

"Untuk apa. Untuk apa kamu memaksa jika dia ingin melepaskan kamu. Kamu tidak lupa dengan apa yang telah dia lakukan bukan?"

"Justru karena itu aku ingin menyelesaikan semua ini. Dewa hancur karenaku, perusahaannya lenyap begitu saja dan dia juga harus kehilangan Nyonya Sedayu di hidupnya. Waktu itu aku bisa saja jujur karena aku tetap bisa berpisah dengannya, tapi aku malah memilih berbohong. Aku membuatnya hidup dalam rasa bersalah atas apa yang menimpaku sementara aku hidup tenang dalam kebohongan. Rasanya tidak adil, aku tidak mau hidup dengan cara seperti ini. Aku ingin menebus kesalahanku."

"Tapi tidak dengan cara seperti ini. Kamu hanya perlu meminta maaf dan mengatakan sejujurnya tentang apa yang terjadi tiga tahun lalu."

"Tidak semudah itu, Justin. Aku sudah terlanjur mengatakan jika Azura adalah anak adopsi."

"Kenapa. Atas dasar apa kamu berbohong kembali. Bukannya waktu itu kamu sudah memutuskan untuk jujur." Justin membelai surai Amanda.

"Sudah terlanjur. Aku akan jujur nanti, tapi biarkan aku membantunya sekarang untuk menebus rasa bersalahku."

"Tapi saya takut."

"Kehilanganku?" Justin mengangguk.

"Tidak akan. Aku sekedar ingin menebus kesalahanku. Aku juga sudah membuat perjanjian. Jika nantinya aku berhasil, aku akan pergi sesuai permintaannya."

"Lantas dia meminta apa jika kamu gagal?"

"Tidak ada." Amanda berbohong, tidak perlu Justin tau tentang perjanjian antara dirinya dan Dewa. Perjanjian gila yang disepakati berdasarkan ego. Sebuah kegagalan yang tidak diinginkan keduanya karena Radewa juga menginginkan Amanda berhasil.

"Tolong jangan katakan pada Mama dan Papa. Mereka tidak perlu tahu untuk sekarang. Biarkan aku menyelesaikan rasa bersalahku seorang diri. Temani aku, ya."

Justin mengangguk. "Kita pulang sekarang. Bertemu Azura akan membuat perasaanmu membaik. Nanti saya pesankan ice cream juga steak favoritmu."

Soft spoken, act of service, bahasa cinta Justin adalah yang diinginkan Amanda dari seorang pria. Meski sempat meninggikan suara, Justin bisa cepat mengontrol egonya agar tidak ada keributan di antara mereka. Logikanya berjalan dengan baik hingga dia mengerti maksud Amanda dengan cepat, memahami kondisi wanita itu yang dipenuhi penyesalan.

Mobil dinyalakan, saat itu juga keluar Radewa seorang diri dari gedung dan masuk menuju mobilnya. Justin menahan laju kendaraannya untuk mengamati pria itu yang tampak jauh lebih kurus dibandingkan dulu. Mungkin benar jika tiga tahun terakhir dia hidup dengan rasa bersalah. Patut jika Amanda juga merasakan yang sama.

Begitu mobil Dewa keluar dari area gedung, Justin pun melajukan mobilnya. Siang ini jalanan tak begitu padat, perjalannya lancar dan anehnya mobil Dewa terus berada di depan mobil mereka.

Tiga lampu merah dilewati, dari banyaknya belokan pun mobil hitam milik pria itu terus berada di depannya. Bahkan usai dua puluh menit lamanya, mereka masih tetap beriringan.

"Kenapa Dewa terus satu arah dengan kita?" heran Justin, Amanda juga tahu tapi dia memilih bungkam dan mengabaikan demi menghargai kekasihnya itu.

"Aku tidak tahu, mungkin masih satu arah dengan rumahnya."

"Bukan satu arah lagi, tapi dia memang menuju komplek perumahan kamu."

Amanda menautkan kedua alisnya. Benar jika sekarang Radewa telah masuk ke dalam komplek perumahan berpenjaga itu. Bahkan dia memilik akses yang sama seperti penghuni lainnya. Tanpa diperiksa, tanpa perlu mengeluarkan kartu identitas. Dia hanya membuka jendela untuk bertukar sapa dengan satpam.

Mereka terus saling lirik. Dari banyaknya tikungan, mobil Dewa berbelok pada blok yang sama dengan milik Manda. Lebih terkejutnya lagi jika ternyata pria itu tinggal persis di depan rumahnya.

"Nggak beres, dia pasti sengaja menguntit kamu!" Justin menghentikan mobilnya untuk turun dan buru-buru menghampiri Dewa yang telah memarkirkan mobilnya dengan baik.

"Kontrak brand hingga tiba-tiba berada di sini, anda memang sengaja menguntit Amanda kan!" Justin langsung melayangkan tuduhan.

Dewa mengernyit, melihat belakang Justin di mana Amanda berlari kecil menyusul. "Siapa yang menguntit. Justru untuk apa kalian menyusul saya sampai ke sini. Bukankah kesepakatannya sudah jelas, apa kalian masih belum puas!" balasnya tak mau kalah.

"Jangan berpura-pura. Anda tetaplah anda yang dulu. Anda pasti sengaja tinggal di sini untuk mengawasi Amanda!" Justin menunjuk-nunjuk.

"Silahkan tanyakan pada developer, siapa yang membeli rumah lebih dulu. Saya atau kalian. Jangan mempermalukan diri sendiri. Saya sudah bilang untuk tidak mengganggu saya!"

Manda menarik tangan Justin. Tanpa sepatah kata dia membawa pria itu menjauh. Memintanya untuk memarkirkan mobil dengan benar dan masuk ke dalam rumah.

"Kenapa kamu menahanku." Justin tak terima.

"Jangan mempermalukan diri kamu sendiri. Kita tanyakan pada developer lebih dulu tentang siapa yang lebih cepat. Jika itu kita, kamu boleh memarahinya kembali." Amanda mengutak-atik ponselnya. Bertukar pesan dengan orang yang bertanggung jawab atas tanah dan bangunan yang telah dibeli oleh Baron.

Menunggu beberapa saat, sebuah balasan masuk. Dia menghela napas sekali lagi. "Bukan kita, tapi dia memang lebih dulu tinggal di sana." ucapnya menunjukkan pesan yang masuk.

"Lantas bagaimana. Saya tidak mau kamu merasa tidak nyaman tinggal di sini." Justin pasrah, tidak bisa dia memaki Radewa kembali.

"Kita diskusikan nanti dengan Papa. Aku ingin istirahat. Lelah sekali rasanya." Terlalu banyak yang membuat terkejut, Manda benar-benar lelah dibuatnya.

"Kamu ke atas dulu, saya pesan makanan baru menyusul. Tunggu ya." Amanda mengangguk.

Sementara di rumah seberang, Dewa berdiri dengan kedua tangan di saku celana, menatap lekat rumah di depannya dari jendela. "Saya sudah merelakan kamu pergi, tapi kamu ingin bertahan. Jangan salahkan saya karena melakukan ini, saya sudah berniat membatalkannya, Manda. Kamulah yang memberikan kesempatan hingga saya memutuskan untuk melanjutkan rencana. Gagal atau berhasil, saya akan berusaha hingga titik akhir demi membawa kamu kembali menjadi milik saya."

Data telah dimanipulasi. Sebelumnya Dewa akan menjual kembali rumah yang dibelinya saat hari di mana Amanda kembali itu. Tapi wanita itu malah memberikan harapan untuknya. Dia menginginkan keberhasilannya, tapi apa salahnya mencoba sekali lagi untuk masuk ke dalam hidupnya. Di relung hatinya, dia masih menginginkan Amandanya kembali. Akan dia terima bagaimanapun kondisinya asal dia bisa hidup bersamanya.

Bukankah Amanda juga menginginkan Radewa yang penuh tekad itu kembali. Dan inilah saatnya.

***

Tbc

Dukung author dengan like, komen, dan follow, jangan lupa berikan penilaian juga ya. Terima kasih ❤️

Terpopuler

Comments

westi

westi

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

2024-12-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!