Sore di negara tropis seperti Indonesia memiliki waktu yang dimulai dari pukul tiga sampai pukul enam. Dan menurut pandangan pengasuh dari Azura, sore dimulai pada pukul empat di mana dia biasanya harus membangunkan gadis kecil itu setelah dua jam tidur siangnya.
Biasanya, tapi tidak dengan hari ini.
Sore ini, tepatnya pukul tiga, Azura telah bangun lebih awal, bahkan telah mandi dan menyiapkan dirinya untuk menepati janji seorang pria dewasa.
Rasa senangnya membuatnya kesusahan untuk nyenyak seperti hari-hari biasanya. Dia teramat tak sabar untuk bertamu dan bermain di rumah Radewa yang tepat berada di seberang rumahnya.
"Azura kan cuma main, bukan pindah. Kenapa menyiapkan tas besar sekali?" tanya si pengasuh keheranan sendiri. Azura mengambil tas merah muda bergambar barbie yang besarnya lebih dari setengah dirinya. Tas itu adalah kado yang diberikan Baron saat dia ulang tahun dua bulan lalu.
"Om itu pasti tidak punya mainan, jadi biar tidak bosan, Zura bawa mainan banyak biar Om itu juga ikut main. Zura nanti juga mau bawa coklat, biar Om itu tau kalau Zura suka coklat. Nanti, Zura bagi deh Om-nya."
"Zura beneran mau main ke sana? Memang Zura tidak takut pada Om itu. Om itu kan baru dikenal sama Zura, badannya gede lagi."
"Tidak, Om itu baik kok. Zura sama sekali tidak takut, kok."
Amanda telah memberi pesan, meminta agar pengasuh memberikan berbagai macam alasan sehingga gadis kecil itu tak perlu datang ke rumah Radewa. Namun sekali lagi apa yang dikatakan si pengasuh tak membuat Azura gentar. Dia tetap menjawab dia ingin bermain bersama Dewa.
"Aku mau bawa masak-masakan sama mainan dokter, Sus bantu masukin yah, biar cepat. Kita harus ke sana sebelum Om itu kabur."
Ya, Azura meragukan keseriusan Radewa. Dia telah ditipu tadi pagi dan tidak mau tertipu lagi kali ini. Dia meyakini, jika datang sesuai waktu perjanjian, pria itu pasti sudah pergi dari rumahnya.
"Yeay, beres. Ayo main!" Azura berseru riang.
Pengasuh tak lagi bisa menahan. Kalimat penggambaran untuk Radewa yang seram sudah tak mempan. Gadis kecil itu, sekalinya punya tujuan memang harus terlaksana. Dia seperti kedua orang tuanya, tak mudah gentar dan penuh kepastian.
Terpaksa si pengasuh menuruti apa mau Azura, termasuk mengambilkan dua bungkus coklat yang sudah diniatkan untuk dibawa.
"Loh, Sayang, ini masih jam tiga lewat, kenapa kamu sudah mau pergi?" Amanda tengan bersantai bersama Santika di ruang keluarga, menonton tv bersama. Tentu dia dan mamanya itu akan melihat Azura lewat.
"Takut Omnya pergi, Mama. Om itu kan selalu menghindar dari Zura. Zura tidak boleh tertipu!" Gadis kecil itu menunjuk-nunjuk.
"Insting seorang anak, kuat." Santika santai saja menimpali ucapan cucunya itu, "kamu ikut sana," imbuhnya asal.
"Mana boleh, Mah. Mamah jangan aneh-aneh deh!" Amanda salah tingkah.
"Ya Mamah juga cuma iseng doang, jangan serius-serius nanggepinnya."
"Mama, aku pergi dulu ya."
Mau tidak mau Amanda mengangguk. "Jangan nakal, jangan bikin Om-nya marah. Jangan lama-lama. Cukup satu jam saja, kata Omnya dia memang mau pergi," ucapnya memberi pesan.
"Oh, Mama sama Om itu ketemu lagi?" Dengan polosnya Azura bertanya, padahal Amanda berbohong agar gadis itu tak perlu lama-lama di rumah Dewa.
"Iya. Sudah sana."
"Sust, jagain ya. Kalau bisa bilang ke Pak dewa buat pura-pura ada urusan. Pak Dewa pasti mengerti maksud saya," bisik Amanda pada pengasuh yang dianggukan dengan cepat.
Dalam sekejap, Azura tak lagi terlihat. Gadis kecil itu begitu bersemangat sampai berlarian ke rumah Radewa. Dia pun langsung memencet bel rumah pria itu begitu tiba di terasnya.
"Hai, Om!" Azura menyapa dengan senyum sumringah, dia dibukakan pintu dengan cepat oleh Dewa yang sedang berpakaian santai. Kaos oblong juga celana kain selutut.
"Lah, jadi?" Dewa kaget, tak mengira jika Azura akan diijinkan untuk datang ke rumahnya.
"Maaf, Pak, merepotkan. Kalau Bapak tidak mau, Bapak bilang saja ada urusan, nanti biar saya yang urus setelahnya. Zura mudah kok dibujuk." Pengasuh merasa tak enak.
"Om ayo main!" Zura berseru menarik ujung baju Dewa.
"Saya ada urusan, tidak jadi hari ini ya." Dewa memang tidak siap, pun tidak mau. Dia tidak terbiasa bermain bersama anak kecil.
"Om jahat. Om tau, aku sampai tidak tidur siang loh. Aku itu mau main sama Om. Emang aku jelek sekali ya sampai Om terus tidak mau sama aku!" Azura mulai mencebik, "aku kan baik, aku cuma main...." Tangisnya pecah.
"Azura, tidak boleh seperti ini. Lain kali ya mainnya. Om kan tidak tahu kalau harus ada urusan mendadak. Sama seperti Papa tadi." Pengasuh berusaha memberikan penjelasan.
"Ta-tapi Zura mau main sama Omnya sus.... Zura kan tidak nakal. Apa Zura jelek makannya Omnya tidak mau main. Zura buruk rupa seperti penyihir ya. Atau seperti alien. Tapi kata Mama Zura cantik."
"Tidak sayang, Zura cantik sekali. Cuma memang Omnya sibuk. Besok kan bisa."
"Gitu terus. Bilang saja kalau Omnya takut sama Zura makannya Omnya tidak mau main sama Zura. Gitu kan Om?"
Radewa gelagapan, dia menggaruk-nggaruk mencari alasan. "Ti-tidak kok. Kamu cantik, tapi saya memang sibuk. Besok gimana?" Setidaknya Dewa butuh persiapan.
"Huaaaa... Besok pasti tidak bisa lagi. Om emangnya Zura seram ya. Zura pake topeng aja deh kalau gitu, yang penting Zura boleh main sama Om. Boleh ya Om!!"
Cerdik, entah benar atau salah Dewa menebak, tapi Azura benar-benar pandai membuatnya simpatik, mirip seseorang yang dia kenal. Lelaki dengan kaos oblong itupun akhirnya mengalah, dibanding dia harus ditagih terus-terusan.
"Silahkan masuk. Tapi saya tidak punya mainan. Kalau kamu bosan, itu bukan salah saya," ucap Dewa.
Sekelebat tangis Azura reda. Gadis kecil itu mengusap air mata yang terlanjur keluar lantas tersenyum sumringah. "Om tenang saja. Aku bawa mainan banyak sekali. Ada masak-masakan dan dokter-dokteran. Aku juga bawa cokelat. Nanti Om pura-pura sakit gigi terus periksa ke dokter ya."
Pikir Radewa, Azura hanya sekedar ingin bermain di rumahnya, bukan bermain bersama dengannya. Namun mendengar penuturan gadis kecil itu, seketika wajahnya mengkerut. Seorang Radewa, bermain masak-masakan dan dokter-dokteran? Mau ditaruh dimana mukanya. Bahkan si pengasuh hanya bisa meringis mendapati reaksinya tanpa berniat menyelamatkannya dari proyek gadis kecil itu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments