Sombong

"Saya ada urusan mendadak, tidak apa kan kalau saya pergi lebih awal?"

Amanda mengangguk, dia genggam jemari Justin. "Besok jangan lupa. Maaf kalau aku terus merepotkanmu, tapi aku ingin sekali mengajak Azura ke pasar malam. Aku ingin Zura punya kenangan di sana, tidak sepertiku. Papa tidak pernah mengijinkanku ke sana."

"Aku sudah mengatur jadwalnya dan aku tidak akan lupa. Akan aku pastikan bukan hanya Zura, tapi kamu juga memiliki kebahagiaan yang sama." Justin mengusap jemari Manda, "aku pergi dulu."

Manda mengangguk, ikut turun ke bawah mengantar kekasihnya itu hingga ke dalam mobil dan pergi dari halaman rumah.

Setelah perdebatan kecil tadi pagi, suasana hati keduanya berangsur baik. Namun selepas siang, Justin tak bisa lagi tertahan, dia memiliki urusan dadakan yang membuatnya harus ingkar janji untuk tidak menemani Azura hingga malam.

Amanda telah melepas kekasihnya pergi. Menjauh mobil Justin, datang mobil lain. Bukan ke pekarangannya, melainkan ke pekarangan seberang. Radewa tiba entah dari mana. Berusaha tak peduli, Manda segera berbalik badan, hendak masuk kembali ke rumah tapi malah langkahnya ditahan.

Azura yang membawa boneka kecil tiba-tiba saja ada di belakang wanita itu.

"Loh, kok sudah bangun. Kan baru tidur?" tanya Amanda.

"Tidak tahu, tiba-tiba saja aku bangun, Mama. Terus aku keluar dan lari ke sini. Papa sudah pergi ya?"

Manda mengangguk. "Tidak apa-apa ya, Papa ada urusan mendadak."

"Iya, tidak apa-apa." Azura menunjuk ke arah di mana Radewa terlihat batang hidungnya. "Hai Om!!" sapa gadis kecil itu seraya melambaikan tangan. Begitu riang Zura menyapa pria dengan kaos polo hitam itu.

Dewa mendengar, Dewa tau, tapi dia berpura-pura tidak mendengar saja. Dia harus tetap bersikap acuh, meski diam-diam dia mau.

"Tuh kan, Mah... Om itu sombong sekali!" kesal Azura.

"Bukan sombong, Sayang. Mungkin Om itu tidak dengar."

"Kok tidak dengar. Kan Zura sudah berteriak."

"Tapi Zura masih kecil, makannya suara Zura tidak begitu kencang meskipun Zura berteriak."

"Masa sih. Omah bilang suara Zura cempereng. Zura mau coba panggil Om itu lagi."

"Jangan, Sayang. Kita mas..."

"Om... Om.... Om tidak dengar ya. Om... Zura sudah berteriak loh!!" Mau dilarang sudah terlanjur, Azura terus berteriak sembari mendekatkan dirinya. Sementara Dewa tengah mencoba membuka pintu rumah.

"Zura, awas!!" Mobil melintas cepat, selangkah Amanda terlambat, Azura pasti sudah terserempet. Untungnya gadis kecil itu tidak apa-apa, justru Manda lah yang terjatuh sebab tersandung kakinya sendiri sesaat setelah menarik mundur putrinya.

Dewa yang sadar dengan apa yang terjadi urung masuk. Dia berlari menghampiri Amanda yang terduduk dengan Zura di dekapannya.

"Apa yang terluka?" tanya Dewa.

"Tidak ada. Kami baik-baik saja." Amanda bangkit, meringis merasakan sakit pada telapak tangan kirinya yang muncul baret merah akibat menjadi tumpuan saat terjatuh tadi.

"Mama...." Zura melihat, Zura tahu ada bercak merah darah di telapak tangan Amanda. Gadis kecil itu merasa bersalah.

"Tidak apa sayang. Ini hanya luka kecil." Kembali Manda mengulas senyum teduh agar putrinya berhenti untuk khawatir.

"Om sih!!!" Sentak Azura menunjuk Dewa.

Pria berbadan tegap itu menunjuk dirinya sendiri, kebingungan. "Kok Om?" tanyanya.

"Iya, Om. Kalau Om tidak sombong dan dengar panggilan aku, aku pasti tidak dekat-dekat ke jalan. Gara-gara Om sombong, aku hampir ketabrak mobil. Untung ada Mama. Om cepat minta maaf ke Mama!!"

Iya tahu kalau Dewa juga salah, tapi pria itu tak habis pikir jika dia akan disalahkan atas abainya itu. Dia jadi bertanya sendiri, Azura itu iq-nya berapa sampai bisa menyimpulkan kejadian begitu cepat.

"Zura, tidak sopan. Bukan salah Omnya. Kan, Zura yang ceroboh."

"Iya tau, Mamah. Zura ceroboh. Tapi kan Zura jadi ceroboh gara-gara Om itu pura-pura tidak dengar Zura. Om itu sombong!!" Zura menarik tangan Dewa, "ayo, Om, minta maaf ke Mama!"

"Saya minta maaf," ucap Dewa. Menyudahi perdebatan lebih baik, juga untuk mempercepat Manda mengobati lukanya.

"Iya." Mau tidak mau Amanda membalas uluran tangan Dewa yang dipaksa Azura itu.

"Janji juga ya, Om ke Mama, kalau Om tidak akan sombong lagi ke aku!" Zura menahan genggaman tangan mereka yang memunculkan desiran rasa tak jelas. Sungguh sentuhan itu benar-benar membuat keduanya mengingat kilas balik memori bahagia di waktu dulu. Kebahagiaan singkat nan ragu yang abadi di dalam kenangan dalam sentuhan yang penuh kehangatan.

"Saya janji tidak akan cuek lagi pada Azura." Segera Dewa lepas sentuhan itu begitu Azura berhenti menahan tangannya. Mata yang sempat beradu kini sama-sama memindahkan fokus pada yang lain.

"Om sudah janji. Jadi, ayo kita main!" Spontan saja, Azura memang ingin sekali dekat dengan Dewa, seolah tuduhan yang dia lontarkan tadi hanya menjadi batu loncatan agar sikap Dewa berubah. Dia tak lagi peduli pada tangan Amanda.

"Zura, kamu masih harus tidur siang. Om-nya juga sibuk, tidak boleh seperti itu."

"Tapi Zura mau main ke rumah Om, Mamah. Di rumah terus Zura bosan."

"Begini saja, kamu tidur siang dulu. Nanti sore baru main." Dewa juga tidak mau membawa gadis kecil itu masuk ke rumahnya sekarang. Dia ingin istirahat selepas makan siang di luar yang dilakukannya sendirian.

"Beneran, nanti Om pergi lagi."

"Janji. Om tidak ke mana-mana nanti sore."

"Oke deal. Aku tidur siang dulu, nanti sore aku datang. Dadah, Om!!" Azura melambaikan tangannya lagi.

Canggung, Amanda hanya mengangguk singkat untuk menutup pertemuan kali ini. Dia juga tidak tau harus mengatakan apa, jadi selagi Zura menggandengnya kembali dan meminta masuk, dia akan mengikuti.

Radewa tertahan sampai pintu akhirnya tertutup. Dia lantas buru-buru menuju rumahnya. Masuk dan menutup pintu dengan cepat, secepat degup jantungnya itu.

Rasa memang tak pernah salah. Bereaksi pada yang tepat. Dewa memegangi dada yang terasa sesak. Jadi beginilah jatuh cinta itu. Kembali dia rasakan debaran yang menggebu. Jika sudah seperti ini, mengelakpun percuma. Dia memang telah jatuh cinta pada Amanda.

"Akan dicoba, akan diusahakan. Namun saya akan menyisakan banyak ruang untuk sadar diri." monolognya. Dewa hanya ingin berkaca pada keadaan di mana dia hanya memiliki sekian persen untuk bisa mendapatkan Amandanya kembali.

***

Tbc

Dukung author dengan like, komen dan follow. Terima kasih❤️

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!