"Jadi Manda, kamu sebagai model harus bisa mempresentasikan satu set perhiasan ini dengan baik. Sebagai referensi, saya kasih lihat hasil pemotretan dengan model sebelumnya." Ricard membuka ponselnya.
"Elegan, stunning. Keduanya sangat menyatu. She look so beautifull, tapi juga nggak menutup cantiknya perhiasan yang dia pakai."
"Cerdas. Siapapun yang melihat pasti akan menilai seperti yang kamu katakan. Inilah look yang perusahaan mau. Keduanya sama-sama bersinar, agar siapapun yang melihat akan tertarik dan mengharapkan look yang sama saat mereka memakai perhiasaan ini."
"Just information, Mama saya bilang kalau D&A ini brand baru yang mulai dikenal oleh kalangan atas. Beberapa temannya bilang kalau mereka harus rebutan untuk mendapatkan brand ini. Maaf, saya benar-benar baru tau karena beberapa tahun terakhir saya di luar negri bersama Mama saya."
Ricard mengangguk. "Kami adalah brand baru yang mengusung beauty, luxury and limited jewelry, sejak peluncuran pertama dengan tema swan, beberapa dari kalangan ke atas memang melirik. Tapi tidak seheboh lima bulan lalu saat kita mengeluarkan tema sunbeam snake. Ular cantik yang sisiknya akan mengeluarkan warna saat terkena cahaya. Brand kita benar-benar melejit namanya. Tapi kita tetap mengusung limited, agar nilai pasar brand kita tidak jatuh. Seperti yang kita tau, semakin mahal, semakin langka. Inilah bisnis, kamu tau itu. Dan sekarang kita sekali lagi menggunakan tema ular. Namanya Blue Malayan coral snake, ini lebih limited lagi."
"Tapi kualitasnya memang nggak diragukan. Saudara saya punya satu yang versi kalung, benar-benar cantik. Bisa saya dapatkan satu set untuk hadiah Mama saya tanpa antri. Dia benar-benar menginginkannya?" Manda lupakan apa itu malu, sejak dia mengatakan jika akan bekerja sama dengan brand perhiasan ini, Santika sangat ingin memilikinya walau hanya satu untuk mengejar ketertinggalannya dari teman yang lain yang telah memiliki lebih dulu.
"Kalau kamu berhasil, tanpa antri tanpa perlu membayar, kita akan memberikannya secara cuma-cuma. Saya akan berikan undangan khusus untuk kamu dan Mama kamu dalam pameran pertama nanti."
"Serius?"
"Dua rius. Kita menghargai setiap orang yang bekerja sepenuh hati dengan kita. Jadi bagaimana? Tidak sabar?"
"Sangat tidak sabar."
"Saya yakin kamu bisa melakukan apa yang diinginkan perusahaan. Kamu adalah model yang luar biasa, Manda."
Ricard menawarkan Amanda untuk duduk sembari melihat katalog brand mereka. Pria kemayu itu ingin menemui atasannya lebih dulu.
Radewa telah kembali beberapa jam lalu, namun alih-alih beristirahat, dia lebih memilih langsung menuju kantornya, sudah tidak sabar bertemu model yang katanya terbaik itu.
"Wait for it... Astaga!!!" Ricard terbelalak. Dia mengingat sesuatu yang benar-benar membuatnya takut dan maju mundur untuk menemui Dewa.
"Ada apa Card?" Kaget setengah mati, Radewa bukan di dalam lift, melainkan berada di belakangnya.
"Wa, kayanya Saya salah langkah."
Dewa mengernyit. "Langkah yang mana, model?"
Pelan Ricard mengangguk. "Saya beneran baru ingat saking exitednya."
"Ingat apa, bicara yang jelas."
"Saya baru inget kalau Amanda manda istri kamu."
Tertegun Radewa mendengarnya. Dia menunjuk ruangan paling pojok di mana Manda berada di sana. Ricard pun mengangguk kaku. Dia benar-benar lupa jika Manda adalah mantan istri yang dia juga tahu telah membuat Radewa begitu hancur sebegitunya. Dia mendengar kabar itu tiga tahun lalu, perceraian juga runtuhnya Sedayu Group.
"Batalkan kontraknya secepatnya."
"Tapi, Wa, kapan lagi..."
"Saya nggak mau tau. Batalkan kontraknya dan cari model lain." Lift terbuka, tanpa pikir panjang Radewa segera masuk ke dalam sana. Seperti ucapannya kemarin, dia tidak mau lagi bertemu dengan Amanda. Mendengar betapa bahagianya wanita itu rasanya tidak adil untuk dia yang masih sangat hancur sekarang.
"Bodoh Card, kamu bodoh. Kalau sudah gini gimana ngomongnya sama Manda." Ricard kelimpungan sendiri dibuatnya.
"Kenapa Card." Sekali lagi terkejut, Amanda keluar dari ruang tunggu sebab tidak sabar untuk menunggu lebih lama lagi.
"Masuk, Manda." Ricard melihat sekeliling, masuk kembali dan mengunci pintunya.
"Ada apa, kenapa panik?"
"Manda, saya sangat-sangat meminta maaf. Saya begitu senang saat menemukan kamu, tapi saya juga tidak berpikir panjang sebelumnya. Saya dilarang mengatakan ini tapi jika tidak mengatakannya saya takut kamu akan merasa rendah diri. Kontrak kerja sama kita, saya batalkan, ya."
"Loh, kenapa tiba-tiba."
"Hmm, Bos saya menemukan model lain."
"Aneh, padahal kita sudah menandatangi kontrak. Jangan membuat saya rugi karena saya sudah menolak tawaran dari brand lain demi brand ini. Jelaskan alasan sebenarnya."
"Pemilik brand ini adalah mantan suami kamu, Radewa." Ricard lirih mengatakannya.
Tiga tahun lalu, Amanda pernah ditawari kontrak serupa oleh Dewa dengan brand yang sangat ternama, dan sekarang dia menerima tawaran kontrak yang ternyata pemilik brandnya adalah Dewa sendiri. Pantas jika dia kesulitan mencari nama mantan suaminya itu. Peralihan bisnisnya seratus delapan puluh derajat dari bisnis sebelumnya yang berupa pertaambangan.
"Biarkan saya bertemu dengan dia."
"Jangan. Saya saja tidak diperbolehkan untuk mengatakannya pada kamu. Tolong kerja samanya. Saya minta maaf karena sudah membuang waktu kamu. Saya akan berikan kompensasi, tapi tolong, setujui pembatalan inti tanpa ada huru-hara."
"Tidak bisa begitu saja membatalkan kontrak karena saya sudah menolak kontrak lebih besar. Kerugian saya jauh lebih besar dari yang kamu tahu. Jika saya meminta tiga miliyar sebagai kompensasi, apa kalian menyanggupinya!"
"Gila..." Ricard memejamkan matanya. Sial sangat sial, bisa-bisanya dia begitu bodoh melupakan hal sepenting itu.
"Manda, jangan seperti itu dong. Sekarang belum terlambat, kamu masih bisa menerima kontrak dengan brand sebelah. Lagi pula memang kamu mau bekerja sama dengan mantan suami kamu."
"Jika menguntungkan kenapa tidak. Lagi pula tau apa kamu, brand sebelah sudah menemukan modelnya. Kamu tau, saya menolak bayaran lebih tinggi demi kalian. Saya tidak terima diperlakukan seperti ini. Pertemukan saya dengan dia."
Sudah terlanjur, Ricard tak punya penyangkalan lain. "Tunggu di sini, saya akan menemui Dewa lebih dulu," ucapnya dan pergi dengan cepat.
Kacau, yang dibayangkan malah berakhir sekacau ini. Kompensasi tiga milyar, orang gila mana yang akan membayar sebanyak itu untuk kontrak yang hanya baru ditanda tangani.
Di lantai tiga kini Ricard berada. Dia langsung mengetuk dan masuk ke ruangan Dewa ketika pria itu mengijinkannya.
"Bagaimana?" tanya Dewa.
"Kacau, Manda meminta kompensasi tiga milyar jika kontraknya batal. Dia sudah menolak kontrak brand sebelah demi kita. Dia tidak terima, Wa."
"Saya rugi waktu dan uang. Nama baik saya juga dipetaruhkan karena menolak brand itu demi kalian. Jika ingin batal, bayar saya sebesar tiga milyar!" Yang dibicarakan tiba-tiba muncul di ambang pintu yang lupa untuk ditutup, mengagetkan Ricard dan Dewa.
**
TBC
Dukung author dengan like, komen dan follow, jangan lupa berikan juga penilaiak untuk cerita ini. Terima kasih ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments