Pemotretan

..."Gagalkan dia, jangan buat dia semakin memiliki kekuasaan. Buat nama dia jatuh kembali."...

Sebuah pesan dari Baron masuk. Justin sama sekali tidak tercengang sebab dia telah mendiskusikan ini dengan Baron tanpa sepengetahuan Amanda. Mereka akan menyabotase hasil pemotretan. Menggagalkan produk yang akan dipamerkan. Akan mereka buat Radewa kembali tak memiliki kuasa.

Niat jahat keduanya semata-mata untuk melindungi Amanda dan Azura. Jika nanti mereka berhasil menekan angka penjualan, maka Dewa akan kesulitan untuk menuntut kebohongan Amanda.

Mungkin sekarang pria itu memang berubah baik, tapi tidak ada jaminan dia akan menjadi seperti dulu saat dia telah tahu siapa Azura sebenarnya. Baron dan Justin hanya ingin yang terbaik untuk kedamaian Amanda dan Azura.

"Ada apa?" Amanda baru saja berganti pakaiaan, mendapati Justin yang termenung dengan pandangan pada layar ponsel.

"Tidak ada apa-apa. Kamu sudah siap?" Justin balik bertanya. Mereka akan melakukan pemotretan brand perhiasan Radewa.

"Hair style-nya mua dirapikan dikit lagi. Bentar ya."

Justin mengangguk, kembali mengatur kamera, pencahayaan dan segala keperluan pemotretan. Untuk saat ini dia akan membuat hasil yang sebagus mungkin.

Tidak mudah tapi juga cukup sulit. Menjadi fotografer maupun model dari sebuah perhiasaan tidak bisa asal-asalan. Harus menggunakan gaya yang pas agar keduanya tersorot secara adil.

Amanda mengenakan gaun hitam pun telah memakai satu set perhiasan dengan mata berlian berwarna blue moon. Dia berpose sebebasnya juga mendapat arahan dari Justin.

Untuk tema kali ini, D&A menggunakan dua warna yang serupa dengan ular Blue Malayan Coral. Blue moon dan fancy orange menjadi dua mata berlian yang dipilih. Dua warna berlian yang banyak diminati karena kelangkaannya. Edisi kali ini benar-benar limited pun dengan harga yang fantastis.

Ratusan jepretan diambil, masuk ke dalam ruangan Ricard juga Radewa yang mengernyit seketika. "Apa tidak ada fotografer lain?" tanya Dewa lirih, Ricard tak mengatakan jika yang akan mengambil foto adalah Justin.

Ricard nyengir. "Mereka dikontrak satu paket, maafkan atas kecerobohan saya."

Tidak perlu berdebat lagi. Yang terjadi sudah terjadi. Hanya saja hati Dewa teriris melihatnya. Mereka benar telah sedekat itu sampai kontrak kerjapun dibuat selalu bersama. Jadi selama tiga tahun lamanya, Justin lah yang memberikan Amanda penyemangat. Pantas jika mantan istrinya itu akhirnya bisa berdamai dengan keadaan. Ada yang telah menerimanya dan menjadi sumber bahagianya.

"Card kamu lihat lebih dekat bagaimana hasil pemotretannya!"

Ricard mengangguk, medekat pada layar laptop yang ada di belakang Justin. Dia amati hasil yang terus masuk ke dalamnya lantas mengangkat jempol. Sesuai ekspektasi, hasilnya bagus sekali. Perpaduan yang pas antara perhiasan tersebut dengan Amanda.

"Kita ambil tema ke dua!" teriak team. Amanda dibantu asisten keluar dari ruangan, melewati Radewa yang tetap berdiri tegak. Tidak ada senyum selayaknya meski Manda sempat meliriknya.

"Senang bertemu anda kembali." Justin menyapa Dewa, mengulurkan tangan yang dibalas dengan cepat. Dewa akan memposisikan juga menahan dirinya.

"Tidak menyangka jika kita akan bertemu kembali dengan cara seperti ini. Anda hebat bisa bangkit kembali."

"Terima kasih." Dewa dingin menyahut. Dia tidak mau terlalu akrab, juga tidak mau terlihat kaku. Biasa-bisa saja, seolah tidak pernah ada masalah di antara mereka.

"Bagaimana dengan pemotretan ini. Sesuai bukan dengan yang anda mau?"

Dewa mengangguk. "Terima kasih sudah melakukan yang terbaik."

"Tentu. Sebenarnya tanpa bekerja ekstra kita semua juga tahu bahwa Amanda memang sangat hebat dan profesional. Cantik dan pintar, saya beruntung memilikinya."

"Saya ikut senang mendengarnya."

"Tidak perlu kaku begitu, Dewa. Saya tidak berniat meanas-manasi. Saya hanya ingin mengatakan jika Manda telah menjadi milik saya, saya harap anda tidak punya niat yang buruk. Saya takut anda akan nekad kembali."

"Tidak perlu takut, Justin. Jika merasa memiliki dan menang, harusnya santai saja. Saya juga tidak memaksa, bukan saya yang mengejar-ngejar."

"Dia hanya ingin membantu. Kasihan melihat anda yang hancur sendiri karena selama tiga tahun terakhir dia begitu bahagia. Jangan begitu percaya diri."

Radewa menyungging smirk. "Baguslah jika memang begitu. Dia masih memiliki hati untuk saya rupanya." Apa itu terprovokasi, balasan Dewa justru membuat Justin geram sendiri.

"Memang hatinya luas sekali bahkan pada yang telah menyakiti. Amanda selalu dikelilingi kebahagiaan setelah peristiwa menyakitkan dulu."

"Doa baik untuknya." Dewa berhasil, dia menahan dirinya dengan baik. Dia bisa melihat dengan jelas bagaimana kakunya tubuh Justin. Lelaki itu jelas menginginkan reaksi lain, namun yang didapat adalah ketenangan.

"Wa lihat sini. Yang ini bagus sekali." Ricard mengamati sejak tadi, dia merasa bahwa sudah cukup membiarkan Dewa mengobrol dengan Justin. Jika tidak dialihkan segera, takut ada keributan di antara mereka. Nama baik Dewa akan dipetaruhkan nantinya.

Tak lama setelah dialihkan, Amanda akhirnya kembali dengan tatanan rambut juga baju yang berbeda. Memang wanita itu sangat cantik sekali, tapi tak sedikitpun Dewa memperlihatkan kekagumannya. Berbeda dengan Justin yang lantang memuji dengan niat yang lain. Memprovokasi Dewa kembali.

Yang sebelumnya gagal, tentunya Justin berusaha lebih lagi. Tak segan segan mengarahkan Amanda dengan sentuhan-sentuhan manis juga canda tawa di pemotretan ke dua. Terlebih yang ini lebih colorful karena berlian fancy orange yang ditampilkan.

Namun sekali lagi, Radewa tak tersentuh. Dia melihat pemotretan ini dengan biasa saja. Ikut tesenyum dengan yang lainnya saat hasilnya begitu memuaskan.

"Akhirnya selesai!" Teriak seorang team. Tepuk tangan meriah diberikan.

"Card, minta keseluruhan soft copynya," celetuk Dewa.

"Buat apa, Wa?" Ricard bingung, biasanya dia hanya memegang hasil terbaiknya.

"Tidak apa, minta saja untuk jaga-jaga. Jika mereka tanya alasannya, katakan saja jika yang sebelumnya juga melakukan yang sama."

"Oke. Saya ngerti."

Dewa mendekat pada Justin dan Manda yang berdekatan di bawah lampu sorot. Terus bercengkrama sembari melihat hasil foto di kamera. "Terima kasih atas kerja kerasnya. Kalian luar biasa. Saya puas melihat hasilnya," kata Dewa tanpa dibuat-buat, selayaknya antara bos dan klien.

"Terima kasih kembali karena sudah mempercayakannya pada kita." Justin membalas.

"Seperti dengan team sebelumnya, saya mengundang kalian untuk makan malam bersama. Bagaimana?"

Justin dan Amanda saling pandang. Mereka tak punya jawaban cepat.

"Ini makan malam bersama team, semua orang yang berada di sini akan ikut." Dewa memperjelas.

"Kami bisa!" tegas Justin, dia merasa ditantang.

"Syukurlah jika bisa. Ricard yang akan memberikan infonya lebih jelas lagi. Tolong ya, Card."

"Siap, Wa. Mau di resto yang sama seperti dulu atau bagaimana?"

"Atur saja." Ricard mengangguk.

"Sekali lagi terima kasih. Maaf saya tidak bisa berlama-lama. Permisi." Dewa menjabat tangan dan meninggalkan ruangan dengan senyum merekah, disusul oleh Ricard di belakangnya.

"Hebat. Jangan mau diprovokasi." Ricard memberi tepuk tangannya. Dia takut akan ada keributan, namun pada akhirnya semua berjalan dengan baik. Manda dan Radewa bersikap profesional. Berbeda dengan Justin yang sikapnya jelas dibuat-buat. Ricard menyadarinya.

***

Tbc

Dukung Author dengan like, komen dan follow. Jangan lupa berikan nilai juga ya. Terima kasih ❤️

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!