"Mari masuk kembali, yang lain pasti sudah menunggu. Tapi sebentar, saya ingin bertanya, yang di leher Azura, kamu yakin itu bekas gigitan nyamuk. Tidak mau kamu periksakan. Saya lihat tadi, bekasnya masih ada dan bertambah."
"Terima kasih sudah khawatir, Azura baik-baik saja. Bekasnya sudah mulai memudar, anda tidak perlu memikirkannya."
"Hanya memastikan karena bekas itu sangat familiar, tapi tidak seperti gigitan nyamuk.."
"Maksudnya?"
"Mungkin yang lebih besar lagi dari nyamuk..."
"Yang jelas bicaranya, aku nggak paham!"
Dewa tersenyum licik. Aku? Rasanya level kedekatan mereka bertambah. Dia senang mendengarnya, tidak terlalu formal masuk ke dalam telinga. "Saya mana tahu, saya tidak melihatnya langsung. Tapi, masa kamu tidak terpikir jika bekas itu bukan bekas gigitan nyamuk. Memang kamu tidak pernah digigit nyamuk. Coba cari tahu lebih dalam."
"Tanpa kamu beri saran, aku sudah melakukannya!"
"Oh, baguslah." Inilah Amanda yang sebenarnya, yang gampang marah-marah, bukan yang lemah lembut seperti tidak punya daya. Dewa memberikan gestur mempersilahkan, "ladiest first," ucapnya.
Amanda menggigit bibir bawahnya, menyadari atas sikapnya yang berubah dalam sekejap. Dibanding harus menahan malu, dia pun berjalan lebih dulu, mempercepat langkah, sebisa mungkin ada jarak yang lebih jauh agar Justin tak menaruh curiga mengenai kepergiaannya dari ruangan. Manda memang sengaja menyusul Dewa seperti yang lalu-lalu. Bedanya kali ini Justin tak juga ikut menyusul karena dia sedang membantu menjaga Azura.
Begitu kembali masuk, berbagai macam sushi sudah dihidangkan. Dewa juga turut mendatangkan chef untuk menghidangkan sushi segar, memberikan kesan terbaik terutama untuk Amanda. Tampak sekali wanita itu bahagia sebab putrinya tersenyum begitu lebar menikmati makanan di depannya. Berbeda sekali dengan reaksi Justin yang tampak terpaksa menikmati hidangan.
Menit demi menit berlalu, makanan yang terhidang habis tak tersisa, Justin dan Amanda pun berpamitan lebih dulu, mengatakan jika mereka ada urusan lain. Padahal sebenarnya Justin yang tak lagi betah untuk tinggal.
Tak perlu menahan lagi kepergian mereka, Dewa pun mempersilahkan mereka untuk pergi. Dia sudah sangat puas melihat Amanda yang dia curi-curi tatapannya sejak awal.
"Kamu ada kegiatan lain nggak?" tanya Amanda begitu mereka keluar dari kantor Radewa.
"Nggak ada. Kan mau ke rumah kamu. Lupa?"
"Nggak lupa, takutnya ada jadwal dadakan. Aku mau minta anterin soalnya."
"Ke mana?"
"Periksa Azura ke dokter. Udah beberapa hari bekasnya bukannya ilang malah nambah. Takut kenapa-napa."
"Salep yang saya kasih udah dipakai kan?"
"Udah."
"Yaudah, aman itu. Emang kerjanya agak lama, tapi itu bagus dan ampuh banget. Nggak usah ke dokter-dokter, yang ada malah salah diagnosa. Percaya sama saya, sayapun pernah ngalamin. Tanya Azura juga, ruamnya gatal atau tidak?"
"Azura, itu merah-merahnya gatal tidak. Atau ada rasa sakit?" Berjongkok Amanda bertanya, putri kecilnya itu digandeng oleh Justin sejak keluar dari ruangan.
"Tidak Mama. Mama tenang saja. Leher aku tidak terasa apa-apa."
"Kamu pernah lihat tidak, hewan yang gigit kamu?"
"Hanya bayangannya yang Zura lihat karena Zura sudah setengah tidur. Hewan itu besar. Pas gigit tidak sakit, Zura juga suka."
"Loh kok suka?"
"Iya, soalnya geli-geli gitu Mama."
"Geli? Hewan apaan sih itu?"
"Mungkin serangga, Sayang. Sudah tenang saja selagi tidak sakit dan gatal. Zura juga biasa saja. Selagi hanya merah tanpa gejala lain, kita tidak perlu ke dokter." Justin menuntun gadis kecil itu ke dalam mobil.
"Ayok, jangan panas-panasan, nanti kamu sakit. Kamu harus sehat buat pameran besok!!" ajak pria itu.
Amanda mengangguk kecil, ikut masuk ke dalam mobil.
***
Masih terus bertanya-tanya sendiri, masih keheranan dan terus mengamati kemerahan di leher Azura, Amanda sama sekali tak menikmati perjalanan pulang. Sebagai seorang ibu, rasanya kurang jika dia tidak mendapat jawaban pasti.
Begitu sampai, mereka langsung masuk ke dalam rumah, disambut Santika dan Suster dari Azura.
"Azura mandi sama Sust, habis itu bobo siang," kata Amanda.
"Loh sudah makan di luar?" tanya Santika.
"Tadi selesai meeting kita disuguhi sushi, Zura sudah makan banyak, Mah. Kamipun juga."
"Oh yasudah kalau begitu. Sana Zura mandi, sudah waktunya istirahat nih..."
"Tapi aku mau bobo sama Papa." Zura merengek.
"Papa juga mau istirahat, Sayang...."
"Tapi mau, Mama...."
"Sudah tidak apa. Nanti Azura saya tidurkan. Sekalian saya amati, ada binatang apa di kamar itu."
"Yeay... aku mandi dulu ya, Papa. Nanti kalau sudah aku panggil Papa."
Justin mengangguk, mengusap kepala gadis kecil itu yang kini telah berlari riang menuju kamarnya bersama suster.
"Masih belum hilang kemerahannya?" tanya Santika.
"Belum. Kayanya kalau beberapa hari lagi gak ilang, aku bawa ke rumah sakit aja deh."
"Kan tadi saya sudah bilang, kalau nggak ada keluhan apapun, tidak perlu lah ke rumah sakit. Takutnya salah diagnosis, tau sendiri rumah sakit di negara kita bagaimana. Yang penting salep yang saya kasih dipakaikan." Justin menyahuti.
"Tapi..."
"Kamu tenang saja. Saya tidurkan Azura dulu ya. Nanti ngobrol lagi." Justin berlalu pergi.
Saling pandang, Amanda dan Santika pun memutuskan untuk duduk bersama di ruang keluarga. Mereka akan menunggu Justin turun kembali di sana.
"Manda akan tetap bawa ke rumah sakit. Mamah nanti temani ya, kalah Justin tanya, bilang saja kita sedang jalan-jalan."
"Belum apa-apa udah saling menutupi." Santika mencebik.
"Bukan menutupi, kita cuma beda pendapat saja. Sebagai yang melahirkan Azura, wajar kalau Amanda khawatir. Wajar juga kalau Justin masih santai, mereka bukan sedarah."
"Tapi apa nggak dengerin aja apa kata Justin. Nama penyakit sekarang itu makin banyak, takut diada-adakan yang nggak ada."
"Tapi Mamah pernah nggak, digigit nyamuk atau serangga yang bekasnya jadi seperti itu?" Santika menggeleng.
"Ya makannya itu, Amanda cuma butuh kepastian. Kalau memang ada diagnosa yang berbahaya, kita tinggal cari rumah sakit lain atau bahkan luar negri sekalian untuk memastikan. Salah diagnosa kita bisa tuntut, tapi kalau ternyata yang diomongin dokter benar, kita yang berdosa membiarkan Azura begitu saja. Syukur-syukur sih nggak ada apa-apa."
"Iya-iya, Mamah nurut saja deh apa kata kamu. Besok kalau kamu mau, kita ke rumah sakit."
"Jangan bilang-bilang Justin!"
"Iya....."
****
TBC
Dukung author dengan vote, komen dan follow. terima kasih❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments