Gigitan Nyamuk

"Om-Om, mau pesan apa?"

Baru juga masuk, permainan sudah dimulai. Azura duduk begitu saja di lantai ruang tamu. Membuka tas besarnya dan mengeluarkan segala isinya.

"Gak ada." Radewa cuek. Siapa tahu dengan sikapnya yang acuh Azura akan menyerah mendekatinya.

"Om sabar... duduk dulu yang tenang." Azura menarik Dewa untuk duduk di lantai. Entah mengapa pria itu menurut saja meski dalam hati kecilnya dia sangat muak, "aku buatkan ayam goreng sama jus jeruk saja ya, Om. Om pasti lapar makannya Om marah-marah."

"Siapa yang marah-marah?" Nada suara Dewa meninggi.

"Tuh kan Om pasti lapar. Sabar Om."

Azura terbiasa main dengan Justin, reaksi antara kedua pria itu memang jauh berbeda, tapi bukan Azura jika tidak bisa mengontrol keadaan. Dia menyadari ini hanyalah permainan, tapi meski begitu semuanya harus tampak seperti nyata. Dia menyiapkan kompor dan wajan, menggoreng miniatur ayam dan meletakkannya ke piring. Tak ada satu menit dia menyuguhkan pesanan paksaan pada Dewa yang hanya bisa meringis mendapati dirinya dijadikan bahan lelucon anak kecil.

"Silahkan dimakan Om."

"Gimana mau makan. Orang ini keras semua!" Protes Dewa.

"Pura-pura, Om!!" Zura menepuk jidat.

"Ya ya ya."

Mendapati Dewa yang mulai berpura-pura, Azura tersenyum begitu bangga. "Enak?"

"Hmm."

"Anak pintar. Makan yang banyak ya." Azura kembali membuat tindakan mencengangkan. Gadis kecil itu, spontan memberikan tepukan di kepala Dewa, bahkan juga mengusap kepala pria itu, membawa desiran aneh pada dada, yang entah mengapa membuat mata Dewa berkaca-kaca. Ada kesedihan yang terasa secara tiba-tiba yang pandai dia tutupi dengan cara mengalihkan pandangan pada sekitar.

"Loh, Om kenapa?"

Dewa terkejut, dia padahal sudah sebaik mungkin menyembunyikan sedih yang entah kenapa dari Azura, tapi mengapa gadis kecil itu tiba-tiba menepuk bahunya dan terlihat begitu khawatir?

"Om gak kenapa-napa," jawab Dewa gagap.

"Yah... aku lupa kasih tahu. Om harusnya pura-pura sakit perut sehabis makan. Nanti aku jadi dokter. Gitu loh, Om."

"O..Oh..." Terbelalak Dewa mendengarnya. Tak disangka rupanya gadis itu bukan khawatir melainkan tengah bermain peran.

"Jangan oh doang. Ayo, Om, pura-pura sakit perut!"

"Aduh..." Kembali Dewa berperan, membuatnya menjadi bahan tertawaan suster gadis kecil itu.

Jika bukan karena ingin mengambil hati Amanda kembali, Dewa akan lebih tegas terhadap Azura. Dia mau tidak mau memang harus terus bersikap lembut, hingga sampai di waktunya nanti. Entah akan diterima kembali atau justru menjadi asing pada akhirnya.

Permainan terus berlanjut, Dewa yang pasrah mulai tenang menghadapi situasi, mulai mengikuti tanpa geram di hati, memperhatikan gerak dan gerik Azura yang setelah diamati lama-lama mirip sekali dengan gerak-gerik Amanda.

Tak tersirat keanehan apapun. Radewa tak berpikir macam-macam apalagi sampai terbesitkan pikiran jika Azura adalah anak kandung Amanda. Dia mengira jika kesamaan gerak dan gerik serta sifat mereka karena kebersamaan mereka setiap hari yang akhirnya menjadi bonding keduanya. Bahkan wajah yang mirip itu dipikirnya sama seperti anak dan orang tua asuh di luaran sana yang tak jarang menjadi mirip pada akhirnya.

"Itu, leher kamu kenapa merah-merah begitu?" Dewa melihat kemerahan di leher Azura saat gadis kecil itu tengah memeriksanya.

"Digigit nyamuk," jawab Azura santai.

"Masa sebesar itu?"

"Kan nyamuknya juga besar, Om!"

"Emang iya, Sus?" Dewa memastikan. Takutnya nanti dia disalahkan karena bekas merah itu. Padahal rumahnya bersih, jangankan nyamuk, semut pun tidak terlihat melintas di sudut manapun.

"Iya, Pak. Bekasnya jadi besar karena digarukin. Itu udah beberapa hari ada jadi Bapak gak perlu khawatir takut disalahkan."

"Nyamuk mana yang membekas selama itu," gumam Dewa.

"Kamu jarang mandi ya, makannya digigitin nyamuk." Dewa menggoda Azura.

"Ih aku sering mandi tahu, Om!"

"Ya terus kenapa bisa digigit nyamuk. Atau jangan-jangan kamar kamu kotor. Kamu pasti jorok makannya kamarnya banyak nyamuk gitu."

"Ih ndak ya, Om. Kamar aku bersih, nyamuknya juga tidak banyak. Cuma satu, tapi besar!"

"Masa. Bohong paling kamu. Di mana-mana nyamuk itu kecil."

"Yasudah kalau Om tidak percaya. Aku lihat, kok. Nyamuknya besar sekali...."

"Bukan nyamuk itu, tapi monster. Hayoloh kamu dideketin monster. Lama-lama nanti kamu dimakan monster itu sampai habis."

"Om... tidak boleh takut-takutin."

"Enggak peduli. bagus deh kalau kamu dimakan, Om jadi tidak ada yang ganggu."

"Ih.... Om jangan nakal!!"

"Gak papa nakal, biar kamu pulang."

"Enggak, aku masih mau main. Wleek!!"

Nyatanya meski kesal, Dewa cepat terbiasa. Dia mulai tidak keberatan berinteraksi dengan Azura. Bermain bersama, menurut dengan perkataannya. Namun bukan berarti tidak memakai batasan, tepat satu setengah jam gadis kecil itu berada di rumahnya, Dewa memutuskan untuk menyudahi permainan dengan mengatakan bahwa dia akan pergi melakukan sebuah pekerjaan. Azura pun yang telah puas karena keinginannya terwujud mengangguk tanpa alasan lagi.

"Besok-besok kalau aku mau main lagi, boleh kan Om?" tanya Zura, telah menggendong kembali tas besarnya.

"Iya, boleh."

"Tidak pakai alasan-alasan lagi kan?"

"Enggak."

"Yes. Yasudah, aku pulang dulu ya, Om. Dadah!!"

Dewa mengangguk, membukakan pintu rumahnya. Alangkah terkejutnya iya mendapati Amanda sudah berada di depan pintu dengan tangan terangkat, yang menandakan jika ia ingin mengetuk pintu rumahnya.

"Mamah ngapain di sini?" tanya Azura.

"Eh, itu. Mamah mau jemput kamu. Kamu sudah terlalu lama mainnya, takut ganggu."

"Ini aku sudah mau pulang. Main di rumah Om Dewa seru. Besok-besok Zura mau main lagi."

"Oh, ya! Kalau begitu kita pulang yuk."

"Tunggu!" Dewa membuat Manda yang tampak gugup itu tertegun, "merah di leher Zura, itu bukan karena digigit nyamuk di rumah saya. Rumah saya bersih," paparnya, takut dia tetap disalahkan.

"Iya, saya tahu. Bekasnya sudah ada sejak kemarin, tidak perlu khawatir akan disalahkan. Sebelumnya terima kasih sudah mau direpotkan. Saya permisi."

"Tunggu!" sekali lagi Dewa menahan, "jangan pakai obat nyamuk elektrik, itu berbahaya bagi kesehatan. Pakai saja yang semprot dan diamkan kamar selama satu jam sebelum Zura masuk. Dan bekas merahnya, pakai gel dari merek Babycalm, itu ampuh buat meredakan gatal dan menghilangkan bekasnya dengan cepat," ucapnya.

"Terima kasih, akan saya coba pakaikan." Usai mengangguk, Amanda cepat-cepat mengajak Azura kembali ke rumah. Bukan apa-apa, dia sengaja datang menjemput Azura karena Justin mengabari dia akan kembali karena urusannya selesai lebih cepat. Jika Justin tau Azura masih berada di rumah Dewa, Manda takut akan kembali ada pertikaian di antara mereka. Untungnya tanpa perlu banyak basa-basi, putri kecilnya itu sudah mau pulang. Karena menginjak rumah Dewa adalah keterpaksaan baginya.

"Dia berubah," gumam Dewa tersenyum kecil mengamati sosok Amanda yang jauh lebih lembut dibandingkan dulu saat mereka masih bersama.

Terpopuler

Comments

westi

westi

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

2025-03-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!