"Sayang, kamu kok diam saja sih." ucap Vani dengan cemberut, karena Andra belum juga meresponnya.
"Aku bersihin ini dulu." jawab Andra.
"Sayang, aku ikut." teriak Vani dengan manja.
Lalu ia mengekor di belakang Andra.
Dengan perasaannya yang masih jengkel, Andra masuk ke dalam kamar mandi. Dia melepaskan bajunya, dan memberikannya kepada Vani.
"Sayang aku boleh kan minta tolong sama kamu." ucap Andra diiringi senyum manisnya.
"Tentu saja." jawab Vani sambil menerima baju Andra, dan membersihkannya. Ia tampak bahagia melakukan hal itu.
Memang siapa yang tidak bahagia bisa menjadi pacar Andra.
Walaupun dia terkenal playboy, namun wajah tampannya benar-benar membuat hati meleleh.
Dan lagi ia terlahir di keluarga yang kaya raya. Membuat para gadis rela menjadi pacarnya, walau hanya sesaat saja.
"Sayang, nanti anterin aku pulang ya." ucap Vani dengan nada yang manja.
"Memangnya tadi kamu gak bawa mobil?" tanya Andra.
"Enggak, tadi aku bareng Papa.
Anterin ya, masa tiap hari cuma bareng Mbak Ella. Pacar kamu kan aku bukan Mbak Ella." kata Vani sambil merajuk, ada nada cemburu dalam ucapannya.
"Jangan ngambek gitu dong. Iya nanti aku anterin." jawab Andra sambil mengusap-usap pipi Vani.
Vani tersenyum mendapatkan perlakuan manis dari Andra.
Vani merasa menang karena Andra lebih memilih dirinya daripada Ella.
"Jadi, boleh aku minta ini." tanya Andra sambil jemarinya menyentuh bibir Vani.
Pandangan mata mereka saling bertemu, Andra semakin mengikis jarak di antara keduanya.
Vani tersenyum manis sambil mengangguk, ia mengiyakan permintaan Andra.
***
Andra masuk ke dalam kelas, setelah bel berbunyi cukup lama. Untung saja hari ini semua guru sedang rapat, dan hanya memberikan tugas untuk siswa-siswinya. Jadi Andra masih aman, dan tidak mendapatkan hukuman.
Tanpa banyak kata ia langsung duduk di samping Vino.
"Lo darimana saja Ndra,
baju sampai kering begitu, yang di dada tadi kurang hot ya, jadi nyari yang lebih hot." kata Vino sambil tertawa.
"Gimana Ndra sensasi pedasnya,
pasti angetnya bisa nyentuh hati ya. Hahaha." Riky pun ikut menimpali.
"Andra...Andra konyol banget lo hari ini. Sayang gue gak ada di TKP, jadi gak bisa liat ekspresi muka lo." ucap Nadhira tak mau kalah.
"Ledekin saja terus, punya teman pada gak ada akhlak." Gerutu Andra sambil melotot kearah teman-temannya.
Sedangkan Ella. Dia hanya diam.
Dia tidak ikut mengatai Andra.
Hatinya sakit melihat baju Andra yang mulai mengering, ia ingat jelas jika tadi Andra bertemu dengan Vani.
"Lo ngapain aja Ndra sama Vani sampai selama itu." batin Ella.
"El, nanti lo pulang bareng Vino ya. Gue hari ini gak bisa nganter lo." ucap Andra sambil menoleh menatap Ella.
"Gak usah Ndra, gue sama Nadhira saja. Tadi kita sudah janjian, kita mau mampir ke toko buku." jawab Ella.
Tadi mereka memang sudah janjian.
Ella sudah bisa menebak jika Andra akan pulang bersama Vani. Jadi Ella mengiyakan ajakan Nadhira untuk menemaninya membeli beberapa buku. Dari pada harus satu mobil dengan Vino, dan dia banyak bertanya tentang perasaannya, lebih baik menghindar saja, pikir Ella kala itu.
"Oww ya sudah kalau begitu, nanti hati-hati ya." kata Andra sambil tersenyum.
Ella menjawab perkataan Andra dengan anggukan, dan senyuman.
***
Jarum jam sudah menunjukkan angka 10.00 malam. Andra baru saja memarkirkan mobilnya di garasi.
Kini ia sedang berdiri di depan pintu rumahnya. Tangannya membuka pintu itu, lalu ia masuk dan melihat ada ibunya yang sedang duduk bersandar di sofa.
Bu Mirna menoleh, dan langsung berdiri mendekati Andra. Raut wajahnya terlihat sangat marah.
Bagaimana tidak. Andra masih memakai seragam sekolah.
Wajahnya lusuh dan tampak lelah. Entah dari mana saja dia, dan apa yang dilakukannya.
"Andra, dari mana saja kamu?" tanya sang ibu.
"Bukan cuma Mama yang punya kesibukan." jawab Andra,
emosinya mulai tersulut.
"Kamu semakin berani sama Mama Andra. Kamu seperti ini terus, mau jadi apa kamu nanti!" kata Bu Mirna dengan nada yang semakin tinggi.
"Aku kayak gini juga karena Mama, aku butuh perhatian Mama.
Tapi Mama gak pernah peduli sama aku. Seminggu ini Mama kemana saja, kenapa Mama gak pernah pulang!" ucap Andra juga dengan nada tinggi.
"Mama kerja Andra. Uangnya juga untuk kamu. Untuk kebutuhan kamu, untuk masa depan kamu.
Lagipula juga sudah ada Om Adit yang nengokin kamu." kata Bu Mirna dengan emosi.
"Tapi Om Adit itu cuma tangan kanan Mama, dia orang lain Ma, bukan keluarga kita." bantah Andra.
"Harusnya kamu itu bersyukur, masih ada orang lain yang peduli sama kamu." kata Bu Mirna tak mau kalah.
"Justru itu aku lebih sedih Ma.
Orang lain saja perhatian sama aku, tapi kenapa orang tuaku tidak.
Papa sudah pergi, aku sudah gak tahu sekarang ada dimana.
Aku cuma punya Mama, tapi Mama juga gak pernah ada buat aku." jawab Andra, dadanya mulai naik turun menahan emosi.
"Jangan sebut kata Papa didepan Mama. Dia bukan Papa kamu lagi.
Dia sudah pergi, dia sudah gak peduli lagi sama kamu. Jangan pernah kamu anggap sebagai Papa lagi." bentak Bu Mirna.
"Tapi apa bedanya Mama dengan Papa. Mama juga gak pernah ngertiin perasaan Andra kan." jawab Andra tidak mau kalah.
PLAAKK
Satu tamparan keras mendarat di pipi Andra. Rasa panas mulai menjalar di wajahnya. Rasa sakit dan sesak menghimpit relung hatinya. Ini adalah pertama kali dalam hidupnya. Mendapat tamparan dari sang ibu yang sebenarnya ia sayangi.
Sejak kepergian sang ayah, hubungannya dengan sang ibu memang tak sebaik dulu.
Namun dalam pertengkarannya selama ini yang Andra dapat hanyalah bentakan, bukan tamparan.
"Jangan bandingkan Mama dengan Papa kamu, Mama tidak sudi Andra.
Jangan menjadi anak yang susah diatur. Menurut sama Mama, sekolah betul-betul, belajar yang rajin, kamu harus bisa menjadi pembisnis besar.
Kelak kamu yang akan menggantikan posisi Mama, kamu ingat itu!" bentak Bu Rani.
Lalu beliau melangkah pergi. Beliau masuk kedalam kamar dan menutup pintunya. Meninggalkan Andra yang yang masih berdiri mematung di tempatnya.
Setetes air matanya mulai jatuh, hatinya teramat sakit, bukan hidup seperti ini yang ia inginkan. Andai saja ada yang memberinya pilihan.
Dia rela kehilangan kemewahan. Asal keluarganya damai, dan penuh kehangatan.
"Anda baik-baik saja Tuan?"
tanya Pak Adit sambil memegang kedua bahu Andra.
Entah kapan beliau datang Andra juga tidak tahu.
Entah beliau melihatnya menangis, atau tidak Andra juga tidak peduli.
"Tolong maafkan Nyonya.
Suasana hatinya sedang buruk, tadi ada sedikit masalah di kantor." ucap Pak Adit menenangkan Andra.
Namun Andra masih bergeming. Pikirannya masih kalut, dan hatinya masih sakit.
"Silakan Anda istirahat Tuan.
Tenangkan fikiran Anda, saya akan membantu Anda ke kamar."
sambung Pak Adit sambil membimbing lengan Andra, dan mengajaknya pergi.
Andra menurut, ia berjalan di samping pak Adit. Tangga demi tangga ia lalui. Namun jarak antara ruang tamu dengan kamarnya terasa lebih jauh dari biasanya.
Sesampainya di depan kamar.
Andra membuka pintunya, dan ia menoleh sebelum masuk ke dalam.
"Terima kasih Om, sekarang tinggalkan saya sendiri." ucap Andra dengan pelan.
"Baik Tuan, kalau begitu saya permisi." jawab pak Adit.
Andra masuk ke dalam kamar, dan menutup pintunya.
Hanya ada dia seorang diri. Dia duduk di sofa dekat meja. Matanya masih berkaca-kaca, ia benar-benar tak menyangka jika seseorang yang ia panggil mama bisa begitu murka.
"Aku gak tahu Ma, apa yang sebenarnya terjadi antara Mama dan Papa. Dari dulu aku gak pernah melihat Mama dan Papa akur.
Jika memang tidak saling mencintai kenapa harus menikah, harusnya gak usah hidup bersama.
Kalau udah kayak gini, kita yang jadi korban, yang terluka bukan kalian.
Tapi aku dan dia, atau mungkin juga cuma aku saja." gumam Andra dengan pelan.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
siti rohayanti
baru nemu ini novel dan tertarik untuk baca semakin penasaran DIA itu siapanya Andra ?
2023-05-15
0
Siti Fatimah Fatimah
dia siapa ndra???
2022-02-28
1
☣ᴍᴀʀᷧɪᷞᴀɴᴀ☣
nyesekkkk
2021-03-27
1