Pagi yang cerah. Matahari menyemburatkan cahaya jingganya yang mempesona. Angin bertiup sepoi-sepoi menggoyangkan dedaunan. Setetes demi setetes embun jatuh membasahi rerumputan. Langit biru membentang luas, dihiasi awan-awan putih yang menggantung di angkasa raya.
Ella gadis remaja itu sedang menatap pantulan dirinya di cermin. Rambut panjangnya dikuncir tinggi, dengan poni depan yang tebal dan rapi.
Berbalut seragam putih abu-abu, dengan tas selempang warna putih yang menggantung di tangan kanannya. Tak banyak aksesoris yang ia pakai, hanya kalung berliontin apel dengan permata warna biru dibagian tengah, kalung pemberian Andra, tampak melingkar manis di lehernya yang jenjang. Gelang jam rolex warna perak menghiasi tangan kirinya, juga salah satu hadiah dari Andra dihari ulang tahunnya.
Setelah merasa cukup dengan penampilannya, ia keluar kamar dan berpamitan pada sang ibu untuk pergi ke sekolah. Kala itu mobil Andra sudah stand by di depan rumahnya.
"Selamat pagi manis." goda Andra saat Ella sudah masuk ke dalam mobil. Lalu ia menghidupkan mesin mobilnya, dan mulai melaju menyusuri jalanan.
"Pagi juga ganteng. Tadi malam kemana saja, ditelfonin gak diangkat." jawab Ella dengan gaya sok genit, namun matanya menatap Andra dengan tajam.
"Gue tidur El, capek banget gak dengar ada ponsel bunyi." jawab Andra.
"Alasan lo basi Ndra." ucap Ella sambil memalingkan wajahnya.
"Gue gak bohong El." kata Andra.
"Bohong juga gak apa-apa-apa kok Ndra, gue juga gak ada hak buat maksa lo untuk jujur." ucap Ella.
Andra tahu jika Ella sedang marah padanya. Satu hal yang paling Ella benci dari Andra adalah mabuk-mabukan.
"Gue minum sama teman-teman, gue suntuk banget El, sudah hampir seminggu Mama gak pernah pulang, cuma nyuruh Om Adit buat nengokin gue." akhirnya Andra menjawab dengan jujur.
Ella sangat kecewa dengan jawaban Andra. Dia sangat tidak suka jika Andra pergi ke klub malam, dan minum-minum di sana.
Banyak hal yang mungkin saja bisa terjadi di sana, Ella tidak ingin penantiannya sia-sia hanya karena kecerobohan Andra.
"Sesakit inikah mencintai lo Ndra.
Harus siap melihat lo mesra sama cewek lain, harus membayangkan lo mabuk-mabukan di klub malam. Tak bisakah lo turuti satu saja permintaan gue Ndra." batin Ella.
Kenyataan jika Andra datang ke klub malam, memang jauh lebih menyakitkan dibandingkan dengan melihat Andra bergandengan dengan gadis lain.
"Apa dengan minum, dan datang ke klub malam mama lo akan pulang, enggak kan? Apa sih keuntungannya lo mabuk-mabukan, gak ada juga kan?" tanya Ella sambil memandang Andra.
"Setidaknya gue bisa lupain beban hidup gue, walaupun cuma sejenak." jawab Andra.
"Lo cowok Ndra, jangan jadi pengecut. Lo hadapi masalah hidup lo dengan jantan, bukan kayak gini. Lo bisa melakukan hal positif agar Tante Mirna bangga sama lo, agar dia bisa perhatian sama lo." kata Ella.
"Lo bisa ngomong kayak gitu El, karena lo gak ngalamin jadi gue.
Andai saja lo ada diposisi gue, bukan hal yang gak mungkin lo juga bakal ngelakuin hal yang sama kayak gue." ucap Andra sambil menoleh sekilas ke arah Ella.
Dia memang temperamental, emosinya akan cepat tersulut saat orang lain tak mau memahami kesulitannya.
"Gue memang gak pernah ada diposisi lo, tapi bukan berarti gue gak pernah mengalami kesulitan.
Semua orang punya kesulitannya masing-masing Ndra.
Mungkin menurut lo hidup gue enak, punya ibu yang sayang sama gue, punya saudara yang peduli sama gue. Tapi lo juga gak tau kan, betapa sakitnya dihina orang hanya karena kita miskin." ucap Ella dengan menekankan kata "miskin" diakhir kalimatnya.
Sontak Andra langsung menoleh, menatap Ella dengan tajam. Kata-katanya seakan menohok hati Andra. Yang dia tahu selama ini Ella adalah gadis yang ceria, tidak pernah ambil pusing dengan cemoohan orang. Emosinya yang tadi sempat tersulut kini perlahan mulai menurun.
"Apa selama ini lo juga pernah sedih El?" tanya Andra dengan hati-hati.
"Menurut lo?'' Ella balik bertanya.
"Tapi lo gak pernah nangis, lo gak pernah ambil pusing dengan ucapan orang-orang." ucap Andra.
"Gak nangis bukan berarti gak sedih kan Ndra. Gue juga punya hati Ndra, bisa sedih bisa bahagia." kata Ella.
"Tapi gue gak pernah lihat lo nangis, gak pernah mendengar lo ngeluh." ucap Andra.
"Karena selain punya hati gue juga punya otak. Percuma gue nangis, gue ngeluh, gak bakal nyelesain masalah. Gue emang sedih mendengar hinaan mereka, tapi gue gak mau terlarut dalam kesedihan, gue jadikan omongan mereka sebagai motivasi. Biar gue lebih giat belajar, biar nanti bisa kuliah, bisa punya pekerjaan mapan. Kalau gue sudah punya banyak duit, gak ada lagi kan yang bakal hina gue.
Sama kayak lo, gue berharap keadaan bisa memotivasi lo. Lo belajar yang rajin, biar nanti bisa jadi orang hebat. Kalau lo sudah sukses, nyokap lo pasti bangga. Kalau nyokap lo sudah bangga, gak mungkin gak perhatian sama lo, gak mungkin gak sayang sama lo." kata Ella menjelaskan dengan panjang lebar.
"Jadi menurut lo gue gak punya otak?" tanya Andra sambil cemberut.
"Gue gak bilang gitu." jawab Ella.
"Kata-kata lo menjurus kesitu." kata Andra.
"Enggak." jawab Ella singkat.
"Lo punya otak makanya bisa termotivasi, sedangkan gue gak bisa termotivasi, berarti gue gak punya otak. Ya kan?" tanya Andra dengan kesal.
"Lo sendiri ya yang bilang, bukan gue." jawab Ella.
"Ngertiin gue dong El, hidup gue itu benar-benar sulit." ucap Andra pasrah, tak ingin berdebat lagi.
"Hidup gue juga sulit." jawab Ella spontan.
"Tapi gue bukan lo." ucap Andra singkat.
"Kenapa gak mencoba jadi seperti gue?"
"Gak mau."
"kenapa?"
"Gak bisa."
"Usaha."
"Sulit."
"Gak ada kata sulit, selama ada niat."
"Gue gak ada niat."
"Bayi aja punya niat untuk berusaha, masa lo kalah."
Andra terdiam, pasrah. Tak ada lagi jawaban dari mulut Andra. Ia memang tak pernah menang jika berdebat dengan Ella.
"Lo marah banget ya El, kalau gue pergi ke klub. Setiap kali gue habis kesana lo pasti kayak gini, setelah ini pasti lo diemin gue."
Akhirnya setelah beberapa saat Andra membuka suara. Raut wajahnya terlihat memelas, sejujurnya dia tidak ingin jika Ella marah terlalu lama padanya.
Ella menatap lembut wajah Andra.
"Gue kayak gini karena gue khawatir sama lo Ndra. Lo sahabat gue, gue gak mau lo terjerumus kedalam lubang yang salah.
Jangan sampai hanya karena kesenangan sesaat, lo sampai lupa dengan akal sehat. Terkadang kecerobohan kita yang tidak seberapa, bisa menjadi bomerang besar untuk diri kita sendiri." kata Ella sambil menatap Andra.
Andra tersenyum, ia menggengam tangan Ella sambil mengusapnya dengan lembut.
"Makasih ya El udah perhatian sama gue. Lo percaya saja sama gue, gue gak akan sebodoh itu. Gue kalau minum juga kira-kira kok, gak sampai lupa diri, jadi lo tenang saja ya."
"Syukur deh kalau begitu. Tapi alangkah lebih baiknya, jika kamu gak usah pergi kesana.
Jangan sampai kesalahan lo dimasa lalu, jadi penyesalan terbesar dalam hidup lo." jawab Ella dengan senyum manisnya.
Hatinya berdebar merasakan sentuhan Andra di tangannya.
"Andai lo bisa benar-benar gue genggam Ndra, pasti gue akan jadi gadis yang paling bahagia. Kapan sih Ndra mimpi ini akan jadi nyata." kata Ella dalam hatinya.
Wajahnya mulai merona, membayangkan Andra yang akan menjadi miliknya.
Baru kali ini Ella tidak mendiamkan Andra setelah pergi ke klub.
Biasanya Andra harus memohon berkali-kali untuk mendapatkan maaf darinya.
"Baru pertama kalinya nih Ella gak terlalu marah. Dapat rekor perdana gue, asyiiikkk. Tapi kata-katanya tadi nyentuh banget ya dihati gue.
Dan melihat Ella percaya kayak gini, gue merasa bersalah, gue udah bohongin dia. Maaf ya El soal ini gue gak bisa jujur sama lo, gue terpaksa harus bohong, gue gak mau lo marah." ucap Andra dalam hatinya.
jangan lupa like dan favoritnya ya readers.
juga jangan lupa tinggalkan jejak dikolom komentar.
siap menerima semua kritik dan saran.
terima kasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Fhivie
klo baca dr sini...mirip dg kisah q...
2021-08-15
0
Kamila Azmi Rokhit
Aku mampir kak
2021-03-29
0
Cicik Imut
bagus ceritanya, hanya alurnya terlalu lambat
2021-03-29
1