Happy Reading.
Aluna masih berada di rumah kontrakan, yang ditinggali kedua orang tuanya sebelum mereka meninggal. Sampai hari ke tujuh kematian sang ayah. Sampai saat itu pula, Hariz maupun keluarga sang suami tidak kelihatan batang hidungnya. Jangankan datang, menelpon pun tidak. Jika boleh jujur Aluna sangat sedih dan juga merasa kecewa, namun dirinya memilih fokus untuk mengurus uang dan aset yang diberikan oleh Yandi. Ia harus mendapatkan uang itu secepat mungkin untuk mengembangkan bisnisnya kembali, juga untuk kebutuhan hidupnya mengingat Hariz sudah tidak lagi memberinya uang.
Beruntung semuanya dimudahkan. Semua aset yang ditinggalkan oleh Yandi sudah berpindah ke tangannya.
"Good, Aluna," puji Rania.
"Terima kasih, Rania, Pak Roger kalian sudah mau repot-repot membantuku," ucap Aluna.
"Tidak maslah, Aluna. Kamu anak yang baik. Hiduplah dengan baik setelah ini. Jika suamimu dan keluarganya bertindak kasar lagi, hubungi saya segera. Saya akan membantu kamu untuk memberikan pelajaran kepada mereka dengan jalur hukum," pesan Roger.
"Baik Pak roger, aku akan terus mengingat itu. Terimakasih banyak untuk semua bantuan Anda. Saya do'akan istri Bapak cepat sehat seperti sedia kala," ucap Aluna.
"Amin'
"Kalau begitu saya pergi dulu. Saya masih ada urusan," pamit Roger.
"Silahkan, Pak," balas Aluna dan Rania bersamaan.
Mereka mengantar Roger ke parkiran menunggu sampai pria paruh baya itu pergi. Barulah Aluna dan Rania berencana untuk pergi.
"Ayo, Aluna! Apakah kamu tidak ingin melihat butikmu. Kamu tidak merindukan hasil kerja kerasmu dulu," ajak Rania.
"Tentu saja. Aku ingin melihat tempat itu. Apakah masih sama atau tidak," kata Aluna.
"Tapi …." Rania memerhatikan penampilan Aluna dari atas hingga bawah. Terlintas ide brilian di pikirannya. "Sekarang kamu harus ubah penampilan kamu. Itu yang terpenting," usul Rania.
"Hah, maksudnya?" tanya Aluna tidak mengerti.
"Ck, Aluna lihat penampilanmu! Gak banget sekarang. Ayo ikut aku!" ajak Rania.
Rania menarik Aluna masuk ke mobilnya, setelah itu membawa Aluna ke salon kecantikan. Tidak lupa juga membeli pakaian dan aksesoris lainnya yang bagus terlebih dahulu, untuk menunjang penampilan Aluna.
-
-
Beberapa jam berada di salon melakukan perawatan bersama Aluna kini sudah terlihat berbeda. Penampilannya kini bak wanita karir yang sukses, tidak seperti penampilan sehari-harinya saat menjadi ibu rumah tangga. Wajahnya yang cantik semakin cantik dengan polesan make-up.
"Ini baru Alunaku." Rania memeluk Aluna dari belakang. Memerhatikan pantulan Aluna pada cermin yang ada di hadapannya. "Aku penasaran bagaimana reaksi, suami, mertua, dan adik iparmu. Kira-kira mereka akan berkomentar apa? Apa mereka masih bisa merendahkanmu nanti."
"Rania." Aluna berbalik berhadapan langsung dengan Rania. "Di hadapan mereka aku selalu buruk."
"Tidak masalah. Bagiku kamu perempuan tercantik," seru Rania. "See … inilah diri kamu yang sebenarnya, Aluna. Aku happy banget pokoknya."
"Rania —" Ucapan Aluna langsung dipotong oleh Rania.
"Stop! Aku bosan mendengar ucapan terima kasihmu," sela Rania. "Sekarang ayo pergi!" Rania menarik Aluna dengan antusias.
Aluna tersenyum dan menggelengkan kepala melihat tingkah Rania. Pada saat itu Aluna sendiri merasa sangat senang. Ia tidak tahu kapan merasa bahagia seperti itu. Mungkin sudah lama.
Sampailah mereka di butik yang dulu Aluna kelola di salah satu pusat perbelanjaan elite. Jantung Aluna berdegup kencang saat akan membuka kunci butik itu. Aluna menarik napas dalam-dalam memberikan semangat pada dirinya sendiri. Kunci Aluna masukan ke dalam lubang kunci lalu memutarnya dan pintu kaca pun terbuka.
"Ayo masuk," ajak Rania.
Aluna masuk mengikuti Rania. Ia melihat sekeliling tempat itu. Ada banyak yang berubah, meskipun begitu Aluna tetap senang bisa mendapatkan tempat itu kembali. Tentunya berkat Rania.
"Ramaikan lagi tempat ini," pinta Rania.
"Tentu. Akan aku buat lebih ramai dan besar lebih dari dulu," janji Aluna.
"Dan ya … aku rindu dengan desain baju, tas, dan juga perhiasanmu," aku Rania. "Kalau tempat ini sudah buka, aku mau kamu buatkan desain perhiasan untukku," pinta Rania.
"Spesial untukmu, Rania," balas Aluna.
Puas melihat-lihat Aluna dan Rania menutup kembali butik itu. Hari semakin petang langit biru mulai menggelap. Rania mengatakan Farel akan menjemputnya. Mereka akhirnya bertemu di sebuah restoran dan memutuskan untuk makan malam bersama sebagai perayaan untuk Aluna.
Mereka memilih restoran yang menyediakan makan khas negeri sakura dan memilih ruangan private agar mereka lebih leluasa untuk mengobrol. Setelah memesan makanan mereka mengobrol sambil menunggu makan mereka datang.
"Aluna, setelah ini kamu akan pulang ke mana?" tanya Farel.
"Emmm … aku sepertinya akan pulang ke rumahku," jawab Aluna setelah berpikir beberapa saat.
"Kamu yakin?" tanya Rania memastikan.
"Ya," jawab Aluna. "Mereka juga belum pulang. Aku bisa beristirahat dengan tenang di sana. Juga ada hal yang harus aku urus," sambungnya.
"Ya, Aluna. Lebih baik kamu pulang ke rumahmu. Jika kamu tinggal di rumah kontakan itu kamu justru akan terus merasa sedih," ucap Rania dianggukki setuju oleh Farel.
Suasana menjadi hening. Mereka sibuk dengan aktifitas mereka sendiri. Aluna mengobrol dengan Rania, sedangkan Farel memilih berkutat dengan ponselnya.
"Emm, Aluna," panggil Farel.
"Ya, ada apa?" tanya Aluna.
"Sebenernya … ada yang ingin aku bicarakan denganmu," ucap Farel ragu.
"Ada apa, Rel. Katakan saja," ucap Aluna.
"Ada apa, Sayang? Kamu terlihat cemas?" Rania bertanya sedikit khawatir.
"Bukan cemas, Sayang. Lebih tepatnya bingung," aku Farel.
"Bingung? Ada apa sebenernya? Kamu jangan membuat aku dan Aluna cemas," desak Rania.
"Iya, Rel. Katakan saja ada apa?" imbuh Aluna.
"Sebenarnya, tadi aku bertemu dengan temanku. Dia mengatakan sangat membutuhkan pekerjaan. Aku bingung untuk memberinya pekerjaan apa padanya," jelas Farel.
"Lalu hubungannya dengan Aluna apa, Sayang?" tanya Rania.
"Laki-laki atau perempuan?" tanya Aluna.
"Laki-laki," jawab Farel. "Dia serba bisa. Mungkin kamu bisa memperkerjakannya sebagai sopir atau asisten pribadi, bisa juga jadi body guard," ucap Farel.
"Paket komplit sekali," seru Rania. "Memangnya siapa teman kamu itu? Hampir semua temanmu aku kenal?" tanya Rania penasaran begitu juga dengan Aluna.
"Eee …?" Farel ragu untuk mengatakannya sebab istrinya pasti mengenalnya.
"Farel, aku tidak akan membiarkanmu menempatkan seseorang yang mungkin bisa membahayakan Aluna," ancam Rania.
"Tidak, Sayang, dia tidak akan melakukan itu. Dia baik dan kamu sangat mengenal dia," jelas Farel cepat.
"Lalu siapa dia?" tanya Rania gemas.
"El- Elgar," jawab Farel.
BYUR
Rania menyemburkan minumannya membuat Aluna dan Farel terkejut.
"Rania, kamu tidak apa?" tanya Rania membantu mengelap bibir Rania yang basah.
Rania menggelengkan kepala lantas menoleh ke arah Farel seolah meminta penjelasan.
"Tadi kamu bilang siapa? Elgar?"
"Ya." Sesuai dugaan Farel, istrinya sangat terkejut.
"Kenapa memangnya? Laki-laki itu kenapa?" tanya Aluna yang mulai penasaran dengan laki-laki bernama Elgar.
"Oh tidak, Aluna, dia pria yang baik. Hanya saja aku sudah lama tidak bertemu dengannya," dalih Rania.
"Oh. Boleh aku pikirkan dulu? Nanti setelah pembukaan butikku sukses dan ramai aku mungkin akan butuh. Tapi … untuk sekarang belum," ucap Aluna.
"Tidak masalah, Aluna," ucap Farel.
Obrolan mereka pun terhenti saat makanan yang mereka pesan datang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Edy Sulaiman
Aluna aki menanti jandamu...hhhh...bercanda thor..!"
2025-02-27
1
Shinta Dewiana
tak pikir farel mau bilang melihat suami aluna selingkuh...he..he..he...
2025-03-06
0
Erna Masliana
ambil KK dan buku nikah buat surat gugatan cerai..amankan aset kalo ada..jangan bodoh lagi
2025-02-10
1