Kini Zian tengah terduduk di samping tempat tidur Papah sudah tujuh hari berlalu. Namun, Papah nya belum juga sadar tidur panjangnya.
"Pah, bangun aku tidak suka melihat papah seperti ini." Lirih Zian
"Zi-zian!" Gumam Gio nyaris tak terdengar.
Zian mendekat kan telinga nya pada Gio agar lebih leluasa mendengar gumaman Papahnya.
"Papah udah sadar! Aku disini Pah. Sebentar Pah, aku panggil kan dokter dulu." Zian beranjak dari duduknya. Namun, Papahnya meraih tangan Zian hingga Ia mengurungkan niatnya Dan kembali duduk.
"Pah! Papah harus di periksa Dokter dulu." Ucap Zian dengan Tatapan sayu.
"Tidak usah Nak, Papah hanya ingin bicara dengan mu." Lirih Gio sambil tersenyum lemah.
"Papah jangan banyak bicara dulu. Papah baru aja sadar, kenapa papah Lepas alat bantu pernapasan papah?" Zian berusaha mengembalikan alat bantu pernapasan yang di lepas kan Gio.
"Tidak apa-apa Nak!" Gio pun menepis tangan Zian pelan.
"Sekarang kamu sudah besar Nak, Papah yakin kamu sudah bisa mengambil tanggung jawab mengganti kan Papah. Jadilah orang yang kuat jangan jadi anak yang cengeng!" Ucap Gio sambil tersenyum lembut pada putranya.
"Apa yang papah katakan? Aku bahkan belum lulus SMA Pah. Aku belum siap jika harus mengambil alih perusahaan." Ucap Zian agak heran. Bagaimana mungkin dia seorang anak yang bahkan belum lulus SMA harus memimpin perusahaan yang begitu besar rasa nya itu benar benar tidak mungkin.
"Papah tau Nak. Tapi, papah yakin kamu pasti bisa dan ada Reno yang akan selalu bersama mu dia akan selalu membimbing mu sampai kamu sanggup berdiri sendiri." Ucapnya dengan penuh keyakinan.
"Kenapa papa bicara seperti ini? Emangnya papah mau kemana sampai harus mengalihkan segalanya pada ku dan Om Reno?" Tanya Zian dengan polosnya.
"Papah mau istirat Nak! Papah sudah lelah mengurus bisnis. Sekarang giliran kamu yang harus mengurus nya." Ucapnya pelan.
"Zian dimana Om Reno? papah ingin bicara dengan nya."
"Om Reno ada di luar Pah. Biar aku panggil kan." Zian keluar untuk memanggil Reno. Reno terlihat tengah duduk di kursi ruang tunggu sambil bicara di telepon genggam nya.
"Om, Papah ingin bicara dengan Om!" Reno pun menoleh dengan segera Ia pun berdiri dan berjalan mengikuti Zian masuk ke dalam Ruang rawat Gio.
"Zian apa kamu bisa tinggal kan papah dan Om Reno bicara sebentar?" Pinta Gio.
Zian mengangguk dan melangkah pergi ke luar ruangan. Mau tidak mau Zian pun keluar, walau Ia penasaran dengan apa yang akan Papah nya bicarakan dengan Reno.
"Ren, Aku percaya kan Zian dan perusahaan pada Mu!" Mata Gio berkaca-kaca.
"Kenapa harus Aku? Masih banyak orang kepercayaan mu yang akan mau menerima tanggung jawab ini. Bahkan adik mu sendiri pun aku yakin akan mau mengurus perusahaan mu Dan juga Zian!" Reno mengerut kan keningnya.
"Aku tau Ren! Adik ku akan mau mengurus perusahaan tapi aku tidak percaya pada nya. tutur Gio." Matanya menerawang jauh.
"Aku mohon Ren Demi Nita. Kamu mau kan menerima tanggung jawab ini?" Uhuk...uhuk Gio pun terbatuk dan mengeluarkan darah dari mulut nya.
Seketika Reno pun panik melihat darah yang keluar dari mulut Gio.
"Tunggu sebentar aku akan memanggil kan Dokter untuk mu."
"Tidak perlu Ren, Aku tidak butuh Dokter aku butuh janji Mu." Gio menahan tangan Reno.
Reno menghela nafas berat.
"Baiklah aku berjanji pada mu. Aku akan menjaga dan membimbing Zian sampai dia mampu untuk mengambil seluruh tanggung jawab nya." Ucap Reno dengan mantap.
"Terimakasih Ren. Sekarang aku bisa pergi dengan tenang." Gio memejamkan matanya dengan tenang.
"Nita, kita akan segera bertemu sayang." Gumam Gio lirih. Tiiiiiiiiiiit....Suara monitor di samping tempat tidur Gio berbunyi nyaring.
Seketika Reno pun panik Dan memencet tombol Darurat untuk memanggil Dokter dan suster yang merawat Gio.
Di luar Zian nampak kebingungan melihat Dokter dan suster yang berlarian ke ruangan papah nya.
"Ada apa ini kenapa mereka terlihat buru buru seperti itu?" batin Zian.
Tanpa pikir panjang Ia langsung masuk ke dalam Ruangan tempat Papah nya dirawat.
Ketika Zian hendak masuk langkah nya terhalang oleh Reno yang hendak keluar.
"Zian sebaiknya kita tunggu di luar. Biarkan mereka menangani Papah Mu!" Reno menggiring Zian untuk kembali ke luar.
"Ada apa Om papah kenapa lagi? Bukannya tadi papah baik baik saja bahkan dia bicara pada kita." Ucap Zian dengan bingung.
"Kamu yang sabar Zian!" Reno tak dapat berkata apa-apa lagi hanya itu yang bisa dikatakan nya. Dia sudah memperkirakan kemungkinan terburuk yang akan terjadi.
Beberapa saat kemudian Dokter wanita yang menangani Gio pun keluar.
"Dokter, bagaimana keadaan papah saya?" Tanya Zian tak sabar.
Dokter itu pun menoleh pada Reno seperti meminta saran. Reno yang mengerti arti dari tatapan itu pun mengangguk dia tau jika Dokter itu takut dengan amarah Zian.
"Tidak apa-apa Dokter katakan saja." Ucap Reno meyakinkan.
"Ma-maaf kan saya Tuan Muda Zian. Saya sudah sebisa mungkin untuk menyelamatkan Tuan Giovano tapi Tuhan berkehendak lain." Tutur Dokter wanita itu dengan ragu.
"Apa yang kau katakan Hah? Berani kau bicara seperti itu Ku habisi Kau!" Teriak Zian emosi. Dia hendak menyerang Dokter wanita itu. Namun, dengan cepat Reno memegang Zian dengan kuat, Zian terus memberontak hingga Reno kewalahan.
"Dokter, Cepat lah pergi dari sini!" Ucap Reno pada Dokter itu. Dokter itu pun dengan segera berlalu pergi dari Sanah saking takut nya.
Reno mengisyaratkan kan pada beberapa bodiguard yang berjaga di luar untuk mendekat dan membantu nya memenangkan Zian.
"Zian tenang lah. Ini sudah takdir dari Tuhan kamu harus bisa menerima nya dengan lapang dada." Ucap Reno menenangkan Zian yang terus memberontak hendak mengejar Dokter wanita tadi.
"Tapi Om. Aku tidak punya siapa-siapa lagi selain Papah!" Zian terduduk lemas di lantai setelah lelah memberontak.
"Kamu masih punya Om Zian, Om akan selalu bersama mu hingga kamu dewasa nanti," Reno meyakinkan.
"Ayo kita melihat papah mu untuk yang terakhir kalinya." Reno memapah Zian masuk untuk menemui Gio untuk yang terakhir kalinya.
Zian dan Reno masuk kedalam, Terlihat Gio sudah terbujur kaku tubunya di tutupi dengan sehelai kain putih alat-alat medis yang selama ini terpasang di tubuh nya sudah tidak ada lagi.
Seketika tangis Zian pun pecah hatinya terasa hancur melihat orang yang amat di sayangi nya sudah tak bernyawa lagi.
"Papah kenapa papah meninggalkan Zian secepat ini." Gumam Zian lirih.
Reno pun menepuk pundak Zian.
"Kamu adalah harapan terakhir nya Nak. Kamu harus kuat, ayo kita bawa jenajah papah mu pulang." Reno menepuk pundak Zian. Zian mengangguk patuh.
Setelah mereka sampai di rumah dengan segera seluruh pekerjanya pun menyiapkan pemakaman untuk Tuan besar mereka. dan mengantarkan Tuan nya ke peristirahatan terakhir nya.
flash back of.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Sakurahma
20 like dari Crystal edelweis
jangan lupa mampir ya kak
semangat 😍
2021-02-18
0