Ali saat ini berada di markas Dragonfly sedang termenung memikirkan hal yang ia rasa sangat menganggu untuknya. Dia masih saja memikirkan mengenai tatto dari orang-orang yang ia lihat tadi, entah kenapa ia merasa familiar dengan tatto itu. Entah Ali pernah melihatnya di mana.
Nayaka saat ini masih saja asik bermain dengan ponselnya di dalam kamar yang disiapkan di ruangan itu untuk Ali, jika saja ia tak bisa pulang ke rumah karena lembur. Tiba-tiba saja dari arah pintu luar, seorang pengwal mengetuk pintunya dengan raut wajah yang sedikit ketakutan.
“Masuk,” ucap Ali yang mengalihkan atensinya pada pengawal itu.
“Mohon maaf Tuan, pihak dari The Camorra menelpon kita dan saat ini ia menuntut uang empat puluh juta dollar mereka kembali,” ucap pengawal itu menjelaskan masuk kedatangannya kemari.
Kerutan dalam di pelipis Ali terlihat sangat kentara menandakan kebingungan yang memenuhi dirinya. Bukannya datang langsung menemui mereka pihak The Camorra malah berbicara lewat sambungan telepon dan lagi, Kenapa mereka meminta uang kembali?
“Apa ada masalah? Kenapa mereka meminta uang kembali?”
“Sebaiknya anda sendiri yang menerima telepon itu Tuan, ini juga berkaitan dengan Dragonfly dan keselamatan Nona Nayaka.” Mendengar penuturan sang pengawal, Ali rasa masalah kali ini sepertinya sangat serius. Bahkan sampai membawa keselamatan Naya adiknya?
Disaat yang sama kebingungan juga melanda pria itu, jika memang ini hal yang penting mengapa juga pihak Teh Camorra malah membicarakannya via telepon bukannya datang langsung menemui mereka?
Tak ingin lagi merasakan kebingungan tanpa jawaban, Ali segera melangkahkan kakinya lebar-lebar menuju meja lobby tempat di mana biasanya Dragonfly menerima telepon dari Client.
Begitu ia tiba, ia sudah melihat seorang perempuan yang menjadi resepsionis Dragonfly sudah gemetar ketakutan menerima telepon yang ia dapatkan dari Dragonfly. Ali memberi kode pada wanita itu untuk memberikan telepon itu pada Ali segera.
“Halo, saya Kim Alikara yang berbicara,” ucap Ali pada orang yang ada di balik sambungan telepon.
“Kim Alikara! Apa yang sudah kau lakukan bajingan, segera kembalikan uang kami sialan! Dasar tidak berguna!” Pria yang sama yang menemuinya waktu lalu kini tengah berteriak memaki-maki dirinya tanpa alasan yang Ali tidak ketahui.
“Bisa tolong jelaskan terlebih dahulu, masalah apa Yang anda alami karena kami Tuan.” Ali masih sangat berusaha bersabar menghadapi orang yang sudah terlihat emosi di balik sambungan telepon.
“Kau sungguh tidak tahu?! Data yang kalian berikan pada kami masih memiliki pengamanan ganda, kami berencana ingin memberikan kembali data itu besok. Tapi, mafia Cosa Nostra sudah berhasil mendapatkan data itu kembali bahkan sebelum kami berhasil membukanya! Dan ya, saya pastikan dia sudah mengetahui mengenai kalian. Kami tak perlu berbuat lebih, kalian tunggu saja mereka memporak-porandakan markas kalian!”
Pria itu menjelaskan dengan makian sangat keras yang menusuk dalam-dalam gendang telinga Ali. Tapi, Ali Sama sekali tak mempermasalahkan hal itu, satu-satunya yang menjadi fokusnya adalah penjelasan yang diberikan pihak The Camorra tadi.
Segera rasa ketakutan luar biasa memenuhi seluruh aliran darah Ali tanpa bisa berhenti. Keringat dingin memenuhi pelipisnya, ketakutan yang luar biasa sangat nampak jelas dari wajah tampannya.
Apa tadi yang pria itu bilang? Cosa Nostra sudah berhasil melacak mereka dan dia juga akan memporak-porandakan Dragonfly? Ah, itu masih bisa Ali tangani, tapi yang membuatnya harus merasa ketakutan luar biasa adalah fakta bahwa adiknya yang meretas situs mereka kala itu, sudah dipastikan Cosa Nostra telah mengetahui identitas peretas situs mereka jika mereka sudah mendapatkan data mereka kembali.
Bagaimana nasib adiknya setelah ini? Tanpa memberikan penjelasan apa pun lagi, Ali segera menutup telepon itu dan berlari secepat angin menuju ke kamar pribadi ruang kerjanya di mana saat ini Naya masih saja asik dengan dirinya sendiri.
Bak orang kesetanan Ali berlari sangat cepat hingga tiba di depan pintu kamar pribadi ruangannya, dengan sangat kasar dia mendorong pintu itu menimbulkan suara keras yang membangunkan Naya, sepertinya anak itu tertidur karena kelelahan.
Ali sudah tak lagi memedulikan keterkejutan Naya dan langsung saja menarik Naya untuk turun ke bawah.
“Kakak, kenapa Naya ditarik-tarik? Sakit tahu!” ucap Naya yang kesal mendapat perlakuan kasar dari kakaknya.
Ali tak menjawab dan hanya terus menarik Naya, yang ada di pikiran Ali saat ini hanya satu. Naya harus selamat dari amukan mafia kejam Cosa Nostra, Naya harus pergi jauh dari sini sekarang juga.
Tak menutup kemungkinan sekarang mereka semua sudah ada di Jakarta dan hendak menangkap Naya. Anggota Dragonfly yang lainnya bisa saja menghadapi amukan Cosa Nostra, tapi Nayaka yang hatinya lembut dan rapuh tak akan bisa menghadapi amukan mafia kejam itu.
Ali bahkan tak bisa berpikir hukuman apa yang akan mereka berikan pada Naya yang merupakan otak utama peretasan data mereka beberapa waktu lalu.
Namun, langkahnya harus berhenti, ketika dia ingin menuruni lift menuju ke lantai bawah membawa Naya. Pengawalnya dengan tergesa-gesa berlari ke arahnya memberinya kabar buruk yang benar-benar tidak ingin Ali dengar saat ini.
Kabar yang sanggup membuat seluruh tubuhnya terasa lemah dan mati rasa begitu mendengarnya.
“Gawat Tuan Ali, ini benar-benar gawat. Segerombolan mobil-mobil dan motor sangat banyak mendekat ke markas kita saat ini. Mereka sudah berada tepat di depan markas Dragonfly saat ini, pihak kita tak ada yang siap mengahadapi penyerangan membuat mereka dengan mudahnya masuk ke dalam area markas. Korban dari pihak kita sudah sangat banyak berjatuhan, persenjataan mereka sangat lengkap dibandingkan kita Tuan.”
Dengan ketakutan bak habis melihat setan pengawal itu memberikan kabar yang paling tidak ingin didengar Ali saat ini.
Ali merasakan batu besar jatuh tepat menghantam kepalanya, pikirannya yang sudah tak ingin berjalan harus ia paksakan tetap berjalan.
“Kakak, ada apa ini sebenarnya?” Naya yang dari tadi diam saja akhirnya angkat suara bertanya pada kakaknya apa sebenarnya yang sedang terjadi saat ini.
Dia benar-benar bingung melihat semua orang berlalu-lalang dengan wajah ketakutan seperti baru saja melihat iblis. Ya memang betul, mereka semua baru saja melihat para iblis Cosa Nostra.
“Naya, kau ikut Kakak sekarang.” Selepas Ali mengatakan itu, terdengar suara teriakan kesakitan luar biasa dari arah lantai bawah. Suara itu terdengar sangat memilukan dan menyayat hati.
“Tuan, sepertinya mereka sudah ada tepat di lantai bawah sekarang, apa yang harus kita lakukan?!” Pengawal itu kembali bertanya pada Ali yang saat ini hampir kehilangan kewarasannga di dalam situasi ini.
“Kalian cegah mereka sampai saya bisa menngamankan Naya, tahan mereka sebentar saja hingga Naya bisa aman. Sepuluh menit, kalian harus bisa menahan mereka sepuluh menit.”
“Baik Tuan,” ucap pengawal itu dan setelahnya bergegas kembali turun ke bawah untuk menahan para mafia Cosa Nostra yang masih saja menerobos masuk tanpa bisa dicegah.
“Naya kau ikut Kakak sekarang.”
“Tapi Kak-” Belum selesai Naya berbicara Ali kembali membawa Naya ke ruangannya dengan berlari secepat mungkin kemudian mengunci pintu ruangan itu rapat-rapat.
Ali masih dengan kepanikannya menggeser meja kerjanya beberapa senti setelahnya sedikit berjongkok menempelkan sidik jarinya pada tembok yang memiliki warna yang sedikit berbeda dari semua warna tembok lainnya yaitu warna abu-abu ketika semua ruangan diwarnai putih bersih.
Naya harus dikejutkan dengan tembok di depannya yang tiba-tiba terpisah dua layaknya sebuah pintu dengan kegelapan tak berujung dari dalam sana.
“Kakak sebenarnya ada apa ini? Dari tadi Naya bertanya tapi Kak Ali belum juga menjawab?” Naya masih saja terus melontarkan pertanyaan pada kakaknya karena kebingungan yang menguasai pikirannya sejak tadi melihat situasi sekarang ini.
Ali belum juga berbicara dan langsung menarik Naya masuk ke dalam ruangan itu dengan terburu-buru. Kakak Naya itu seolah sudah sangat mengenal ruangan itu, dia menekan salah satu tombol dan tiba-tiba ruangan itu menjadi terang.
Naya bisa melihat itu adalah sebuah kamar yang dipenuhi banyak sekali buku dan persediaan makanan di dalamnya. Naya harus dilanda kebingungan berkali-kali melihat semua situasi di sekitarnya ini.
Ali kemudian menatap lamat-lamat adiknya dengan tatapan teduhnya. Naya masih saja melihat Ali dengan tatapan polosnya yang dipenuhi kebingungan tak terbendun.
Dengan perlahan Ali mencium kening adiknya dalam-dalam dan setelahnya merapikan anak rambut adiknya yang terlihat berantakan karena keringat di sekitar rambut hitam legam itu.
“Naya, kau selalu menurut dengan Kakak kan?” tanya Ali masih dengan merapikan rambut Naya.
“Iya tentu. Naya ini anak baik walau sedikit keras kepala.”
“Maka dengarkan apa yang kakak katakan ini baik-baik. Jika Kakak sudah keluar dari sini, maka apa pun yang terjadi Naya tidak boleh keluar dari sini. Naya harus tetap berada di sini, Naya mengerti?” Mendapat permintaan seperti itu dari kakaknya Naya harus mengernyit bingung, kenapa kakaknya mengatakan hal seperti itu?
“Tapi kenapa Kak?”
“Kakak mohon, Kakak mohon kali ini saja kau harus menurut. Apa pun yang terjadi, apa pun yang kau dengar Jangan kelaur dari ruanagan ini. Kau paham?” Ali Kembali menatap lamat-lamat pada adiknya menanti jawaban yang akan diberikan Naya setelah ini.
“Baiklah Kak, Naya tidak akan keluar dari sini.” Gadis itu sebenarnya masih memiliki banyak pertanyaan di benaknya dengan semua situasi saat ini, ditambah lagi melihat kakanya yang sudah seperti ingin menangis di depannya menambah keheranan Naya.
Tapi, Naya berusaha menahan diri untuk tidak bertanya sekarang. “Good girl, kalau begitu Kakak pergi,” Ucap Ali kemudian kembali mencium kening adiknya dan dengan sedikit berlari Ali keluar dari ruangan itu kemudian kembali menutup ruangan rahasia yang tadi sempat terbuka lebar.
Tepat sedetik setelah ruangan rahasia itu tertutup, pintu ruangan Ali terbuka dengan dobrakan keras menampilkan seorang pria dengan tatapan tajam menatap ke arah Ali seolah akan memakannya hidup-hidup, itu adalah Alex.
Perhatian Ali berpusat pada tatto ular yang saling melilit tepat di leher Alex, tatto yang sama yang ia lihat pada orang yang Naya tunjuk-tunjuk kemarin. Ali kini tahu, mengapa dia merasa sangat familiar dengan tatto itu, itu adalah tatto identitas yang menyatakan jika ia adalah salah satu petinggi Cosa Nostra.
Ali meraskan kelegaan, setidaknya mereka sampai di sini tepat setelah ia berhasil mengamankan adiknya. Pengawal itu sudah mengerjakan tugasnya dengan baik. “
“Ha! Jadi kau yang namanya Kim Alikara?” tanya Alex masih dengan tatapan menghunus tajam pada Ali.
“Ya, saya sendiri Tuan.” Masih tetap tenang, Ali berbicara dengan Alex dengan sedikit menunduk sopan seolah memberi salam pada Alex.
“Tak tahu malu! Kau mendapatkan nyali dari mana sehingga berani meretas situs Cosa Nostra?”
“Saya hanya melaksanakan tugas dari client yang sudah membayar saya,” ucap Ali masih dengan suara tenangnya. Ali tak lagi mengkhawatirkan apa pun karena adiknya setidaknya sudah ada dalam tempat yang aman hingga ia lebih bisa mengontrol emosinya.
Akan lain cerita jika Naya saat ini juga masih ada di sampingnya dan terlihat oleh salah satu petinggi Cosa Nostra di hadapannya ini.
“Kau yang sudah memilihnya, sekarang terimalah hukumanmu,” ucap Alex dengan intonasi datar serta suara dingin yang bisa membaut Ali terimintidasi.
Tatapannya juga sangatlah tajam layaknya karambit yang diasa dengan mengkilap. Tapi, Ali tak bisa menyerah sekarang. Keselamatan adiknya bergantung padanya, ia tak boleh takut hanya karena tatapan seseorang.
Alex segera mengeluarkan pistol dan karambit dari sakunya yang sempat ia lepas untuk mendobrak pintu ruangan ini. Ali juga mengeluarkan pistol yang selalu ia taruh di saku kemeja dari balik mantel yang selalu dia pakai untuk berjaga-jaga dari bahaya. Sekarang pistol itu bisa berguna dalam situasinya saat ini.
Kedua pria tampan itu terlibat adu senjata yang sangat sengit berusaha saling melukai satu sama lain dengan senjata yang mereka punya.
Pertarungan itu berlangsung cukup lama, hingga Ali yang tak terbiasa mengahdapi serangan jarak dekat akhirnya merasakan kelelahan akibat terus menerus menahan serang Alex yang staminanya terlihat tidak berkurang sedikit pun.
“ARGHH!” Ali berteriak kesakitan dengan suara sangat keras begitu karambit Alex menancap dalam-dalam di kakinya dan kemudian Alex menariknya kembali membuat Ali ambruk seketika meraskana sakit luar biasa hasil sayatan Alex.
Ali sekali lagi berteriak keras saat karambit itu kembali menancap sangat dalam di punggungnya. Berulang kali Alex melakukan itu berulang kali pula Ali berteriak kesakitan.
Ali sama sekali tak bisa mengimbangi tenaga dan kecepatan Alex hingga pria itu tak punya pilihan lain selain menerima tusukan itu.
Naya yang juga berada di ruangan yang sama hanya terpisah oleh tembok bisa mendengar jelas suara teriakan kesakitan dari kakaknya. Gadis malang itu berusaha menutup mulutnya dengan tangan untuk menahan isak tangisnya.
Matanya sudah berlinang air mata sejak tadi mendengar suara teriakan kakaknya yang sangat kesakitan, Naya sangat ingin menlihat situasi di luar sana.
Tapi berkali-kali ia mengingat pesan yang diberikan kakaknya untuk tidak keluar dari ruangan ini apa pun yang terjadi.
“Ha, ternyata hanya seperti ini saja kemampuan mu,” ucap Alex dengan menatap remeh pria di depannya. Kondisi Ali terlihat sangat mengerikan, darah segar menyembur kelurr dari mulutnya.
Lantai dingin ruangan itu sudah dipenuhi darah Ali yang menetes keluar dari dagingnya yang dikoyak berkali-kali oleh Alex menggunakan karambit tajam. Alex seolah tak ingin memberi ampun meletakkan pistolnya tepat di kepala Ali.
“Selamat tinggal Tuan Kim Alikara,” ucap Alex masih dengan tatapan remehnya pada Ali. Tatapan itu menyiratkan Ali dan Dragonfly hanyalah tikus kecil di hadapan Seorang singa seperti Cosa Nostra.
Saat Alex sudah bersiap untuk menarik pelatuk itu, suara dingin dan mencekam segera memerintahkan Alex untuk menghentikan aksinya.
“Berhenti Alex.” Suara dingin yang sangat memerintah itu berasal dari Louis yang baru saja masuk ke dalam ruangan itu, dengan sepatu pank topel yang menggema memenuhi seluruh sudut ruangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments