Hari itu, Naya mencoba fokus pada pelajaran Biologi yang sedang dijelaskan oleh gurunya. Namun, di tengah usahanya untuk mencatat, rasa sakit yang beberapa hari ini jarang muncul tiba-tiba menyerang dengan hebat. Ia merasa nyeri di perutnya, seperti ada pisau yang terus menusuk. Keringat dingin mulai membasahi dahinya, membuatnya sulit berkonsentrasi.
"Kenapa harus sekarang?" batinnya sambil menggenggam perut. Naya mencoba mencari botol obat di dalam tasnya, tapi setelah mengobrak-abrik isinya, ia sadar bahwa botol itu tertinggal di rumah.
"Naya, kamu kenapa?" suara lembut sang guru memecah keheningan kelas.
Naya mendongak dengan wajah pucat, mencoba tersenyum. "Maaf, Bu, saya nggak apa-apa."
Namun, sikap gelisahnya tidak bisa disembunyikan. Teman-temannya mulai berbisik, memperhatikan kondisi Naya yang semakin tidak karuan.
"Naya, kalau kamu merasa tidak sehat, sebaiknya pergi ke UKS dulu," kata sang guru dengan nada prihatin.
"Saya... saya izin ke toilet saja, Bu," jawab Naya pelan, menahan sakit yang semakin menjadi.
Guru itu mengangguk, meskipun belum tahu pasti apa yang sebenarnya dialami Naya. "Silakan, Naya. Kalau perlu istirahat lebih lama, kamu boleh pulang. Ini kan juga jam pelajaran terakhir."
"Terima kasih, Bu," balas Naya sambil membereskan buku-bukunya dengan tangan yang gemetar. setelah mempertimbangkan mungkin dirinya harus segera ke rumah sakit untuk mengejek kondisi kesehatannya.
...***...
Ketika keluar dari kelas, Naya merogoh tasnya mencari ponsel. "Aku harus hubungi Kak Bintang... tapi dia sedang seminar skripsi." Naya menggigit bibir, menahan air mata. Ia tahu ini bukan saat yang tepat untuk mengganggu kakaknya. Setelah berpikir sejenak, ia memutuskan untuk menelepon Josua.
"Hallo, kak Josua?" suara Naya terdengar lemah saat panggilannya tersambung.
"Naya? Ada apa?" Josua terdengar khawatir mendengar suara lemah dan nafas yang saling memburu dari seberang.
"Aku... aku nggak enak badan. Bisa jemput aku di sekolah sekarang?" tanya Naya berusaha tetap berdiri kokoh dengan berpegangan pada dinding koridor.
"Baik naya, aku akan segera ke sana bersama Bintang dan Denny" tanya Josua cepat.
Naya menarik napas dalam-dalam, berusaha terdengar tenang meski rasa sakit terus menggerogotinya. "Aku nggak mau bikin Kak Bintang khawatir. Dia lagi seminar 'kan, Kak Josua. Tolong, aku cuma butuh minum obatku yang tertinggal di rumah"
Josua terdiam sejenak, sebelum akhirnya menghela napas panjang. "Oke, gue bakal ke sana. Tapi, kita ke rumah sakit ya, Nay. Jangan nolak."
"Iya, Kak. Terima kasih," jawab Naya sambil menutup telepon.
Namun, langkah Naya terhenti ketika Jimi tiba-tiba muncul dari arah berlawanan bersama beberapa teman.
"Naya? Apa kau baik-baik saja" panggil Jimi, mempercepat langkahnya mendekat saat melihat kondisi Naya yang tampak tidak baik-baik saja.
Naya berusaha tersenyum meski jelas terlihat pucat. "Aku nggak apa-apa, Ji. Cuma asam lambungku lagi naik saja."
Jimi memandangnya skeptis. "Nay, lo pucat banget. Asam lambung aja nggak mungkin bikin lo sampai gemeteran kayak gini."
"Ini cuma Gerd, kok. Aku udah biasa ngalamin ini. Jangan khawatir." jawab naya berusaha mencengkram kuat tali tasnya. Berusaha menyalurkan rasa sakitnya.
Jimi mengerutkan kening. "Kalau lo biasa ngalamin, kenapa gue nggak pernah tahu? Apa Lo butuh bantuan, Nay."
Naya menunduk, menahan sakit yang semakin tak tertahankan. "Aku nggak mau ngerepotin siapa-siapa, Ji. Aku harus ke depan. Kak Josua mungkin udah nunggu."
"Josua?" Mata Jimi menyipit. "Dia tahu kondisi lo sekarang?"
"Iya, dia tahu, barusan aku menghubunginya untuk datang menjemputku"
Jimi tampak ragu, tapi akhirnya membiarkan Naya pergi. "Kalau lo butuh bantuan, gue ada di sini, Nay."
Naya hanya mengangguk lemah, melanjutkan langkahnya keluar sekolah.
...***...
Sesampainya di gerbang, Naya tidak melihat Josua di mana pun. Ia memilih duduk di kursi beton dekat gerbang, memegangi perutnya sambil mencoba menahan rasa sakit.
"Cepatlah, Kak Josua... Aku nggak tahan lagi."
Dari kejauhan, Aiden yang sedang berjalan ke parkiran memperhatikan Naya. Ia berhenti sejenak, melihat Naya yang tampak kesakitan. Namun, pandangannya berubah saat ia melihat mobil Josua yang terparkir di depan gerbang.
"Ternyata dia sama Josua lagi," gumam Aiden sinis. "Banyak banget laki-laki yang peduli sama dia sekarang."
Ia menghela napas panjang, mengurungkan niatnya untuk mendekati Naya. Tanpa sepatah kata, Aiden memutar arah, meninggalkan area halaman sekolah.
...***...
Josua akhirnya tiba, dia segera keluar dari mobil dengan terburu-buru. "Naya!" panggilnya.
Naya mengangkat wajah, matanya berkaca-kaca. "Kak Josua..."
Tanpa menunggu penjelasan lebih lanjut, Josua membantu Naya masuk ke mobil. Ia melihat wajah pucat gadis itu dengan penuh kekhawatiran.
"Kita ke rumah sakit sekarang," kata Josua tegas sambil menyalakan mesin mobil.
"Tapi... Kak Josua, jangan bilang Kak Bintang, ya. Dia lagi seminar..."
Josua mendengus. "kamu pikir gue bisa bohong sama Bintang? Tapi gue bakal usahain supaya dia nggak tahu sekarang. Fokus kita sekarang cuma satu, yaitu kondisi kesehatan kamu nay."
Selama perjalanan, Naya menggigit bibir, mencoba menahan rasa sakit. Josua, yang biasanya tenang, tampak tegang sambil menyetir.
"Kenapa bisa sampai nggak bawa obat, Nay?" tanya Josua akhirnya.
"Lupa... Aku terlalu buru-buru tadi pagi."
Josua menggelengkan kepala. "Naya, kamu nggak bisa kayak gini terus. Gue ngerti kamu nggak mau bikin orang lain khawatir, tapi kamu harus lebih peduli sama diri kamu sendiri."
Naya terdiam. Ia tahu Josua benar, tapi sulit baginya untuk tidak merasa seperti beban bagi orang lain.
...***...
Sesampainya di rumah sakit, Josua segera memarkir mobil dan memanggil perawat untuk membawa kursi roda. Ia membantu Naya turun, mendampinginya masuk ke ruang gawat darurat.
Saat dokter memeriksa Naya, Josua mengambil ponselnya. Ia melihat beberapa pesan masuk dari Bintang yang bertanya di mana dia berada. Dengan bantuan Denny, salah satu sahabat mereka, Josua berhasil mengalihkan perhatian Bintang dari situasi ini.
...***...
Setelah kepergian Naya dan Josua, langkah Aiden terhalang oleh jimi yang juga berlari hendak mengejar naya. Namun usahanya ternyata gagal kali ini.
"Aiden! kamu lihat Naya nggak?" tanya Jimi menyapukan pandangannya ke gerbang sekolah.
Dengan wajah dinginnya Aiden mengangguk pelan. "Naya udah pergi sama Josua, nggak perlu terlalu khawatir dengan Naya. Sekarang sudah ada banyak orang yang selalu ada untuknya" ujarnya berusaha menahan semua gejolak emosi di dalam benaknya.
"kamu nggak akan paham Aiden, selama ego dalam dirimu masih lebih kuat dibandingkan rasa empati." ujar jimi tersenyum simpul menatap wajah Aiden dengan intens.
dengan senyum sinisnya, Aiden berkata "Apapun yang perlu aku pahami tidak perlu kamu ajari, Ji" kemudian Aiden melanjutkan langkahnya
"Saat kau sungguh paham semuanya, aku harap tidak perlu ada penyesalan yang melukai orang lain lagi" gumam Jimi meski Aiden masih bisa mendengar semua ucapan tersebut.
...***...
Ketika akhirnya Naya selesai mendapat tindakan medis, dokter memberi tahu Josua bahwa kondisinya disebabkan oleh komplikasi penyakit kronisnya yang semakin parah. "Naya harus lebih hati-hati. Jangan sampai telat minum obat, dan menghindari stres berlebihan," kata dokter itu tegas.
Josua mengangguk serius. "Saya bakal pastikan itu, Dok."
Setelah semuanya selesai, Josua duduk di sebelah ranjang Naya, memperhatikan wajahnya yang mulai membaik setelah diberi obat penghilang rasa sakit.
"Naya," kata Josua akhirnya setelah cukup lama terdiam. "mungkin akan lebih baik jika kamu lebih fokus kepada dirimu sendiri, Nay. Jangan lagi membebani dirimu dengan tanggung jawab yang tidak perlu. dengan keadanmu sekarang akan semakin membuat Bintang semakin sedih dan mungkin akan menyalahkan dirinya sendiri" lanjut Josua menatap wajah Naya dengan sedih, meski dengan bermain drum bisa kembali menghidupkan Naya. Namun apalah artinya semua itu jika semuanya semakin memperburuk kondisi kesehatan Naya.
Naya menatap Josua dengan mata berkaca-kaca. "Tenang saja kak, hanya sampai kompetisi. Aku akan fokus pada kesehatanku setelah itu"
Josua menghela napas panjang. "Baiklah Naya, sebaiknya kamu istirahat sekarang." Josua membantu Naya memperbaiki selimut untuk menutupi seluruh tubuh Naya.
Naya hanya terdiam, membiarkan kata-kata Josua meresap dalam pikirannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments