"Wa, gue duluan ya..." Lisa melambaikan tangan pada Dewa yang saat itu akan mengambil sepeda motornya di tempat parkir.
"Iya. Hati-hati." Dewa melihat sekilas punggung Lisa yang kian menjauh menghampiri Ayahnya yang sudah stand by di depan gerbang.
Satu tepukan tangan di bahu Dewa mengurungkan niatnya untuk menaiki sepeda motornya. Dia membalikkan badannya. Dilihatnya Karin tengah berdiri.
"Gue boleh bicara sebentar sama lo." ajak Karin sedikit kaku dengan nada bicaranya.
Dewa merasa ada yang aneh dengan Karin. Tidak biasanya Karin bersikap sekaku ini. "Mau ngomong apa? Udah ngomong aja langsung. Kayak baru kenal gue aja." Dewa berusaha mencairkan suasananya meski sebenarnya dia punya firasat tidak enak.
"Tapi gak di sini. Kita ke..." Belum selesai Karin dengan kalimatnya Dewa mengalihkan pandangannya pada Rizal yang berjalan untuk mengambil motornya.
"Rizal!" Dewa bergegas menghampiri Rizal, tak menghiraukan Karin yang belum selesai dengan ucapannya.
Bagaimana nyali gue gak menciut, yang ada dipikiran lo hanya Lisa. Apapun yang lo lakuin sekarang semua tentang Lisa.
Karin mundur teratur. Dia membalikkan badannya dan mengambil motornya berniat untuk pergi tanpa melanjutkan tujuannya ingin bicara dengan Dewa.
Dewa menahan Rizal yang akan menaiki motornya. "Gue ada perlu sama lo."
Rizal kini membalikkan badannya dan berhadapan dengan Dewa. "Apa? Soal Lisa?"
"Hape Lisa udah bener? Biar gue aja yang ambil."
"Lo ambil aja di counter depan mall. Gue udah transfer ke orangnya."
Dewa mengambil hape Rizal beserta memory card yang belum terpasang. "Kalau lo gak mampu jagain orang yang lo cinta jangan pernah deketin dia!" Dewa menaruh paksa hape dan memory itu ke tangan Rizal.
"Mulai sekarang gue gak akan deketin Lisa. Puas!" Rizal berbalik karena dia tidak mau lagi berdebat dengan Dewa. Dia memasukkan hapenya ke dalam tas dan soal memory itu, dia melemparnya ke rerumputan yang ada di pinggir tempat parkir.
Melihat apa yang dilakukan Rizal, emosi Dewa tiba-tiba semakin menggebu. Dia menarik jaket Rizal lalu memukulnya tepat di pipi kirinya. "Dengan mudahnya lo buang kenangan lo! Lo gak tau, kalau..." Dewa menghentikan perkataannya. Dia bergegas mencari memory itu di rumput.
Bodohnya gue kasih memory itu sama Rizal. Semoga aja Kak Dewi gak ada di sini.
"Tau apa lo soal memory itu?" Rizal menarik paksa Dewa agar berdiri. Beruntung Dewa berhasil menemukannya.
Dewa berusaha meredam kembali emosinya. "Lo harusnya belajar menghargai kenangan." Dewa menggenggam erat memory itu dan akan beranjak pergi. Lagi, langkahnya di tahan oleh Rizal.
"Tau apa lo soal Dewi?"
Pertanyaan yang to the point akhirnya di dapat dari seorang yang pintar menerka keadaan.
"Lebih tau dari apa yang lo tau."
Jawaban Dewa semakin membuat Rizal penasaran. Dari awal, dia seperti tidak asing dengan wajah Dewa. Apalagi saat dia dengan sengaja menelusuri biodata Dewa. Alamat dan nama panjang Dewa hampir mirip dengan Dewi. Dewi Anggita Siswana dan Dewa Anggara Siswana.
"Lo siapanya Dewi? Lo adiknya Dewi?"
Pertanyaan Rizal tak Dewa gubris. Dia menyunggingkan sebelah bibirnya lalu membalikkan badannya. Membiarkan Rizal dipenuhi rasa penasaran.
"Dewa!" panggil Rizal lagi. Tapi Dewa malah naik ke atas motornya dan segera melajukan motornya tak menggubris lagi Rizal.
"Kenapa lo?" tanya Evan yang melihat raut wajah Rizal begitu tegang dengan memar biru di pipi kirinya.
"Info yang lo kasih ke gue kemaren benar. Kemungkinan besar Dewa adalah adik dari Dewi."
"Gue udah ngerasa. Sejak awal Dewa begitu benci sama lo. Seolah-olah dia tau segalanya tentang lo. Terus, apa yang akan lo lakuin?"
"Sekali lagi gue akan ke rumah Dewi. Sebelumnya selalu gak ada yang bukain gue pintu. Sekarang ada Dewa, gue yakin pintu itu akan terbuka." Rizal menaiki motornya.
"Lo masih berharap sama Dewi?"
Pertanyaan Evan menghentikan gerakan Rizal. Dia menghela napas panjang. "Setidaknya gue tau, kalau dia baik-baik saja."
Lagi, Evan menepuk pundak Rizal memberinya semangat. "Semoga kali ini lo dapat titik terang. Lalu soal Sofi. Apa lo gak mikirin lagi keputusan lo deketin dia?"
"Ini demi kebaikan semua." Rizal menghidupkan motornya tidak melanjutkan lagi pembicaraannya dengan Evan.
"Hati-hati." kata Evan seiring motor Rizal melaju.
Evan melipat tangannya. Kini dia sedikit bersandar di motornya sambil memikirkan masalah Rizal yang cukup rumit. "Resiko punya tampang cakep dan keren. Banyak yang terobsesi."
"Hallo... Iya, rencananya besok. Di kolam renang angkatan laut, deket sekolah gue.."
Evan mendengar suara seseorang sedang menelpon lewat hapenya. Dia mencari sumber suara itu. Ternyata ada di balik pohon. Seorang cewek bertampang polos yang sedang merencanakan sesuatu. Evan bersembunyi agar dia tidak melihatnya. "Mita?"
...***...
"Dok! Dok! Dok!" Rizal mengetuk pintu rumah Dewa. Kebetulan pagar rumahnya terbuka dan ada motor Dewa yang terparkir.
Beberapa saat kemudian pintu terbuka. Ingin Dewa menutup pintunya lagi tapi ditahan Rizal. "Dewa, please. Gue cuma mau tau kabar Dewi."
"Dewa siapa yang datang?" tanya Bu Maya yang sebelumnya mendengar ketukan pintu.
Dewa melepaskan tangannya dari pintu saat dilihatnya mata Mamanya langsung memerah melihat Rizal.
"Kamu! Ngapain kamu ke sini! Sudah saya bilang, Dewi gak akan mau ketemu sama kamu!"
Kalimat ini kedua kalinya Rizal dengar saat dia datang ke rumah itu setelah Dewi dikabarkan pindah sekolah. Setelah itu, pintu itu selalu tertutup untuk Rizal.
"Maaf tante, saya cuma mau tau keadaan Dewi. Saya mohon..." kata Rizal dengan memelas.
"Kamu pergi!" Bu Maya semakin histeris. "Pergi!"
Dewa hanya bisa memeluk Mamanya untuk menenangkan. "Rizal, lo keluar sekarang!"
Tidak ada pilihan lain. Rizal keluar dan pintu itu kembali tertutup.
"Apa gak ada harapan lagi buat tau kabar kamu." Rizal mengepalkan tangannya. Dia duduk di atas sepeda motornya yang terparkir di sisi pagar rumah Dewa. "Sebenarnya apa yang udah terjadi hingga mereka benci sama aku?" Rizal mengacak rambutnya frustasi.
"Asal aku tau kabar kamu baik-baik saja, bagi aku udah cukup untuk berhenti memikirkanmu lagi, Dewi."
Rizal masih terdiam sampai beberapa saat di tempat itu bahkan sampai hampir satu jam.
"Kak Rizal?" panggil Lisa pelan saat melihat Rizal duduk termenung di atas sepeda motornya. "Kenapa..." pertanyaan Lisa terpotong saat pandangan mereka bertaut beberapa saat.
Semilir angin dingin meniup rambut Lisa. Dia melihatnya. Melihatnya menangis tersedu. Pedih. Dewi...
Lisa menutup mulutnya. Dia baru menyadari. Dia teringat lagi foto Dewi yang ada di rumah Dewa. Dia teringat saat Mama Dewa menganggapnya Dewi. Dan, satu hal penyebab utama kenapa Dewa begitu membenci Rizal. Dia adalah adik Dewi.
Lutut Lisa terasa melemas. Dia tidak mengira semua cerita ini berkaitan. Setetes air mata berhasil lolos dari matanya. Tanpa berkata, dia tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Rizal saat itu jika tau yang sebenarnya. Perasaan Dewi yang ingin Rizal tau keadaannya, dan juga Dewa yang berusaha menutupi semuanya.
Apa yang sebenarnya telah menimpa Dewi?
"Lisa?" Rizal meraih lembut pipi Lisa dan menghapus air matanya.
Tapi Lisa justru melepas tangan Rizal. Dia berlari masuk ke dalam pagar rumah Dewa. Mengetuk pintu rumah Dewa yang langsung dibukakan Dewa.
"Ya, gak ada hak aku mencampuri kehidupan mereka. Dewi, kamu baik-baik ya..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Mien Rahayu
ceritanya muter-muter gak kelar-kelar bikin pusing aja
2022-11-27
1
Andin Yafa
Klamaan thorrr mbulet2 kek tahu gopek'an
2022-11-26
1
🔻⭐™❌-hugo bless⭐🔹
ceritanya d tutupi. makanya gak kelar2.
serba misterius. yg satu menyalahkan yg satu binggung. hadeh.....
2022-02-22
6