Belum selesai Lisa berbicara tanpa juga Pak Edi menyetop sebuah kendaraan, sebuah sepeda motor berhenti di samping Lisa. Dia membuka penutup helmnya dan tersenyum pada Pak Edi.
Lisa seperti kena kejut jantung di pagi hari. Saat dia menoleh ternyata itu adalah Rizal. Lisa mengalihkan pandangannya lagi sambil menggigit bibir bawahnya.
"Loh, kamu putranya pak RT yang kemaren ketemu om kan?"
"Iya om, kenapa motornya?"
"Ban motor om bocor. Mana harus buru-buru ngantar anak om. Kamu tau gak ojek di sini dimana?"
Rizal menoleh Lisa yang masih saja membuang muka. "Dia, biar bareng aku aja om. Kebetulan kita satu sekolah."
Jantung Lisa mendadak seperti berhenti sesaat. "Enggak!" jawab Lisa spontan.
"Lisa kalau kamu gak mau nanti bisa terlambat. Lagian kan kalian satu sekolah."
"Kalau Lisa gak mau gak papa om. Nanti kalau ketinggalan bus, besok dia bisa camping sendiri di hutan."
Lisa menoleh Rizal. Ini seperti ancaman. Lagi, Rizal terhipnotis tatapan Lisa. Meski tatapan Lisa sekarang penuh dengan kekesalan, seolah membuat Rizal tidak rela membuat Lisa benci padanya.
"Ya udah, aku mau."
Rizal memindah tas ranselnya ke depan memberikan ruang buat Lisa.
"Yah, Lisa berangkat dulu." Lisa mencium tangan Ayahnya lalu membawa tas ranselnya.
"Iya hati-hati. Kamu juga ikut camping kan?"
"Iya om."
"Om titip Lisa ya. Tolong jagain dia."
Lisa yang saat itu sudah naik di atas motor Rizal membelalakkan matanya. Justru gue bisa kenapa-napa kalau deket Kak Rizal. Tuhan.. Mimpi apa gue semalam.
"Iya." jawab Rizal sambil melajukan motornya.
Sepi tanpa suara. Hanya Rizal yang sesekali melihat Lisa dari kaca spionnya. Lisa masih saja mengalihkan perhatiannya dengan melihat jalanan yang ramai pagi itu.
Ketika sudah sampai di sekolah dan Rizal telah menghentikan motornya, Lisa segera turun dari sepeda motor Rizal dan tanpa berkata apapun dia membalikkan badan. Tapi saat akan melangkah pergi, tali tas ranselnya tersangkut hingga dia tertarik ke belakang dan menyenggol Rizal yang turun dari sepeda motor.
Lisa semakin salah tingkah sampai-sampai dia masih belum bisa melepas tali tasnya. "Gimana sih?"
"Gini aja gak bisa." Rizal melepaskan tali tas Lisa. Dan lagi, Lisa masih tidak menoleh Rizal. Dia berlalu begitu saja.
Rizal akan memanggilnya tapi, Sudahlah. Mungkin dia masih takut aku marahin lagi. Rizal membenarkan tasnya dan berjalan menuju sisi bus yang sudah dipenuhi peserta MOS, panitia dan guru pembimbing.
Kenapa tuh cewek bisa bareng sama Rizal? Gue gak habis pikir Rizal mau deket lagi sama cewek. Gue gak akan biarin ini terjadi lagi. Sofi melipat tangannya dan memikirkan rencana buruk yang ada di otaknya.
"Lo kenapa bisa bareng sama Rizal?" tanya Dewa yang kini berdiri di sisi Lisa.
"Lo liat?”
"Gimana gak liat, lo boncengan sama Rizal sampai parkiran. Hampir semua liat kali. Gue takut lo malah digosipin yang gak bener."
"Gue terpaksa. Ban motor Ayah gue bocor. Kalau gak bareng kak Rizal bisa telat banget gue. Kalau ada pilihan lain gue juga gak mau."
"Lain kali kalau butuh bantuan telpon gue aja." Mereka berdua masih saja asyik mengobrol tanpa sadar lirikan dari Karin.
"Semuanya sudah hadir dan sudah di absen. Sekarang masuk ke dalam bus dengan tertib!" Perintah Rizal yang langsung dituruti semua peserta MOS.
"Loh, ini seriusan busnya udah penuh?" Dewa, Lisa, Karin, Reno dan 4 teman lainnya masih berada di luar bus.
"Kalian ikut bus depan."
Lisa mengernyitkan dahinya. "Bus depan kan tempatnya para senior. Rasanya gue mau pulang aja." kata Lisa pelan yang hanya bisa didengar sama Dewa dan Karin.
"Lisa, lo takut sama mereka? Apa lo takut sama Kak Rizal?" Karin malah menggoda Lisa yang membuat Lisa semakin gerogi.
Entah kenapa Lisa menjadi begitu gerogi. Ada perasaan aneh yang bercampur aduk dengan rasa takut.
"Kalian ikut gak! Ayo cepet masuk!" teriak salah seorang senior dari dalam bus. Dan hanya tinggal mereka berempat.
Karin berjalan dulu yang diikuti oleh Reno. Kemudian Dewa sambil menarik tangan Lisa agar cepat berjalan. Lisa melepaskan tangan Dewa saat naik ke bus karena merasa risih dilihat para senior.
"Aww.." satu begalan kaki berhasil membuat Lisa hampir terjatuh seandainya lengan kanannya tidak ditahan Rizal yang tengah duduk saat itu. Tapi Lisa tidak bisa menghindar dari tas Dewa yang ada di depannya sehingga keningnya tergores resleting tas Dewa.
Rizal melepas tangannya saat Lisa menegakkan badannya dan mengusap keningnya.
"Sofi, stop bully!” kata Rizal pada Sofi yang duduk di depannya.
"Aku gak sengaja. Dia aja yang gak liat," elak Sofi sambil meluruskan duduknya.
"Lisa lo gak papa kan. Kenapa bisa jatuh sih?"
Lisa menoleh ke bawah. Dia tahu betul itu kaki Sofi. "Gue cuma kesandung." Lisa melihat ke belakang sudah tidak ada tempat duduk lagi kecuali di deretan samping Rizal. Terpaksa dia duduk di dekat jendela. Tangan Rizal yang menahan lengannya masih terasa. Mungkin karena terlalu kuat.
"Ada yang aneh di bus ini." Dewa duduk di samping Lisa lalu melihat kening Lisa yang sedikit berdarah. "Kening lo kena tas gue? Berdarah loh."
"Udah gak papa. Cuma luka kecil."
"Gak bisa gitu. Gue lupa lagi gak bawa plester. Lo bawa gak?"
Lisa menggelengkan kepalanya.
Rizal kini menyodorkan satu plester hansaplast yang memang sudah dibawa oleh para OSIS, tanpa berkata. Dewa tak langsung mengambil. Dia melihat sesaat Rizal. Lalu akhirnya Rizal mau berkata, "Dari persediaan P3K OSIS."
Dewa mengambilnya dan tanpa berkata apapun. "Gue pasangin." Dewa membantu Lisa memasang plester di keningnya.
Ada sesuatu yang aneh di hati Rizal. Apapun hubungan mereka bukan urusanku! Rizal mengalihkan perhatiannya seiring bus mulai berjalan.
"Dasar yah. Murid baru yang gak tau malu. Genit banget godain cowok-cowok," sindir Sofi.
"Apa lo bilang! Meskipun gue gak tau tapi gue yakin lo sengaja begal Lisa barusan." Dewa tidak terima dengan perkataan Sofi.
"Sudah!! Jangan ada yang ribut!!" Perintah Rizal dengan suara lumayan keras.
Dewa menoleh ke arah Rizal. "Pak ketua OSIS saya sarankan pada Anda jangan jadi ketua OSIS yang pilih kasih."
Karin tiba-tiba datang dan menarik jaket Dewa. "Dewa daripada lo ribut, lo di belakang aja sama Reno."
Ingin Dewa menolak permintaan Karin tapi ada benarnya juga. Jika dia tetap di sebelah Rizal pasti emosinya akan terus terpancing. "Oke." Dewa berdiri dan kini berganti Karin yang duduk di sebelah Lisa.
"Lis, gue duduk di deket jendela dong. Gue pusing kalau gak liat pemandangan diluar."
"Oke." Meski sebenarnya berat karena dia harus berada di dekat Rizal tapi dia tidak mungkin menolak permintaan Karin. Mereka bertukar tempat. Ruang gerak Lisa seperti dibatasi. Dan lagi, rasanya sekarang dia sangat mengantuk. Beberapa kali dia menguap dan memejamkan mata beberapa saat.
Secuil kenangan terlintas di benak Rizal. "Kenapa dia bisa begitu mirip?" Tanpa sadar dia terus mengamati Lisa.
Lisa membuka matanya. Dia seperti menyadari pandangan Rizal. Dia menoleh dan tatapan mereka akhirnya terpaut. "Aneh. Kenapa rasanya gue begitu suka melihat Kak Rizal sedekat ini?"
"Tatapan matanya membuat aku tak bisa melupakannya." Rizal juga menatap dalam Lisa.
"Ehem!!" Satu deheman dari Sofi membuat mereka mengalihkan pandangan masing-masing. Sofi menatap tajam Lisa seperti mengancam.
Lisa bergidik sendiri melihat tatapan tajam Sofi. "Tatapannya lebih menakutkan daripada makhluk astral yang ngikutin Kak Rizal. Dasar nenek lampir." Lisa melipat tangannya dan bersandar.
Beberapa saat kemudian bus sudah berbelok ke tempat parkir menuju area camping. "Akhirnya sampai juga." Bus berhenti dan tanpa sengaja Lisa menoleh ke arah Rizal. "KYAAAAA..!?!?" Lisa berteriak saat hantu itu tepat berada di depan wajahnya. Dia langsung berdiri dan turun dari bus.
"Lisa!" Dewa dan Karin ikut turun mengejar Lisa.
"Apaan tuh cewek. Caper terus dari kemaren." Tingkah laku Lisa telah mengundang perhatian penghuni bus lainnya.
Lisa membungkuk dan mengatur napasnya. Tenaganya seketika hilang. Lututnya terasa bergetar.
"Lisa, lo kenapa?" Dewa menahan lengan Lisa agar Lisa bisa berdiri tegak.
"Gue.. Gue.." Lisa masih tidak bisa menceritakan apa yang dia lihat.
"Lo pucet banget. Lo diapain sama Rizal?"
Lisa menggeleng dan masih mengatur napasnya.
"Nih, lo minum dulu biar lo tenang." Karin memberikan botol minumnya dan langsung diminum oleh Lisa.
Rizal berjalan mendekat ke samping Dewa karena mendengar Dewa menyebut namanya. "Jangan nyalahin aku! Kamu tanya kenapa tiba-tiba dia teriak. Mungkin saja kurang sehat." Setelah itu Rizal berlalu.
Lisa menghentikan minumnya dan menutup botolnya.
"Punya kelainan jiwa kali. Cepat periksa gih. Ngeri banget kalau di sekolah kita ada orang gila," cemooh geng Sofi sambil melewati Lisa.
Lisa berjalan cepat menyusul Rizal dan menghadang langkahnya. "Aku gak peduli kamu ketua OSIS di sini! Jangan pernah bilang aku gak sehat! Itu sama aja kamu ngatain aku gak waras kan! Kamu gak tau apa yang aku lihat! Dan ini semua gara-gara kamu! Gara-gara makhluk yang sering ngikutin kamu! Mungkin kamu sendiri yang punya masalah!" Lisa menangis. Dia tidak sanggup lagi menahannya.
"Lisa, udah ayo. Jangan diladeni." Dewa merangkul Lisa dan mengajaknya berjalan sebelum guru pembimbing melihat mereka dan masalahnya semakin rumit.
"Makhluk apa maksud Lisa?" Rizal kepikiran dengan kata-kata Lisa. Dia tau omongannya barusan memang keterlaluan. "Aku sendiri yang bodoh. Kenapa aku bisa bicara kayak gitu ke Lisa hanya karena omongan Dewa. Apa Lisa memang bisa melihat makhluk kasat mata? Tapi mana mungkin "
"Berani sekali dia sampai bentak-bentak kamu. Gak berniat beri dia pelajaran biar gak halu lagi." Sofi kini berjalan di samping Rizal.
"Nanti kalau dia berbuat ulah lagi,” jawab Rizal sekenannya. Sebenarnya dia sudah tidak mau lagi menghukum Lisa.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Eny Hidayati
hanya bisa melihat makhluk yg mengikuti Rizal...
2024-12-26
0
Kevin Alvino
baru mampir. aku rasa dewi mati gra2 si sofi deh
2022-12-17
0
Anita Kumala Sari
jgn" dewi dibunuh sm sofi...
2022-11-27
0