“Apa yang kalian lakukan di sana?!” Suara keras itu mengagetkan mereka berdua. Lisa langsung berdiri yang diikuti oleh Dewa.
“Selama kegiatan sekolah berlangsung, siswa dan siswi di sini dilarang bermesraan.”
Rizal berjalan mendekat dan kini Dewa siap menantang Rizal.
“Kalau kita memang berduaan, apa hubungannya sama lo!”
Perasaan Rizal yang sudah tidak karuan semakin dibuat Dewa berantakan. “Ini peraturan sekolah. Tidak ada urusan secara pribadi.”
Dewa semakin mendekati Rizal. “Gak ada urusan secara pribadi! Lalu kenapa lo selalu ngikutin Lisa. Lisa dalam bahaya kalau terus deket sama lo!” Dewa tidak bisa mengontrol perkataannya lagi. Perasaannya pun saat ini tak kalah berantakannya dengan Rizal.
“Maksud lo apa?” Seketika Lisa menoleh Dewa dengan wajah bingungnya.
Dewa hanya diam. Ucapan itu tidak sengaja keluar dari mulutnya. Tanpa bicara apa lagi, Dewa berbalik dan pergi.
“Maaf, Dewa lagi banyak masalah jadi dia...” Lisa menghentikan perkataannya saat melihat ‘Dia’ ada di belakang Rizal dan masih tetap dengan tangis pilunya.
Rizal mengerti, Lisa tidak lagi melihatnya tapi melihat ke arah belakangnya. “Lisa lebih baik kamu kembali ke tenda.”
Lisa hanya berdiri mematung tanpa reaksi bahkan seperti hampir tidak berkedip.
“Lis.” Rizal memegang kedua pundak Lisa menyadarkannya dan di saat itu juga...
Dewa kamu jangan sedih lagi. Aku jauh lebih sedih melihat kesedihanmu. Jangan sedih lagi Dewa. Jangan sedih lagi...
Lisa kembali mendengar suara hantu itu. “Dewa? Dewa?” tanpa sadar Lisa menyebut nama Dewa dan tetap dengan pandangan kosongnya.
“Lisa!” Rizal menggerakkan badan Lisa agar tersadar dari pandangan kosongnya.
Lisa menepis tangan Rizal. Napasnya tidak teratur, badannya terasa sangat lemas. Apa karena aku nyentuh Kak Rizal jadi aku bisa dengar suaranya. Tapi kenapa justru dia terus panggil nama Dewa. Kalau dia ada urusan sama Dewa kenapa selalu ada di dekat Kak Rizal. Kepala Lisa terasa semakin berat, dia kini terduduk di tanah seperti tak sanggup lagi menopang tubuhnya.
“Lisa.” Rizal ikut berjongkok. Rizal tahu, Lisa sedang ketakutan. Dia menyeka keringat dingin Lisa yang ada pelipisnya. “Aku gak akan deketin kamu biar kamu gak ketakutan lagi kayak gini. Aku panggilin Karin biar dia temenin kamu di tenda.” Rizal berdiri dan meninggalkan Lisa.
Beberapa saat kemudian Karin datang. Dia mendapati Lisa seperti orang linglung dengan wajah pucatnya. “Lisa, ayo. Lo kenapa?”
“Karin.” Lisa memeluk Karin disertai isak tangisnya. “Gue capek. Gue takut, Rin.”
“Udah, jangan lo pikirin lagi. Lo istirahat di tenda aja yah, gue temenin. Kak Rizal udah ijinin kita gak ikut kegiatan akhir malam ini.” Karin membantu Lisa berdiri lalu memapahnya berjalan masuk ke tenda.
Lisa langsung berbaring sambil memakai selimut tipis yang di bawa dari rumah.
“Lo kalau punya masalah cerita sama gue. Biar beban pikiran lo berkurang.”
Lisa hanya menggeleng pelan lalu memejamkan matanya.
“Ya udah, lo tidur aja. Gue juga mau istirahat.” Karin ikut berbaring sambil memainkan hapenya. Dia masih tidak bisa tertidur bahkan sampai acara selesai jam 12 malam. Tidak ada lagi suara di luar. Karin mencoba memejamkan matanya.
“Hmmm, gelap.”
Karin membuka matanya lagi dan menoleh Lisa. Rupanya Lisa mengigau. “Lis.” Karin sedikit menggoyang tubuh Lisa agar bangun. “Lisa.” Tapi tidak ada reaksi dari Lisa. Lisa hanya merintih lagi beberapa saat. Karin menyentuh kening Lisa. “Badan lo panas banget. Lis, bangun.” Karin semakin panik karena Lisa tetap memejamkan matanya. “Aduh, apa yang harus gue lakuin. Panggil Dewa atau panggil siapa. Di saat kayak kini gue bener-bener gak bisa berpikir.” Karin bergegas keluar dari tenda ingin meminta pertolongan.
“Karin, kamu mau kemana?” tanya Rizal yang saat itu sedang berkeliling dengan menggunakan senter.
“Kak Rizal,”
Rizal berjalan mendekat melihat Karin yang begitu panik.
“Badan Lisa panas banget, dia sampai ngigau.”
Rizal bergegas masuk ke dalam tenda untuk memastikan keadaan Lisa. “Lis...” Rizal menyentuh tengkuk leher Lisa untuk memeriksa suhu badannya. “Demam Lisa tinggi banget." Rizal memegang pundak Lisa dan mengerakkannya pelan agar terbangun. "Lis, Lisa.”
Lisa masih saja tidak menyahut. “Kamu punya sapu tangan. Aku ambilin air, untuk sementara dikompres dulu.”
“Apa sebaiknya dibawa ke dokter?”
“Ini udah hampir dini hari. Kalau sampai besok pagi panasnya belum turun baru kita bawa ke dokter.” Rizal keluar dari tenda, tidak lama dia sudah kembali membawa air di baskom. Dia segera mengompres Lisa. “Kamu tidur aja biar aku yang jaga Lisa. Karena kompresnya harus bebeapa kali diganti agar demamnya cepat turun.”
“Tapi Kak, aku bisa kok.”
“Mungkin ini butuh waktu semalaman. Kamu tidur aja di sisi sana. Tenang aja, aku gak bakal ngapa-ngapain .”
Karin percaya dengan Rizal. Kak Rizal perhatian banget sama Lisa. Kak Rizal gak mungkin ngelakuin ini hanya karena dia ketua OSIS. Sebenarnya apa yang terjadi diantara Dewa dan mereka berdua tadi sampai Lisa kayak gini. Mereka berebut Lisa atau karena penampakan itu lagi? Karin membaringkan badannya memunggungi mereka.
“Hmmm., Gelap. Gelap.” Lisa masih saja mengigau beberapa kali dengan napas yang tidak teratur seperti orang yang sedang ketakutan.
“Lis, kamu kenapa?” Setelah dirasanya sapu tangan yang ada di kening Lisa hangat. Dia membasuhnya lagi dan menaruhnya lagi di kening Lisa. Lisa, sebenarnya apa yang kamu pikirkan? Apa karena kamu ketakutan sampai kamu kayak gini? Sebenarnya makhluk seperti apa yang ngikutin aku? Rizal mengusap pelan rambut Lisa agar dia tenang.
Semalaman Rizal terus terjaga dan beberapa kali mengganti kompres Lisa. Sudah hampir Subuh. Rizal menguap sesaat. Dia melihat Lisa yang sudah tenang dengan napas teraturnya. Dia cek lagi suhu badan Lisa. Syukurlah demamnya sudah menurun.
Beberapa saat kemudian Karin terbangun. “Kak Rizal masih di sini? Bagaimana keadaan Lisa.”
“Demamnya sudah menurun. Sudah Subuh, aku balik dulu ke tenda. Nanti tolong kami ambilin sarapan sama teh hangat buat Lisa lalu suruh minum obat paracetamol.” Rizal mengusap wajahnya sesaat mengusir rasa kantuk. “Dan, jangan bilang kalau aku semalan jagain dia.” Setelah itu Rizal keluar dari tenda.
Benar-benar lelaki yang baik dan tulus, pantas saja dia begitu most wanted. Ternyata ini dibalik sifat kerasnya.
Rizal kembali ke tendanya dan segera merebahkan badannya.
“Lo dari mana baru balik Subuh gini?” tanya Evan yang saat itu sudah terbangun.
“Habis jaga pos.”
“Ngapain lo jaga pos? Emang ini kampung. Lo kan cuma ditugasi buat ngecek tenda cewek sebentar takut ada yang masih keluyuran, masak iya sampai semalaman.”
“Berisik lo!” Rizal melipat tangannya lalu memejamkan matanya.
“Hei Ketua OSIS, ini saatnya bangun. Lo malah tidur.” Evan masih saja membangunkan Rizal yang ingin terlelap sesaat walau masih tidak ada reaksi. “Ya udah gue ke toilet dulu. Terserah kalau lo mau kesiangan."
...***...
Lisa membuka matanya. Kepalanya terasa sangat berat.
“Akhirnya lo bangun juga.” Tampak kelegaan di wajah Karin. “Gue kira lo pingsan.”
“Kepala gue sakit banget.” Lisa bangun perlahan sambil memegang kepalanya.
“Semalem demam lo tinggi banget. Gue panik banget sampai gak tau gue harus ngapain.”
Lisa teringat semalam saat dirinya setengah sadar sepertinya ada seseorang yang menjaganya. “Lo yang jagain gue semalaman.”
“I-iya. Tapi terus gue ketiduran. Maaf ya, tapi syukurlah demam lo udah turun sekarang.”
“Makasih ya.” Aneh, gue merasa semalam Kak Rizal ada di sini. Hmm, mungkin Cuma perasaan gue aja. Lisa melamun beberapa saat.
“Lisa, gue anterin ke kamar mandi yuk. Lo cuci muka nanti biar gue ambilin sarapan sama teh hangat.”
Lisa tersenyum sambil menggeleng. “Gue udah gak papa. Lo temenin gue aja."
Mereka keluar dari tenda sambil menghirup udara sejuk pagi itu. Lalu berjalan menuju kamar mandi yang ternyata sudah antri. Akhirnya Karin dan Lisa duduk di bangku dekat kamar mandi sambil menunggu antrian.
“Van, Rizal mana? Dari tadi gak keliatan dia?” tanya seorang senior pada Evan yang berada di depan kamar mandi lelaki yang tak jauh dari tempat Lisa sehingga Lisa dan Karin bisa mendengar jelas pembicaraan itu.
“Baru aja tidur. Semalaman dia gak balik ke tenda. Kayaknya habis bergadang tuh orang.”
“Kemana? Kemaren gue ikut jaga. Udah dibuatin kopi juga tapi dia gak balik-balik.”
“Lah, katanya dia semalem jaga di pos. Wah, Pak Ketua OSIS harus dipanggil segera. Jaga antrian gue.” Evan berlari kembali menuju tenda.
Lisa melirik Karin yang pura-pura mengalihkan pandangan. “Rin, lo gak bohong kan sama gue?”
Karin menoleh dan berpura-pura tidak mengerti. “Soal?”
Lisa memelankan suaranya. “Semalem gue ngerasa kalau Kak Rizal yang jagain gue.”
Tapi justru Karin malah tertawa menggoda. “Cieee, yang ngarep banget. Ciee..”
Pipi Lisa terasa memerah. “Ih, apaan sih. Bukan gitu...”
“Evan! Lo ngapain narik gue!”
Mendengar suara itu, dua gadis ini mengalihkan pandangan pada seseorang yang ditarik paksa oleh Evan.
“Sebelum lo kena kasus, kita mau tanya sama lo. Lo kemana semalem? Ditungguin Andri di pos penjagaan gak muncul-muncul.”
“Gue keliling,” jawab Rizal sambil menggerakkan badannya ke kanan dan kiri melakukan pemanasan untuk mengusir kantuk. Dia masih belum tahu kalau ada Lisa dan Karin di balik tembok penyekat antara kamar mandi perempuan dan laki-laki.
“Lo keliling kemana sampai semalaman?”
“Buat penjagaan.”
“Wah, emang ada-ada lo semalem. Cewek mana yang lo jagain? Cerita sama kita. Kita kan sahabatan udah lama. Siapa sih yang udah buat ketua OSIS kita punya gairah hidup lagi kayak gini?” Evan dan Andri bergerumbul sambil tertawa menggoda Rizal.
“Kalian kalau ngomong jangan asal. Gue dari dulu itu hidup.”
“Iya, hidup tapi mati rasa. Hahaha..” tertawa Andri dan Evan semakin keras.
“Terserah lo. Gue mau mandi.”
“Eh, ini antrian gue.” Terjadi tarik menarik antara Evan dan Rizal. “Kalau lo gak mau ngalah. Kita mandi bareng aja.”
“Ogah!” seketika Rizal mundur. Dan saat itu juga dia baru melihat Lisa dan Karin. Rizal menjadi salah tingkah. Dia berjalan cepat dan berdiri mematung di samping pintu kamar mandi yang tertutup. Jadi dari tadi Lisa ada di situ?
“Lo habis liat apaan? Bengong gitu.” Andri berjalan dan melihat sisi tembok dan tepat saat Lisa bersama Karin tengah berdiri.
Muka Rizal sudah memerah. Kalau kedua sahabatnya ini sudah tau, pasti dia bakal digoda habis-habisan.
Andri mengamati kedua gadis ini lalu dia menarik jaket Lisa. “Zal, yang ini kan? Gue tau tipe lo banget. Pasti lo jagain dia kan semalem.”
Rizal membekap mulut Andri lalu menariknya. “Lo jangan ngaco!”
Lisa melihat Rizal sesaat. Dia ingin meyakini jika semalam yang menjaganya adalah Rizal tapi, mana mungkin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
HNF G
hahahahaha kak ketos mati kutu
2023-08-29
0
Elyana*03
Wah...seru ceritanya. Aku makin penasaran aja. Lanjut... Thor!!!💪💪💪
2023-01-17
0
Putri Minwa
dendam mampir ya thor
2022-11-29
0