Lisa masuk ke dalam kelas tapi ada yang aneh. Dia melihat Karin pindah tempat duduk jauh ke sisi kanan. Sedangkan di sebelah tempat duduknya ada Nana yang sedang duduk anteng memainkan hapenya.
Lisa berjalan mendekat lalu duduk di bangkunya. Bertanya pada Nana tentang Karin. "Na, kenapa Karin pindah?"
Nana mengangkat kedua bahunya pertanda tidak mengerti. Dia turunkan hapenya lalu menghadap Lisa. "Yang jelas dia tadi sedikit emosi trus matanya merah. Dia buru-buru narik gue biar pindah di samping lo. Apa lo ada masalah?"
"Setau gue gak ada masalah." jawab Lisa dengan wajah polosnya.
Beberapa saat kemudian guru mata pelajaran masuk dan memulai pelajaran di jam pertama hari itu. Lisa masih memikirkan Karin. Ada apa dengan dia? Bahkan sampai jam berlalu, dia masih kurang fokus. Untunglah pelajaran saat itu Bahasa Indonesia. Hanya sedikit penerangan membuat resensi.
"Wa, Lisa kenapa?" tanya Lisa saat istirahat.
Dewa menggelengkan kepalanya.
Lisa tak bisa diam saja. Dia harus tau, apa sebab Karin marah dengannya? Dia berdiri menghampiri Karin yang masih duduk anteng. "Rin, ke kantin yuk?" ajak Lisa seperti biasanya.
Karin hanya menggeleng.
"Lo kenapa?" tanya Lisa lagi.
Karin terdiam. Dia seperti malas berbicara dengan Lisa. Bahkan dia tidak menatap Lisa sama sekali.
"Gue ada salah? Oke, gue minta maaf." Lisa masih saja mengajaknya bicara meski minim respon.
Karin menghela napas panjang. "Gak perlu minta maaf dan gak ada yang salah. Gue lagi males aja." Karin berdiri dan meninggalkan Lisa.
Ingin Lisa menyusulnya tapi dia urungkan. Ya, mungkin Karin memang butuh waktu untuk sendiri. Dia masih bertanya pada dirinya sendiri. Apa salah dia?
"Udah, gak usah dipikirin." Dewa menepuk pundak Lisa membuyarkan lamunannya. "Nanti pasti Karin balik lagi kayak dulu. Lo kan sesama cewek pasti ngertilah ada saatnya cewek marah tanpa sebab."
Benar juga kata Dewa. Sedikit bisa menenangkan hati Lisa.
"Mau ke kantin? Yuk!" ajak Dewa yang dibalas anggukan oleh Lisa. Mereka berjalan sejajar menuju kantin.
"Dari dulu gue emang gak pandai nyari temen. Sampai gue SMA pun sahabat deket yang bisa dengerin keluh kesah gue masih aja gak punya." Curhat Lisa secara tiba-tiba.
Dewa kini menatap Lisa dari samping. Menatap mata Lisa yang penuh kesedihan. "Gue bisa jadi sahabat lo."
Ucapan Dewa menghentikan langkahnya. Selalu, hanya ada tawaran dari seorang pria untuk jadi sahabatnya. "Sahabat?" Lisa teringat kembali akan kisahnya di masa SMP. Dimana dia memiliki sahabat bernama Rey dan Elis. Rey selalu menyebutnya sahabat. Tapi antara perempuan dan lelaki yang bersahabat mana mungkin tidak ada rasa saling suka. Cinta antara sahabat menghancurkan hubungan sahabat lainnya. "Jangan-jangan...."
"Lis, kenapa?" Dewa membuyarkan. lamunan sesaat Lisa.
"Apa lo sama Karin ada hubungan yang istimewa?" tanya Lisa yang membuat Dewa sedikit kikuk.
"Gue sama Karin itu sahabat." jawab Dewa dengan jelas sambil melangkahkan kakinya.
Lisa mengikutinya. "Karena gue yakin, antara cowok dan cewek kalau udah sahabatan, gak mungkin gak ada rasa suka. Contohnya Reno ke Karin. Dan mungkin saja Karin marah sama gue gara-gara dia cemburu gue deket-deket sama lo."
Dewa menghentikan langkahnya dan menutup bibir Lisa dengan telunjuknya. "Buang jauh-jauh statemant lo itu. Jangan pernah mikirin hal-hal yang rumit. Lo hidup memang butuh sahabat, tapi kalau dia gak mau bersahabat sama lo, ya udah, buat simple aja." Dewa duduk di kursi kantin yang masih kosong.
"Tapi, Wa. Gue gak bisa kayak gitu. Nanti gue harus tanya Karin lagi." Lisa kini duduk di depan Dewa sambil mengambil air mineral untuk di minumnya.
"Ya, terserah. Tapi yang jelas jangan bawa-bawa nama gue."
Tiba-tiba suasana kantin saat itu menjadi ramai.
"Udah jalan bareng nih." celetuk salah seorang siswa senior saat melihat sepasang temannya jalan bersama.
Lisa menoleh mencari sumber suara itu. Dia sedikit terkejut saat melihat Rizal dan Sofi jalan bersama ke kantin.
"Ya, dan untuk merayakannya minggu depan gue adain pesta ulang tahun gue di rumah. Kalian semua satu sekolahan diundang ya. Termasuk sepasang orang yang ada diujung."
Seketika Lisa tersedak minumannya sendiri saat Sofi menunjuknya dan Dewa.
"Lisa, pelan-pelan." Dewa sedikit memukul punggung Lisa agar air yang belum lolos ke kerongkongan segera meluncur.
"So sweat ya kalian itu. Kenapa? Gak mau datang?" Sofi menghampiri mereka berdua.
"Lo pikir kita pengecut." Dewa berdiri seperti menerima tantangan Sofi. "Kita pasti akan datang."
"Oke. Bagus kalau gitu. Tenang aja gue adain prom night juga buat kalian yang lagi kasmaran." Selesai dengan kata-katanya, Sofi membalikkan badannya dan keluar dari kantin.
Rizal seperti tidak ada pilihan lain. Dia diam, tak bisa melakukan apapun kecuali menuruti apa kata Sofi.
"Gila, keluarga Sofi itu emang tajir melintir. Bokapnya seorang ABRI dengan pangkat tinggi. Nyokapnya punya pabrik kue. Gak heran kalau semua keinginannya harus terpenuhi." ucap salah seorang teman Sofi yang duduk di belakang Dewa.
Dewa mendengar dengan seksama. Anak dari seorang angkatan bersenjata?
...***...
"Lo cemberut aja dari tadi? Tumben gak bareng Lisa?" tanya Reno menghampiri Karin yang sedang duduk termenung di taman. Sendiri.
Karin hanya menggeleng.
"Kenapa lo gak jujur aja sama Dewa?"
Mendengar perkataan Reno, pandangan Karin kini menatap Reno di sampingnya.
"Ya, gue ngerti perasaan lo. Lo pasti cemburu dengan kedekatan Dewa dan Lisa."
"Mungkin mereka udah jadian."
Mendengar jawaban insecure Karin, Reno tersenyum. "Lo tau dari mana? Jangan menarik kesimpulan sendiri. Kejar dan hadapi kenyataan. Seperti gue. Ketika kejaran itu sudah di titik terakhir, baru kita mundur."
Karin terdiam. Dia memikirkan perkataan Reno. Selama ini dia hanya menyimpan perasaannya sendiri. Tanpa Dewa tau. Dan hanya bisa mendukung saat Dewa ingin dekat dengan cewek lain.
"Dewa itu gak bisa ditebak. Gue cuma ngerasa perhatian Dewa pada Lisa itu bukan cinta, tapi lebih ke saudara."
"Lo gak usah hibur gue. Udah jelas-jelas kok gue liat mereka pelukan tadi pagi."
Reno mengernyitkan dahinya. Setau dia, Dewa tidak pernah romantis pada cewek yang ingin dia dekati hingga membuat dia tetap jomblo sampai saat ini. "Yang bener? Mana mungkin Dewa kayak gitu."
"Iya bener."
"Mungkin dia punya alasan lain. Udahlah, jangan narik kesimpulan sendiri. Apa yang lo liat belum tentu sama dengan apa yang terjadi. Jadi, jangan marah sendiri kayak gini. Gak ada gunanya dan Lisa sama Dewa juga gak akan ngerti maksud lo."
Karin memikirkan omongan Reno yang memang ada benarnya. Dia melipat tangannya. "Tapi gue gak ada nyali buat bilang sama Dewa."
Reno tersenyum lalu dia berdiri sambil menepuk bahu Karin. "Kalau lo berani mencintai seseorang lo harus berani tunjukkan." Reno pergi dan meninggalkan Karin sendiri yang masih bimbang dengan keberaniannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
HNF G
reno sangat berjiwa besar, aq salut sama dia👍👍👍
2023-08-29
1
maharastra
typo
2022-11-27
1
Qaisaa Nazarudin
Bukan tampa sebab,Lisa nya aja yg gak peka..
2022-11-27
0