“Untung tadi Karin bilang sama gue kalau lo ditarik paksa sama Sofi. Mulai sekarang kalau lo ada masalah sama senior gila itu, lo bilang sama gue,” kata Dewa yang sebenarnya sudah tidak terlalu fokus melihat Lisa karena hapenya sudah berbunyi beberapa kali yang akhirnya panggilan itu diangkat oleh Dewa.
“Iya hallo pa.... Ini Dewa juga mau pulang... Emang papa harus pergi sekarang?... Ya udah Dewa pulang sekarang...”
Seperti halnya Dewa, Lisa kini terlalu fokus mengamati Rizal.
“Lis, lo dijemput kan?”
“Iya, ayah pasti bentar lagi sampai.”
“Ya udah, kalau gitu gue duluan ya. Gue harus pulang sekarang.” Dewa bergegas menuju motornya.
“Iya, hati-hati..” Lisa melambaikan tangannya seiring kepergian Dewa. Pandangan Lisa kini beralih lagi pada Rizal yang masih terduduk. Kini terlihat Rizal menunduk sambil memilin keningnya pelan dengan satu tangan.
Dia muncul lagi... Lisa sedikit melebarkan matanya. Dia berusaha menenangkan dirinya. Gue gak boleh takut lagi. Gue harus kuat kalau mau misteri ini terungkap. Lisa berjalan pelan mendekati Rizal. Bahkan langkahnya hampir tidak terdengar. Dia terus melihat makhluk yang berdiri di belakang Rizal dan masih tetap dengan aura kepedihannya.
Dia bener-bener gak bicara sama sekali. Apa suaranya hanya bisa muncul karena ikatan batin dengan Kak Rizal? Lisa duduk di samping Rizal. Diam-diam tanpa sepengetahuan Rizal. Lisa ragu. Dia ingin memegang pundak Rizal. Tapi...
“Lisa...” Saat itu juga Rizal menoleh Lisa.
Lisa menjauhkan lagi tangannya yang akan menyentuh pundak Rizal.
“Kamu belum pulang?”
“Hmmm...” Lisa masih sesekali melihat ke arah belakang Rizal sehingga membuat Rizal mengikuti pandangannya.
“Ada apa?”
“Nggak ada apa-apa. Kak Rizal kenapa?” tanya Lisa yang sebenarnya dia merasa salah bicara. Jangan bilang, ini bukan urusan aku lagi...
“Tadi Sofi udah ngapain kamu?”
Lisa menggeleng. “Ya...” Lisa tidak bisa menjawab.
“Maaf, semua gara-gara aku.” Rizal melempar pandangannya dengan helaan napas.
Tanpa sengaja Lisa melihat tangan Rizal yang sedikit membiru. “Tangan Kak Rizal kenapa?” Lisa memegang tangan Rizal setengah di sengaja.
“Gak papa. Mungkin tadi gak sengaja kebentur.”
Rizal, aku cuma ingin kamu tau. Aku....
Lisa melepaskan tangan Rizal dengan tiba-tiba. Ternyata gue masih belum bisa tahan dengar suaranya. Badan gue kenapa tiba-tiba lemes gini. Napas Lisa menjadi tidak beraturan.
“Lisa, kenapa? Ada sesuatu lagi yang kamu lihat? Aku jadi merasa sangat bersalah sama kamu. Tiap kali kita deket, kamu selalu dapat masalah. Apa sebaiknya mulai sekarang kita jaga jarak aja?”
Lisa tak menjawab. Mungkin dengan jaga jarak Lisa tidak perlu lagi berurusan dengan hantu itu dan juga Sofi tapi rasanya Lisa sekarang begitu ingin mengungkap misteri itu.
“Ya udah. Aku duluan.” Pamit Rizal tanpa menunggu perkataan Lisa lagi. Lalu dia berdiri dan meninggalkan Lisa yang sebenarnya hatinya enggan.
“Kak...” Lisa ingin memanggilnya tapi dia urungkan. Yah, mungkin Kak Rizal benar. Aku juga gak bisa berbuat apa-apa. Meskipun sebenarnya aku ngerasa Kak Rizal harus tau pesan dari ‘dia’. Tapi apa??
Lisa akhirnya berdiri. Sampai saat itu ayahnya tak juga menjemputnya. Dia buka hape lalu menghubunginya. “Nomer Ayah gak aktif.” Lisa akhirnya berjalan keluar dari sekolah. Dia berjalan pelan di pinggir jalan sambil tetap fokus pada hapenya.
Sekelebat ada sepeda motor yang berbalik arah lalu berhenti di samping Lisa.
Baru aja aku bilang ingin jauhin Lisa tapi aku bener-bener gak bisa lihat dia dalam kesusahan. Sama sekali gak bisa. Rizal membuka helmnya yang sempat mengagetkan Lisa saat itu. “Bareng yuk.”
Lisa bengong beberapa saat. Baru beberapa menit saja pemikiran Rizal sudah berubah.
“Ayo. Kita kan searah. Takutnya kamu gak dijemput sama Ayah kamu.”
Lisa mengangguk sambil tersenyum. Lalu dia naik ke boncengan Rizal.
Mereka terdiam selama perjalanan hanya Rizal yang sempat melirik Lisa beberapa kali dari kaca spion.
...***...
Dewa telah sampai di depan rumahnya lalu dia buru-buru masuk ke dalam rumah. Dia menghampiri Papanya yang sudah bersiap untuk pergi. “Pa, apa kerjaan papa gak bisa diundur. Kasian mama...”
“Dewa, Papa janji setelah pejaan ini selesai Papa gak akan lagi ada kerja diluar kota. Kamu jaga Mama baik-baik yah. Emosi Mama kamu masih belum stabil.” Pak Aryo mengusap pundak Dewa sambil berpesan.
“Pasti, Pa. Papa cepat balik.”
“Iya. Kamu juga jaga diri. Kalau ada perkembangan di sekolah kamu, kamu segera kabari Papa.”
“Pasti, Pa.”
“Papa berangkat dulu. Tadi Papa sudah pamit sama Mama.” Pak Aryo menepuk pundak Dewa lalu berlalu.
Dewa berjalan masuk ke dalam kamar Mamanya. Dewa menghela napas saat melihat Bu Maya, Ibu yang sangat dia cintai masih saja memendam kesedihan. “Ma,” Dewa duduk di samping Bu Maya. “Mama udah makan?”
Bu Maya membuyarkan lamunannya lalu memandang Dewa dengan mata sayunya. “Dewa, kamu udah pulang. Gimana campingnya? Kamu pasti capek. Cepat mandi lalu makan sama Mama.”
Dewa tiba-tiba memeluk Mamanya dari samping. “Ma, mama jangan sedih lagi ya. Dewa akan cari semua kebenarannya.”
“Dewa, Mama sudah ikhlas. Mama cuma mau, orang yang melakukan kesengajaan itu dihukum setimpal.”
“Iya Ma. Mama jangan sedih lagi ya. Mama masih punya Dewa.”
Bu Maya mempererat pelukannya pada putranya.
...***...
“Lisa, baru aja Ayah mau jemput kamu. Hape Ayah lowbat barusan,” kata Pak Edi saat melihat motor Rizal yang membonceng Lisa berhenti di depan rumah Lisa.
Lisa turun dari motor lalu mencium tangan Ayahnya. “Gak papa Ayah.”
“Nak Rizal gak masuk dulu?” tawar Pak Edi.
Ada sesuatu yang harus disampaikan Rizal. Dia akhirnya turun dari motornya dan menghampiri Pak Edi.
“Sini masuk dulu. Kita ngobrol di dalam.” Bu Reni mempersilahkan Rizal masuk ke dalam. Bu Reni seperti tanggap ada sesuatu yang akan disampaikan. Lalu dia merangkul Lisa, “Kamu kelihatannya capek banget. Kamu mandi pakai air hangat ya, setelah itu makan lalu istirahat.” Mereka berdua masuk ke dalam sedangkan Rizal dan Pak Edi duduk di ruang tamu.
“Hmm, Lisa semalam sempat tiba-tiba demam tinggi om. Apa Lisa memang gitu kalau dia kecapekan atau sedang memikirkan sesuatu?”
Pak Edi menghela napas. “ Lisa pernah kecelakaan cukup parah dan setelah itu, dia selalu demam tinggi jika memikirkan sesuatu terlalu berat. Dia masih saja trauma dengan kecelakaan itu.” Terlihat kesedihan di wajah Pak Edi ketika mengingat masa-masa kelam itu.
“Jadi, seperti itu. Lalu apa Lisa bisa melihat makhluk halus?”
Pertanyaan Rizal kali ini membuat Pak Edi sedikit tertawa. “Nak Rizal masih percaya dengan hantu..”
Mendengar percakapan mereka sesaat Bu Reni datang dengan membawakan secangkir teh hangat untuk Rizal. Lalu dia duduk di samping suaminya. “Tunggu dulu, kamu tadi tanya apa Lisa bisa lihat hantu? Kamu yang namanya Rizal kan?”
“Iya, tante.”
“Diminum dulu tehnya.”
“Maaf, merepotkan.”
“Iya, gak apa-apa. Sebenarnya Lisa kemaren juga sempat tanya sama tante. Ini aneh, sebelumnya Lisa gak pernah bisa lihat hantu.”
“Jadi, Lisa sudah pernah cerita sama Mama?” tanya Pak Edi yang sebelumnya memang tidak mengerti tentang masalah ini.
Rizal meminum teh pelan, sambil melihat kedua orang tua Lisa dan memikirkan permasalahan ini.
“Iya, Yah. Tapi kata Lisa dia cuma bisa Lihat hantu itu di dekat kakak kelasnya.”
Rizal hampir saja tersedak. Lalu dia menaruh cangkir tehnya. “Hmm, maaf tante. Sebenarnya yang Lisa maksud itu saya.”
“Kamu? Maksudnya?” Bu Reni masih tidak mengerti.
“Jadi gini om, tante. Saya sengaja duduk di sini memastikan hal itu. Hmm...” Rizal menoleh ke arah kamar Lisa.
“Lisa lagi mandi, dia gak mungkin nguping pembicaraan kamu.”
“Jadi, awalnya saya mengira Lisa takut sama saya karena saya terlalu keras membina peserta MOS. Bahkan saya coba untuk tidak lagi keras sama Lisa tapi dia malah beberapa kali teriak ketakutan lihat saya dan dia bilang ada sesuatu yang ngikutin saya di belakang. Jadi saya ingin memastikan keadaan Lisa. Saya merasa gak enak sama Lisa, jika dia terus ketakutan di dekat saya.”
Awalnya Pak Edi dan Bu Reni mendengar cerita Rizal dengan serius tapi mereka lalu tertawa. “Yah, anak muda. Usilnya Lisa niru kamu ya mam.”
“Eh, malah Mama. Papa kayak gak pernah muda aja.”
Rizal tidak mengerti. Apa ini lelucon? “Maksud om sama tante?”
“Ya, maaf kalau Lisa udah buat kamu khawatir. Mungkin Lisa cuma mau curi perhatian kamu. Seperti soal seragam kamu yang Lisa bawa kemaren.”
Rizal tersenyum mengingat seragamnya yang masih dibawa Lisa. “Kenapa tante bisa tahu. Maaf tante, bukan maksud saya nyuruh Lisa buat nyuci. Tapi memang waktu itu saya sedikit emosi.”
“Gak papa. Biar Lisa ada tanggung jawab. Walaupun akhirnya tante yang nyuciin. Tante tau itu punya kamu karena ada nama kamu dan Lisa bilang punya ketua OSIS. Pasti kamu kan..”
Rizal menggaruk rambutnya sesaat. Sebenarnya dia merasa sungkan saat itu.
“Om makasih sekali kamu sudah jaga Lisa. Dan selanjutnya om minta tolong jagain dia yah. Lisa masih sering trauma dengan kejadian itu. Kita sayang sekali sama Lisa. Dia putri yang sangat baik dan pengertian. Apapun akan kita lakuin untuk Lisa. Kita pindah ke kota ini juga karena operasi Lisa hingga akhirnya kita memutuskan menetap di sini.”
Semua orang memang punya masa kelamnya masing-masing. Tapi bagaimana aku bisa jagain Lisa. Lisa deket-deket sama aku aja udah banyak ancaman. “Iya om. Saya akan berusaha.” Kemudian Rizal berdiri. “Saya pulang dulu om, tante.” Rizal berpamitan pada kedua orang tua Lisa.
“Iya, salam buat Papa dan Mama kamu.” Rizal tersenyum lalu mengucap salam. Setelah itu dia keluar dari rumah Lisa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Elvi Nopricha
aduh thor mbok ya di perjelas gitu,,jgn disitu "aj cerita nya,
2022-07-14
0
Leni Silafare
Cerita nya muter-muter mirip sinetron IC
2022-06-16
1
senja
Dewi itu saudara Dewa, n sdh gak ada karna Sofi
tp geli rasanya, ortu ternyata gak percaya sm anaknya, jadi triggered
semangat Author, ku pamit ya
2022-03-08
1