Dewa berjalan ke sisi tenda dan duduk di rerumputan. Dia melamun sesaat sebelum akhirnya Reno datang dan duduk di sampingnya.
"Lo kenapa ngelamun? Mikirin Lisa?"
Dewa menggeleng. "Gue gak pernah mikirin cewek seserius ini."
"Ada masalah lagi sama orang tua lo?" tanya Reno yang sejak awal sudah mengerti masalah keluarga Dewa. "Karena kalau lo berpikir berat gini pasti mikirin mereka kan?"
"Bokap gue udah balik ke rumah."
"Jadi, lo sekarang tinggal sama nyokap lo juga."
Dewa mengangguk. Kedua orang tua Dewa memang telah bercerai karena sebuah kesalahpahaman besar. "Gue ikut sama bokap gue, karena gue mau buktiin kalau bokap gue cuma difitnah selingkuh. Dan ternyata itu benar. Tapi saat bokap gue udah balik, ada sebuah masalah besar yang membuat...." Dewa menghentikan perkataannya lalu menghela napas panjang. "Sorry, gue masih belum bisa cerita sama lo."
"Iya, tenang aja. Kapan pun lo butuh bantuan gue. Gue siap!!!"
Dewa tersenyum sambil menjotos lengan Reno, pelan. Reno, lo sahabat gue yang paling baik. Meskipun lo tau kalau Karin suka sama gue, lo gak ada dendam sama sekali. Dan gue masih harus terus berpura-pura tidak peka pada Karin.
...***...
Malam itu semua peserta MOS dan para senior berkumpul melingkar di dekat api unggun.
"Sekarang buat kelompok 4 orang, 2 cewek dan 2 cowok. Masing-masing kelompok dapat peta dan kalian kumpulkan 4 bendera dengan warna yang sama."
Sementara salah seorang senior membagikan peta, Rizal malah mendekati Lisa. "Kalau kamu gak enak badan, kamu bisa tetap di tenda."
Lisa hanya menunduk dan terdiam. Dewa langsung menarik Lisa agar menjauh dari Rizal. "Gue bisa jagain dia." Setelah membawa peta Dewa mengajak Karin dan Reno berjalan. "Karin, Reno ayo!"
Lisa melepaskan tangan Dewa. "Gue gak papa kok. Lo di depan aja, kan lo yang bawa peta. Biar gue ngikut di belakang sama Karin."
"Tapi seriusan deh. Lo udah gak papa kan?" tanya Dewa memastikan.
Lisa menggelengkan kepalanya. Kemudian Dewa menyalakan senternya dan mulai mengikuti petunjuk peta. Setelah berjalan beberapa saat Karin menemukan sebuah bendera di atas ranting pohon. "Eh, itu kayaknya bendera deh."
"Eh, iya." Mereka berusaha meraih bendera itu.
"Pake ranting yang agak panjang aja." Lisa mencari ranting yang panjang tapi di sekitar tempat itu tidak ada. Dia sedikit berjalan le arah kiri. Tiba-tiba ada seseorang yang melempar kakinya dengan batu. "Siapa?" Dia berputar tapi tidak ada orang di dekatnya. Hanya ada ketiga temannya yang masih berusaha mengambil bendera. Lisa penasaran. Dia berjalan menuju arah lemparan itu. Siapa yang ngelempar gue?
Satu lemparan lagi di dapat Lisa yang kini mengenai punggungnya. Lisa berbalik. "Kamu siapa? Tunjukkan wujud kamu?" Tanpa sadar Lisa berjalan mundur.
"Lisa berhenti!" Rizal berlari dan langsung menarik Lisa hingga jatuh dalam pelukannya. "Di belakang kamu itu jurang."
Lisa membelalakkan matanya dan melihat ke jurang. "Aku gak tau."
"Kenapa kamu bisa sampai sini. Petunjuk peta gak ada yang mengarah ke tempat ini." Rizal tak juga melepaskan pelukannya justru pelukannya terasa semakin erat karena rasa khawatirnya.
"Ehmm, kak.." Lisa menyadarkan Rizal agar melepaskan pelukannya.
"Maaf." Rizal melepas pelukannya dan sedikit menjauh.
"Makasih." Lisa melangkahkan kakinya akan pergi meninggalkan Rizal.
"Kamu mau kemana? Lebih baik balik aja ke tenda."
Lisa menghentikan langkahnya. "Tapi teman-temanku pasti mencariku."
"Mereka pasti akan balik ke tenda cari bantuan kalau sadar kamu hilang."
Lisa mengangguk dan menuruti perkataan Rizal. Mereka akhirnya berjalan beriringan. Terasa kaku, setelah banyak suatu hal yang terjadi diantara mereka. Barusan yang ngelempar gue itu siapa? Hantu? Gue masih kepikiran banget.
"Ada satu hal yang mau aku tanyain sama kamu." Rizal menghentikan langkahnya saat sudah berada di dekat perkemahan.
Lisa membuyarkan pikirannya dan fokus pada Rizal. "Soal apa? Aku buat salah lagi?"
"Apa yang sebenarnya kamu lihat tadi sore di hutan?"
Lisa hanya menatap Rizal tanpa menjawab.
"Kenapa tiba-tiba kamu bisa pingsan?" tanya Rizal lagi.
Lisa bingung. Gak! Gue lebih baik gak usah cerita sama Kak Rizal.
"Aku hanya kecapekan aja. Maaf, udah ngerepotin Kak Rizal." Lisa berjalan mendahului Rizal.
"Lis, aku tanya serius. Apa yang sebenarnya kamu lihat? Aku gak mau kamu terus takut sama aku." Rizal mengikuti Lisa dan masih ingin tau jawaban dari pertanyaannya.
"Kak Rizal lucu ya. Kalau mau buat orang gak takut ya Kak Rizal hanya cukup berbuat baik." Lisa tersenyum pada Rizal lalu dia duduk di bangku kayu dekat api unggun.
Rizal sedikit mengacak rambutnya. Aku kan ketua OSIS. Kenapa juga aku gak rela kalau Lisa takut sama aku. Tapi maksud aku bukan takut yang kayak gini. Rizal kini duduk di samping Lisa.
Pandangan Lisa lurus ke depan memandang api unggun yang masih berkobar. Dia meraba punggungnya sesaat yang masih terasa sedikit ngilu karena lemparan batu itu. Sumpah, yang ngelempar gue batu itu manusia atau bukan? Kenapa banyak hal-hal aneh yang terus terjadi. Lisa memegang kepalanya karena mulai merasa pusing memikirkan semuanya.
"Kamu kenapa? Pusing?" tanya Rizal dengan khawatir.
Lisa kini beralih menatap Rizal. Sejak kapan Kak Rizal care kayak gini?
Tatapan Lisa berhasil membuat candu bagi Rizal.
"Ehem!!" Sofi tiba-tiba datang dan menengahi mereka. "Kenapa lo ada di sini? Temen-temen lo kan belum ada yang balik?" tanya Sofi pada Lisa.
"Aku tadi tersesat," jawab Lisa sambil beralih tempat duduk.
Rizal menggeser duduknya agar tidak terlalu dekat dengan Sofi. "Kamu kenapa ada di sini? Kamu kan harus berjaga di pos pertama."
"Kan ada yang lain di sana. Aku dari toilet terus liat kamu di sini. Jadi males balik."
"Kebiasaan banget. Ya udah, kamu di sini jagain Lisa biar aku yang keliling."
Sofi mencegah Rizal dengan menahan tangan Rizal. "Bentar lagi mereka juga balik. Kamu pasti capek kan?"
Rizal menarik tangannya. Dia merasa risih dekat dengan Sofi yang begitu agresif.
"Lisa!! Lo di sini!!" Dewa berlari ke arah Lisa yang diikuti kedua temannya. "Kita bingung banget tadi nyariin lo. Lo kok tiba-tiba ngilang?"
"Gue tadi salah belok. Untung ada Kak Rizal."
Dewa melirik sinis Rizal. "O, syukurlah lo gak ilang "
"Udahlah yah, gue duduk sini aja daripada capek-capek keliling hutan, seniornya aja malah berduaan." Sindir Karin sambil duduk di samping Lisa.
"Reno, minta minum. Haus banget gue." Dewa mengambil minuman Reno yang sebenarnya masih akan diminum Reno, sambil melihat Rizal dengan tatapan sadisnya.
Rizal menahan dirinya untuk tetap tidak berkomentar.
"Kalian berempat sama aja ya. Biar gue yang laporin kalian ke guru pembimbing!" Bicara Sofi, karena Rizal ternyata tidak ada reaksi.
"Hem?! Lo emang gak punya rasa peduli sama temen. Biarinlah terserah." Dewa malah beralih dan mengambil gitar yang bersandar di depan tenda. Lalu dia duduk di atas tanah dan bersandar menyamping di kaki Lisa.
Dewa mulai memetik gitarnya.
"Hidupku tanpa cintamu
Bagai malam tanpa bintang
Cintaku tanpa sambutmu
Bagai panas tanpa hujan
Jiwaku berbisik lirih
'Ku harus milikimu"
"Lagu ini...." Pikiran Rizal memutar kembali semua kenangan diingatannya.
"Aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku
Meski kau tak cinta kepadaku
Beri sedikit waktu
Biar cinta datang karena telah terbiasa"
Lisa membelalakkan matanya saat melihat hantu itu lagi. Dia menangis. Ya, gue gak salah liat. Dia menangis menatap... Lisa menarik arah pandangan hantu itu. Meskipun dia berada di belakang Rizal tapi pandangannya menatap arah lain. Dewa?!?
Dewa menghela napas panjang di sela-sela nyanyiannya. Kak, kalau memang Kak Dewi ada di sini. Kak Dewi pasti tau kenapa aku nyanyi lagu ini. Kak Dewi jangan sedih. Aku pasti akan bantu Kak Dewi.
"Simpan mawar yang kuberi
Mungkin wanginya mengilhami
Sudikah dirimu untuk
Kenali aku dulu
Sebelum kau ludahi aku
Sebelum kau robek hatiku..."
Dan lagu ini berhasil membuat resah pikiran keenam orang yang ada di tempat itu. Pikiran Rizal semakin kalut. Dia berdiri dan pergi, bersamaan dengan Dewa yang kini menaruh kembali gitar itu kemudian pergi berlawanan arah dengan Rizal.
Jadi, mereka berdua benar ada rasa sama Lisa. Pikir Karin sambil melihat Lisa yang kini berdiri seperti orang bingung. Baru selangkah Lisa akan mengikuti Rizal tapi justru dia berbalik dan mengejar Dewa. Ternyata, sekarang lo lebih milih Dewa. Karin tersenyum pahit.
“Dewa!” panggil Lisa saat dia kini melihat Dewa duduk menyendiri di belakang tenda. “Lo kenapa?”
Tanpa respon dari Dewa.
“Wa.” Lisa kini duduk di samping Dewa dan menepuk bahunya.
Dewa menoleh. Matanya nampak sayu dan memerah.
“Lo kenapa, Wa?”
Kesedihan di hatinya semakin menyeruak. Jujur, dia ingin menceritakan semua masalahnya tapi dia tidak mau Lisa semakin berada dalam masalah. Tiba-tiba Dewa menempelkan keningnya di bahu Lisa sambil menghela napas panjang beberapa kali.
“Lo ada masalah apa? Siapa tau gue bisa bantu lo.” Lisa bisa merasakan kesedihan Dewa. Apa kesedihan Dewa dan hantu itu ada hubungannya?
“Apa yang kalian lakukan di sana?!” Suara keras itu berhasil mengagetkan mereka berdua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
HNF G
dewi sodara dewa itu pacar rizal yg udah meninggal, tp meninggal krn apa?
2023-08-29
0
Biah Kartika
dewi si hantu sama dewa bersaudara yah
2023-03-17
0
Putri Minwa
emangnya siapa dong yang jadi kakak nya
2022-11-29
0