Lisa menghentikan langkah kakinya di pinggir lapangan basket. Dia semakin gemetar saat melihat Rizal dengan lantang memberi perintah pada siswa yang tidak disiplin waktu itu. Dia berjalan pelan mendekat. Bibirnya terasa kaku untuk memanggil Rizal agar membalikkan badannya. Dia diam beberapa saat di belakang Rizal yang masih beberapa kali meneriaki peserta MOS.
Tiba-tiba Rizal membalikkan badannya dan dia cukup terkejut saat melihat Lisa yang sudah berdiri di situ bahkan sejak beberapa menit lalu. "Kamu ngapain berdiri di sini?"
"Hmmm, anu kak. Ini...." Lisa masih saja tidak bisa berbicara lancar.
"Di suruh ke sini sama siapa? Dan melakukan kesalahan apa?" Pertanyaan Rizal begitu tegas.
"Sama Kak Sofi." Lisa sedari tadi hanya menunduk. Dia tidak berani melihat wajah Rizal saat itu. "Kartu peserta MOS saya tertinggal dan saya disuruh minta tanda tangan Kak Rizal."
"Baru hari pertama jadi siswi SMA kamu sudah tidak disiplin! Gak gampang buat dapat ijin mengikuti MOS hari ini. Kamu mau hukuman fisik atau mental?”
Lisa terdiam dan berpikir. Keduanya sama-sama berat baginya, tapi jika dia memilih hukuman mental pasti dia akan dipermalukan dan bagaimana dia bisa masuk sekolah lagi keesokan harinya dengan reputasi yang sudah hancur. "Fisik," jawab Lisa singkat.
"Oke. Sekarang kamu putari lapangan 5 kali."
Lima kali!!! Lisa menautkan alisnya. Sebenarnya dia hari itu sudah merasa sangat lelah.
"Ayo cepat lari! Apa kamu mau lari putari gedung sekolah!"
"Iya Kak."
Lisa mulai berlari. Tanpa sadar Rizal terus mengamati Lisa. Kenapa dia seperti gak asing lagi buatku.
Satu kali putaran, lalu dua kali putaran, lari Lisa mulai melambat. Lisa mengusap keringat yang mulai mengalir di pelipisnya. Napasnya juga sudah ngos-ngosan. Capek banget gue.
"Sudah, berhenti!" Rizal menyuruh Lisa berhenti lalu dia berjalan mendekati Lisa yang membungkuk dan mengatur napasnya. "Baru dua putaran aja udah gak sanggup. Mana buku kamu?"
Lisa menegakkan badannya dan memberikan bukunya yang sedari tadi dia pegang. Baru kali ini dia menatap Rizal. Pandangan mereka beradu beberapa saat.
Tatapan mata ini? Dewi? Jantung Rizal berdegup melihat tatapan mata Lisa. Nggak! Dia bukan Dewi tapi kenapa pandangan matanya bisa buat jantungku bergetar. Rizal mengalihkan pandangannya pada buku yang dia pegang dan menandatanganinya.
Lisa masih saja menatap Rizal dan matanya kini melebar saat melihat sosok gadis yang begitu pucat itu di belakang Rizal lagi. Kenapa dia tiba-tiba muncul lagi. "Nggak!!" Lisa berteriak dan menutup matanya sambil berjongkok. "Kamu jangan muncul lagi!!"
"Hei, kamu kenapa?" Rizal membungkuk dan menarik tangan Lisa untuk membantunya berdiri.
Lisa masih ketakutan dan teriakannya memancing perhatian beberapa siswa lain beserta seorang guru.
"Rizal, ada apa? Bapak sudah bilang sama kamu, jangan terlalu menghukum mereka."
Lisa tersadar teriakannya sudah mengundang perhatian. Gue gak boleh kayak gini. Ntar dikira gue gila. Tenang.... Lisa menarik napas panjang.
"Hmmm, maaf Pak. Saya cuma..."
"Maaf Pak, ini bukan salah Kak Rizal." Lisa memotong kalimat Rizal. "Saya memang kurang sehat hari ini. Bukan karena hukuman Kak Rizal."
"Ya sudah. Kamu kembali ke kelas tapi kalau masih merasa kurang sehat lebih baik kamu ke UKS."
"Iya Pak. Terima kasih."
Pak Rudi berlalu. Kemudian Lisa mengambil buku yang ada di tangan Rizal. "Makasih."
"Kamu sebenarnya kenapa? Sakit atau takut sama aku?"
Lisa menggeleng. "Aku gak papa." Lisa membalikkan badannya dan melangkah pergi.
Lisa? Rizal sempat melihat name tag Lisa yang menggantung di lehernya. Dia menatap punggung Lisa yang kian menjauh. Ada perasaan aneh yang dia rasakan yang tidak bisa dia artikan saat ini.
***
"Ngomong-ngomong lo tadi di hukum apa sama Kak Rizal sampai pucat banget gini?" tanya Karin sambil membayar minuman yang dia beli di kantin saat itu.
Lisa tak langsung menjawab. Dia menyedot minumannya sampai habis lalu dia membeli lagi.
"Eh, gila lo sampai dehidrasi gini."
"Haus banget gue." Lisa kini membawa minuman dinginnya yang masih penuh dan berjalan pelan di samping Karin.
"Lo belum jawab pertanyaan gue." Karin begitu kepo.
"Gue tadi disuruh lari keliling lapangan. Mana gue capek banget lagi."
"Apa lo disuruh lari. Wah, bener-bener keterlaluan!" Dewa tiba-tiba datang dan mendengar perkataan Lisa. "Jangan mentang-mentang dia ketua OSIS jadi bisa seenaknya."
"Dewa, udahlah nanti kalau ada yang denger gimana."
Karin hanya melirik mereka berdua. "Jangan sok jagoan deh. Kayak lo berani aja." Setelah melempar olokan pada Dewa, Karin melangkahkan kakinya dan meninggalkan mereka berdua.
"Karin tunggu!" Lisa mempercepat langkahnya tapi tanpa sengaja dia justru menabrak seseorang dan menumpahkan minumannya di baju seragam dia. "Ma-maaf." Napas Lisa hampir saja berhenti saat melihat orang yang dia tabrak adalah Rizal.
"Kamu!" Rizal begitu marah saat melihat seragamnya sudah belepotan es coklat.
"Lisa, kok bisa sih." Karin kembali dan berdiri di samping Lisa.
"Maaf kak. Aku gak sengaja." Lisa berusaha mengusap seragam Rizal dengan tisu.
"Gak perlu!!" Tapi Rizal justru menangkis tangan Lisa lalu membalikkan badannya. Dia buka seragamnya sambil berjalan cepat.
"Belagu banget tuh orang!" Dewa bersiap untuk mengejar Rizal.
"Dewa biarin, gue yang salah." Lisa mencegah Dewa mengejar Rizal. Tapi kini dia justru melihat penampakan gadis itu lagi yang berjalan di belakang Rizal. Dia?? Gue masih penasaran kenapa dia muncul tiap ada Kak Rizal. Apa dia beneran makhluk astral? Lisa kini justru mengikuti Rizal dengan langkah cepat. Dia tidak menghiraukan panggilan teman-temannya.
Saat semakin dekat Lisa meraih tangan gadis itu tapi, "Gue gak bisa pegang dia. Jadi...." Lisa menutup mulutnya sendiri agar tidak berteriak. "Kalau gue gak bisa pegang dia, kenapa gue bisa liat dia?"
"Ngapain lo ngikutin Rizal?" Pertanyaan Sofi yang cukup keras membuat Rizal membalikkan badannya.
Lisa hanya terdiam dan masih memikirkan gadis itu. "Dia menghilang lagi..."
"Kamu kenapa?" tanya Rizal yang membuyarkan pandangan kosong Lisa.
"Aku... Aku cuma mau minta maaf." Lisa mencari alasan.
"Minta maaf? Kalau kamu merasa bersalah, ini kamu cuci sampe bersih!!" Rizal melempar seragamnya yang ditangkap langsung oleh Lisa.
"Lo masih baru masuk udah buat masalah aja. Rizal beri hukuman yang lebih berat dong biar dia kapok."
"Sofi, ini diluar bimbingan MOS jangan seenaknya." Rizal membalikkan badannya dan berlalu.
Sofi menyunggingkan sebelah bibirnya dan sedikit mendorong bahu Lisa. "Kalau lo masih caper lagi sama Rizal, habis lo sama gue!"
"Lisa!!" Dewa kini menyusul Lisa dan berhenti di samping Lisa. "Eh, nenek lampir lo ngomong apa sama Lisa?! Bukannya Rizal yang selalu cari masalah."
"Heh, lo bisa sopan gak sama senior lo!!"
"Dewa udah, biarin aja." Lisa kini menarik tangan Dewa agar Dewa mau mengikutinya.
Dewa sebenarnya masih ingin meladeni Sofi tapi karena tarikan Lisa, dia tidak berkutik. Dia malah tersenyum sambil melihat tangan Lisa yang memegang pergelangan tangannya.
Lisa berangsur melepas tangan Dewa dan kini justru mengamati seragam Rizal yang ada di kedua tangannya.
"Jadi lo tadi ngikutin Rizal cuma mau nyuciin seragamnya?"
"Dewa, bukan gitu. Gue tadi bukan ngikutin Kak Rizal."
"Terus?"
Lisa terdiam dan membelokkan badannya masuk ke dalam kelas. "Gak taulah, gue masih belum bisa cerita sama lo."
"Oke, gak masalah. Tapi selepas MOS gue gak mau lagi lo berurusan sama mereka yang gila akan senioritasnya itu." Dewa kini kembali duduk di tempatnya.
Lisa melipat seragam Rizal asal lalu memasukkannya ke dalam tas. Dia masih saja memikirkan makhluk tembus pandang yang bisa dia lihat. Baru kali ini gue bisa lihat makhluk astral. Apa yang terjadi sama gue? Tapi kenapa dia selalu muncul di dekat Kak Rizal. Jangan-jangan Kak Rizal punya temen hantu?
Lisa terus berkutat dengan pikirannya sendiri sampai dia mendiamkan Karin yang duduk di sebelahnya.
"Lisa, lo kenapa dari tadi diam aja?" tanya Karin sambil mengemasi barang-barangnya karena sudah saatnya mereka pulang. "Masih mikirin Kak Rizal yah?" bisik Karin.
"Enggak! Ngapain gue mikirin dia. Gue cuma capek banget hari ini pengen cepet pulang." Lisa juga mengemasi barang-barangnya.
"Ya udah, gue duluan yah." Karin bergegas pergi sambil menengok Dewa sesaat.
"Lisa, pulang bareng gue yuk." Dewa mengimbangi langkah Lisa yang kini keluar dari kelas.
"Nggak usah. Gue di jemput kok hari ini. Kebetulan ayah gue masih libur."
"Btw rumah lo dimana?"
"Di jalan Supriadi."
"Kapan-kapan gue ke rumah lo boleh kan?"
Lisa mengangguk. "Boleh, ajak Karin juga."
Kini langkah mereka terhenti di dekat tempat parkir. Mereka tanpa sengaja mendengar pernyataan cinta Reno pada Karin.
"Dari dulu lo selalu nolak cinta gue. Oke, gue terima tapi apa alasan lo? Mungkin ada satu hal yang gak lo suka dari gue, gue bisa berubah demi lo." Reno masih menjelaskan semua perasaannya pada Karin yang kini sudah duduk di atas motor scoopy-nya. "Apa karena lo punya perasaan sama Dewa?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Eny Hidayati
cinta persegi ... bukan hanya segitiga kayaknya ...
2024-12-26
0
Elyana*03
aku masih terus nyimak, Thor...
2023-01-17
0
Ayuk Vila Desi
masih nyimak
2022-11-29
0