Misteri Kereta Api Maut

Misteri Kereta Api Maut

1. Suara Apa Tuh ?

Malam baru saja usai saat suara gemuruh memecah pagi yang hening itu. Rhea yang baru saja memejamkan mata pun terkejut. Dia bergegas menggapai gorden jendela yang menjuntai di atas kepalanya. Sambil bangkit dari posisi tidurnya Rhea menyibak gorden dengan kasar karena penasaran dengan suara gemuruh itu.

"Suara apaan sih, ngagetin aja?" gumam Rhea sambil mengedarkan pandangannya ke semua arah.

Sayangnya Rhea tak menjumpai apa pun di luar sana. Dengan kesal Rhea mengembalikan posisi gorden ke tempat semula lalu kembali membaringkan tubuhnya. Nampaknya Rhea berniat melanjutkan tidurnya yang sempat terusik tadi.

Namun belum semenit Rhea memejamkan matanya kembali, suara ketukan di pintu kamar membuatnya terbangun.

"Duh, apalagi sih ini?" gumam Rhea sambil menutupi kepalanya dengan guling.

Dan pertanyaan Rhea pun terjawab saat suara sang paman terdengar memanggil.

"Rhea, bangun Rhe. Rhea ... !" panggil Eza sambil terus mengetuk pintu tanpa jeda.

Rhea pun bangkit lalu dengan enggan menyeret langkahnya menuju pintu. Rhea memutar anak kunci lalu menarik handle pintu dengan kasar.

"Apaan sih Om. Ganggu aja. Aku baru banget merem nih ...," kata Rhea sambil menguap.

"Om, om. Kamu inget kan kesepakatan kita?!" tanya Eza sambil berkacak pinggang.

"Kesepakatan apaan sih Om. Ga ngerti aku," sahut Rhea sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Om lagi, om lagi. Rhea, kita kan sepakat untuk merahasiakan status kita. Panggil aku kakak atau abang kek, kan lebih enak kedengerannya," protes Eza.

"Iya iya, maaf. Terus kakak mau ngapain ke sini?" tanya Rhea sambil bersandar pada daun pintu dengan kedua mata terpejam.

Pertanyaan Rhea membuat Eza senang sekaligus kesal. Eza senang karena Rhea menuruti permintaannya untuk mengubah panggilan, tapi dia juga kesal dengan sikap Rhea yang agak urakan itu.

"Kok malah nanya ada apa sih Rhe. Liat dong, sekarang udah jam berapa tuh. Hampir jam enam tau. Kenapa masih tidur, emangnya kamu ga sholat Subuh?" tanya Eza sambil melotot.

"Ya ga lah om. Ups, maksudku ga lah kak. Kan aku lagi datang bulan," sahut Rhea santai.

"Ck, bilang dong daritadi. Bikin capek aja. Aku juga kan mau istirahat. Gara-gara kamu aku jadi bangun lagi cuma buat ngingetin kamu sholat Subuh," kata Eza sambil mendelik kesal.

"Iya maaf. Aku juga baru tau kalo datang bulan pas bersih-bersih di kamar mandi tadi malam," sahut Rhea menjelaskan.

Ya, Rhea dan Eza baru saja tiba tadi malam. Rencananya mereka berdua akan tinggal di rumah itu untuk beberapa waktu ke depan.

Rumah itu milik sepupu Nia, nenek kandung Rhea. Sebelum meninggal, sepupu Nia itu memberikan rumahnya kepada Nia karena kedekatan mereka selama ini.

Tapi karena Nia tinggal di Jakarta mengikuti suaminya, maka Nia mempercayakan pengurusan rumah itu kepada tetangga mereka yang bernama Damar. Oleh Damar rumah itu disewakan dan uangnya langsung ditransfer ke rekening Nia. Kemudian oleh Nia setengah dari uang itu disalurkan ke panti asuhan dengan mengatas namakan sang sepupu. Nia berharap sepupunya yang telah meninggal dunia itu mendapatkan pahala jariyah dari rumah yang dia tinggalkan.

Saat Nia memberitahu Damar bahwa Eza dan Rhea akan tinggal di rumah itu, Damar pun menghubungi sang penyewa. Dia mengatakan rumah tak lagi disewakan karena akan ditempati oleh keluarga pemilik rumah. Awalnya sang penyewa nampak keberatan. Rupanya dia dan keluarganya terlanjur betah di sana. Namun karena gagal membujuk Damar dan Nia, maka para penyewa itu pun hengkang setelah masa sewa berakhir.

Dan seminggu setelah para penyewa itu pergi, Eza dan Rhea pun tiba. Saat itu rumah dalam kondisi baik dan layak ditempati. Meski pun hanya menyewa, namun para penyewa merawat rumah dengan baik. Sehingga saat mereka pergi, kondisi rumah masih seperti saat pertama kali mereka tempati. Hanya ada kerusakan kecil yang terjadi pada talang atap, itu pun karena lapuk tergerus air hujan.

Tapi kerusakan itu kini tak terlihat lagi. Karena selain memperbaiki talang yang rusak, Damar juga mengganti warna cat dinding hingga rumah terlihat lebih fresh.

Setelah mengetahui Rhea berhalangan sholat karena kedatangan tamu bulanan, Eza pun membalikkan tubuhnya dan bersiap kembali ke kamarnya. Namun langkahnya terhenti saat Rhea memanggil.

"Kak ...," panggil Rhea.

"Hmmm ...," sahut Eza sambil menoleh.

"Kakak denger suara gemuruh ga barusan?" tanya Rhea.

"Gemuruh apaan. Aku ga denger apa-apa tuh," sahut Eza.

"Masa sih?" tanya Rhea tak percaya.

"Ck, iya Rhe. Aku kan udah bangun daritadi, baru selesai sholat juga. Tapi aku ga denger suara seperti yang kamu maksud itu," sahut Eza.

"Tapi suaranya jelas banget kak," kata Rhea gusar.

Eza pun menatap Rhea dengan intens karena ucapan gadis itu berhasil membuatnya tak nyaman. Rupanya Eza tahu 'kelebihan' yang dimiliki Rhea. Dan dia tak bisa mengabaikan ucapan sang keponakan begitu saja karena Rhea tak akan bicara jika itu bukan sesuatu yang di luar kebiasaan.

"Suaranya kaya gimana Rhe?" tanya Eza sesaat kemudian.

"Mmm ... kaya apa ya. Oh iya, suaranya mirip suara kereta api kak," sahut Rhea.

"Kereta api?" ulang Eza.

"Iya. Kenapa kak, kok bingung gitu keliatannya?" tanya Rhea tak mengerti.

"Gapapa Rhe, cuma ga ngerti aja. Soalnya rel kereta kan jauh dari sini," sahut Eza.

"Kalo emang ada rel kereta, berarti ada kereta juga yang lewat. Dan artinya suara kereta yang aku denger tadi emang nyata dong. Iya kan kak ?" tanya Rhea antusias.

"Mmm ... gimana ya ngomongnya. Soalnya selain jauh, rel kereta itu udah lama ga dipake Rhe. Jadi mustahil ada kereta yang lewat. Atau jangan-jangan kamu salah denger Rhe. Mungkin itu cuma angin atau gesekan daun," kata Eza.

"Salah denger gimana sih kak. Masa udah segede gini aku ga bisa bedain suara kereta api sama angin. Aku yakin itu suara kereta api kak!" sahut Rhea bersikeras.

"Tapi ... " dan ucapan Eza terputus saat Rhea memberi isyarat dengan menyilangkan jari telunjuk di depan bibirnya.

Untuk sejenak suasana menjadi hening dan tak ada suara. Eza menatap Rhea seolah meminta penjelasan tapi sayang gadis itu justru menggelengkan kepala.

Karena tak mengerti Eza pun menjitak kepala Rhea dengan keras hingga gadis itu mengaduh kesakitan.

"Aduh. Sakit kak!" jerit Rhea sambil melotot.

"Rasain. Makanya jangan nakut-nakutin. Ga mempan tau," kata Eza kesal.

"Siapa yang lagi nakut-nakutin sih. Aku tuh serius mau ngasih tau kamu kalo ada suara kereta api lewat," sahut Rhea.

"Suara kereta apaan. Aku ga denger apa-apa tuh. Cuma suara nafas kamu yang bau itu yang kedengeran," kata Eza sambil menutup hidung.

"Sembarangan. Siapa yang bau, aku udah sikat gigi ya!" sahut Rhea.

"Kapan?" tanya Eza sambil melangkah menjauhi kamar Rhea.

"Sebelum tidur," sahut Rhea sambil mengekori Eza.

"Masa sih. Kok masih bau," kata Eza sambil terus menutup hidung.

Rhea yang tak terima pun mengejar Eza lalu memiting leher sang paman sambil naik ke atas punggungnya. Eza yang terkejut refleks membanting Rhea ke atas sofa.

Hasilnya di luar dugaan. Akibat benturan yang kuat membuat sofa patah hingga melesak ke dalam. Eza dan Rhea yang sama-sama terkejut pun sontak menjauhi sofa sambil saling menatap.

"Gila ya. Masa aku dibanting begitu sih!" kata Rhea sambil memegangi pinggangnya yang terasa nyeri.

"Sorry, ga sengaja. Lagian kamu juga sih. Ngapain pake naik ke punggung aku!" sahut Eza tak mau kalah.

"Tapi kan ga harus dibanting juga dong. Sakit tau. Aku bilangin mama nih!" kata Rhea sambil meringis menahan sakit.

"Ck, dasar anak manja. Gitu aja pake ngadu," ejek Eza.

"Biarin. Pokoknya aku bakal ...," ucapan Rhea pun terputus saat pintu rumah diketuk.

Eza pun mendorong tubuh Rhea lalu bergegas membuka pintu. Di balik pintu terlihat Damar datang sambil membawa nampan berisi seteko teh manis dan sepiring pisang goreng.

"Assalamualaikum anak-anak," sapa Damar ramah.

"Wa alaikumsalam. Eh, Wak Damar. Masuk Wak ...," kata Eza sambil membuka pintu lebar-lebar.

"Iya makasih. Ini ada teh manis hangat sama pisang goreng. Lumayan buat ganjel perut," kata Damar sambil melangkah masuk.

Namun langkah Damar terhenti saat melihat sofa yang tak lagi berbentuk. Dia menatap Eza dan Rhea bergantian namun sesaat kemudian tersenyum.

"Sofanya ... " ucapan Damar terputus karena Eza memotong cepat.

"Itu gara-gara Rhea Wak," kata Eza sambil melirik kearah Rhea.

"Kok aku sih. Kan kamu yang banting aku tadi!" sela Rhea lantang.

"Aku kan udah bilang ga sengaja. Kenapa masih dibahas juga sih. Ntar dikira orang aku udah KDRT sama kamu Rhe!" kata Eza sambil melotot.

"Emang iya. Kenapa, kamu takut dihakimi massa ya?" tanya Rhea.

"Ck, bukan gitu Rhe. Tapi kan ... " ucapan Eza terputus karena Damar segera melerai.

Meski kesal akhirnya Eza dan Rhea pun berhenti bicara. Kemudian keduanya duduk di lantai untuk menikmati teh manis hangat dan pisang goreng yang dibawa Damar.

"Ternyata yang dibilang mbak Nia itu bener ya. Eza dan Rhea emang mirip banget sama Tom and Jerry," batin Damar sambil tersenyum.

Setelah menikmati sarapan ala kadarnya itu, Damar meminta Eza dan Rhea membersihkan diri.

"Masih pagi Wak," kata Rhea sambil menguap.

"Justru masih pagi makanya kita ke rumahnya pak RT. Kalo siangan dikit orangnya keburu pergi kerja," sahut Damar.

"Ngapain ke rumahnya pak RT pagi-pagi begini?" tanya Rhea.

"Buat lapor diri, kan kalian tamu di sini. Biar besok-besok kalian ga dicurigai orang saat berkegiatan di sekitar sini," sahut Damar.

Eza dan Rhea pun mengangguk lalu bangkit meninggalkan Damar. Keduanya bergantian membersihkan diri di kamar mandi yang memang cuma satu itu.

Tak lama kemudian Damar, Eza dan Rhea sudah berada di jalan menuju rumah ketua RT.

Rhea tertinggal cukup jauh dari Damar dan Eza. Bukan karena langkahnya lambat tapi karena Rhea terus mengamati sekelilingnya dengan seksama. Aksi Rhea membuat Damar menoleh beberapa kali. Dan Damar terpaksa berhenti saat melihat Rhea berhenti di pinggir jalan. Gadis itu nampak mengerutkan kening dengan tatapan yang mengarah ke satu titik tepatnya kearah bukit yang menjulang tinggi di kejauhan.

"Ada apa Rhe?" tanya Damar.

"Sebentar Wak. Aku denger suara kereta api di sana," sahut Rhea sambil menunjuk kearah bukit dengan ujung dagunya.

"Jangan mengada-ada Rhe. Ga ada kereta api di sekitar sini. Dulu ada, tapi itu udah lama banget. Dan jalur kereta apinya juga udah ditutup akibat tertimbun longsor," kata Damar sambil tersenyum.

"Tapi aku serius wak," sahut Rhea.

Dan senyum Damar memudar saat Eza menjelaskan tentang kelebihan yang dimiliki Rhea. Eza merasa tak perlu menyembunyikan apa pun karena baginya Damar sudah seperti keluarga.

"Jadi dari pagi tadi Rhea udah denger suara kereta api itu?" tanya Damar gusar.

"Iya. Eh, tapi kenapa Uwak keliatan kaget gitu. Ada apa Wak?" tanya Eza.

"Oh, gapapa kok," sahut Damar gugup.

Eza dan Rhea nampak saling menatap mendengar jawaban Damar. Jelas terbayang kebingungan di wajah mereka. Saat Eza ingin bertanya, Damar langsung memotong cepat sambil melangkah.

"Lebih cepet dikit jalannya yuk," ajak Damar.

Eza pun menghela nafas panjang lalu kembali melangkah setelah menggamit lengan Rhea.

"Menarik. Baru aja dateng tapi udah disuguhin teka-teki," gumam Rhea sambil tersenyum.

"Jangan macem-macem deh Rhe. Kita ke sini karena mau liburan ya. Inget itu," kata Eza mengingatkan.

Rhea nampak mendengus kesal mendengar ucapan sang paman. Ya, Rhea terpaksa mengalah dengan cara tak mendebat Eza karena menghormati Damar.

\=\=\=\=\=

Terpopuler

Comments

neng ade

neng ade

hadir thor .. lihat dari akun Ali B . U yg like komen ku karena penasaran jadi mampir kesini deh 🙏

2024-10-06

2

Ali B.U

Ali B.U

hadir kak vote dan /Rose/meluncur

2024-09-23

2

INDRA

INDRA

Akhirnya trima kasih thor,sukses slalu ya

2024-09-22

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!