Eza kembali melajukan mobil dengan tenang. Selama di perjalanan Eza berkali-kali melirik kearah Kenzi. Nampaknya pemuda itu tahu sang kakak ipar sedang gelisah. Walau rasa penasaran memenuhi benaknya, namun Eza bersabar untuk tidak bertanya. Hingga akhirnya mobil yang dikendarainya pun memasuki halaman rumah Damar.
Saat Kenzi baru saja menginjakkan kakinya di tanah, tiba-tiba Ruci menarik lengannya. Kenzi pun mengikuti langkah sang istri yang membawanya ke belakang mobil.
"Ada apa Ma?" tanya Kenzi.
"Sssttt ... aku mau bicara Pa. Ini penting," sahut Ruci sambil menyilangkan jari telunjuk di depan bibirnya.
Kenzi pun mengangguk lalu ikut merendahkan suara.
"Bicara soal apa?" tanya Kenzi.
"Aku ga sengaja liat ke belakang sebelum kamu minta berhenti tadi. Aku kaget karena ngeliat sesuatu nempel erat di belakang mobil Pa, mirip asap tapi warnanya hitam. Saat aku amati, ternyata cuma sebagian aja yang nempel di belakang mobil karena sisanya ada di atap mobil. Apa itu yang kamu liat Pa?" tanya Ruci.
Kenzi menghela nafas lalu mengangguk.
"Iya Ma. Tapi yang aku ga ngerti, kenapa mbak Mina justru nyuruh Eza jalan terus. Padahal aku berniat mengusir makhluk itu supaya ga ngikutin kita lho Ma," kata Kenzi gusar.
"Aku juga sempet bingung. Mungkin mbak Mina begitu karena dia takut Pa," sahut Ruci.
"Takut?" ulang Kenzi sambil mengerutkan keningnya.
"Iya," sahut Ruci sambil mengangguk.
"Takut apa?" tanya Kenzi.
"Ya mana kutau," sahut Ruci sambil menggedikkan bahunya.
"Kalo mbak Mina takut, artinya dia tahu apa atau siapa sebenernya makhluk itu dong. Iya kan Ma?" tanya Kenzi.
Ruci pun tersentak lalu menatap suaminya lekat.
"Iya juga. Kamu bilang mau ngusir makhluk itu tadi. Emangnya dia jahat Pa?" tanya Ruci.
"Energi yang dia bawa negatif Ma, makanya aku berniat menetralisir tadi. Mungkin ga akan berpengaruh untuk kita dan Rhea. Tapi gimana sama yang lain. Apalagi saat ini emosi mereka lagi ga stabil karena sedih yang memuncak," sahut Kenzi.
"Gitu ya. Terus sekarang makhluk itu dimana Pa?" tanya Ruci.
"Udah pergi kira-kira seratus meter sebelum mobil masuk ke halaman rumah ini," sahut Kenzi.
"Alhamdulillah, syukur deh. Aku bisa sedikit tenang jadinya," kata Ruci sambil tersenyum.
Ruci dan Kenzi menghentikan percakapan saat mendengar langkah kaki mendekat.
"Ma ...," panggil Rhea.
"Iya Nak. Kenapa?" tanya Ruci.
"Gimana sama suguhan untuk pengajian nanti Ma?. Kita beli sekarang atau ... " ucapan Rhea terputus karena Eza memotong cepat.
"Kalo belanjanya bada Maghrib, biar aku yang nganter Rhe," kata Eza tiba-tiba hingga membuat Rhea menoleh.
"Modus banget sih Kak. Pasti karena ada Utami kan?" tanya Rhea.
"Ga kok," sahut Eza cepat.
"Masa sih. Aku ga percaya tuh," kata Rhea sambil menatap Eza dari atas kepala hingga ujung kaki.
"Sssttt ... udah anak-anak. Beli sama Utami juga boleh. Kan dia orang sini, pasti lebih paham dimana beli suguhan yang enak. Ini uangnya ya Rhe ...," kata Ruci sambil menyodorkan uang sebanyak satu juta rupiah kepada sang anak.
"Beli berapa Ma?" tanya Rhea.
"Mama ga tau. Coba tanya Isma gih. Kalo uangnya kurang bilang mama ya Rhe," pinta Ruci.
Rhea mengangguk lalu segera masuk ke dalam rumah meninggalkan Ruci, Kenzi dan Eza begitu saja. Kemudian Ruci menoleh kearah Eza dan mengatakan sesuatu yang membuat Eza salah tingkah.
"Jangan suka modusin anak orang kalo kamu ga serius Za," kata Ruci tiba-tiba.
"Aku ga lagi modusin siapa-siapa Kak," sahut Eza.
"Ck, ga usah ngeyel. Gerak-gerik kamu yang lagi pedekate sama Utami tuh ketara banget Za. Kakak cuma mau ngingetin, di sini kampung bukan kota. Hati-hati bertindak dan bertutur kata. Jangan sampe sikap baikmu yang katamu bukan apa-apa itu justru jadi bumerang karena disalah artikan sama orang lain. Kalo emang kamu ga ada niat serius sama Utami, ya jangan terlalu ngasih harapan lah. Kasian Utami. Lebih baik kamu jaga jarak sama dia dan kasih kesempatan sama cowok lain buat deketin Utami. Siapa tau diantara mereka ada yang beneran serius sama Utami dan mau nikahin dia," kata Ruci panjang lebar.
Eza tertegun mendengar ucapan sang kakak. Meski ada rasa tak nyaman saat mendengar kalimat terakhir Ruci, mau tak mau Eza pun mengangguk.
"Iya Kak. Aku bakal inget nasehat Kakak," sahut Eza dengan mimik wajah serius.
"Bagus. Bukannya kakak ga setuju kamu deketin Utami, kakak cuma ga mau kamu mainin perasaannya Za. Utami anak baik, dia layak dapat yang terbaik. Bukan begitu Za?" tanya Ruci sambil menatap Eza lekat.
"Iya Kak ...," sahut Eza dengan suara tercekat.
Ruci pun tersenyum. Setelahnya dia melangkah masuk ke dalam rumah disusul Kenzi. Sebelum mengikuti Ruci, Kenzi sempat menepuk bahu Eza beberapa kali dan disambut Eza dengan anggukan kepala.
Eza pun menatap punggung Kenzi dan Ruci yang menjauh dengan perasaan kalut. Nampaknya pemuda itu masih bingung menentukan langkah termasuk mengenai perasaannya kepada Utami.
Tanpa Eza sadari, sesungguhnya dia memang menyukai Utami. Tapi di saat yang sama Eza juga masih ingin mengejar cita-citanya. Dia khawatir menjalin hubungan dengan Utami justru akan menyakiti gadis itu. Jarak dan waktu lah yang menjadi kendala karena bisa dipastikan akan membuat mereka jarang bertemu nanti.
Namun peringatan Ruci yang memintanya 'menjauhi' Utami membuat Eza yakin untuk tidak menitipkan hatinya pada Utami sekarang.
\=\=\=\=\=
Pengajian yang digelar di rumah Damar berjalan lancar. Semua orang dengan khusu berdoa agar dosa-dosa Damar diampuni oleh Allah dan arwahnya mendapat tempat terbaik di sisi Allah.
Meski semua orang terlihat khusu, namun Kenzi tahu para tamu yang mendatangi rumah Damar malam itu memendam rasa khawatir di dalam hati. Dan Kenzi yakin akhir hidup Damar yang tragis itu lah penyebabnya.
Ya, warga percaya orang yang meninggal dengan cara bunuh diri pasti arwahnya akan gentayangan. Itu sebabnya beberapa diantara para tamu selalu menoleh ke kanan, ke kiri dan ke belakang karena takut arwah Damar akan muncul tiba-tiba.
Ketika pengajian selesai, Isma dan Rhea dibantu Utami nampak mulai menyuguhkan makanan ke hadapan para tamu.
Awalnya Utami memang menolak terlibat dengan urusan keluarga Damar. Tapi bujukan Rhea membuat Utami luluh.
"Aku janji ga akan bahas apa pun soal kamu dan wak Damar di depan keluarganya nanti," kata Rhea.
"Aku emang ga punya hubungan apa-apa sama pak Damar Rhe. Jadi kamu ga perlu ngancem aku," sahut Utami ketus.
"Nah, itu kamu tau. Jadi mau ya nemenin aku bantu-bantu Isma?" tanya Rhea.
"Aku ga enak sama Isma Rhe. Dia kan sempet nuduh aku jadi selingkuhan bapaknya," kata Utami gusar.
"Tapi itu kan dulu. Sekarang Isma tau kamu ga punya hubungan apa-apa sama bapaknya. Maksudku, walau diawali salah paham tapi kita masih bisa berteman kan Ut?" tanya Rhea.
Utami menghela nafas panjang lalu mengangguk. Dan akhirnya Utami bersedia mengikuti ajakan Rhea. Dia dan Rhea menemani Isma sejak jasad Damar tiba di rumah duka, ikut ke pemakaman dan dilanjut hingga pengajian digelar malam itu.
Saat Rhea, Isma dan Utami selesai menyuguhkan makanan dan minuman, warga mulai bergunjing tentang Damar dan keluarganya.
"Suasana rumahnya pak Damar rasanya aneh ya," kata salah seorang pria.
"Aneh gimana?" tanya warga lainnya.
"Udara di luar dingin tapi di sini rasanya panas, gerah. Padahal kipas angin nyala semua ...," sahut pria itu sambil mengipasi wajahnya yang berkeringat dengan peci miliknya.
"Kalo saya justru merasa ada yang ngeliatin terus dari tadi. Ga tau apaan tapi bikin ga nyaman aja," kata salah seorang warga.
"Ya maklum aja. Pak Damar kan mati bunuh diri. Dan orang yang bunuh diri pasti meninggalnya ga tenang. Jangan-jangan pas kita berdoa tadi arwahnya datang terus ngeliatin kita, makanya suasana rumahnya jadi ga enak," sahut seorang pria yang diangguki rekan-rekannya.
"Kayanya setelah ini kita harus siap-siap buat diterror sama penampakan pak Damar," sela seorang warga sambil menyeruput kopi yang tersaji di depannya dengan santai.
Semua orang menatap warga yang bicara tadi dengan tatapan tak suka. Mereka kesal karena diingatkan untuk berhati-hati menghadapi penampakan Damar.
"Ck, ini dia yang paling ga saya suka. Jujur saya ini penakut. Kalo bukan karena ga ada temen pulang ke rumah setelah sholat berjamaah tadi, saya ga bakal mau diajak ngaji di sini," keluh seorang pria bernama Qabil.
Beberapa orang yang mendengar gumaman Qabil pun tertawa. Sebagian justru mengejek Qabil sebagai pria setengah jadi karena sifat penakutnya yang berlebihan itu. Qabil hanya bisa membisu sambil memonyongkan bibirnya mendengar ucapan rekan-rekannya.
Tawa terus terdengar mengiringi langkah Qabil dan beberapa pria yang bersamanya hingga mereka keluar dari rumah Damar.
Di saat mereka sedang asyik menertawakan Qabil, tiba-tiba terdengar suara orang menyapa dari kegelapan.
"Seru banget ketawanya. Pasti ada yang lucu ya!" sapa seorang pria dengan ramah.
"Iya Pak," sahut rekan Qabil sambil tertawa.
"Kalo boleh tau apa yang lucu sampe kalian ketawa keras begitu?" tanya pria itu.
Tawa Qabil dan rekan-rekannya pun terhenti. Mereka saling menatap sejenak lalu bersama-sama menoleh kearah kegelapan dimana sumber suara berasal. Awalnya tak terlihat apa pun di sana. Namun sesaat kemudian muncul lah sosok pria berjalan mendekat kearah mereka dengan langkah yang terpatah-patah.
Semakin dekat makin terlihat jelas bagaimana kondisi pria itu. Ternyata pria itu adalah Damar yang tampil dalam kondisi tubuh dan kepala remuk. Cairan menghitam yang menetes dari luka di kepala dan sekujur tubuhnya disertai bau anyir darah membuat Qabil dan rekan-rekannya bergidik ngeri. Sedetik kemudian para pemuda itu pun menjerit lalu lari tunggang langgang.
"Hantu ... !" jerit Qabil dan rekan-rekannya.
Karena takut, tanpa sadar Qabil dan rekan-rekannya lari menyebar ke sembarang arah. Ada yang masuk ke halaman rumah warga, ke gang di antara rumah warga, bahkan jalan raya. Hanya Qabil sendiri yang lari kearah persawahan.
Sambil berlari sesekali Qabil menoleh ke belakang. Betapa terkejutnya Qabil saat menyadari jarak Damar dengannya tak berubah meski pun dia telah berlari jauh. Qabil hampir menangis saking takutnya. Dia tak menyangka akan dikejar oleh hantu Damar yang menakutkan itu.
"Sia*an. Apa salahku sampe aku dikejar-kejar hantunya pak Damar," gumam Qabil panik.
Karena lelah dan putus asa, akhirnya Qabil berhenti di pinggir jalan tepat di depan hamparan sawah milik warga. Dia berusaha mengatur nafasnya sedemikian rupa untuk mengurangi rasa sesak di dadanya. Meski tahu di belakangnya sosok hantu Damar terus mengikuti, Qabil nampak tak peduli.
"Sreeekk ... sreekkk ... "
Suara langkah kaki yang diseret terdengar jelas oleh Qabil. Dia berusaha mengabaikan suara itu karena tahu pemilik langkah itu adalah Damar.
Namun sekeras apa pun Qabil mencoba tak peduli, toh suara itu tak jua berlalu. Bahkan kini terdengar makin dekat. Apalagi aroma busuk dan anyir darah datang silih berganti menyapa Indra penciumannya membuat Qabil gamang.
Tiba-tiba sebuah sentuhan mampir di bahu Qabil. Pemuda itu pun terkejut. Dengan keberanian yang tersisa, Qabil melirik kearah bahunya. Dan Qabil pun membeku saat melihat sepotong telapak tangan berlumuran darah tersampir di bahunya.
"Tolong saya ... tolong ...," kata sebuah suara yang terdengar lirih.
Perlahan Qabil menoleh kearah sumber suara. Qabil terkejut melihat Damar berdiri sambil menatap lekat kearahnya.
"Ha-han ... " kata Qabil dengan suara gemetar.
Sebelum Qabil sempat menyelesaikan kalimatnya, tubuhnya merosot ke tanah. Dan di antara kesadarannya yang tersisa, Qabil masih sempat melihat Damar membungkukkan tubuhnya. Aroma busuk yang pekat pun menguar saat Damar mendekatkan wajahnya yang hancur itu ke wajah Qabil.
"Saya ga mau sendiri ...," bisik Damar sambil menyeringai.
Meski ketakutan, Qabil masih berusaha mencerna 'pesan' Damar. Qabil juga terus berusaha mengatur nafasnya yang kembali tersengal-sengal seiring pandangannya yang mulai samar.
Tapi tak lama kemudian kepala Qabil tampak terkulai ke samping. Itu menandakan Qabil telah jatuh pingsan karena tak kuasa dilanda rasa takut.
\=\=\=\=\=
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Diana Puji Astuti
serem banget
2024-12-22
1
Ali B.U
next
2024-10-21
2
neng ade
kasihan Sabil malah dia yang di ikuti sm arwah Damar
2024-10-21
2