Sepulang dari rumah ketua RT, Rhea kembali mencoba mencari tahu tentang keberadaan kereta api itu. Sayangnya Damar selalu berusaha mengalihkan pembicaraan setiap Rhea berusaha bertanya tentang suara kereta api itu hingga membuat Rhea kesal.
Eza yang mengamati interaksi Rhea dan Damar secara diam-diam pun akhirnya tak sabar bertanya. Saat itu posisi Rhea berada jauh di depan mereka. Rupanya Rhea yang kesal karena tak mendapatkan jawaban sengaja berjalan lebih dulu meninggalkan Eza dan Damar. Sama sekali berbeda dengan yang dia lakukan saat berangkat menuju ke rumah ketua RT tadi.
"Wak ...," panggil Eza hingga membuat Damar menoleh.
"Iya, kenapa Za?" tanya Damar.
"Emang ada apa sama kereta api itu Wak. Kenapa Uwak selalu menghindari pertanyaan tentang kereta api itu?" tanya Eza hati-hati.
"Kereta api yang mana Za?" tanya Damar pura-pura tak mengerti.
"Kereta api misterius itu Wak. Emang apa yang terjadi sama kereta api itu?" tanya Eza sedikit kesal.
Setelah menghela nafas panjang akhirnya Damar mau mengatakan apa yang terjadi.
"Begini ceritanya, dulu saat kereta api melintas, mendadak tanah di bukit longsor. Ga ada satu warga pun yang tau jadi ga ada yang ngasih tau juga sama masinis kereta apinya. Akibatnya kereta api itu terkubur di dalam terowongan yang ada di kaki bukit sana Za. Banyak korbannya dan hampir semuanya meninggal dunia. Hanya beberapa orang yang selamat dan itu juga dalam kondisi mengenaskan," sahut Damar.
"Itu saya tau Wak. Tapi kenapa Uwak selalu mengalihkan pembicaraan setiap Rhea mulai tanya sesuatu yang lebih intens tentang kereta api itu?" tanya Eza penasaran.
"Begini Za. Longsornya bukit hingga menimbun kereta api adalah luka tersendiri untuk warga di sini. Sebagian besar korbannya adalah keluarga, teman atau kerabat kami. Sialnya kami tau itu setelah warga dan aparat pemerintahan menggali terowongan. Kebayang kan gimana kejadian waktu itu. Banyak warga yang histeris saat mengetahui jasad yang berusaha mereka selamatkan ternyata adalah orang yang mereka kenal. Saya juga ada diantara mereka makanya saya tau gimana suasana saat itu. Jadi wajar kalo saya enggan membicarakan tentang kereta api itu. Luka kehilangan yang tragis membuat kami merasa ga perlu untuk menceritakan musibah itu lagi karena cuma membuat luka lama terbuka lagi," sahut Damar dengan suara bergetar.
Eza terkejut dan nampak salah tingkah mendengar penjelasan Damar. Kini dia mengerti mengapa Damar selalu menolak bicara tentang kereta api misterius itu.
"Maafin saya dan Rhea ya Wak. Kami ga tau kalo ... " ucapan Eza terputus karena Damar memotong cepat.
"Gapapa Za," kata Damar sambil tersenyum.
"Kalo dari keluarga Wak Damar, siapa yang jadi korban?" tanya Eza.
"Istri dan anak saya," sahut Damar sambil melengos.
Jawaban Damar membuat Eza mengerutkan keningnya karena bingung. Jika Damar mengatakan anak dan istrinya menjadi korban tanah longsor yang menimbun kereta api itu, lalu siapa wanita yang dia lihat di rumah Damar kemarin.
Seolah mengerti apa yang ada di benak Eza, Damar pun menjelaskan apa yang terjadi.
"Maksud saya, yang meninggal itu istri pertama saya Za. Dia sedang hamil anak pertama kami waktu terjebak di dalam kereta api itu," kata Damar sambil tersenyum kecut.
"Oh gitu. Jadi wak Mina itu istri kedua Wak Damar?" tanya Eza.
"Iya," sahut Damar cepat.
"Kalo gitu saya bakal ceritain semuanya sama Rhea biar dia ga salah paham ya Wak," kata Eza kemudian.
"Boleh aja. Tapi tolong bilang sama Rhea supaya jangan tanya apa pun tentang kereta api itu lagi sama saya," pinta Damar sungguh-sungguh.
"Iya Wak," sahut Eza sambil mengangguk.
Damar tersenyum lalu mengajak Eza untuk kembali melangkah menyusul Rhea yang sudah berada jauh di depan.
Tak lama kemudian ketiganya tiba di pertigaan jalan. Mereka berpisah di sana lalu pulang ke rumah masing-masing.
Setibanya di rumah Eza segera menceritakan isi pembicaraannya dengan Damar tadi.
Dan Rhea nampak termangu di lantai usai mendengar penjelasan Eza tentang musibah yang menimpa kereta api itu. Namun sesaat kemudian Rhea nampak mendongakkan kepala karena terusik mendengar permintaan Damar yang disampaikan oleh Eza.
"Kenapa ga boleh nanya-nanya lagi. Emang lukanya terlalu dalam ya sampe ga boleh diceritain lagi?" tanya Rhea tak mengerti.
"Ya iya lah Rhe. Wak Damar kan kehilangan anak dan istrinya juga dalam musibah itu," sahut Eza.
"Paham sih. Tapi kan wak Damar laki-laki. Bukannya laki-laki biasanya pandai nyembunyiin luka sesakit apa pun itu. Apalagi sekarang wak Damar udah move on. Buktinya dia hidup bahagia sama wak Mina. Masa iya luka kehilangan anak istrinya masih mengganggu," kata Rhea tak mengerti.
"Oh kalo itu sih aku ga tau ya. Soalnya wak Damar ngomongnya serius banget. Kayanya berharap banget kamu ga nyari tau apa pun yang berkaitan sama kereta api itu," kata Eza.
"Aneh ...," gumam Rhea.
"Aneh apanya Rhe?" tanya Eza.
"Aku yakin ada sesuatu yang disembunyiin sama wak Damar. Jangan-jangan ... " ucapan Rhea terputus karena Eza memotong cepat.
"Sembunyiin gimana sih maksud kamu Rhe. Wak Damar juga ada di sana dan ikut proses evakuasi para korban. Bayangin kondisinya saat itu Rhe. Dia pasti shock banget pas tau jasad yang dia selamatkan dari timbunan longsor adalah jasad istrinya sendiri," sahut Eza gusar.
Rhea pun terdiam karena tak ingin berdebat dengan Eza. Setelahnya Rhea pun masuk ke dalam kamar dan tetap di sana hingga waktu makan malam.
\=\=\=\=\=
Malam itu Rhea memutuskan keluar dari rumah untuk menikmati suasana. Eza tak ikut serta karena diajak Damar menghadiri undangan salah satu tetangga yang sedang mengadakan tasyakuran atas kelahiran anaknya.
Setelah mengunci pintu rumah Rhea melangkah perlahan menuju ke utara. Entah mengapa langkah kakinya membawa Rhea ke arah jalan itu. Mungkin karena hanya jadi jalan penghubung warga yang pulang pergi ke sawah, maka jalan itu sepi saat malam hari karena jarang digunakan.
Tiba di tepi jalan itu Rhea berhenti lalu menghirup udara malam sebanyak-banyaknya dan menghembuskannya dengan kuat. Rhea melakukannya beberapa kali seolah ingin mengganti udara lama yang memenuhi rongga dadanya dengan udara yang baru.
Tiba-tiba sebuah sapaan lembut menghentikan aksi Rhea hingga membuat gadis itu menoleh.
"Sejuk banget ya udaranya?" sapa seorang gadis sambil tersenyum.
Rhea mengangguk sambil mengamati gadis itu dengan lekat. Seolah sadar dirinya dicurigai, gadis itu pun mengulurkan tangannya.
"Jangan takut. Aku juga manusia kaya kamu kok. Kenalin, namaku Anjani," kata gadis itu.
Dengan ragu Rhea menyambut uluran tangan Anjani sambil menyebut namanya.
"Aku Rhea," sahut Rhea.
"Nama yang unik dan bagus Rhea. Pasti orangtuamu memberi nama itu disertai harapan indah di dalamnya," kata Anjani.
"Pastinya begitu. Tapi jangan tanya aku apa artinya ya, karena aku lupa," pinta Rhea sambil nyengir hingga membuat Anjani tertawa.
"Kamu bukan orang sini ya Rhe. Kayanya aku belum pernah liat kamu deh," kata Anjani usai tertawa.
"Iya. Aku sama kakakku lagi liburan di sini. Sekarang dia lagi ikut pengajian di rumah tetangga. Daripada bete, aku milih keluar aja. Jalan-jalan sekalian liat-liat," sahut Rhea.
"Jalan-jalan kok ke sini sih Rhe. Di sebelah sini ga ada apa-apa. Kalo mau liat-liat tuh ke selatan bukan ke sini," kata Anjani sambil tersenyum.
"Jujur aku juga ga tau kenapa bisa sampe sini An. Pokoknya aku keluar dari rumah dan tau-tau kakiku ngajaknya ke sini. Ga tau kenapa," sahut Rhea sambil menggedikkan bahunya.
"Oh gitu," kata Anjani sambil manggut-manggut.
"Kamu sendiri dari mana mau ke mana An?" tanya Rhea.
"Ga dari mana atau mau ke mana. Aku kan emang tinggal di sini Rhe," sahut Anjani.
"Tinggal di sini, di sebelah mana. Kan ga ada rumah di sini?" tanya Rhea sambil mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru.
"Tugu pembatas desa yang kamu sandarin itu rumahku Rhe. Masa kamu ga paham juga," sahut Anjani sambil tersenyum.
Mendengar jawaban Anjani membuat Rhea terkejut bukan kepalang. Rhea pun segera menjauh dari tugu pembatas yang tak sengaja menjadi tempat bersandarnya sejak tadi.
Anjani nampak tersenyum melihat tingkah Rhea. Setelahnya dia melangkah dengan santai lalu masuk ke dalam tugu setinggi satu meter itu dan menghilang di sana.
Rhea nampak mematung menyaksikan semuanya. Dan Rhea makin terkejut saat Anjani melongokkan kepalanya dari dalam tugu batu sambil tersenyum.
"Mau mampir ke rumahku ga Rhe?" tanya Anjani dengan ramah.
"Ga usah, makasih!" sahut Rhea sambil melangkah tanpa menoleh.
Tawa Anjani terdengar melengking memenuhi udara seolah ingin mengiringi kepergian Rhea. Selama perjalanan Rhea tak menoleh sedikit pun. Dan Rhea baru menghentikan langkahnya saat berpapasan dengan rombongan warga yang baru selesai mengaji. Diantara para mereka terdapat Eza dan Damar.
"Dari mana kamu Rhe?!" tanya Eza lantang.
"Dari sana," sahut Rhea sambil menunjuk ke belakang.
Eza, Damar dan semua warga menoleh kearah yang ditunjuk Rhea. Kemudian mereka saling menatap dengan tatapan bingung karena tahu di sana hanya ada jalan yang jarang dilalui orang saat malam hari.
"Ngapain ke sana?" tanya Damar kemudian.
"Jalan-jalan Wak. Abisnya aku bete di rumah sendirian," sahut Rhea sambil kembali melangkah.
"Kamu ga ngeliat atau ketemu sesuatu di sana Rhe?" tanya Damar setengah berbisik.
"Oh, kalo yang Uwak maksud cewek bernama Anjani, aku udah ketemu. Bahkan aku juga kenalan sama dia tadi," sahut Rhea santai.
Dan jawaban Rhea membuat warga yang ada bersama Eza dan Damar terkejut. Mereka menatap Rhea dengan tatapan tak terbaca. Karena tak nyaman dengan sikap orang-orang di hadapannya, Rhea pun bertanya.
"Kenapa, apa ada yang aneh sama ucapanku tadi?" tanya Rhea sambil menatap warga yang terdiri dari para pria itu bergantian.
"Oh gapapa kok," sahut warga bersamaan.
"Anjani itu nama danyang di sini nak Rhea," kata salah seorang warga.
"Danyang?" ulang Rhea tak mengerti.
"Danyang tuh sebutan untuk penunggu desa ini. Kami biasa memanggilnya Anjani. Sebagian orang menganggapnya siluman. Tapi kami sih percaya dia adalah arwah leluhur yang pernah hidup dan meninggal di wilayah sini sebelum desa ini ada. Karena wujudnya yang cuma ruh, maka dia menempati tempat yang ga lazim juga. Tempat tinggal favoritnya di tugu pembatas desa itu. Kalo kamu udah ketemu sama dia dan sekarang kamu masih terlihat baik-baik aja, artinya dia menerima kamu dengan baik juga," kata salah seorang warga.
"Oh gitu. Emangnya ada yang ga baik-baik aja setelah ketemu Anjani?" tanya Rhea.
"Banyak. Dan itu rata-rata karena mereka punya niat buruk sama warga yang tinggal di desa ini," sahut warga lainnya.
"Dan biasanya Danyang desa akan memperlihatkan diri dalam wujud menyeramkan kalo dia ga suka sama orang yang datang berkunjung ke sini. Bahkan ga jarang orang-orang itu juga dibuat kesurupan dan baru kembali sehat setelah hengkang dari desa ini," kata Damar.
"Artinya aku beruntung karena ketemu Anjani dalam wujud wanita cantik tadi," gumam Rhea.
Semua orang nampak tersenyum lega mendengar ucapan Rhea.
"Ya udah, sekarang kita pulang aja yuk. Udah malem juga," ajak Eza sesaat kemudian.
Rhea pun mengangguk lalu melangkah di samping Eza.
Sambil melangkah samar-samar Rhea mendengar tawa Anjani di kejauhan. Dan yang membuatnya kesal karena lagi-lagi hanya dirinya yang mendengar suara itu, sedang yang lain terlihat santai seolah tak mendengar suara apa pun.
\=\=\=\=\=
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
neng ade
Ya karena km punya kelebihan The jadi hanya kamu yg bisa dengar suara Anjani
2024-10-08
1
Ali B.U
lanjut
2024-09-23
2