8. Masa Lalu Damar

"Cari siapa Mbak?" sapa wanita yang diduga sebagai ibu Utami itu dengan ramah.

"Cari Utami Bu. Apa dia ada di rumah?" tanya Rhea.

"Utami ga ada di rumah. Lagi keluar ketemu temennya," sahut ibu Utami.

"Tapi barusan saya liat Utami masuk ke dalam rumah ini Bu," kata Rhea sambil melirik ke dalam rumah.

"Masa sih, coba saya liat dulu ya. Soalnya saya di dapur tadi, jadi ga tau kalo Utami udah pulang," sahut ibu Utami sambil membuka pintu lebar-lebar.

Setelah mempersilakan Rhea duduk, ibu Utami pun bergegas melangkah ke kamar.

Tak lama kemudian terdengar wanita itu bicara dengan seseorang yang dipastikan adalah Utami. Dari nada bicaranya terdengar dia berusaha membujuk Utami agar mau menemui Rhea. Setelahnya wanita itu kembali ke ruang tamu menemui Rhea.

"Maaf Mbak. Utaminya ada tapi dia ga mau ketemu," kata ibu Utami dengan nada menyesal.

"Gitu ya. Padahal saya ke sini mau minta maaf Bu," kata Rhea.

"Minta maaf, emangnya ada masalah apa?. Atau jangan-jangan temen yang ditemui Utami tadi memang kamu ya?" tanya ibu Utami sambil menatap Rhea.

"Iya Bu. Tapi ada sedikit salah paham tadi. Dan saya jadi ga enak sama Utami," sahut Rhea.

"Salah paham gimana maksudnya Mbak?" tanya ibu Utami penasaran.

Dengan berat hati Rhea menceritakan apa yang terjadi di kios baso tadi. Ibu Utami tersenyum mendengar penjelasan Rhea.

"Oh gitu. Sebenernya saya juga ga percaya kalo Utami punya hubungan khusus sama bapak temenmu itu. Soalnya Utami itu takut sama laki-laki Mbak, apalagi yang seusia saya. Dia trauma karena bapaknya dulu orangnya kasar dan suka main tangan. Saya dan Utami adalah korban sekaligus saksi hidup yang selamat. Makanya Utami bisa sedikit tenang karena sekarang bapaknya ada di penjara untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya itu. Karena rasa traumanya itu bikin Utami takut kalo ketemu laki-laki. Saya sudah menasehati Utami dan bilang kalo ga semua laki-laki seperti bapaknya. Alhamdulillah Utami ngerti dan mulai mau membuka diri walau masih pilih-pilih kalo berteman," kata ibu Utami.

Rhea pun terkejut mendengar penjelasan wanita itu. Rhea tak menyangka, di balik sisi lembut Utami ternyata menyimpan luka yang sangat dalam akibat perilaku buruk ayahnya.

"Sekarang tolong kasih Utami waktu buat nenangin diri ya. Nanti kalo udah baik dia pasti mau ngobrol lagi sama kamu," kata ibu Utami sesaat kemudian.

"Iya Bu. Kalo gitu saya pamit ya. Assalamualaikum ...," kata Rhea sambil mencium punggung tangan ibu Utami.

"Wa alaikumsalam. Hati-hati ya ...," kata ibu Utami yang diangguki Rhea.

Rhea pun meninggalkan rumah Utami dengan perasaan kecewa. Namun di satu sisi Rhea merasa senang setelah mengetahui Utami bukan lah hantu seperti dugaannya selama ini. Foto-foto di dinding rumah Utami lah yang telah memperkuat dugaan Rhea. Dari foto-foto itu setidaknya Rhea tahu sejarah hidup Utami sejak balita hingga dewasa termasuk usia Utami yang hanya terpaut satu tahun di atasnya.

Foto-foto yang terpajang memenuhi dinding rumah itu juga seolah menjelaskan status Utami sebagai anak tunggal.

"Artinya Utami clear dan sekarang tinggal nunggu Isma. Mudah-mudahan Isma berhasil ngorek keterangan dari bapaknya," batin Rhea penuh harap.

Tanpa Rhea sadari, sepasang mata sedang menatap kearahnya dengan tatapan sedih. Ya, pemilik sepasang mata itu adalah Utami. Dia mengamati Rhea dari balik gorden jendela. Nampaknya Utami sedih karena harus kehilangan teman sebaik Rhea hanya karena salah paham tadi.

Setelah Rhea menjauh bersama ojeg motor yang disewanya, Utami pun nampak menghela nafas panjang sambil mengusap ekor matanya yang basah dengan ujung jemari tangannya.

\=\=\=\=\=

Di saat yang sama di rumah Damar. Setelah tiba, Damar langsung masuk ke dalam kamar dan mengunci diri di sana. Sikap Damar tentu saja membuat anak dan istrinya bingung.

"Bapak kenapa Mbak?" tanya Iskandar yang merupakan adik Isma.

"Ga tau," sahut Isma sambil berlalu.

"Kok ga tau. Kan bapak pulangnya bareng kamu Is," kata Mina mewakili rasa penasaran Iskandar.

Isma berhenti melangkah lalu menatap sang ibu. Dia ingin jujur tapi khawatir menimbulkan salah paham antara ibu dan ayahnya. Akhirnya Isma memilih berbohong agar sang ibu tak bertanya lagi.

"Aku ketemu bapak pas lagi makan baso bareng Rhea Bu. Keliatannya motor bapak mogok. Makanya setelah selesai dibenerin, bapak langsung niat pulang. Tapi sayangnya kepala bapak mendadak pusing. Karena khawatir bapak kenapa-kenapa di jalan, akhirnya aku yang nganter bapak pulang," kata Isma.

"Terus sepeda kamu dimana?" tanya Mina.

"Aku tinggal di kios baso. Besok pagi kan masih bisa diambil Bu. Kebetulan tukang basonya udah kenal sama aku," sahut Isma.

Mina pun mengangguk lalu bergegas ke dapur karena ingin membuatkan teh manis hangat untuk suaminya.

Sedangkan di dalam kamar Damar nampak menghela nafas lega mendengar ucapan Isma. Saat itu Damar benar-benar terlihat kacau. Tubuhnya gemetar disertai keringat dingin yang merembes keluar dari seluruh pori-pori kulitnya.

"Ga mungkin itu Asih. Dia udah mati, udah mati," gumam Damar gelisah.

Sambil berbaring Damar pun memejamkan matanya. Lagi-lagi ingatan peristiwa masa lalu itu kembali terlintas.

Damar ingat bagaimana dia mengenal Asih, seorang gadis manis dari desa sebelah yang membuatnya jatuh hati. Penampilan Asih yang sederhana telah memikat Damar dan membuatnya nekad mendatangi rumah gadis itu. Bahkan Damar tak peduli meski dia harus mendapat tatapan tak bersahabat dari pemuda sekampung Asih yang juga terpikat dengan pesona gadis itu.

Asih yang juga tertarik dengan Damar pun akhirnya menerima Damar sebagai kekasih. Jalinan kasih tulus mereka seolah direstui semesta. Karena beberapa bulan setelah keduanya merajut kasih, orangtua Asih meminta Damar menikahi gadis itu.

Betapa bahagia Damar saat berhasil menyunting Asih. Apalagi kedua orangtuanya juga mendukung pernikahan mereka.

Setelah proses pernikahan sederhana berlangsung, Damar memboyong Asih untuk tinggal di desa K. Damar sengaja memilih desa yang bukan tempat asalnya atau pun Asih karena ingin mandiri dan membuka lembaran hidup baru. Damar merasa perlu memiliki jati diri baru untuk keluarga kecilnya nanti.

Ternyata menikah tak seindah yang dibayangkan Damar dan Asih. Di saat pernikahan mereka baru berusia sebulan, Damar yang kala itu bekerja di kantor desa harus kehilangan pekerjaan karena fitnah dari rekan kerjanya.

Rupanya kinerja Damar yang selalu dipuji oleh kepala desa membuat rekan-rekan kerja Damar risih dan kesal. Akhirnya mereka menyusun siasat agar Damar dipecat dari kantor desa dan berhasil. Damar yang tak bisa membela diri akhirnya harus hengkang dari kantor desa.

Beberapa Minggu setelah Damar dipecat, sang kepala desa justru datang menemui Damar dan meminta maaf. Ternyata kepala desa baru mengetahui kebenaran yang terjadi.

"Saya menyesal karena menghukum dan memecat kamu tanpa mengecek kebenarannya lebih dulu," kata kepala desa kala itu.

"Gapapa Pak, saya maklum kok. Bapak pasti tertekan karena didesak orang banyak untuk menyelesaikan masalah dalam waktu singkat," sahut Damar sambil tersenyum kecut.

Pada kesempatan itu, selain meminta maaf kepala desa juga meminta Damar kembali ke kantor desa. Tapi sayang, Asih yang terlanjur sakit hati mengetahui Damar diperlakukan tak adil pun tak mengijinkan suaminya itu kembali ke kantor desa.

"Maafin istri saya ya Pak," kata Damar tak enak hati.

"Gapapa Mas Damar, saya maklum kok. Istri mana yang rela suaminya dipermalukan di depan umum kaya gitu," sahut kepala desa sambil menepuk bahu Damar beberapa kali.

Untuk menebus kesalahannya, kepala desa memberikan surat rekomendasi agar Damar bisa mengajukan lamaran pekerjaan di stasiun. Tentu saja dengan senang hati Damar menerimanya. Apalagi jarak stasiun dari rumah yang dia tempati hanya lima kilometer saja, jauh lebih dekat dibandingkan jarak rumah ke kantor desa.

Berbekal surat rekomendasi dari kepala desa, Damar pun melamar pekerjaan di stasiun dan diterima.

Awalnya Damar bekerja menjaga kebersihan stasiun. Karena kinerja Damar yang bagus, Damar pun dipindahkan ke bagian lain. Hampir semua pekerjaan di stasiun pernah dia lakoni. Hingga kemudian Damar bertugas di dalam kereta api tepatnya mengecek tiket setiap penumpang yang naik kereta api.

Untuk tugas yang satu ini, Damar harus meluangkan waktu lebih banyak. Tak jarang dia baru bisa pulang ke rumah setelah dua hari dua malam di dalam perjalanan. Meski pun begitu, Asih tak keberatan. Dia mensupport pekerjaan Damar dan berharap Damar bisa langgeng bekerja di sana.

Lamunan Damar pun buyar saat suara Mina dan ketukan di pintu terdengar. Dengan enggan Damar turun dari tempat tidur lalu melangkah menuju pintu kamar.

"Isma bilang kamu sakit Pak. Sakit apa?" tanya Mina sambil menyentuh dahi Damar dengan punggung tangannya.

"Aku gapapa Bu. Biasa lah, paling masuk angin," sahut Damar.

"Jangan anggap enteng penyakit Pak. Harus diobatin sebelum parah. Nih, ibu udah seduhin jamu. Diminum sekarang mumpung masih hangat," kata Mina.

Damar mengangguk lalu meraih gelas yang disodorkan sang istri. Setelah meneguk isinya hingga tandas, Damar pun kembali menyandarkan tubuhnya di sandaran tempat tidur sedangkan Mina keluar sambil membawa gelas kosong bekas jamu tadi ke dapur.

\=\=\=\=\=

Malam itu Utami bermimpi aneh. Mimpi yang membuatnya gelisah sekaligus takut.

Dalam mimpinya Utami bertemu Damar. Saat itu Damar terlihat lebih muda dan lebih tampan dibanding saat mereka bertemu terakhir.

Utami yang merasa tak mengenal Damar pun mengerutkan keningnya saat Damar mendekat kearahnya. Apalagi Damar juga menyapanya dengan ramah.

"Maaf kelamaan nunggunya ya Dek ...," kata Damar.

Entah mengapa Utami merasa bahagia mendengar ucapan Damar. Namun yang membuat Utami tak mengerti adalah dia pasrah saja saat Damar mencium pipinya. Sesuatu yang tak pernah dia alami di dunia nyata dan kini dia alami di dalam mimpi.

Utami pun refleks mendorong Damar agar menjauh darinya. Bukannya marah, Damar justru tertawa.

"Kan aku udah minta maaf, masa masih ngambek aja sih. Jangan kebanyakan ngambek, ga baik buat si kecil. Aku ga mau dia tumbuh jadi orang yang gampang marah cuma buat urusan sepele," kata Damar sambil mengusap perut Utami dengan lembut.

Utami ingin menepis tangan Damar tapi tak bisa. Dia hanya bisa menatap Damar dengan tatapan tak suka.

Perlahan Utami mengarahkan tatapannya kearah perut dan terkejut melihat perutnya yang membuncit. Dan lebih terkejut saat Damar mengecup perutnya sambil mengucapkan beberapa kalimat harapan.

Tiba-tiba Utami terbangun. Dia menatap nanar ke sekelilingnya. Setelah bangkit dari posisi tidurnya, Utami pun menyingkap selimutnya dengan kasar.

Utami menghela nafas lega saat melihat perutnya dalam kondisi rata. Dan dengan tangan gemetar Utami meraba perutnya seolah ingin memastikan bahwa yang dia alami tadi hanya mimpi.

"Ya Allah .... Alhamdulillah, aku ga hamil. Untungnya itu cuma mimpi. Aku ga bisa bayangin gimana reaksinya ibu kalo tau aku hamil tanpa suami. Jangankan suami, pacar aja aku ga punya," gumam Utami gusar.

Saat Utami sedang meraba perutnya, tiba-tiba dia mendengar suara kereta api melintas. Suaranya sangat jelas seolah berada tak jauh dari dirinya.

"Kaya suara kereta api. Tapi dimana?. Kok deket benget kedengerannya," gumam Utami.

Karena penasaran, Utami pun turun dari tempat tidur lalu pergi ke ruang tamu. Betapa terkejutnya Utami saat membuka gorden jendela dan melihat kereta api berwarna hitam legam sedang melintas di depan rumah.

Utami terpaku sejenak menyaksikan kereta api itu. Namun saat Utami ingat tak ada rel kereta api yang terbentang di depan rumahnya, tubuhnya mulai oleng. Sesaat kemudian Utami pun jatuh tak sadarkan diri setelah menyadari kereta api yang melintas di hadapannya bukan lah kereta api biasa.

\=\=\=\=\=

Terpopuler

Comments

neng ade

neng ade

mungkinkah Utami itu anak nya Asih ??

2024-10-12

0

Ali B.U

Ali B.U

next

2024-10-02

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!