3. Foto Utami ?

Setiba di rumah Eza yang penasaran dengan wujud danyang desa yang ditemui Rhea pun memaksa gadis itu untuk menceritakan semuanya.

"Ga usah lah. Ntar kakak takut," kata Rhea dengan enggan.

"Jangan ngeremehin aku ya Rhe. Udah buruan deh. Gimana wujud si danyang itu. Serem ga?" tanya Eza.

"Ga serem sama sekali. Kan aku udah bilang kalo danyang desa itu tampil dalam sosok wanita cantik tadi," sahut Rhea.

"Jadi itu beneran. Terus kamu tau darimana kalo namanya Anjani?" tanya Eza.

"Dia sendiri yang memperkenalkan diri dan bilang namanya Anjani. Bahkan kita sempet salaman juga tadi," sahut Rhea sambil mengusap telapak tangannya.

"Apa kamu ga curiga sama sekali Rhe. Kan di sana sepi?" tanya Eza.

"Itu lah yang aku sesali. Harusnya aku curiga ya ketemu cewek cantik di tempat sepi begitu. Aku baru ngeh kalo dia bukan manusia pas dia bilang kalo dia tinggal di tugu pembatas desa yang lagi aku sandarin. Tapi terlambat untuk takut kan?. Apalagi pas ngeliat dia masuk ke dalam tugu lalu hilang. Hiiiyyy ...," sahut Rhea sambil bergidik.

"Terus kamu lari dong," kata Eza.

"Iya lah ...," sahut Rhea hingga membuat Eza tertawa.

"Udah gitu dipanggil lagi dan disuruh mampir ya Rhe," kata Eza di sela tawanya.

"Betul kak. Ya jelas aku tolak lah. Gila aja masuk ke dalam tugu yang ukurannya segitu. Bisa remuk badanku nanti," sahut Rhea lalu ikut tertawa.

Tanpa Eza dan Rhea sadari, di balik pintu Damar masih berdiri mendengarkan cerita Rhea. Damar pun tersenyum senang saat mendengar tawa Eza dan Rhea karena itu pertanda keduanya tidak terusik dengan kehadiran sang danyang desa.

\=\=\=\=\=

Pagi itu Rhea nampak berdiri di ambang pintu kamar sambil mengamati Eza yang sedang berkemas. Wajahnya terlihat kesal karena Eza mendadak pamit pulang.

"Jadi aku ditinggal sendirian di sini kak?" tanya Rhea.

"Ga sendirian juga Rhe. Nanti aku bilang deh sama anaknya wak Damar biar nemenin kamu di sini," sahut Eza sambil melirik kearah Isma yang sedang menyapu di teras rumah yang dia dan Rhea tempati.

Rhea ikut menatap Isma, anak Damar yang seusia dengannya. Berbeda dengan Rhea yang melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah, saat ini Isma justru sudah bekerja di pabrik. Bukan karena ayahnya tak mampu membiayai pendidikannya, tapi Isma memang memilih bekerja setelah lulus sekolah karena lelah belajar.

"Emang ga bisa ditunda kak?" tanya Rhea sesaat kemudian.

"Ga bisa Rhe. Dosen pembimbing yang ini agak beda. Selain alot dia juga pelit waktu. Makanya pas dia ngechat dan bilang ngasih kesempatan buat mahasiswa untuk konsultasi sebelum dia keluar negeri, aku harus gercep kan. Siapa tau kali ini skripsiku langsung diacc sama dia," sahut Eza antusias.

Jawaban Eza membuat Rhea terdiam. Dia tahu kesempatan emas seperti itu sangat langka dan sangat dinanti oleh mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi seperti Eza. Kebetulan Rhea juga mengenal dosen yang dimaksud karena mereka kuliah di kampus yang sama meski pun berbeda fakultas. Rhea duduk di tingkat satu, sedangkan Eza di tingkat empat dan sedang menyusun skripsi.

"Udah beres. Sekarang aku pergi ya Rhe," kata Eza sambil menggendong tas ranselnya.

"Ok, jangan lama-lama. Langsung balik ke sini kalo urusannya udah selesai ya kak," pinta Rhea yang justru membuat Eza mengerutkan keningnya.

"Kamu bukan lagi ketakutan kan Rhe. Kok ngomongnya begitu?" tanya Eza.

"Ck, apaan sih kak. Aku ga takut ya," sahut Rhea sambil melotot.

"Syukur deh. Aku kirain kamu lagi ketakutan karena dibayangin sama Anjani," kata Eza sambil melangkah menuju pintu.

Ucapan Eza mau tak mau membuat Rhea tersentak. Sejak bertemu dengan sosok danyang desa itu, Rhea tak pernah berharap akan bertemu lagi dengannya. Meski pun tampil dalam sosok yang cantik, tapi bagi Rhea makhluk itu tetap saja menakutkan karena bisa menembus dinding dan menghilang begitu saja.

Rhea memilih mengabaikan ucapan Eza lalu mengikutinya ke pintu depan. Di sana Eza nampak sedang berbincang santai dengan Isma.

"Nah ini dia orangnya," kata Eza sambil menoleh kearah Rhea.

"Iya Mas," sahut Isma sambil tersenyum.

"Kenapa, lagi gosipin aku ya?" tanya Rhea.

"Ga lah Rhe. Mana berani aku gosipin kamu," sahut Isma.

"Terus barusan ngapain?" tanya Rhea pura-pura galak.

"Ck, suuzon mulu sih jadi orang. Barusan aku minta tolong sama Isma buat nemenin kamu selama aku pergi. Dan Isma udah nyanggupin. Tapi Isma cuma bisa nginep di sini kalo malem. Soalnya pagi sampe sore dia kan harus kerja," sahut Eza.

"Beneran Is?" tanya Rhea antusias.

"Iya Rhe," sahut Isma sambil mengangguk.

"Wah, makasih ya Is," kata Rhea sambil merengkuh bahu Isma.

"Sama-sama ...," sahut Isma sambil tersenyum.

Setelah memastikan Rhea akan baik-baik saja selama ditinggal, Eza pun pergi menggunakan Taxi. Rhea nampak melepas kepergian Eza dengan tatapan datar dan tanpa ekspresi.

"Udah jam enam, aku pulang dulu ya Rhe. Aku mau siap-siap kerja," kata Isma tiba-tiba.

"Oh, ok. Emangnya pabrik masuknya jam berapa Is?" tanya Rhea.

"Jam tujuh Rhe. Aku biasanya berangkat jam setengah tujuh setelah sarapan di rumah. Karena pake sepeda, jadi harus lebih awal berangkatnya. Biar sampe pabrik masih bisa istirahat sebentar sebelum lanjut kerja," sahut Isma.

"Oh gitu. Aku boleh ikut ga Is?" tanya Rhea.

"Ikut kemana, ke pabrik?. Ngapain Rhe?" tanya Isma sambil menahan tawa.

"Ya ga ngapa-ngapain. Aku cuma mau tau aja suasana pabrik tempat kamu kerja. Lagian aku kan ga ikut masuk kok, cuma di luarnya aja. Gimana, boleh kan Is?" tanya Rhea setengah memaksa.

Isma menatap Rhea sejenak lalu mengangguk. Isma tahu tak mungkin mencegah Rhea yang terkenal keras kepala itu.

Isma mengenal Rhea sejak mereka masih sama-sama duduk di bangku SD. Saat pertama kali bertemu, Isma dibuat kagum dengan penampilan Rhea yang lucu dan imut. Setelah diperkenalkan oleh orangtua masing-masing keduanya pun menjadi dekat.

Isma senang berteman dengan Rhea. Selain baik, Rhea juga bukan sosok manja yang hanya suka memerintah seperti anak kota pada umumnya. Dan Isma menyaksikan langsung sisi lain Rhea saat mereka diganggu oleh anak-anak lelaki yang berpapasan dengan mereka.

Rhea yang terlihat imut itu dengan berani memukul anak lelaki yang mengganggunya hingga jatuh terperosok ke dalam parit yang berisi air. Permukaan air parit lumayan tinggi hingga mencapai pinggang orang dewasa. Semua orang terkejut sedangkan anak lelaki itu menangis karena merasa takut dan sakit. Apalagi dia juga ditinggal oleh teman-temannya yang ketakutan melihat kemarahan Rhea.

Alih-alih membantu, Rhea justru mengajak Isma pergi dan meninggalkan anak lelaki itu sendirian. Alhasil anak lelaki itu menjerit ketakutan. Usut punya usut ternyata parit itu dihuni kawanan ikan lele yang ukurannya mencapai betis orang dewasa. Jadi bisa dibayangkan bagaimana paniknya anak lelaki itu karena tahu dirinya akan diserang oleh pasukan ikan lele.

Yang Isma ingat malam itu rumahnya didatangi orangtua dari anak lelaki yang terperosok ke parit itu. Rupanya anak lelaki itu harus dilarikan ke Rumah Sakit karena mengalami luka di sekujur tubuhnya akibat dipatil ikan lele.

Semua orang terkejut mendengar penuturan orangtua anak lelaki itu termasuk nenek dan kakek Rhea yang sedang bermalam di sana. Setelah menerima sejumlah uang untuk biaya berobat, orangtua dari anak lelaki itu pun pamit.

"Kamu harus minta maaf ya Rhe. Kasian kan dia. Orangtuanya bilang badannya luka dan berdarah lho gara-gara dipatil lele. Apalagi ukuran lele di sini kan jumbo. Kebayang deh gimana sakitnya waktu dipatil sama lele-lele itu," kata Nia sesaat kemudian.

"Ga mau Eyang. Dia duluan kok yang mulai. Aku kan cuma membela diri. Kalo ga percaya, tanya aja sama Isma," sahut Rhea cuek.

Mau tak mau Isma pun terpaksa menceritakan pengalaman mereka tadi. Dan akhirnya semua orang hanya bisa terdiam setelah tahu alasan Rhea memukul anak lelaki itu.

\=\=\=\=\=

Wajah Rhea nampak berbinar saat menemani Isma berangkat ke pabrik menggunakan sepeda. Berkali-kali Isma menoleh untuk mengecek kondisi Rhea.

"Gimana Rhe. Capek ga ?!" tanya Isma lantang.

"Ga lah Is. Aku juga biasa sepedaan kok. Jarak segini mah ga berat buat aku!" sahut Rhea santai.

"Alhamdulillah. Nah, di depan gapura itu aku belok kiri ya Rhe. Kalo kamu mau jalan-jalan, kamu lurus aja ke depan. Tapi kalo mau pulang, kamu tinggal balik arah," kata Isma.

"Ok," sahut Rhea sambil tersenyum.

Kemudian Rhea dan Isma berpisah di depan gapura. Rhea sempat berhenti sejenak untuk mengamati aktifitas karyawan pabrik pagi itu. Setelah melihat Isma berbaur dengan rekan-rekannya, Rhea pun kembali mengayuh sepedanya.

Baru beberapa meter mengayuh sepeda, tiba-tiba Rhea dikejutkan dengan kehadiran seorang wanita yang melintas di depannya. Beruntung Rhea berhasil mengerem sepeda hingga wanita itu selamat dari benturan.

"Astaghfirullah aladziim ... !" kata Rhea dan wanita itu bersamaan.

"Maaf, saya pikir mbaknya masih jauh tadi. Makanya saya nyebrang tanpa tengok kanan kiri lagi," kata wanita itu dengan raut wajah penuh sesal.

"Eh, gapapa kok. Saya yang salah karena ga merhatiin jalan. Maaf ya Mbak," sahut Rhea tak enak hati.

"Kalo sama-sama minta maaf, terus siapa yang salah dong," kata wanita itu sambil menggaruk kepalanya.

Rhea pun tersenyum mendengar ucapan wanita itu.

"Kalo di aturan lalu lintas sih yang salah saya ya. Kan udah seharusnya para pengendara memperhatikan keselamatan pejalan kaki," kata Rhea.

"Oh gitu ya. Karena mbaknya udah mengakui kesalahan dengan lapang dada, jadi saya maafin deh," sahut wanita itu dengan mimik wajah jenaka hingga membuat Rhea tertawa.

Setelahnya wanita itu mengulurkan tangannya yang disambut Rhea dengan antusias.

"Saya Rhea," kata Rhea memperkenalkan diri.

"Kalo saya Utami. Panggil Tami juga boleh," kata wanita itu dengan ramah.

"Mbak Tami tinggal di sini juga?" tanya Rhea sambil mengamati Utami dari atas kepala hingga ujung kaki.

Rupanya Rhea teringat pengalamannya bertemu dengan Anjani beberapa waktu lalu. Makanya dia langsung bertanya kepada Utami dengan tatapannya yang menghunus karena khawatir Utami tiba-tiba menghilang seperti Anjani.

Meski tak nyaman dengan sikap Rhea, Utami tetap menjawab pertanyaan gadis itu sambil tersenyum. Setelah berbincang singkat keduanya pun berpisah.

Kemudian Rhea mengayuh sepeda ke rumah Damar karena ingin mengembalikan sepeda milik adik Isma.

"Assalamualaikum wak," sapa Rhea saat memasuki halaman rumah Damar.

"Wa alaikumsalam. Udah sepedaannya Rhe?" tanya Damar.

"Udah wak," sahut Rhea.

"Tolong taro di samping rumah aja ya Rhe. Biar gampang ngambilnya kalo mau dipake," pinta Damar.

"Siap Wak," sahut Rhea.

Kemudian Rhea mengarahkan sepeda ke samping rumah Damar dan melintas di samping tumpukan sampah daun-daun kering yang sedang dibakar. Rhea sering melihat hal serupa selama tinggal di desa itu, jadi dia tak merasa heran lagi.

Setelah meletakkan sepeda Rhea kembali ke halaman depan.

Namun langkah Rhea terhenti saat melintas di depan tumpukan sampah yang sedang dibakar. Tak sengaja Rhea melihat lembaran foto di sela dedaunan yang mulai dilalap api itu. Rhea pun membulatkan kedua matanya saat mengenali sosok yang ada di dalam foto itu.

"Utami?" gumam Rhea sambil menatap foto yang terbakar itu tanpa berkedip.

Dengan ragu Rhea mendekati tumpukan sampah itu. Tangannya pun terulur untuk mengambil foto yang mulai terbakar itu. Tapi Rhea terkejut saat Damar memanggilnya. Akibatnya foto yang telah berhasil diraihnya kembali jatuh ke dalam kobaran api dan terbakar dengan cepat.

"Ya Allah, padahal dikit lagi," gumam Rhea.

"Apanya yang dikit lagi Rhe?" tanya Damar.

"Bukan apa-apa Wak. Ini ... saya liat ada beberapa foto yang terbakar. Saya mau ambil, siapa tau itu penting karena Uwak ga sengaja membuangnya," sahut Rhea.

"Oh itu cuma foto lama Rhe. Saya sengaja membuangnya karena emang udah ga ada gunanya lagi," kata Damar sambil berlalu.

Rhea pun mengerutkan keningnya mendengar jawaban Damar. Karena penasaran dengan keberadaan foto wanita yang mirip Utami itu, Rhea pun berusaha mengambil foto lainnya yang belum terbakar.

Tapi saat ujung jari Rhea hampir menyentuh ujung foto, tiba-tiba Damar kembali memanggilnya. Rhea pun menoleh untuk menjawab panggilan tersebut. Dan saat Rhea kembali mengarahkan tatapannya ke foto yang akan diraihnya tadi, foto itu sudah terlanjur diselimuti api.

\=\=\=\=\=

Terpopuler

Comments

neng ade

neng ade

Utami itu mungkin istri nya Damar yg meninggal karena kecelakaan kereta api itu ya thot.. jadi tambah penasaran

2024-10-08

1

Cahaya

Cahaya

up yg banyak dong othor sayang😘

2024-09-25

2

Ali B.U

Ali B.U

penasaran lanjut kak

2024-09-25

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!