Kejutan

Panjaran fajar menyambut pagi dengan kemegahan yang memukau. Langit cerah, suara kicauan burung berpadu dengan desau lembut angin yang menerpa pepohonan, menciptakan harmoni sempurna yang menyejukkan jiwa.

Arvelio terusik dari tidurnya saat suara bising alarm ponsel memecah keheningan. Dengan mata masih setengah terpejam, tangannya meraba-raba nakas untuk mematikannya.

Lambat laun, mata pemuda tampan itu terbuka sepenuhnya. Jam dinding di kamar menunjukkan pukul delapan pagi. Namun bukan angka itu yang menarik perhatiannya. Ia menoleh ke samping, dan pandangannya tertuju pada wajah damai sang istri yang masih terlelap di pelukannya.

Seketika, kenangan indah semalam terlintas dalam benaknya, membuat senyum tipis terukir di bibirnya.

"Astaga... Ini masih pagi, tapi pikiranku sudah mengembara ke mana-mana," batin Arvelio sambil menahan tawa kecil.

Tangannya perlahan terulur, menyibakkan helaian rambut Sheila yang berantakan. Meski demikian, kecantikan gadis yang sangat ia cintai tetap tak tergantikan.

"Cantik," bisik Arvelio lirih, penuh kagum.

Di matanya, wajah Sheila seperti pahatan seni yang diciptakan dengan kesempurnaan tanpa cela.

"Aku benar-benar pria paling beruntung bisa memiliki bidadari seindah ini," batin Arvelio, tak mampu berhenti memuji pesona Sheila.

Gerakan kecil Sheila mulai mengusik keheningan. Wanita itu perlahan membuka mata indahnya, dan pemandangan pertama yang ia lihat adalah wajah tampan sang suami yang sedang tersenyum hangat padanya.

"Good morning, honey. Tidurmu nyenyak?" sapa Arvelio lembut, matanya penuh cinta.

Sheila balas tersenyum, meski pipinya memerah. "Morning. Aku tidur nyenyak, tentu saja, karena ada pelukan hangat dari suami terbaikku," jawabnya, sambil menyentuh rahang tegas Arvelio dengan penuh kasih.

Arvelio terkekeh kecil. "Kau mencoba menggoda suamimu, Nyonya Alberto?" godanya sambil mengusap lembut pipi istrinya.

Mendengar sebutan itu, Sheila tak kuasa menahan debaran di dadanya.

Terdengar sederhana memang, tapi panggilan itu selalu berhasil membuat hatinya melambung tinggi jauh di angkasa.

Tanpa aba-aba, Arvelio mendekat dan mencuri ciuman singkat di bibir Sheila. Tindakan spontan itu membuat Sheila tersentak.

"Eh! Aku belum gosok gigi," protes Sheila manja, memukul pelan dada bidang suaminya.

"Morning kiss, honey. Itu rutinitas wajibku," jawab Arvelio santai, senyumnya lebar.

Sheila mendengus kecil. Ia sudah tahu kebiasaan aneh suaminya itu sejak mereka menikah. Tapi tetap saja, ia tak pernah bisa benar-benar marah.

Saat Sheila hendak bangun dari tempat tidur, Arvelio menahan pinggangnya. "Kami mau ke mana, hm?" tanyanya dengan nada menggoda.

"M-mandi," jawab Sheila gugup.

Senyuman nakal langsung menghiasi wajah Arvelio. "Together," katanya tegas, tanpa memberi ruang untuk protes.

Sheila hendak menolak, tapi sebelum sempat membuka mulut, Arvelio turun dari tempat tidur. Tanpa sehelai kain pun menutupi tubuhnya, membuat Sheila refleks menutup mata sambil berseru. "Astaga, yaaakkk! Arvelio!"

Arvelio hanya terkekeh kecil melihat reaksi sang istri.

Keterkejutan Sheila tak berhenti di situ. Karna dalam waktu sekejap, tubuhnya sudah melayang di udara digendong oleh suaminya. Sheila menatap Arvelio.

"No protes, honey," ucap Arvelio dengan nada penuh kepastian.

Sheila hanya bisa menghela napas panjang, menyerah pada sikap tak terduga pria yang telah menjadi takdir hidupnya itu.

***

Pagi yang cerah terasa semakin hangat ketika Arvelio membawa Sheila ke kamar mandi. Suasana canggung di antara mereka perlahan mencair oleh canda ringan dan senyuman yang tak pernah gagal mencuri hati Sheila.

Setelah rutinitas pagi selesai, keduanya duduk di ruang makan, menikmati sarapan sederhana yang telah disiapkan oleh asisten rumah tangga mereka.

Namun, kebahagiaan pagi itu tak bertahan lama ketika ponsel Arvelio bergetar di atas meja. Wajahnya berubah serius begitu melihat nama di layar.

"Ada apa, bae?" tanya Sheila, nada khawatir terdengar dari suaranya.

Arvelio menarik napas panjang sebelum menjawab. "Ini dari kantor. Ada masalah di proyek utama. Aku harus pergi sekarang, boleh?" meminta ijin.

Sheila menunduk, mencoba menyembunyikan kekecewaannya.

Mereka baru saja menikah, dua minggu, dan selama beberapa hari ini Arvelio sangat sibuk membantu Xavier dalam proyeknya, bahkan sampai sekarang mereka belum merencanakan bulan madu.

Hari ini, Sheila berharap bisa menghabiskan waktu seharian bersama suaminya. Namun, dia paham pekerjaan Arvelio adalah tanggung jawab besar yang tak bisa diabaikan.

"Pergilah," ucap Sheila sambil memaksakan senyum. "Tidak masalah,"

Arvelio menatap istrinya dengan sorot mata penuh rasa bersalah. Ia tahu bahwa waktunya beberapa hari ini lebih banyak di luar, dibanding bersama sang istri.

Tanpa berkata apa-apa, ia mengecup kening Sheila lembut. "Aku janji akan segera kembali. Tunggu aku, ya." ucap Arvelio.

Setelah kepergian Arvelio, Sheila mencoba untuk mengalihkan perhatiannya dengan membaca buku di ruang tamu.

Namun, pikirannya terus melayang pada suaminya. Ia tahu pekerjaannya berat, tapi terkadang Sheila berharap Arvelio bisa lebih banyak meluangkan waktu untuk mereka.

Menjelang siang, ponsel Sheila berbunyi. Sebuah pesan masuk dari Arvelio.

"Honey, maafkan aku. Bisakah kau menyiapkan pakaian santai? Aku akan menjemputmu dalam satu jam. Kita pergi ke suatu tempat."

Sheila terkejut sekaligus bingung. Tanpa berpikir panjang, ia segera menyiapkan pakaian seperti yang diminta.

Satu jam kemudian, mobil Arvelio berhenti di depan rumah. Wajahnya tampak lelah, tapi senyum hangat tetap menghiasi bibirnya.

"Kita mau ke mana?" tanya Sheila penasaran begitu duduk di samping suaminya.

"Secret," jawab Arvelio sambil mengedipkan mata, membuat Sheila tertawa kecil.

Perjalanan mereka diiringi canda dan tawa, hingga akhirnya mobil berhenti di sebuah tempat yang membuat Sheila terpana.

Sebuah Villa kecil berdiri di tepi pantai dengan pemandangan laut biru yang membentang sejauh mata memandang.

"Bae... ini indah sekali," ucap Sheila dengan mata berbinar.

Arvelio menggenggam tangan istrinya, membawa Sheila menuju gazebo yang dihias dengan berbagai macam bunga-bunga segar.

Di tengah gazebo, sebuah meja kecil telah disiapkan, lengkap dengan lilin dan makanan favorit Sheila.

"Aku tahu ini sederhana," ucap Arvelio menatap Sheila dengan penuh cinta. "Maaf ya, beberapa hari ini aku sibuk."

Menjeda ucapannya sebentar, dia menggenggam tangan Sheila. "Aku tidak bisa menjamin perjalanan kita ke depannya, dengan semua kesibukan yang aku miliki. Aku mungkin akan jarang menghabiskan waktu bersama kamu," jelas Arvelio.

"Tapi, satu hal yang harus kamu tau, honey. Kamu sangat berarti dalam hidupku, tetap bersamaku apa pun yang terjadi. Sampai maut memisahkan kita." ungkap Arvelio. "I Love You, honey."

Air mata Sheila jatuh tanpa ia sadari, dirinya merasa terharu. Sheila tak menyangka bahwa Arvelio telah mempersiapkan kejutan ini di tengah kesibukannya.

"I Love You More, bae. Terima kasih telah membuat hari ini begitu istimewa." balas Sheila.

Malam itu, di bawah langit penuh bintang, mereka berdua menikmati makan malam dengan penuh kehangatan. Bagi mereka, cinta yang tulus lebih berharga daripada segala kemewahan di dunia.

***

Tak terasa satu bulan berlalu.

Satu bulan pernikahan terasa seperti mimpi bagi Sheila. Kehidupan Sheila bersama Arvelio penuh kehangatan dan tawa.

Namun, di tengah kebahagiaan itu, ada rasa canggung yang terkadang muncul, mengingat mereka masih saling menyesuaikan diri sebagai pasangan suami istri.

Setelah sarapan selesai, Arvelio berdiri dari kursinya, matanya menatap Sheila yang tengah membereskan meja makan. Arvelio mendekatinya perlahan dan memeluknya dari belakang.

"Hari ini libur, Ai. Apa kamu punya rencana?" bisik Arvelio lembut di telinga Sheila, membuat wanita itu tersenyum kecil.

Sheila menoleh sedikit. "Hmm... tidak ada. Bagaimana kalau kita menghabiskan waktu di rumah saja?"

Arvelio mengangkat alisnya. "Di Rumah? Kamu yakin? Dari pada di Rumah, aku punya ide lain yang lebih menyenangkan."

Sheila menatap suaminya, penasaran. "Ide apa?"

Tanpa menjawab, Arvelio menarik tangan Sheila, membawanya menuju kamar. Ia membuka lemari pakaian dan mengeluarkan baju santai untuk mereka berdua.

"Ganti baju. Kita pergi sebentar," ucap Arvelio sambil tersenyum misterius.

"Ke mana?" tanya Sheila sambil mencoba menahan rasa penasaran.

"Secret. Tapi aku janji, kau akan menyukainya." jawab Arvelio.

"Lagi?" Sheila menatap Arvelio, ia masih ingat minggu lalu suaminya menyiapkan kejutan kecil untuknya di tengah kesibukannya.

Arvelio hanya tersenyum menanggapi pertanyaan sang istri. "Sana, ganti baju. Atau mau aku yang gantikan," godanya menaik turunkan alis.

"Mesum!" Sheila menepuk pelan dada Arvelio, lelaki itu terkekeh.

Sheila segera berganti pakaian, sementara Arvelio menunggu di sofa.

Tak lama, mereka berdua sudah berada di dalam mobil, meluncur meninggalkan rumah dengan suasana penuh teka-teki.

Setelah perjalanan sekitar satu jam, mereka tiba di sebuah bukit kecil yang menyuguhkan pemandangan luar biasa, hamparan padang rumput hijau yang seolah tak berujung, dengan langit biru cerah sebagai latarnya.

Di sana, ada sebuah meja piknik telah dipersiapkan lengkap dengan makanan ringan, buah segar, dan minuman favorit mereka.

Sheila menatap pemandangan itu dengan mata berbinar. "Bae... ini luar biasa. Kau mempersiapkan semua ini?"

Arvelio hanya tersenyum kecil. "Aku ingin membuat kamu bahagia. Kita baru menikah, dan aku ingin setiap momen bersama terasa istimewa."

Sheila terdiam sejenak, lagi dan lagi! Ia terharu oleh perhatian suaminya. Sheila melangkah mendekat, memeluk Arvelio erat.

"Kamu tahu, Ar? Hidupku terasa lengkap sejak kamu ada di sisiku. Terima kasih untuk semuanya." ucap Sheila tulus.

Arvelio membalas pelukan itu, membisikkan sesuatu di telinganya. "Kau adalah alasanku untuk terus berjuang, Ai. Ti amo."

"anch'io ti amo," balas Sheila.

Mereka menghabiskan hari itu di bukit, menikmati kebersamaan yang sederhana tapi penuh makna. Tak ada hiruk-pikuk dunia luar, hanya mereka berdua dan cinta yang masih tumbuh dan belajar memahami satu sama lain.

Ketika matahari mulai terbenam, mereka duduk berdampingan, menyaksikan langit yang berubah menjadi semburat jingga.

"Aku tak peduli ke mana pun kita pergi atau apa pun yang kita lakukan," ucap Sheila pelan. "Asalkan aku bersamamu, itu sudah cukup."

Arvelio menatap wajah istrinya yang diterangi cahaya senja. Dalam hatinya, ia tahu, hidupnya tak akan pernah sama tanpa Sheila di sisinya.

Hidupnya yang sebelumya hanya di penuhi warna dark, kini lebih berwarna saat kehadiran Sheila di sisinya.

Satu hal yang harus ia syukuri.

"With you, everything feels perfect," jawab Arvelio sebelum mengecup kening Sheila lembut.

***

Malam mulai turun, langit berubah menjadi gelap dengan taburan bintang yang menghiasi cakrawala. Sheila duduk bersandar di bahu Arvelio, menikmati udara segar yang membawa aroma rumput dan bunga liar. Suara jangkrik yang mengalun lembut menambah suasana tenang dan damai.

Arvelio menatap wajah istrinya yang bersinar diterangi cahaya rembulan. Ia menyelipkan sehelai rambut Sheila yang tertiup angin ke belakang telinganya.

"Apa kau tahu, Ai?" bisik Arvelio lembut. "Setiap kali aku melihatmu, aku merasa seperti pria paling beruntung di dunia. Rasanya tidak nyata bisa memilikimu di sisiku."

Sheila tersenyum malu, pipinya memerah. "Aku juga merasa begitu, Ar. Kau membuatku merasa dicintai dengan begitu tulus."

Arvelio menggenggam tangan Sheila, jarinya mengusap lembut cincin pernikahan di jari manis istrinya. "Cincin ini adalah janji, Ai. Aku berjanji akan selalu mencintaimu, melindungimu, dan membuatmu bahagia."

Air mata haru menggenang di mata Sheila. Tanpa berkata apa-apa, ia mencondongkan tubuhnya, memeluk Arvelio erat.

Dalam pelukan itu, Sheila bisa merasakan detak jantung suaminya, ritme yang seolah menjadi irama kebahagiaannya.

Setelah beberapa saat, Arvelio menarik diri perlahan, tapi tangannya tetap menggenggam wajah Sheila. Tatapannya begitu dalam hingga membuat Sheila tak mampu mengalihkan pandangannya.

"I want to kiss you?" tanya Arvelio dengan nada lembut namun serius.

Sheila tak menjawab, ia hanya mengangguk kecil sambil memejamkan matanya.

Dan dalam keheningan malam yang indah itu, bibir mereka bertemu dalam ciuman lembut yang penuh kasih. Ciuman itu bukan sekadar sentuhan fisik, melainkan ungkapan cinta dan janji yang tak terucapkan.

Setelah ciuman itu berakhir, Sheila tersenyum malu-malu. "Kamu tahu, bae? Aku rasa, aku tidak pernah mencintai siapa pun seperti aku mencintaimu."

Arvelio terkekeh kecil, lalu menarik Sheila ke dalam pelukannya lagi. "Aku senang mendengarnya, karena aku juga merasakan hal yang sama."

Malam itu mereka menghabiskan waktu dengan berbagi cerita, tawa, dan canda. Arvelio bahkan memetik bunga liar dari padang rumput dan menyelipkannya di rambut Sheila.

"Kamu terlihat seperti seorang putri malam ini," ucap Arvelio sambil menatap Sheila dengan penuh kekaguman.

Sheila tertawa kecil. "Dan kamu adalah pangeran yang datang untuk menyelamatkanku."

Ketika akhirnya mereka pulang, Sheila tak bisa berhenti tersenyum. Di dalam hati, ia tahu bahwa bulan pertama pernikahan ini hanyalah awal dari perjalanan indah mereka. Bersama Arvelio, ia merasa bahwa hidup akan selalu penuh warna, cinta, dan kebahagiaan.

***

Malam itu, setelah mereka tiba di rumah, Sheila berjalan masuk lebih dulu sementara Arvelio memarkir mobil.

Namun, saat Sheila membuka pintu, ia terkejut melihat lilin-lilin kecil menyala menghiasi ruang tamu. Di tengah ruangan, sebuah meja kecil telah dihias dengan bunga mawar merah, dua gelas wine, dan sepiring kue cokelat mungil.

"Bae... ini?" Sheila berbalik, mendapati suaminya berdiri di belakangnya dengan senyum misterius di wajahnya.

"Aku tahu makan malam tadi indah, tapi aku ingin memberikan sesuatu yang lebih spesial untuk malam ini merayakan satu bulan pernikahan kita," ucap Arvelio sambil melangkah mendekat. Arvelio menggenggam tangan Sheila, membimbingnya menuju meja.

Sheila duduk dengan mata berbinar, hatinya terasa hangat oleh perhatian suaminya. Arvelio menuangkan wine ke gelas mereka, lalu duduk di hadapannya.

"Untuk kita," ucap Arvelio sambil mengangkat gelasnya. "Untuk cinta yang baru saja dimulai, dan kebahagiaan yang akan kita bangun bersama."

Sheila tersenyum, matanya berkaca-kaca. Ia mengangkat gelasnya dan menyentuh gelas Arvelio. "Untuk kita," jawabnya pelan.

Mereka menikmati malam itu dengan obrolan ringan, tawa kecil, dan sesekali ledekan manis dari Arvelio yang membuat pipi Sheila memerah.

Setelah beberapa waktu berlalu, Arvelio berdiri dan mengulurkan tangannya.

"Want to dancei, Nyonya Alberto?" tanya Arvelio dengan nada menggoda.

Sheila tertawa kecil, ia menerima tangan Arvelio. "With pleasure, Tuan Alberto."

Dengan lembut, ia meletakkan tangan Sheila di bahunya dan menggenggam pinggangnya. Mereka mulai bergerak perlahan mengikuti irama musik lembut yang diputar dari speaker kecil di sudut ruangan.

Tatapan mereka terkunci, dan dalam keheningan itu, Sheila merasa seperti berada di dunia lain, hanya ada dia dan Arvelio. Detak jantung mereka seolah selaras, dan setiap gerakan terasa begitu alami.

"Aku merasa seperti sedang bermimpi," bisik Sheila pelan, matanya masih menatap Arvelio.

"Kalau ini mimpi, aku harap kita tak pernah terbangun," jawab Arvelio sambil mengecup keningnya.

Ketika lagu berakhir, Arvelio menggenggam tangan Sheila lebih erat dan menuntunnya duduk kembali. Ia mengambil sesuatu dari saku jasnya, ada sebuah kotak kecil berwarna merah.

"Bae apa ini?" tanya Sheila penasaran.

"Hadiah kecil," jawab Arvelio sambil membuka kotak itu. Di dalamnya terdapat gelang emas sederhana dengan ukiran kecil berbentuk hati.

Arvelio memasangkan gelang itu di pergelangan tangan Sheila. "Aku ingin kamu selalu mengingat ini. Setiap kali kamu melihatnya, ingatlah bahwa aku mencintaimu, dan aku akan selalu ada untukmu."

Sheila tak mampu berkata-kata. Ia memandangi gelang itu dengan air mata haru yang mengalir di pipinya. "Bae... kamu selalu tahu cara membuatku merasa istimewa. I Love You."

"I Love You More," balas Arvelio, tersenyum hangat.

Malam itu, mereka menghabiskan waktu di sofa, saling berbagi cerita tentang harapan dan impian mereka untuk masa depan.

Meski pernikahan mereka baru berjalan satu bulan, mereka merasa seolah sudah mengenal satu sama lain seumur hidup.

Sebelum beranjak, Arvelio menggenggam tangan Sheila dan berkata. "Denganmu, Ai, setiap hari adalah awal yang baru. Aku berjanji akan selalu menjadikanmu alasan untuk tersenyum, apa pun yang terjadi."

Sheila menatap suaminya dengan penuh cinta, lalu menyandarkan kepalanya di dadanya. "Aku juga, Ar. Bersamamu, aku merasa lengkap."

***

Malam yang tenang semakin larut. Sheila sudah berada di kamar, duduk di tepi ranjang sambil memandangi gelang yang baru saja diberikan oleh Arvelio. Jemarinya mengusap ukiran hati kecil di gelang itu, dan senyum lembut tak kunjung hilang dari wajahnya.

Tak lama kemudian, Arvelio masuk ke kamar, membawa dua cangkir cokelat panas.

Arvelio menyerahkan satu cangkir pada Sheila, lalu duduk di samping istrinya.

"Minumlah, ini akan membuatmu lebih hangat," ucap Arvelio sambil menyesap cokelat panas di tangannya.

Sheila menerima cangkir itu dan menatap suaminya. "Ar, kamu benar-benar tak pernah kehabisan cara untuk membuatku terkejut. Aku tidak tahu harus berkata apa. Bagaimana aku bisa seberuntung ini mendapatkanmu."

Arvelio tertawa kecil, meletakkan cangkirnya di meja nakas. "Aku yang beruntung, Ai. Hm, anggap saja ini sebagai penebus kesibukanku,"

Arvelio kembali melanjutkan. "Kamu tahu, sebelum kita menikah, aku selalu berpikir, apa aku cukup baik untukmu? Apa aku bisa membuatmu bahagia? Tapi sekarang aku tahu, kebahagiaan itu ada di setiap senyummu. Dan aku akan melakukan apa pun untuk menjaga senyum itu."

Sheila memandangnya dengan mata berkaca-kaca, meletakkan cangkirnya, lalu tanpa berkata apa-apa, memeluk Arvelio erat.

"Aku janji, aku juga akan selalu bersamamu. Dalam suka maupun duka," bisik Sheila di dada Arvelio.

Mereka berdua berpelukan dalam diam, menikmati momen kebersamaan yang terasa begitu hangat.

Setelah beberapa saat, Arvelio menarik diri sedikit, menatap Sheila dalam-dalam, jemarinya mengusap lembut pipi istrinya.

"Malam ini cuacanya sangat cerah. Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu, ayo." ajak Arvelio.

Sheila mengangguk, penasaran. Mereka berjalan ke balkon kamar mereka yang menghadap taman kecil di halaman belakang rumah. Langit malam begitu indah, dihiasi ribuan bintang yang bersinar terang.

Arvelio melingkarkan selimut tipis di bahu Sheila agar ia tetap hangat. Lalu, ia menunjuk ke arah langit. "Lihat itu," katanya sambil tersenyum.

Sheila mengikuti arah yang ditunjukkan oleh Arvelio. Sebuah bintang jatuh melintas cepat di langit. Sheila terkejut dan tersenyum bahagia.

"Cepat, buat permohonan!" seru Arvelio dengan nada antusias.

Sheila menutup matanya, berdoa dalam hati. Saat ia membuka mata kembali, Arvelio sudah menatapnya dengan senyum lebar.

"Apa yang kau minta?" tanya Arvelio dengan nada lembut.

Sheila menggeleng kecil. "Kalau aku bilang, itu tidak akan terkabul, kan?" balasnya sambil tersenyum jahil.

Arvelio tertawa. "Baiklah, aku tidak akan memaksa. Tapi aku harap permohonanmu adalah sesuatu yang membuat kita tetap bersama selamanya."

"Itu selalu menjadi doaku, Ar," jawab Sheila, tatapannya penuh cinta.

Arvelio menggenggam tangan Sheila, lalu menariknya ke pelukan. "Dan aku akan memastikan doa itu terkabul. Aku tidak akan pernah melepaskanmu, Ai."

Mereka berdiri di balkon, memandangi bintang-bintang, berbicara tentang mimpi-mimpi mereka.

Arvelio bercerita tentang keinginannya membangun rumah di tepi pantai suatu hari nanti, tempat mereka bisa melihat matahari terbit setiap pagi.

"Kamu tahu?" Arvelio berkata pelan. "Aku ingin kita punya tempat yang bisa kita sebut sebagai surga kecil kita. Di sana, aku ingin melihatmu tersenyum setiap hari, membangun keluarga kecil yang bahagia."

Sheila tersenyum mendengar kata-kata itu. "Aku tidak peduli di mana kita tinggal, Ar. Selama aku bersamamu, itu sudah cukup menjadi surgaku."

Arvelio mengecup puncak kepala Sheila, dan mereka berdua kembali terdiam, menikmati kebersamaan yang sederhana tapi begitu bermakna.

Ketika malam semakin larut, mereka kembali ke kamar. Sebelum tidur, Arvelio menggenggam tangan Sheila di bawah selimut.

"Tidurlah, honey. Besok, kita punya banyak hal untuk dilakukan. Dan aku ingin memastikan setiap hari bersamamu selalu terasa seperti petualangan baru." ucap Arvelio.

Sheila tersenyum kecil, matanya mulai terasa berat. Dalam hatinya, ia tahu bahwa pernikahan mereka baru saja dimulai, tapi cinta yang mereka miliki sudah begitu dalam dan kuat.

Dengan pikiran yang dipenuhi kebahagiaan, mereka pun tertidur, saling berpelukan, dua jiwa yang telah menjadi satu, siap menghadapi dunia bersama.

Dan malam itu berakhir dengan pelukan hangat, di mana cinta mereka terus tumbuh dan semakin menguat seiring berjalannya waktu.

***

Terpopuler

Comments

전정국😕😐💜

전정국😕😐💜

Lanjut Thor 👍🙂
Semangat 💪🙂
Semoga Harimu Selalu Bahagia 🙂✨🙏
Selamat hari Selasa 1 Oktober 2024🙏🙂

2024-10-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!