Sheila menahan napas, tubuhnya kaku di dalam pelukan Arvelio.
Kenangan menyakitkan sebelumnya masih membekas di hatinya, kata-kata Arvelio tentang perjodohan tanpa menjelaskan siapa gadis itu membuatnya merasa hancur.
Saat itu, ia merasa cintanya tak pernah memiliki tempat di hati pria itu.
“Ai,” suara Arvelio bergetar. “Aku tahu aku sudah keterlaluan. Aku salah karena tidak menjelaskan semuanya sejak awal.”
Sheila tetap mode diam. Dalam hatinya, ia ingin mendorong pria itu menjauh, tapi di sisi lain, pelukan Arvelio memberinya rasa nyaman yang membuatnya lemah.
“Sebenarnya, saat itu aku ingin mengatakan gadis yang dijodohkan denganku… itu kau, tapi sebuah ide muncul dibenakku hingga aku sengaja tidak jujur padamu,” ungkap Arvelio dengan suara pelan, tapi jelas.
"Jadi... kau sengaja membiarkanku salah paham? Kau tahu betapa sakitnya aku saat mendengar kau dijodohkan? Aku pikir... aku pikir aku kehilanganmu sebelum aku bahkan punya kesempatan..." Sheila berhenti berbicara, air matanya mengalir lagi.
Pertahanan Sheila akhirnya runtuh. Arvelio pindah ke hadapan Sheila.
Arvelio mengusap pelan pipinya, menangkup wajah Sheila dengan lembut. "Ai, aku minta maaf. Aku benar-benar bodoh. Aku tidak tahu kalau ini akan menyakitimu seperti ini. Tapi, aku hanya ingin kau tahu satu hal."
Sheila mengerutkan kening, masih menatapnya penuh pertanyaan. "Apa itu?"
Arvelio tersenyum tipis, meski matanya menunjukkan rasa bersalah yang dalam. "Aku mencintaimu, Aileen. Bukan karena perjodohan ini, bukan karena wasiat kakek kita. Aku mencintaimu karena kau adalah kau. Dan aku ingin kau tahu, aku bersyukur bahwa gadis yang dijodohkan denganku adalah orang yang selama ini sudah ada di hatiku."
Sheila terdiam, jantungnya berdebar kencang. Kata-kata itu begitu tulus, namun hatinya masih merasakan bekas luka dari kesalahpahaman. "Kau pikir semuanya akan selesai begitu saja dengan mengatakan itu, Arvelio?" tanyanya pelan, suaranya sedikit gemetar.
"Tidak," jawab Arvelio, memeluknya lebih erat. "Tapi aku bersedia melakukan apa saja agar kau mau memaafkanku."
Sheila menatap Arvelio dengan mata yang penuh emosi. Di balik rasa marah dan sakit hatinya, ia tahu dirinya tidak bisa benar-benar membenci pria ini. "Kau bodoh," gumamnya, suara lirih namun penuh emosi. "Dan aku juga bodoh karena mencintaimu sebanyak ini."
Arvelio tersenyum kecil, kali ini ada sedikit harapan di matanya. "Kalau begitu, kita sama-sama bodoh. Tapi aku janji, aku akan menjadi pria bodoh yang tidak akan pernah membuatmu menangis lagi."
Sheila menghela napas panjang, mencoba menenangkan debaran di dadanya.
Ia belum sepenuhnya memaafkan Arvelio, tapi hatinya mulai melunak. "Kita lihat saja, Arvelio. Kau punya banyak hal untuk dibuktikan." ucap Sheila.
Arvelio tersenyum lebih lebar, lalu menarik Sheila ke dalam pelukannya lagi. "Aku akan melakukannya, Ai. Kau adalah segalanya bagiku."
Sheila mengangguk pelan dalam pelukannya, membiarkan dirinya larut dalam kehangatan pria itu.
Meski perasaan sakit itu masih ada, ia tahu cintanya pada Arvelio terlalu besar untuk diabaikan.
Kini, ia memutuskan untuk memberi mereka berdua kesempatan untuk memperbaiki segalanya dan melangkah maju bersama.
***
Sheila duduk di sofa, ia menatap Arvelio yang sedang sibuk merapikan tempat tidurnya.
Udara dingin menyelimuti ruangan, tapi suasana di antara mereka justru semakin memanas karena kejadian-kejadian kecil yang tak sengaja memancing detak jantung.
"Ar," panggil Sheila tiba-tiba, suaranya lembut namun cukup untuk menarik perhatian Arvelio.
Arvelio menghentikan aktivitasnya dan menoleh. “Ar?” gumamnya, sedikit terkejut mendengar Sheila memanggilnya seperti itu.
Hatinya berdebar tak karuan. Ia terbiasa mendengar panggilan itu dari keluarganya, tapi saat Sheila yang mengucapkannya, rasanya berbeda.
Perasaan Hangat. Dalam. Menyelimuti dirinya, dan rasanya, ribuan kupu-kupu beterbangan liar dalam diri Arvelio saat ini.
Terdengar sederhana, tapi mampu membuat kutub utara itu meleyot seketika.
Sheila yang menyadari ekspresi tertegun Arvelio langsung merasa bersalah. "Maaf, aku lupa kalau itu panggilan khusus keluargamu," ucapnya cepat sambil menundukkan kepala.
Arvelio tersenyum kecil, mendekati Sheila dengan langkah santai. "Kenapa minta maaf, honey? Kamu boleh kok panggil aku seperti itu. Malah aku sangat senang," katanya lembut, matanya menatap lurus ke arah Sheila.
Pipi Sheila langsung merona. Ia mengalihkan pandangan, mencoba menenangkan dirinya.
Tapi suara Arvelio tadi... nada bicara pria itu benar-benar lembut dan, menurutnya, seksi.
"Santai, Shei. Jangan baper! Jangan terbuai!" Sheila menegur dirinya dalam hati, mengingat kata-kata bijak idolanya.
Tapi tetap saja, hatinya berdebar tak terkendali!
Sial! Kenapa jantungku semurah ini jika bersama Arvelio. Sheila merutuki dirinya sendiri.
Sheila berdehem pelan untuk menetralkan ekspresi wajahnya.
"Aku mau tidur. Kamar tamu yang mana?" Sheila mencoba mengalihkan suasana, menatap ke arah pintu.
"Di lantai dua. Tapi kenapa?" tanya Arvelio.
"Mau tidur, lah. Masa mau bikin kopi," jawab Sheila ketus.
Arvelio duduk di sofa, menyilangkan tangan di dada, lalu menatap Sheila dengan serius. "Tidur di sini saja, Ai."
Sheila refleks menyilangkan tangannya di depan dada. Lelaki itu mengerutkan alis heran. "Kenapa?" tanya Arvelio.
"Kau pasti akan berbuat aneh, kan?" Sheila menatap penuh curiga pada Arvelio.
"Gak akan, hapus pikiran negatifmu itu. Aku janji nggak akan macam-macam." ucap Arvelio.
Memicingkan mata. "Benarkah?" Sheila masih belum percaya.
"Iya, lagi pula, kapan aku macam-macam sama kamu?" Arvelio bertanya pada Sheila.
Sheila melotot. "Heh, Tuan Muda. Anda lupa ingatan, hah! Lalu waktu di pantai kemarin? Kamu pikir aku lupa, waktu kamu tiba-tiba nyosor." sinisnya.
Arvelio menggaruk belakang kepalanya, jelas merasa kalah argumen. "Itu... khilaf," gumamnya pelan, wajahnya sedikit memerah.
Memutar bola mata malas, Sheila berdiri, berniat menuju pintu keluar.
Tapi sebelum ia sempat melangkah jauh, Arvelio menarik tangannya lembut, membuat gadis itu kehilangan keseimbangan.
Bruk!
Sheila jatuh tepat di pangkuan Arvelio. Jantungnya langsung berdebar hebat.
"Aku janji nggak akan macam-macam, Ai. Percaya sama aku," bisik Arvelio sambil menatap gadis itu lekat-lekat.
Sheila yang tak tahu harus berbuat apa hanya mengangguk, wajahnya masih merah. "B-baik... Aku mau mandi. Kamar mandinya di mana?" tanyanya gugup, mencoba mengalihkan suasana.
Arvelio menunjuk ke arah pintu di samping tempat tidur. "Di sana. Kalau perlu apa-apa, panggil aku."
Sheila bangkit dan cepat-cepat masuk ke kamar mandi, mencoba menenangkan jantungnya yang tak berhenti berdegup kencang.
Dua puluh menit kemudian.
Ceklek!
Sheila keluar dari kamar mandi dengan mengenakan piyama bergambar karakter hello kitty. Rambutnya yang basah meneteskan air, memberikan kesan segar dan santai.
Arvelio, yang sedang memeriksa ponselnya, menoleh dan terpaku melihat penampilan Sheila. "Kamu dapat baju itu dari mana?" tanyanya bingung.
"Semuanya ada di kotak penyimpanan, Viola," jawab Sheila santai, menyebut nama robot AI yang ia bawa ke mana-mana.
Viola adalah robot, seperti Doraemon yang memiliki kantong ajaib.
Arvelio menggeleng sambil tersenyum kecil. "Kamu benar-benar aneh," komentarnya, tapi dengan nada lembut.
Sheila mengabaikannya. "Sana, mandi. Airnya udah aku siapin. Jangan lupa pakai handuk yang aku taruh di rak."
Mata Arvelio melembut mendengar perhatian kecil dari Sheila. Ia berjalan mendekat, menepuk puncak kepala gadis itu pelan. "Terima kasih, Ai," katanya sebelum berjalan menuju kamar mandi.
Sheila memandangi punggung Arvelio hingga pria itu menghilang di balik pintu. Ia menghela napas panjang, menyadari bahwa hatinya benar-benar sudah takluk pada pria itu.
Dan mungkin, ia tak ingin melawan lagi.
Tembok pertahanan Sheila benar-benar berhasil di robohkan oleh Arvelio.
***
Ceklek!
Arvelio keluar dari kamar mandi, hanya mengenakan handuk putih yang melilit di pinggangnya.
Tangan kirinya memegang handuk kecil yang dia gunakan untuk menggosok rambut basahnya.
Tetesan air yang jatuh perlahan dari wajah hingga dada bidangnya memberikan pesona yang memikat. Sorot matanya tajam, sementara senyum kecil di bibirnya membuat auranya kian tak tertahankan.
Di sudut ruangan, Sheila duduk di sofa dengan buku di tangannya.
Tapi, perhatiannya tak lagi pada buku itu. Matanya terpaku pada sosok Arvelio.
Ia memandang pria itu dengan ekspresi kagum yang tak bisa disembunyikan.
Wajahnya perlahan memerah, dan jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya.
Arvelio yang menyadari tatapan intens Sheila tersenyum penuh arti. Dengan langkah tenang, dia mendekati gadis itu.
“Fuuu…” Arvelio meniup pelan ke wajah Sheila, membuat helaian rambut gadis itu bergerak sedikit.
Sheila tersentak, matanya berkedip-kedip. Jarak mereka begitu dekat, hanya beberapa senti. Ia mencoba menenangkan diri, namun kesadarannya buyar ketika Arvelio mendadak mencondongkan tubuhnya.
CUP!
Tanpa peringatan, Arvelio mengecup lembut bibir Sheila.
Sheila terkejut. Matanya membulat. “A-Arvelio!” serunya dengan nada tergagap sambil mendorong dada pria itu pelan. “Kamu—s-sebaiknya pakai baju, nanti kamu masuk angin,” katanya gugup, wajahnya merona.
Arvelio terkekeh, memperlihatkan deretan giginya yang rapi. “Baiklah, nona cerewet.” Ia berbalik, berjalan menuju walk-in closet.
Tak lama, Arvelio kembali. Kali ini dia mengenakan celana panjang hitam, tetapi tetap tanpa atasan.
Dia menghampiri Sheila yang tampak mencoba kembali fokus pada bukunya.
“CUP!”
Kali ini, Arvelio mengecup pipi Sheila yang tampak serius membaca buku. Sheila tersentak lagi.
“Kenapa kamu nggak pakai baju?” tanya Sheila, berusaha menyembunyikan kegugupannya.
“Gerah, Ai,” jawab Arvelio santai sambil duduk di tepi tempat tidur. “Aku memang nggak suka pakai baju kalau tidur.”
DEG!
Tatapan Sheila tak sengaja jatuh ke dada bidang Arvelio. Dia tertegun saat melihat sebuah tato di dada kiri pria itu bertuliskan:
“Aileen’s Mine Forever.”
Sheila menatapnya dalam, hatinya bergetar.
Namun, sebelum dia bisa mengatakan apa pun, Arvelio berbalik, memperlihatkan punggungnya.
Di sana terdapat tato besar berupa nama lengkap Sheila yang dikelilingi sayap phoenix megah di kedua sisinya.
“Aileen Sheilanna Varisha Waverly.”
Sheila memandangi tato itu dengan mata berkaca-kaca. “Kapan kamu buat ini? Alasannya?” tanyanya pelan.
“Di hari yang sama,” jawab Arvelio sambil menoleh ke arahnya, tatapannya lembut. “Karena aku ingin memastikan, aku selalu membawa namamu ke mana pun aku pergi.”
Sheila mengulurkan tangan, menyentuh tato itu dengan jari-jarinya yang gemetar. “Ini… Sejak kapan tatto ini ada?” bisiknya.
Arvelio tersenyum. “Sebulan yang lalu,” jawabnya tenang.
Sheila hanya bisa menatap pria di hadapannya dengan campuran rasa haru dan kagum. “Kamu… sudah tahu soal perjodohan kita waktu itu?” tanyanya, mencoba menyatukan pikirannya.
Arvelio menggeleng. “Tidak, honey. Aku baru tahu dua minggu lalu.”
Sheila tertegun mendengarnya. "Sebelum kamu tau, kenapa?” tanyanya, nyaris berbisik.
"Aku hanya ingin membuktikan, seberapa serius perasaanku sama kamu.” ungkap Arvelio serius.
Menatap haru. "Kamu se-effort itu," Sheila tertegun.
Arvelio mendekat, mengambil tangannya. "Tentu, sejak pertama kali kita bertemu, aku sudah jatuh cinta padamu, Ai... Sejak saat itu, aku berjanji akan melakukan apa pun untuk memilikimu.”
“Apa pertemuan yang kamu maksud, di jalan?” tebak Sheila, bingung.
Arvelio menggeleng. “Bukan. Tapi, saat kita tidak sengaja bertemu di Mall.”
Sheila mengernyit. “Mall? Kapan?”
“Satu minggu sebelum pertemuan kita di jalan waktu itu,” jawab Arvelio dengan pasti.
Sheila menganga, berusaha mengingat. “Astaga, jangan bilang, kamu orang yang aku tabrak saat aku kabur dari kejaran BG, waktu itu?” tanyanya tak percaya.
Arvelio tersenyum. “Tepat sekali.”
Shock!
Sheila menutup mulutnya, lalu terkekeh. “Astaga, aku benar-benar tidak menyangka.”
Arvelio tersenyum lembut, lalu berkata, “Itu belum semuanya, Ai. Sekitar dua tahun lalu, kamu pernah mendonorkan darah di Rumah Sakit Alberto, kan?”
Sheila mengangguk perlahan. “Iya… jangan bilang—”
“Ya, itu aku yang menerima darahmu,” jawab Arvelio.
Sheila tertegun. “Kebetulan macam apa ini…” gumamnya.
Arvelio terkekeh lagi. “Dan satu hal lagi,” katanya, suaranya terdengar sedikit lebih lembut. “Dua belas tahun lalu, di taman Forance, ingat seorang anak kecil yang kamu beri permen karna terjatuh dari sepeda? Saat itu kau mengatakan, tidak masalah jika terjatuh. Tapi, jangan menyerah. Ingat?”
Sheila memandangnya dengan mata membulat. “Kamu… Pangeran bertopeng itu?”
Arvelio mengangguk. “Aku bahkan memakai topeng saat itu. Tapi aku sudah tahu, kamu adalah gadis yang akan menjadi takdirku.”
Sheila menatap Arvelio dengan haru. “Takdir?” bisiknya.
Arvelio mengangguk, memegang tangannya lebih erat. “Kamu adalah takdirku, Ai. Dan aku tidak akan pernah melepaskanmu. Selamanya!”
Blush!
Wajah Sheila memerah, hatinya meleleh mendengar kata-kata penuh arti itu.
“Arvelio,” panggilnya pelan. “Kamu tahu, aku juga merasa seperti itu. Entah sejak kapan, tapi kamu… selalu istimewa bagiku.” Sheila menatap Arvelio.
Senyum di wajah Arvelio semakin lebar. Dia menarik Sheila ke dalam pelukannya, memeluknya erat.
Dalam hati, dia berjanji untuk selalu melindungi gadis yang kini menjadi miliknya.
Dan malam itu menjadi saksi cinta yang menemukan jalannya. Sebuah cinta yang tidak hanya lahir dari kebetulan, tetapi juga dari keajaiban takdir.
Arvelio masih tersenyum, hatinya dipenuhi rasa syukur yang mendalam. “Kamu adalah penyelamat hidupku, Ai. Terima kasih, honey.”
Sheila menatapnya, penuh cinta. “I Love You, Tuan Muda Arvelio.”
Akhirnya, sebuah ungkapan perasaan Sheila keluar juga dari mulutnya.
Arvelio membalas tatapan itu dengan senyum penuh kelembutan, matanya berbinar. “I Love You More, Nona Muda Aileen.”
Inilah, yang dia tunggu!
Tanpa kata-kata lebih lanjut, Arvelio menarik Sheila ke dalam ciuman lembut.
Ciuman mereka penuh cinta, tidak terburu-buru, namun sangat berarti. Sheila merespons dengan mendalam, mengalungkan tangannya di leher Arvelio, meresapi setiap detik yang terlewat.
Ciuman itu berlangsung begitu lama, begitu penuh perasaan, sampai akhirnya Sheila menepuk pelan dada Arvelio, memberikan tanda bahwa ia ingin beristirahat.
Arvelio mengerti, melepaskan ciumannya perlahan dan menarik Sheila ke dalam pelukan hangat.
CUP!
Arvelio mencium kening Sheila dengan penuh kasih sayang. “Tidurlah, Ai,” bisiknya lembut.
Sheila mengangguk pelan, memejamkan matanya. Dalam hitungan detik, ia sudah tertidur dalam pelukan Arvelio.
Arvelio menatap wajah Sheila yang damai, senyumnya tulus. “Kamu adalah keajaiban terindah dalam hidupku,” gumamnya sebelum akhirnya ikut memejamkan mata, tertidur di samping gadis yang telah mengubah segalanya.
***
Keesokan harinya
Sepasang kekasih masih tertidur lelap di balik selimut tebal yang hangat, mereka seakan enggan untuk bangun dari dunia mimpi.
Suara kicauan burung yang terdengar dari luar tak mampu mengusik tidur ke dua sejoli itu, beberapa saat kemudian.
"Hmm..." gumam Arvelio, menyipitkan mata karna silau cahaya matahari yang masuk lewat sela-sela jendela.
Perlahan mata tajam lelaki itu terbuka, saat dia ingin meregakan tubuhnya, Arvelio merasakan berat di bagian lengannya.
Menoleh ke samping, Arvelio tersentak samar melihat punggung seorang gadis yang tertidur lelap di sebelahnya.
Kemudian, ingatannya kembali pada kejadian semalam.
Senyuman tampan muncul di bibir sexy Arvelio.
Dia mendekap Sheila dari belakang, menghirup aroma mengeyeruak dari tubuh gadis itu.
"Wangi," bisiknya pelan. Arvelio menduselkan kepala di leher Sheila.
Karna merasa terusik dengan kegiatan Arvelio, Sheila perlahan membuka mata indahnya.
"Ar," panggil Sheila serak, suara khas bangun tidur.
Arvelio tersentak. "Honey, kamu sudah bangun?" ucapnya, lembut.
"Huh!" Sheila mendengus kesal. "Kamu menganggu tidurku, Tuan Muda."
Perasaan bersalah muncul dalam diri Arvelio. "Maaf, aku tidak bermaksud." sesalnya.
Sheila tersenyum tipis, dan membalikkan tubuhnya menghadap Arvelio, berkata. "It's okey, jam berapa sekarang?"
Arvelio mengambil jam yang ada di nakas. "Jam 8, honey."
Mata Sheila melebar. "Astaga, kita bangun telat," ingin bangun, namun pergerakannya di tahan oleh Arvelio.
"Mau ke mana?" tanya Arvelio.
"Mandi, kamu nggak mau masuk sekolah?" Sheila bertanya balik.
Arvelio terkekeh kecil. "Apa ada yang lucu?" Sheila menatap heran.
"Kamu lucu, ini hari sabtu, kita libur," ucap Arvelio disertai kekehan kecil.
Wajah Sheila seketika merona malu, dia menarik selimut menyembunyikan wajahnya.
Bodoh! Kenapa aku bisa lupa?
Arvelio menarik pelan selimut Sheila, ia merapikan rambut gadisnya. "Mau jalan-jalan?" tanyanya.
"Tidak, aku mager. Lagian, kita juga harus ke Rumah Sakit untuk mengecek keadaan kak Xavier." jawab Sheila.
"Di sana banyak orang, honey. Jadi, bagaimana jika kita menghabiskan waktu berdua hari ini?" Arvelio menatap Sheila dalam.
"Mau ke mana?" tanya Sheila balik.
"Kamu yang pilih tempat," jawab Arvelio.
Sheila mengetuk dagunya, berpikir. "Kita ke Hutan, bagaimana?"
Arvelio menatap tak percaya gadisnya. "Hutan? Kamu serius mau ke sana? Ngapain?" tanyanya beruntun.
Sheila tersenyum lebar. "Aku serius, kita berburu. Aku sudah lama tidak berburu, soalnya. Boleh?" mengedipkan mata beberapa kali, berharap Arvelio setuju.
Arvelio menekan pipi dalamnya dengan lidah, menahan diri atas tingkah menggemaskan Sheila.
Sh*t! Kenapa tunanganku, sangat menggemaskan.
Tak tahan dengan hal itu, Arvelio mendarat ciuman di bibir Sheila. Membuat gadis itu melebarkan mata.
"Morning kiss!" bisik Arvelio, di sela-sela ciumannya.
Perlahan lelaki itu mulai melumat bibir Sheila, ia mengubah posisi tubuhnya, sedikit menindih tubuh Sheila.
Sheila yang terbuai perilaku lembut Arvelio, akhirnya mengalungkan tangannya di leher sang tunangan, dan membalas ciumannya.
Beberapa menit kemudian, Arvelio melepas ciuman itu, ia mengusap bibir Sheila yang basah karna ulahnya.
"Manis," bisiknya pelan.
Blush!
Satu kata yang mampu membuat wajah Sheila memerah bak kepiting rebus.
Aish, ayolah! Haruskah, dia mengatakan hal itu.
Arvelio yang melihat pipi Sheila merona, kembali memberikan kecupan lembut di pipi tunangannya.
Damn!
Wajah Sheila semakin memerah, oh tidak! Ini masih pagi, tapi jantungku sudah tidak aman.
Melihat gadisnya malu-malu, Arvelio berkata. "Aku mandi dulu," mencium kening Sheila sebelum beranjak ke kamar mandi.
Setalah kepergian Arvelio, Sheila memegang dadanya.
"Aku bisa kena serangan jantung jika begini," lirih Sheila, tiba-tiba bayangan kegiatan mereka terlintas di benaknya.
"Aish, astaga sejak kapan pikiranku jadi kotor seperti ini." Sheila mengacak rambut frustasi.
Arvelio yang tidak menutup rapat terkekeh melihat tingkah laku Sheila, yang menurutnya imut.
Yah, begitulah sikap si kutub utara ketika mencair.
Apa pun yang Sheila lakukan selalu menggemaskan di matanya.
Selang beberapa jam, saat ini Arvelio, Sheila, dan para sahabatnya berada di dalam hutan, tak jauh dari Villa keluarga Alberto.
"Aku belum sarapan, tapi sudah diajak berburu pagi buta seperti ini." gerutu Leona.
Sheila sengaja mengajak ketiga sahabatnya ikut, agar dia tidak merasa canggung jika berdua dengan Arvelio.
Yah, walau pun. Awalnya Arvelio menolak hal itu, tapi demi menyenangkan hati sang tunangan, dia akhirnya mengalah, dan setuju, mereka ikut.
Mr. Kutub Bucin!
"Pagi buta pala bapakmu botak, liat, matahari sudah terang kayak gitu. Apa matamu mulai katarak karna dijodohkan dengan playboy cap badak, itu?" cibir Grace, melirik Reyhan.
"Wah! Apa kau bilang, enak aja kau mengataiku playboy cap badak," protes Reyhan, berjalan ke arah Grace.
Tapi, pergerakannya terhenti saat mendapat tatapan tajam dari Jayden. "Berani menyentuh milikku, kau jadi umpan berburu saat ini juga." ucapnya datar.
Glek! Reyhan dengan susah payah meneguk ludah mendapat peringatan dari Jayden.
Sedangkan Grace, pipinya seketika merona mendapat perhatian seperti itu.
"Cih, ternyata kau bisa merona juga, kupikir selama ini kau hanya mampu memasang wajah datar bak tripleks," goda Leona.
Grace ingin bersuara, namun Irene lebih dulu berkata. "Shut up! Mereka bisa kabur, jika kalian berisik," menatap hewan buruan yang tak jauh dari tempat mereka.
Sheila terkekeh kecil melihat perdebatan ketiga sahabatnya, dia sudah biasa melihat hal itu.
Melihat senyuman bahagia gadisnya, membuat hati Arvelio menghangat.
"Aku janji, Ai. Mulai sekarang, kebahagian kamu adalah proritas utamaku, always and forever." batin Arvelio, penuh tekad.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
ica
up..up..up..🔥🔥🔥
2024-09-28
2
전정국😕😐💜
Lanjut Thor 👍🙂
Semangat 💪🙂
Semoga Harimu Selalu Bahagia 🙂✨🙏
Selamat Hari Sabtu🙂🙏
2024-09-28
2