Matahari menyapa langit yang kelam, kini menggantinya dengan cahaya keemasan, menerbitkan keindahan pagi yang begitu memberi semangat, tubuh Viona menggeliat dengan malas saat telinganya mendengar bunyi alarm dari ponselnya, perlahan menegakkan tubuhnya dengan malas dengan mata yang masih terpejam ia menurunkan kakinya dari atas ranjang, menghela nafas perlahan dan membuka matanya mengusak rambutnya dengan malas.
“Rasanya tak ingin berangkat kerja, ini sangat menyebalkan harus kah aku berhenti dari pekerjaan, bagai mana aku menghadapinya nanti kalau kami bertemu, aku tidak sekuat itu Tuhan,” gumam Viona kembali memejamkan matanya untuk sejenak sebelum kembali membuka matanya dan melangkah kedalam kamar mandi untuk membersihkan diri, tak lama ia keluar dengan wajah yang segar, wajah cantik dengan postur bak model itu melenggang dengan santai kearah lemari mencari baju kerjanya, Viona adalah gadis cantik, bermata coklat terang, mata yang indah dengan bulu mata yang panjang dan lentik, dihiasi alis yang yang sedikit tebal namun tertata rapi dengan bibir berwarna pink asli, hidung mancung, rambut lurus berusia 22 tahun, namun ia selalu berpenampilan apa adanya, tidak pernah mau ber make-up berlebihan selalu memakai bedak bayi di wajah mulusnya, bukan karena tidak mampu beli, Viona tipe gadis yang tidak mau ribet dengan begitu banyak make up, yang akan membuang waktunya, otak nya juga cerdas, terbukti baru umur 22 tahun dia sudah menyandang gelar sarjana bahkan ia sudah bekerja di perusahaan yang lumayan besar, namun di perusahaan itu ia selalu ditempatkan di bagian yang tidak sesuai kemampuannya, dan itu ulah para senior yang tidak mau tersaingi, termasuk sang pacar, namun ia menerima saja dengan lapang dada.
“Vi.. cepat ayo sarapan nanti kamu telat berangkat kerja, motormu kan masih di bengkel, biar diantar abahmu” teriak suara dari luar kamar Viona, yang sudah dipastikan itu adalah suara merdu pagi hari dari sang bunda, Viona tersenyum.
“Iya Bun, sebentar lagi juga sudah selesai,” jawab Viona dengan cepat tak ada lagi suara sang bunda terdengar menjawab, Viona dengan segera menyambar tasnya dan keluar dari kamar dan langsung menuju meja makan yang sudah dipenuhi dengan berbagai masakan sang bunda yang terlihat lezat.
“Ayo cepat sarapan Vio, nanti kamu telat Abah hari ini harus berangkat pagi, ada rapat di sekolahan.” Pak Deri abah Viona yang seorang guru berucap dengan lembut.
“Abah, kapan motor Vio selesai diperbaiki, kan jadi menyusahkan abah harus ngantar Vio kekantor padahal kita kan tidak searah.” ucap Vio dengan wajah cemberut.
“Mungkin besok Vi, nanti biar diambil sama adikmu kalau sudah beres, ini juga mana adikmu mau mogok sekolah apa.” baru saja dibicarakan sang adik nongol dengan meringis sembari memegang telinganya, dan muncul sang bunda dari belakang tubuh tegap sang adik.
“Sudah disuruh bangun dari tadi susah banget, mau jadi apa kamu itu Al,” seru sang bunda kepada Alvaro, Alvaro hanya nyengir dan duduk disebelah sang kakak dan langsung mengambil nasi dan lauk dimasukkan kedalam piringnya, tak mau menangapi sang bunda yang masih ngomel dan akan awet sampai siang, Viona tersenyum mengejek sang adik yang telinganya merah karena kena jewer sang bunda.
“Terus saja ngeledek, nanti gak akan aku ambilkan motormu,” ucap Alvaro mengancam sang kakak.
“Kalau kamu gak mau ngambil siap-siap aja kamu gak akan dapat uang saku dari kakak,” Viona balik mengancam, mata mereka saling beradu membentuk permusuhan yang hanya bertahan satu menit, karena sang komandan sudah berdehem, yang artinya mereka harus cepat menyelesaikan makanan mereka tanpa harus adu otot.
“Ayo Vi abah antar,” pak Deri sudah bersiap dan keluar dari rumah, namun menghentikan langkahnya memandang lurus kearah depan rumahnya.
“Ayo Abah, Vio sudah siap,” Viona berucap dengan semangat namun, kemudian ia ikut terdiam melihat arah pandangan abahnya.
“Astaga bocah itu bener-bener menjemputnya, ngapain juga ia kesini,” gumam Viona salah tingkah takut sang abah akan marah.
“Vi, panggil Alvaro itu temennya menunggu,” pinta pak Deri yang mengira Saga adalah teman Alvaro karena memakai seragam abu-abu sama seperti sang putra, Saga dengan santai turun dari motornya menghampiri Viona yang sudah membeku ditempat.
“Pagi abah, kenalkan nama saya Saga, kesini mau menjemput putri bapak untuk mengantarkan bekerja,” Saga mengulurkan tangannya, pak Deri terkejut bukan main, ia kira tadi teman putranya, ternyata malah teman putrinya, pak Deri memandang Saga dari ujung kaki hingga ujung kepala, mengakui laki-laki dihadapannya sangat tampan tapi, masa iya sang putri berteman dengan anak yang masih sekolah, bahkan mau mengantarkannya bekerja, pak Deri menjabat tangan pemuda itu walau masih bingung dan menatap sang putri yang terlihat canggung, tak tahu harus ngomong apa.
“Lho, kok masih belum berangkat?” tanya Alvaro yang sudah rapi dengan men cangklong tas sekolahnya, menatap ketiga orang yang ada dihadapannya.
“Abah nanti Vio cerita, Vio berangkat dulu bareng Saga ya, abah kan juga mau ke sekolah cepat,” ucap Viona meminta izin mencium punggung tangan sang abah, sedangkan pak Deri hanya mengangguk disela kebingungannya, begitu pun dengan Alvaro, terlebih melihat pemuda yang membawa kakaknya memakai motor sport dan masih mengenakan seragam yang sama dengannya,
“Saga pamit abah,” Saga mengikuti yang dilakukan Viona mencium punggung tangan abah Viona dan berjalan menghampiri motornya memasangkan helm ke kepala Viona dengan telaten membantu gadis itu naik motornya yang lumayan tinggi, dan sebelum pergi klakson itu berbunyi tanda berpamitan, meninggalkan dua orang yang masih terhipnotis dengan apa yang barusan terjadi.
“Kenapa kau menjemput ku,” teriak Viona kesel.
“Kan tadi malam aku udah bilang mau menjemput tante kalau tidak nyasar, sekalinya masih ingat ya aku jemput.”
“Maksudku kenapa kau menjemput ku, bukannya kau mau sekolah, lagian kita gak sedekat itu untuk kamu menjemput ku. Kita berdua orang asing yang baru kenal,” pungkas Viona yang juga masih bingung dengan ulah bocah yang mengantar kan nya saat ini, begitu pun juga Saga ia sendiri juga bingung mau menjawab apa, begitu ia bangun tadi pagi yang ada dipikirannya langsung pergi ke rumah wanita yang ia panggil tante tadi malam, bahkan ia saja belum tahu nama Viona.
“Ya aku juga gak tahu, pengen saja,” jawabnya enteng.” mendengar jawaban Saga rasanya Viona ingin sekali menampol kepala bocah itu dari belakang.
“Dengar ya Saga, aku itu tidak pernah mengizinkan siapa pun menjemput ku ke rumah, mau kamu disuruh nikah sama aku sama abah, karena kalau ada laki-laki yang berani datang ke rumah berarti itu tandanya ia serius ingin menikahi ku,” bohong Viona, membuat Saga langsung menghentikan motornya ditepi jalan.
“Serius?” tanya Saga, memandang Viona lekat, Viona mengangguk.
“Baiklah aku akan menikahi tante kalau memang abah memintanya,” mendengar jawaban Saga, Viona langsung melebarkan kedua matanya tak habis pikir dengan jawaban Saga yang tak masuk akal.
“Kamu sudah gila!” Viona dengan kesal berucap,
“Lha tante sendiri yang bilang begitu, aku mah tak masalah,” enteng Saga menjawab karena ia tahu Viona hanya bercanda, Viona mendengus pelan.
“Sudah cepat aku sudah telat,” perintah Viona.
“Iya, tapi ini arah kemana?”
“Kuburan,” Saga terkekeh mendengar jawaban dari Viona dan melajukan kembali motornya Viona menyebutkan lagi alamat tempat ia bekerja dan di angguki oleh Saga, tak lama motor itu sampai didepan sebuah bangunan yang tinggi menjulang, Saga menghentikan motornya diparkiran gedung itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments