Damien menggeleng samar, lalu tersenyum sinis. Tatapannya terus mengikuti tangan Crystal, yang bergerak perlahan dari dada ke perut.
"Apa yang akan kau lakukan pada mayat Nyonya Eleanor?" tanya Crystal, setengah berbisik.
"Kau pikir apa?" Damien balik bertanya, dengan nada cukup sinis.
Crystal tetap tersenyum menanggapinya. "Aku pernah melihat anak buah Patrizio mengeksekusi seseorang, di dekat gudang belakang rumah. Apa yang mereka lakukan sangat mengerikan."
Damien memicingkan mata. "Seperti apa?" tanya pria itu, pelan dan dalam.
Crystal menatap aneh Damien, setelah menghentikan gerak tangannya. Sesaat kemudian, gadis itu mengedarkan pandangan ke sekeliling dapur. Dia berjalan ke dekat saklar, lalu menyalakan lampu.
Tanpa diduga, Crystal mengambil pisau daging. "Seberapa tajam benda ini?" tanyanya, seraya berbalik menatap Damien.
"Coba saja sendiri," jawab Damien datar. Dari ucapan yang dilontarkan terhadap Crystal, sepertinya Damien sudah paham akan maksud gadis cantik itu.
"Tentu." Crystal tersenyum, kemudian berlalu dari hadapan Damien. Dia melangkah anggun kembali ke dekat kandang anjing, sambil membawa pisau daging yang berkilat terkena dalam keremangan cahaya lampu tempel sepanjang koridor.
Crystal berdiri beberapa saat, sambil memperhatikan jasad Eleanor yang sudah terbujur kaku. Gadis itu tersenyum kecil, kemudian menurunkan tubuh.
"Jadi, kau adalah mata-mata Saviero Mazza?" Crystal meraba lengan Eleanor. "Ketahuilah. Aku sangat membenci pria itu"
Crystal terus bicara sendiri, sambil menempelkan mata pisau ke siku Eleanor. Dia seperti tak terbebani, saat melakukan aksi keji terhadap jasad wanita paruh baya tersebut. Gadis cantik itu justru begitu tenang, bahkan tak menyadari kehadiran Damien yang mengawasinya dari jarak beberapa meter.
Damien memicingkan mata, menyaksikan apa yang Crystal lakukan. Damien tak menyangka, gadis itu bisa bertindak brutal. Dari sana, dia mulai memikirkan sesuatu. "Kau seorang psikopat, Crystal," gumam pria tampan tersebut, seraya berjalan mendekat.
Damien langsung memberikan kantong sampah pada Crystal. "Apa kau ingin melihat anjing kesayanganku?" tanyanya.
Crystal menoleh, lalu tersenyum. "Biarkan aku mencuci tangan terlebih dulu." Gadis itu berlalu meninggalkan Damien, yang terpaku menatap beberapa potong daging di lantai. Bagi sebagian orang, itu merupakan pemandangan yang teramat mengerikan.
Beberapa saat kemudian, Damien dan Crystal sudah berada di bagian lain halaman belakang. Di sana, ada sebuah bangunan berukuran tidak terlalu besar, dengan dinding berperedam.
“Cyrus!” panggil Damien cukup lantang.
Tak berselang lama, muncul seekor anjing berukuran besar yang merupakan ras Kangal. Raut wajah hewan itu tidak bersahabat, saat menatap ke arah Crystal.
“Tenanglah, Kawan,” ucap Damien. Sepertinya, dia lebih dekat dengan anjing itu dibanding keempat anjing yang berada di kandang lain. “Kuharap, kau lapar,” ucap pria tampan tersebut, seraya menoleh pada Crystal yang terpaku memperhatikan anjing peliharaan Damien.
Beberapa saat kemudian, Damien dan Crystal keluar dari bangunan tadi. Mereka melangkah berdampingan, kembali ke dalam rumah.
“Apa yang harus kulakukan sekarang?” tanya Crystal. Rasa kantuk gadis itu sepenuhnya sirna, setelah apa yang dilakukannya tadi.
“Kau sudah pernah bertemu dengan Saviero Mazza. Artinya, kau mengetahui ciri-ciri pria itu.” Sama seperti Crystal, Damien pun kehilangan rasa kantuknya.
Crystal menggumam pelan, lalu duduk tak jauh dari Damien. “Saviero Mazza.” Gadis itu menggeleng pelan. “Harus kuakui, dia adalah pria yang sangat tampan, gagah, dan ….” Crystal menggigit bibir bawahnya. “Kurasa, dia jauh lebih ramah dibanding dirimu,” terannya pelan.
“Lebih ramah?” ulang Damien, seraya memicingkan mata. Dia mencoba mencerna ucapan gadis itu.
Crystal tertawa renyah. “Ya. Ramah.” Mata biru gadis cantik tersebut mengerling nakal. “Dia lebih sering tersenyum dibanding kau, Tuan.”
“Omong kosong.” Damien menatap tak suka.
“Seperti itulah kenyataannya.” Crystal kembali tersenyum, lalu menunduk. Dia memperhatikan bercak darah yang mengotori pakaian. “Kau akan membiarkanku berpakaian seperti ini, setelah diriku membantu menyingkirkan mayat Nyonya Eleanor?”
Damien menatap sesaat, kemudian beranjak dari duduk. Dia berlalu menuju kamarnya, dengan diikuti Crystal.
Setelah tiba di kamar, Damien langsung mengambil T-shirt dari lemari. Dia melemparkannya pada Crystal, yang sigap menangkap.
“Kamarmu sangat nyaman, Tuan De Santis,” ujar Crystal, seraya berjalan mendekat. Gadis itu meletakkan T-shirt yang Damien berikan di kasur. “Aku ingin ke kamar mandi.”
Tanpa banyak bicara, Damien membukakan pintu kamar mandi. Dia menatap lekat Crystal, yang terlihat sangat berbeda malam itu. “Jika sudah selesai, cepatlah keluar. Aku ingin ke kamar mandi,” ucapnya, seraya menutup pintu.
Tak berselang lama, Crystal muncul dengan wajah yang terlihat lebih segar. Dia melangkah ke dekat tempat tidur, tanpa memedulikan Damien yang melintas di sebelahnya.
Crystal terpaku beberapa saat, hingga terdengar suara pintu yang dibuka perlahan. Gadis itu tersenyum, kemudian melepas pakaian bersamaan dengan Damien yang muncul dari kamar mandi.
Crystal seperti sengaja menggoda Damien dengan kemolekan tubuhnya. Dia menoleh, menatap penuh tantangan pada pria yang tengah memperhatikannya.
Sementara itu, Damien awalnya hanya terpaku. Setelah beberapa saat, dia melangkah gagah ke hadapan Crystal, yang masih menatapnya dengan sorot penuh makna.
“Crystal,” sebut Damien, pelan dan dalam. Tangannya terulur menyentuh pipi gadis itu, kemudian menelusup ke belakang leher. “Kau berhasil menggodaku,” ucapnya, seraya mendekatkan wajah, hingga bibir mereka saling bersentuhan. Akan tetapi, Damien seakan ragu untuk menikmati lebih dalam lagi.
“Cium aku,” pinta Crystal, yang justru lebih dulu tergoda.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Ruk Mini
widihhhhhh
2024-12-16
0