Bukannya menjawab pertanyaan tadi, Crystal malah tertawa setengah mencibir. "Apa lagi ini? Jangan katakan jika kau ingin melamarku, Tuan De Santis," ejeknya.
"Jangan bermain-main. Kau tak akan suka, saat diriku sudah berada di ambang batas kesabaran," ujar Damien penuh penekanan.
"Aku sudah tidak suka sejak pertama kali melihatmu."
"Kau!" Damien sontak berdiri, lalu mencengkram pipi Crystal, membuat gadis itu sedikit mendongak. "Aku tidak suka dengan sikapmu yang ...." Damien tak melanjutkan kalimatnya karena kemunculan Santiago.
Santiago memberikan isyarat, agar Damien tidak bersikap kasar terhadap Crystal. Dia berjalan mendekat, lalu berdiri di sebelah Damien. "Duduklah, Tuan," bisiknya tenang.
"Kau saja yang duduk. Gadis ini benar-benar menjengkelkan!" gerutu Damien, seraya memasukkan tangan kanan ke saku celana jeans.
Santiago tak menolak. Pria paruh baya itu tersenyum kalem, lalu duduk berhadapan dengan Crystal. "Nona Crystal," sapanya sopan. "Nama yang sangat indah. Sesuai untuk gadis secantik dirimu," sanjung pria dengan tatanan rambut rapi ke belakang tersebut.
Namun, Crystal tidak menanggapi baik ucapan manis Santiago. Gadis cantik bermata biru itu hanya menatap aneh pria di hadapannya. "Apa yang kau inginkan?" tanya Crystal sinis.
Santiago tetap tersenyum tenang, meskipun menghadapi sikap tak bersahabat dari Crystal. Dia seperti sudah tahu, bagaimana cara menghadapi gadis itu. "Kami hanya ingin bicara baik-baik."
"Baik-baik katamu?" Nada bicara Crystal tiba-tiba meninggi dan terdengar sangat tegas. Sesaat kemudian, gadis itu mengembuskan napas pelan. "Ya, Tuhan. Apa salahku? Pria itu bahkan tak menyiapkan fasilitas toilet di ruangan tadi!" protesnya.
"Itu kandang anjing. Untuk apa kusiapkan toilet di sana," ujar Damien ketus.
"Astaga! Kau sungguh keterlaluan Damien De Santis!" sentak Crystal sambil berdiri.
"Sekali lagi kau berani menyebut namaku dengan nada seperti itu ___"
"Tuan," sela Santiago, seakan memberikan teguran halus pada Damien.
Damien mengembuskan napas kasar. "Urus dia."
"Tentu," balas Santiago sopan, seraya mempersilakan Crystal agar kembali duduk. "Seperti yang kukatakan tadi, Nona. Aku ingin kita bicara secara baik-baik."
"Bagaimana bisa bicara baik-baik? Aku belum mandi, menggosok gigi, bahkan tak mengenakan pakaian dalam. Kau pikir itu membuatku nyaman dan baik-baik saja?" protes Crystal tegas. Dia sengaja meluapkan kekesalan di hadapan Santiago.
Santiago tersenyum kalem, lalu manggut-manggut. "Baiklah," ucapnya. "Jadi, kau ingin mandi dan menggosok gigi dulu, baru berbincang dengan kami?" tawarnya.
Akan tetapi, tawaran tadi tak langsung diterima oleh Crystal, yang justru menatap penuh selidik. Dia tahu pasti ada sesuatu yang sangat penting, hingga Santiago bersikap lembut padanya.
Crystal mengalihkan pandangan pada Damien, yang terlihat menahan rasa jengkel. "Jika kalian ingin menanyakan segala sesuatu tentang Patrizio, kupastikan kalian salah memilih narasumber. Aku tak pernah ikut campur dalam urusan bisnis, ataupun organisasi yang dipimpinnya," tegas gadis itu.
"Tidak, Nona. Bukan tentang Patrizio," bantah Santiago tenang. "Kami ingin bertanya tentang dirimu."
"Aku?"
Santiago mengangguk.
"Kenapa? Aku tidak pernah terlibat dalam dunia hitam, meskipun tinggal satu atap dengan Patrizio," sanggah Crystal tegas.
"Bukan tentang itu juga," ujar Santiago menanggapi.
"Lalu?" Crystal menatap tak mengerti, pria paruh baya berpenampilan rapi itu.
Santiago tersenyum kalem. "Apa kau mengenal Celeste Antonioli?" tanyanya, dengan intonasi tak berubah sejak awal.
"Tidak," jawab Crystal segera, seraya memalingkan wajah.
"Katakan saja yang sebenarnya. Kami tak akan menyakiti atau melakukan tindakan sep ___"
"Apa yang kalian inginkan dariku?" Crystal kembali berdiri. Keresahan terpancar jelas dari raut wajahnya. "Kembalikan saja aku ke kandang anjing, Tak masalah, meskipun harus menjalani hari-hari seperti mereka."
"Kenapa? Kau ingin menghindar?" tanya Damien sinis.
Perhatian Crystal langsung beralih padanya. Gadis itu menatap tajam penuh kebencian. "Bunuh saja aku," ucap si pemilik rambut cokelat gelap tersebut, pelan dan dalam.
"Kenapa aku harus membunuhmu, jika kau akan sangat berguna?" Damien maju ke hadapan Crystal, seakan menantang gadis itu secara langsung. "Kau tahu bagaimana caraku memberikan kematian pada seseorang? Gadis lemah sepertimu tak akan sanggup menanggungnya."
"Aku bukan gadis lemah!" protes Crystal tak gentar. "Aku berjuang melawan kematian, saat mereka menghabisi ayah, ibu, dan saudara perempuanku! Kau pikir itu ...." Crystal tak melanjutkan kalimatnya. Dia baru sadar karena terlalu banyak bicara.
"Dugaanmu benar, Santiago," gumam Damien, dengan tatapan tajam tak teralihkan dari Crystal, yang mundur perlahan.
Crystal menggeleng kencang. "Kalian ingin .... Aku tahu apa yang kalian inginkan!"
Santiago ikut berdiri. Dia berusaha menenangkan Crystal yang tampak sangat kacau.
"Tidak! Aku tak akan pernah mengatakan apa pun! Tidak!" Crystal mulai gelisah. Dia mere•mas rambut, sambil menggeleng kencang. Crystal menatap tajam, seperti ada sesuatu yang merasuki dan membuatnya hilang kendali.
"Darah itu. Aku tidak mau melihatnya!" Crystal makin histeris, lalu terkulai tak sadarkan diri di lantai.
Damien dan Santiago saling pandang sejenak.
Sesaat kemudian, Damien langsung meraih tubuh Crystal, lalu membopongnya ke kamar yang sempat gadis itu tempati. Damien membaringkan Crystal di kasur. Dia menatap lekat, seakan tengah menganalisis sesuatu.
"Sepertinya, gadis itu mengalami trauma," ucap Santiago iba.
"Semoga ini bukan sandiwara," gumam Damien, dengan tatapan aneh. Dia mendekat, lalu meraba bagian bawah baju Crystal, hingga tersingkap sedikit demi sedikit.
Ketika sudah sampai paha, tiba-tiba Crystal bangun. "Hentikan!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Ruk Mini
cari2 kesempatan kau bank
2024-12-16
1