Damien tak memedulikan pertanyaan Enzo. Dia lebih memfokuskan perhatian pada Crystal, yang datang dengan membawa dua minuman ke sana.
"Kau belum menjawab pertanyaanku," ucap Enzo lagi. Membuat Damien mengalihkan pandangan kepadanya.
Namun, lagi-lagi Damien tak mengatakan apa pun. Satu-satunya yang ingin dia lakukan adalah menarik paksa Crystal, agar kembali ke kamar. Akan tetapi, itu tak mungkin. Kebodohan karena bertindak terlalu gegabah, hanya akan jadi bumerang bagi diri sendiri.
"Kembalilah ke tempatmu," suruh Damien, setelah Crystal menghidangkan dua cangkir minuman.
Crystal mengangguk pelan, kemudian berbalik diiringi tatapan lekat Enzo, yang tampak begitu penasaran akan dirinya.
"Apakah dia pelayan baru di sini?" Enzo yang masih penasaran, terus bertanya.
Mau tak mau, Damien mengangguk. Daripada mendapat banyak pertanyaan lain dari pria di hadapannya, lebih baik langsung dipungkas.
"Pelayan muda yang sangat cantik," ucap Enzo, seakan memancing Damien untuk bicara sesuatu tentang Crystal.
"Ya. Dia keponakan Eleanor," balas Damien pelan.
Enzo manggut-manggut, seraya menatap lekat Damien. Dia tahu pria itu menyembunyikan sesuatu. Namun, tak mungkin baginya mengorek lebih dalam. Damien bagai kuburan tertutup rapat.
Kedua pria itu melanjutkan perbincangan seputar kerja sama bisnis, hingga menjelang senja. Berhubung sudah terlalu lama di sana, Enzo akhirnya berpamitan pulang.
"Pikirkan saja dulu, Aku dan ayahku akan sabar menunggu keputusanmu," ucap Enzo, sebelum masuk ke mobilnya.
Damien mengangguk samar. Dia langsung berbalik, ketika mobil yang Enzo kendarai sudah meninggalkan halaman rumahnya.
Pria tampan dengan T-shirt hitam lengan pendek itu melangkah gagah, menuju kamar yang Crystal tempati. Tanpa mengetuk pintu terlebih dulu, Damien langsung menerobos masuk, Namun, dia segera berbalik dan kembali menutupnya.
Crystal yang terkejut, bergegas mengenakan pakaian. Dia tak menyangka Damien akan datang ke sana.
"Ada apa?" tanya Crystal, setelah selesai berpakaian. Dia menatap Damien, yang berdiri sambil bersandar pada dinding dekat pintu.
Damien segera menegakkan tubuh. Tatapannya tajam terarah pada sepasang mata biru Crystal. Bahasa tubuh pria itu menyiratkan rasa tak suka, atas apa yang wanita muda tersebut lakukan.
"Siapa yang mengizinkanmu keluar kamar?" Nada pertanyaan Damien begitu dingin dan kurang bersahabat di telinga.
"Tidak ada. Aku hanya bosan. Lagi pula, aku tidak keluar dari rumah ini," jawab Crystal tak nyaman, dengan tatapan tajam yang terus terarah padanya.
"Aku bisa memindahkanmu ke ruang bawah tanah, jika kau masih berkeliaran di sini," ucap Damien tegas dan penuh penekanan.
"Apa maumu sebenarnya? Kau membawaku kemari hanya untuk dikurung dan diberi makan?" protes Crystal tak mengerti.
"Terserah apa pun yang akan kulakukan padamu," balas Damien dingin.
"Andai kau tidak menghabisi Patrizio, dia pasti akan melunasi sisa pembayaran yang ___"
"Aku sudah cukup memberikan batas waktu padanya, Nona," sela Damien pelan, tapi penuh penekanan. "Bajingan itu tidak memiliki itikad baik, untuk melunasi semua utangnya. Dia justru menyerahkanmu sebagai jaminan. Jadi, jangan mempermasalahkan lagi keberadaanmu di sini."
Damien terdiam beberapa saat, seperti tengah memikirkan sesuatu. Baru saja akan mengatakan sesuatu, Eleanor lebih dulu menghampiri mereka. Wanita paruh baya itu membawakan makanan untuk Crystal.
"Kebetulan Anda di sini, Tuan," ucap Eleanor sopan.
Damien menoleh, tanpa bertanya apa-apa.
Eleanor sudah paham dengan makna tatapan sang majikan. Tanpa harus ditanya, dia langsung bicara. "Ada suruhan Tuan Nicola datang kemari. Dia membawa kardus besar, yang katanya didapat dari hasil penggeledahan di tempat Patrizio Mazza. Kardus itu kuletakkan di meja kerja Anda, Tuan," lapornya.
Damien mengangguk samar, kemudian berlalu dari sana.
"Tunggu!" cegah Crystal, seraya menyusul Damien. "Aku harus tahu barang apa saja yang mereka bawa dari sana."
"Tidak kuizinkan," balas Damien dingin, tanpa menoleh. Dia bahkan tak menghentikan langkah.
"Tapi, bisa saja mereka membawa serta barang-barangku," protes Crystal.
"Aku tidak peduli," balas Damien tak acuh. Dia menghentikan langkah, kemudian menoleh "Kembali ke kamarmu, Nona," suruhnya cukup tegas.
Melihat raut Damien yang sangat menakutkan, membuat Crystal mundur perlahan. Dia sudah menyaksikan kebengisan pria itu. Di balik paras tampannya, Damien sangat buas bagai seekor black panther.
Crystal terpaksa berbalik ke kamarnya. Sambil melangkah, dia menoleh. Namun, langsung memalingkan wajah ke depan, saat tahu Damien tengah memperhatikan. Pria itu seolah ingin memastikan Crystal benar-benar kembali ke kamar.
Setelah Crystal tak terlihat, Damien bergegas menuju ruang kerja. Di meja, dia mendapati kardus berukuran cukup besar.
Damien langsung memeriksa isi kiriman dari Nicola. Dikeluarkannya satu per satu, lalu diletakkan di meja.
"Ck!" Damien berdecak kesal karena tak ada satu pun barang yang dianggap penting. "Dasar tak berguna!" gerutunya pelan.
Namun, ada satu barang yang membuat Damien tertarik. Kotak beludru warna merah, dengan panjang sekitar 25 cm. Damien berusaha membukanya, tapi terkunci.
"Ini pasti bukan milik Patrizio," gumamnya.
Pikiran Damien tertuju pada Crystal. Terpaksa, dia menyuruh Eleanor agar membawa wanita muda itu ke ruang kerjanya.
"Apa kotak itu milikmu?" tanya Damien dingin.
"Ya," jawab Crystal singkat.
"Cepat buka," suruh Damien.
"Untuk apa? Tidak ada yang penting di sana," tolak Crystal.
"Lakukan perintahku, atau kau akan menerima akibatnya!" gertak Damien.
"Kotak itu berisi barang-batang pribadiku. Tak ada siapa pun yang boleh mengetahui isinya," tegas Crystal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Titik pujiningdyah
jangan2 isinya bumbu dapur
2024-09-02
3
Titik pujiningdyah
aiiih!!!
2024-09-02
1