Damien tertegun, lalu menoleh. "Kau tahu aku tidak berminat dengan organisasi," ucapnya.
"Tidak untuk kali ini, Tuan."
"Ck! Kau pantas jadi orang kepercayaan Tuan Emanuele."
"Aku akan jadi orang kepercayaan Anda setelah ini. Tuan Emanuele tak akan menerimaku lagi, jika Anda tidak ikut ke kediamannya."
"Ya, sudah. Akan kusuruh Eleanor menyiapkan kamar untukmu." Setelah berkata demikian, Damien berlalu tanpa banyak bicara lagi.
................
Pintu besi terbuka perlahan. Damien masuk dengan diikuti Eleanor, yang membawa nampan berisi makanan.
"Letakkan saja di lantai," titah Damien datar.
Eleanor menurut. Dia meletakkan nampan di dekat Crystal, yang tidur meringkuk. "Apa perlu kubangunkan gadis itu, Tuan?" tanyanya.
"Pergilah," suruh Damien, tanpa menanggapi pertanyaan Eleanor.
Walau merasa iba melihat keadaan Crystal, tapi Eleanor tak berani membantah. Dia tahu seperti apa karakter Damien. Eleanor memilih pergi tanpa banyak bicara.
Sepeninggal Eleanor, Damien menurunkan tubuh di dekat Crystal yang masih terlelap. Dia menatap gadis cantik itu, sebelum mengalihkan perhatian pada keempat anjing yang berusaha mendekat ke arahnya.
"Tenanglah, Anak-anak," ucap Damien dingin. Setelah itu, dia kembali menatap Crystal, yang tidak terganggu dengan kehadirannya.
“Astaga. Benar-benar pemalas,” gumam Damien, diiringi decakan pelan. “Hey, Nona. Bangunlah.” Ditepuknya pipi Crystal, hingga gadis itu menggeliat pelan.
Crystal membuka mata perlahan. Samar, dia melihat Damien yang tengah menatapnya. Gadis cantik berambut cokelat terang tersebut langsung bangkit, lalu beringsut mundur.
“Apa kau takut dengan mereka?” tanya Damien pelan, melihat Crystal yang resah karena suara eraman keempat anjingnya.
“Kau pikir aku suka berada di sini?” balas Crystal sinis.
Damien tidak menanggapi. Dia menarik nampan berisi makanan ke hadapan Crystal. “Makanlah dulu. Setelah itu, kita akan bicara serius,” ucapnya, seraya berdiri. Dia menoleh sekilas pada keempat anjing, yang menggonggong ke arahnya.
Namun, Damien tak peduli. Pria tampan tersebut langsung berlalu keluar ruangan, meninggalkan Crystal yang sempat kebingungan sebelum memutuskan mengejar ke pintu.
“Tunggu, Damien! Biarkan aku keluar dari sini! Aku harus ….” Crystal tak melanjutkan kalimatnya. Gadis itu menunduk, merasakan air yang terasa hangat mengalir turun hingga ke betis.
“Ya, Tuhan,” de.sah Crystal pelan. Dia tak tahu apa yang harus dilakukan sekarang. Gadis itu terpaksa melepas pakaian dalam yang basah, lalu kembali ke dekat nampan.
Crystal menyantap makanan yang dibawakan untuknya. Namun, kenyamanan gadis itu terusik, saat mendengar suara eraman berat keempat anjing tadi.
“Apa kalian lapar?” tanya Crystal, menghentikan suapannya. Dia memberanikan diri mendekat, lalu melemparkan beberapa potong daging panggang, ke masing-masing anjing yang menatapnya garang.
"Makanlah," ucap Crystal, seraya mundur perlahan. Dia kembali ke tempatnya tadi, kemudian melanjutkan makan sampai habis.
Beberapa saat kemudian, Eleanor masuk ke sana. Tanpa banyak bicara, dia mengambil nampan di lantai. Namun, wanita paruh baya itu mengernyitkan kening, saat melihat sesuatu dalam wadah stainless yang sudah kosong.
"Berikan itu pada Damien," ucap Crystal, seakan memahami bahasa tubuh Eleanor.
"Um, i-iya," balas Eleanor ragu, seraya mengambil nampan. Dia bergegas keluar dari sana karena takut, saat mendengar gonggongan keempat anjing milik Damien.
Sementara itu, Damien sedang berada di ruang kerja bersama Santiago. Mereka membahas masalah organisasi, yang Damien tolak sejak kemarin. Namun, perbincangan dua pria itu harus terhenti, saat terdengar ketukan di pintu.
"Masuk!"
Pintu terbuka perlahan. Eleanor melangkah ragu, menghampiri sang majikan, yang duduk di kursi kayu dengan penuh wibawa.
"Maaf, Tuan. Aku membawakan ini untuk Anda," ucap Eleanor, seraya menyodorkan nampan yang dibawanya dari ruangan tempat Crystal disekap.
"Apa itu?" tanya Santiago keheranan. Pria paruh baya tersebut menautkan alis, melihat sesuatu dalam wadah makanan.
Damien yang penasaran, langsung berdiri. Seketika, pria tampan tersebut menelan ludah dalam-dalam, sambil mengambil ujung kain yang tak lain adalah pakaian dalam basah milik Crystal.
"Astaga. Apa-apaan ini? Kenapa kau membawa benda ini kemari?" Damien menatap tajam Eleanor.
"Wanita muda itu yang menyuruhku memberikan ini kepada Anda, Tuan," sahut Eleanor, yang kemudian tertunduk takut.
"Kuang ajar!" desis Damien kesal. Tanpa banyak bicara, dia bergegas keluar dari ruang kerja, dengan diikuti Santiago yang penasaran.
Setibanya di ruangan yang dituju, Damien segera masuk. Pria itu tertegun, melihat Crystal tengah duduk bersila sambil menghadap pada keempat anjingnya.
"Apa kau mersa hebat, Nona?" tanya Damien, seraya berdiri di belakang Crystal.
"Jika kau berpikir begitu ... terima kasih," balas Crystal tenang.
Namun, tiba-tiba gadis cantik bermata biru itu meringis pelan, saat Damien yang sudah berpindah ke sebelahnya, menarik rambut hingga sedikit mendongak. Crystal membalas dengan lirikan tajam, menandakan rasa tak suka.
"Apa kau menyukai kirimanku, Tuan De Santis?" tanya Crystal sinis.
"Kau pikir itu lucu?" Damien masih mencengkram erat rambut panjang Crystal.
"Tentu saja. Aku ingin melihat seperti apa tanggapanmu," balas Crystal, diiringi senyum sinis.
"Ini tanggapanku." Damien mencengkram leher Crystal, hingga gadis itu terbelalak karena kesulitan bernapas.
Crystal berusaha menyingkirkan tangan Damien. Namun, dia kesulitan.
"Hentikan, Tuan."
Damien langsung menoleh, lalu melepaskan cengkraman dari leher Crystal. "Kenapa kau kemari?" Dia menatap tajam Santiago, yang berjalan mendekat.
Namun, Santiago tak menggubris. Perhatiannya justru tertuju pada Crystal. "Wajahmu mengingatkanku pada seseorang," ucapnya, dengan sorot tak percaya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Dwisya12Aurizra
Eleanor patuh nya kebangetan
2024-09-05
3
Dwisya12Aurizra
crystal ngompol haist pesing dong 🤭
2024-09-05
3