Damien menegakkan tubuh, seraya menatap tak mengerti.
Lain halnya dengan Crystal, yang justru beringsut mundur. Dia seperti takut, saat Santiago menurunkan tubuh, lalu mengamati paras cantiknya dari jarak cukup dekat.
"Siapa namamu, Nona?" tanya Santiago.
"Untuk apa?" Crystal balik bertanya.
"Biarkan dia. Ayo, kita keluar dari sini," ajak Damien, seraya berbalik ke pintu.
Santiago kembali berdiri, tanpa mengalihkan perhatian dari Crystal. Entah apa yang membuatnya begitu tertarik pada gadis itu.
"Kau tidak mendengarku, Santiago?" Damien tertegun di ambang pintu.
"Ya, Tuan. Aku mendengarmu," sahut Santiago, seraya berbalik. Sebelum keluar, dia sempat kembali menoleh pada Crystal yang terdiam membeku.
Setelah pintu tertutup sempurna, Santiago mengikuti langkah tegap Damien meninggalkan tempat itu. Mereka kembali ke bangunan utama.
"Apa yang kau tahu tentang gadis itu?" tanya Damien, sambil menyulut rokok.
"Tidak ada, Tuan. Aku juga belum terlalu yakin," jawab Santiago ragu.
"Lalu, apa maksud ucapanmu tadi?" tanya Damien lagi. Sepertinya, dia mulai tertarik mengetahui lebih banyak tentang Crystal.
Santiago tidak langsung menjelaskan. Pria paruh baya dengan rambut yang sudah bercampur warna putih itu, berpikir beberapa saat.
"Kau tidak pernah gegabah dalam berpendapat," ujar Damien lagi, setelah mengepulkan asap tipis dari mulut. Sebenarnya, dia tak sabar menunggu jawaban pria itu. Namun, Damien begitu pandai mengendalikan diri.
"Di mana Anda bertemu gadis itu?" tanya Santiago, setelah terdiam beberapa saat.
"Dia adalah adik tiri Patrizio Mazza. Aku sengaja membawanya kemari karena bajingan itu berutang banyak. Patrizio menjadikan adik tirinya sebagai jaminan," jelas Damien, sambil menikmati rokok dengan tenang.
Santiago manggut-manggut, diiringi gumaman pelan. "Lalu, di mana Patrizio sekarang?" tanyanya penasaran.
"Di neraka," jawab Damien dingin.
Meskipun begitu, jawaban Damien justru membuat Santiago tertawa pelan. "Luar biasa. Itulah Anda, Tuan. Tak ada kompromi untuk apa atau siapa pun."
"Bajingan itu sudah membuatku hilang kesabaran, Aku hanya melakukan sesuatu, yang seharusnya kulakukan sejak awal."
Damien mematikan sisa rokok dalam asbak. "Jadi, apa yang kau tahu tentang gadis itu?" tanyanya sekali lagi, dengan tatapan serta nada bicara lebih tegas dan penuh intimidasi.
"Anda tahu bagaimana gadis itu bisa jadi adik tiri Patrizio Mazza?"
"Mana kutahu. Itu bukan urusanku," sahut Damien sinis.
Santiago kembali terdiam dan berpikir. Setelah beberapa saat, barulah dia bicara. "Setahuku, Guillermo Mazza memiliki banyak istri. Namun, aku tak mendengar dia memiliki anak perempuan. Dari keenam istri Guillermo, hanya dua orang yang melahirkan anak untuknya. Istri pertama dan kedua," terang pria dengan T-shirt lengan panjang itu yakin.
"Lalu?" tanya Damien penasaran.
"Istri pertama Guillermo melahirkan seorang putra. Namun, mereka tinggal di luar Italia. Itulah kenapa tampuk kepemimpinan dipegang sepenuhnya oleh Patrizio, yang terlahir dari istri kedua," terang Santiago lagi.
"Bisa saja gadis itu merupakan anak dari istri Guillermo yang lain," ujar Damien enteng.
"Entahlah, Tuan. Namun, aku tidak yakin. Apalagi, setelah kulihat gadis di ruangan tadi. Jujur saja, dia mengingatkanku pada seseorang," ujar Santiago ragu. "Anggap saja pemikiranku salah. Namun, entah kenapa aku tertarik mengulik lebih dalam tentang gadis itu."
Damien menggumam pelan, sembari menyandarkan tubuh. Dia menatap Santiago beberapa saat, sebelum teringat akan sesuatu. Pria tampan berambut gelap tersebut kemudian berdiri. "Ikuti aku."
Tanpa banyak bertanya, Santiago mengikuti langkah gagah Damien, menuju ke lantai dua bangunan bergaya Tuscany itu. Dia tak mengerti mengapa dibawa ke ruangan, yang tak lain adalah bengkel tempat Damien merakit senjata.
"Periksalah. Barang-barang itu merupakan milik Crystal ...." Damien tak melanjutkan kalimatnya. Dia merutuki diri karena kelepasan menyebutkan nama gadis di kandang anjing tadi.
"Crystal," ulang Santiago. "Nama yang sangat indah. Serasi dengan orangnya." Santiago tersenyum kalem, seakan tengah menggoda Damien yang berusaha terlihat tak peduli.
"Jangan konyol, Santiago. Gadis itu terlalu muda untukmu," balas Damien, demi menutupi rasa kikuk.
Mendengar ucapan Damien, membuat Santiago tertawa pelan. Namun, dia tak menanggapi karena sudah penasaran dengan isi dari kotak yang Damien berikan.
Santiago memeriksa satu per satu barang yang ada dalam kotak itu. Dia memicingkan mata, saat mengamati foto Crystal bersama seorang wanita. Santiago terus melakukan itu hingga beberapa saat, sebelum meletakkan foto tersebut di meja.
"Apakah wanita itu merupakan salah satu dari istri Guillermo?" tanya Damien datar. Namun, sorot matanya menyiratkan rasa penasaran, yang tak bisa ditutupi.
Santiago menggeleng pelan. "Aku pernah bertemu Guillermo beberapa kali. Kami bahkan berbincang santai sambil minum bersama, Guillermo mengatakan, dirinya tak tertarik pada wanita berambut gelap. Jadi, kecil kemungkinan bahwa wanita dalam foto ini merupakan salah satu dari keenam istrinya. Lagi pula, usia wanita itu terlalu tua untuk dijadikan istri muda"
"Pengamatan macam apa itu?" Damien menautkan alis.
Santiago tertawa pelan. "Entahlah, Tuan. Aku tidak yakin wanita ini merupakan istri Guillermo. Begitu juga dengan gadis itu."
"Aku benar-benar tidak mengerti," ucap Damien datar.
Santiago mengembuskan napas berat dan dalam. Dia mencari cara mudah menjelaskan pada Damien.
"Aku justru memikirkan satu hal, Tuan. Namun, teori ini meragukan."
"Kenapa?" tanya Damien datar.
"Seperti yang kukatakan tadi. Gadis itu mengingatkanku pada seseorang."
"Siapa?" Damien memicingkan mata.
"Celeste Antonioli."
"Siapa dia?"
"Istri legenda pembuat senjata Fausto Allegra."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Dwisya12Aurizra
lanjut
2024-09-06
1