Damien tak menanggapi. Dia sudah memperkirakan hal itu. Namun, dirinya tidak mau berspekulasi. Terlebih karena belum ada gambaran tentang pengkhianat, yang tengah berusaha menikamnya dari belakang.
Pria tampan berambut gelap itu menginjak pedal gas, kemudian melajukan kendaraan dengan kecepatan sedang. Tatapannya tertuju lurus ke depan. Damien hanya menoleh sekilas, ketika melihat beberapa mobil polisi yang melintas. Namun, dia tetap terlihat tenang, seakan tak ada kejadian apa pun sebelumnya.
“Kau tidak takut?” tanya Crystal, seraya menatap heran Damien.
“Takut apa?” Damien balik bertanya, tanpa menoleh sama sekali.
“Polisi,” jawab Crystal.
Damien hanya menyunggingkan senyum kecil. Ekspresi wajahnya mewakili jawaban, yang tak harus dijabarkan secara detail.
“Ya, tentu saja,” ucap Crystal, seraya mengalihkan pandangan ke depan. “Kau bahkan tak merasa berdosa, setelah menghilangkan nyawa orang lain. Hanya melakukan kericuhan di jalan raya, tak akan membuatmu merasa bersalah.”
“Terserah apa katamu,” balas Damien datar, kemudian mengembuskan napas berat dan dalam. “Sebaiknya, kau belajar menyetir dengan benar.”
“Aku tidak berminat,” tolak Crystal segera.
“Dasar bodoh,” ledek Damien pelan, tapi masih terdengar oleh Crystal. Namun, lagi-lagi tak terlihat ada rasa bersalah sama sekali. Ekspresi wajahnya teramat datar.
“Kau yang bodoh,” balas Crystal, seraya memalingkan wajah. Gadis itu menatap ke luar jendela, pada jalanan yang dilalui. Crystal diam termenung beberapa saat.
“Sebenarnya, aku punya impian pergi ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikan. Namun, semua itu tak mungkin terlaksana. Aku menjalani segala hal di dalam rumah. Benar-benar membosankan,” tutur Crystal tak peduli, meskipun Damien tidak menanggapi.
“Aku ingin pergi ke Norwegia, Yunani, Spanyol, Amerika,” ucap Crystal lagi.
“Yang benar saja. Kau harus memilih satu tujuan yang pasti.”
Crystal langsung menoleh. “Apanya yang salah? Aku berhak menentukan tujuan berlibur ke setiap negara. Kenapa kau harus terganggu?” protesnya.
“Berlibur? Kau mengatakan ingin melanjutkan pendidikan,” balas Damien keheranan.
“Astaga. Itu merupakan dua hal yang berbeda. Pendidikan dan berlibur, jelas tak sama.” Crystal menggeleng tak mengerti.
Damien tak menanggapi. Dia hanya mengembuskan napas pelan bernada keluhan. Pria itu berpikir tak ada gunanya meladeni ucapan Crystal. Terlebih karena saat itu mereka sudah tiba di *Palazzo De Santis. *
Jeep Wrangler hitam milik Damien, memasuki halaman kediaman bergaya Tuscany dengan dominasi warna aprikot itu. Damien memarkirkan kendaraan di sisi sebelah kanan halaman depan.
“Kau belum membelikanku pakaian baru,” ujar Crystal, mengingatkan Damien yang sudah bersiap keluar dari mobil.
Pria tampan berambut gelap itu mengurungkan niat, lalu menoleh. "Lain kali saja," ujarnya tak acuh, lalu keluar. Dia langsung berjalan ke pintu masuk. Namun, geraknya terhenti, saat Crystal memanggil dari sambil menyembulkan kepala.
"Kau tidak membukakan pintu untukku?"
Damien menatap gadis itu sesaat, sebelum menggeleng samar. "Kau punya tangan. Buka saja sendiri," ujarnya dingin, lalu berbalik dan langsung masuk.
Crystal menautkan alis. Mau tak mau, dia keluar sendiri. Gadis itu bergegas menyusul langkah tegap Damien, yang sudah memasuki rumah. “Apa yang harus kulakukan sekarang?” tanya Crystal, sambil melangkah tergesa-gesa karena berusaha mengimbangi pria di depannya.
“Bukankah kau tidak bisa melakukan apa pun?” jawab Damien tanpa menoleh.
“Ya, maksudku … um … aku ….” Crystal tertegun. “Apa kau akan mengembalikanku ke kandang anjing?”
Damien langsung tertegun, lalu mengembuskan napas pelan dan dalam. “Jika kau suka di sana … tak masalah,” sahutnya tanpa beban.
Jawaban yang sesungguhnya tak diharapkan oleh Crystal. Setelah apa yang terjadi, gadis itu mengira Damien akan bersikap lebih lembut terhadapnya. Namun, kenyataan tak sesuai ekspektasi.
“Kupikir, kau akan …. Ah, sudahlah.” Crystal malas melanjutkan kalimatnya karena merasa sia-sia. “Setidaknya, aku punya pakaian dalam baru,” ujar gadis itu, seraya berjalan mendahului Damien. Dia berlalu menuju ke kandang anjing, dengan membawa rasa jengkel.
Semenara itu, Damien terpaku beberapa saat sambil memperhatikan Crystal yang terus menjauh. Pria tampan berambut gelap tersebut memicingkan mata, lalu mengembuskan napas kasar. Tak lama kemudian, Damien bergegas menuju ruang kerja.
“Temui aku sekaramg juga,” suruh Damien, menghubungi Santiago sambil berjalan cepat hingga tiba di ruang yang dituju.
Tak berselang lama, Santiago masuk. Pria paruh baya itu sudah tahu apa yang akan dibahas dengan Damien. “Aku belum menemukan apa pun untuk dilaporkan, Tuan,” ucapnya.
Damien menggumam pelan. “Apa kau sudah menyelidiki organisasi yang dipimpin Patrizio Mazza?”
“Aku bertanya pada Tuan Nicola. Dia mengatakan telah mengeksekusi anak buah Patrizio yang membangkang, sehari setelah Anda menghabisi pria itu. Sisanya memilih bergabung jadi anggota Cerberus dan telah disumpah dengan darah. Anda pasti tahu betul ritual perekrutan anggota dalam organisasi,” terangnya yakin.
Damien tak langsung menanggapi. Ditatapnya lekat pria paruh baya dengan penampilan rapi itu. Apa yang Santiago katakan benar adanya. Cerberus tak pernah sembarangan dalam merekrut anggota baru.
“Lalu, bagaimana orang-orang itu bisa mengetahui titik keberadaanku tadi, bila mereka tidak menguntit atau ….” Damien menatap tajam Santiago, kemudian berdiri. Dia bergegas keluar dari ruang kerja dan kembali ke halaman depan.
“Bantu aku memeriksa mobil,” titah Damien pada Santiago, seraya langsung mengecek setiap bagian kendaraan dengan teliti.
“Apa kau menemukan sesuatu?” tanya Damien, beberapa saat kemudian.
“Ini, Tuan.” Santiago berseru dari bawah kendaraan, saat menemukan sesuatu yang mencurigakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Ruk Mini
kerezzzz
2024-12-16
0