Muna berlari sekuat tenaga dari tempat kerja kala mendengar ibunya meninggal. Sesampainya di rumah, Muna langsung memeluk jasad ibunya itu dan menangis sejadi-jadinya. "Ibu, jangan tinggalkan Muna," ucap Muna dengan deraian air mata.
"Kamu harus sabar Muna, semua ini sudah takdir," ucap Mama Rose menguatkan adiknya itu.
"Teh, dari dulu aku merasa ada yang aneh, aku yakin kalau ada seseorang yang mengirim teluh kepada ibu dan juga aku," sahut Muna sembari sesenggukan.
Warga yang pada saat itu sedang melayat, langsung terkejut mendengar penuturan Muna. Rose memeluk Muna dan membawanya masuk ke dalam kamar. "Muna, kamu tidak boleh bicara seperti itu, kamu jangan suuzan takutnya kamu salah paham dan akan menimbulkan kegaduhan di kampung ini," ucap Mama Rose.
"Memang itu kenyataannya Teh, aku sudah lama merasakan hal aneh itu tapi aku tidak berani untuk mengatakannya," sahut Muna dengan deraian air matanya.
Rose langsung memeluk adiknya itu. "Sudah ya, jangan bicara seperti itu dulu sekarang kita urus saja jenazahnya ibu," ucap Mama Rose.
Warga bergantian berdatangan ke rumah Muna untuk melayat Warsih, hingga tiba Sinta dan Badrun pun datang melayat. Semua orang langsung tertuju kepada pasangan suami istri itu. Vior menatap Sinta dengan sangat tajam, dia melihat jika Sinta dipenuhi dengan aura hitam pekat.
"Aku turut berduka cita atas meninggalnya Mama kamu, Muna," ucap Sinta pura-pura sedih.
"Terima kasih, Sinta," sahut Mama Rose.
Rose membantu menjawab karena Muna sama sekali tidak bisa bicara, dia terus saja menangis. Sedangkan Badrun, menatap dalam ke arah Muna namun tatapan Badrun masih terlihat kosong.
"Mereka siapa?" bisik Caramel.
"Itu Kang Badrun, kekasih Bi Muna dulu yang tiba-tiba memutuskan Bi Muna tanpa alasan dan langsung menikahi Teh Sinta yang merupakan sahabat Bi Muna itu," sahut Vior dengan berbisik pula.
"Kok rasanya beda banget, pas kedatangan mereka suasana di rumah menjadi panas," bisi Caramel.
Vior tidak memperdulikan ucapan Caramel, dia pun terus memperhatikan Sinta membuat Sinta sadar dan merasa kesal. "Keponakan si Muna ngapain lihatin aku terus?" batin Sinta.
Setelah mengucapkan bela sungkawa, Sinta dan Badrun pun berpamitan. Menjelang sore, Warsih pun dimakamkan, suasana duka kembali terasa saat tangisan Muna kembali pecah. Muna benar-benar tidak terima ibunya meninggal dengan cara seperti itu.
"Ayo kita pulang Muna, kita ikhlaskan saja kepergian ibu biarkan ibu pergi dengan tenang," ucap Mama Rose.
"Tapi, bagaimana dengan aku Teh? aku tidak mau tinggal sendirian di sini, aku takut," sahut Muna dengan deraian air matanya.
"Kita jual saja rumah ibu, dan kamu ikut sama Teteh tinggal di kota," ucap Mama Rose.
"Iya, Bi. Bibi ikut kita saja ke kota," timpal Vior.
Mereka pun akhirnya pulang ke rumah, Yuni dan Kirana sudah menunggu di depan rumah Warsih. "Teh, tadi pada saat aku ingin membustkan sesuatu untuk kalian, aku menemukan ini di bawah kompor," ucap Yuni.
Yuni memberikan gumpalan kain berwarna putih sebesar jempol tangan yang diikat menggunakan benang. Vior mengambilnya lalu membuka ikatan kain itu, ternyata isinya adalah segumpal rambut. "Apaan ini?" ucap Vior.
"Kain itu sepertinya kain kafan, Vi," ucap Caramel.
"Astagfirullah." Rose kaget melihat benda itu.
"Aku sudah bilang, jika aku dan ibu itu terkena teluh tapi kalian tidak percaya," ucap Muna.
"Tapi siapa yang teluh kamu dan ibu? jangan sampai kamu suudzon kepada orang lain," tanya Mama Rose.
Muna duduk, lalu menatap menerawang. "Entah kenapa aku curiga sama Sinta, perasaanku mengatakan jika dia yang melakukan ini," sahut Muna.
"Jangan suudzon Muna, jika tidak ada bukti takutnya justru kamu memfitnah dia," ucap Mam Rose.
"Kamu yang sabar ya, Muna. Aku yakin, jika lambat laun kebenaran akan terungkap," ucap Yuni sembari mengusap punggung Muna.
***
Setelah shalat maghrib bersama, Vior memutuskan untuk ke luar mencari angin karena malam itu terasa sangat panas. Vior berdiri di halaman rumah neneknya dan memperhatikan sekeliling rumah itu, tiba-tiba angin berhembus membuat Vior semakin waspada. Bola api itu kembali datang, kali ini bola api itu berputar-putar di atas genting setelah itu masuk ke dalam rumah dan bersamaan terdengar teriakan Muna.
"Bi Muna." Vior segera berlari masuk ke dalam rumah, terlihat Muna sedang mengeliat sembari berteriak kepanasan.
"Panas, tolong aku!" teriak Muna.
"Astagfirullah, bagaimana ini?" Mama Rose sangat panik.
"Teh, aku panggilkan Pak Ustadz dulu," ucap Yuni.
"Iya, Yun."
Caramel menggendong Kirana, sedangkan Yuni segera berlari ke rumah salah satu ustadz di kampung itu. Vior dan Rose bingung harus melakukan apa, Muna terus saja berontak merasakan kepanasan di seluruh tubuhnya. Tidak membutuhkan waktu lama, Yuni dan Pak Ustadz pun datang.
"Astagfirullah, kenapa dengan Muna?" tanya Pak Ustadz.
"Tidak tahu Pak Ustadz, tiba-tiba saja Muna berteriak kepanasan," sahut Mama Rose.
"Ambilkan satu gelas air putih," titah Pak Ustadz.
Vior segera ke dapur mengambil air putih lalu memberikannya kepada Pak Ustadz. Pak Ustadz duduk bersila dan membacakan doa sembari memegang gelas itu. "Minumkan air ini kepada Muna," ucap Pak Ustadz.
"Baik, Pak Ustadz." Rose pun meminumkan air itu dan beberapa saat kemudian, Muna pun mulai tenang dan lemas.
"Mun, kamu baik-baik saja 'kan? jangan buat Teteh takut," ucap Mama Rose sembari meneteskan air matanya.
Muna terlihat sangat lemah, Rose dan Yuni pun membawa Muna masuk ke dalam kamarnya. "Tolong kamu jaga Muna," ucap Mama Rose.
"Baik, Teh," sahut Yuni.
Rose dan Vior duduk di hadapan Pak Ustadz, sedangkan Caramel masuk ke dalam kamar Muna dan ikut menidurkan Kirana. "Sejak kapan Muna seperti itu?" tanya Pak Ustadz.
"Saya kurang tahu Pak Ustadz karena saya baru pulang lagi ke kampung ini, tapi Muna selalu bilang kalau dia dan ibu terkena teluh oleh seseorang," sahut Mama Rose.
"Muna benar, memang ada yang mengirim teluh untuk Muna. Saya lihat, ada yang benci kepada Muna tapi saya tidak tahu siapa orang itu. Apa selama ini Muna punya musuh?" Pak Ustadz kembali bertanya.
Lagi-lagi Rose hanya bisa menggelengkan kepalanya. "Saya kurang tahu Pak Ustadz, tapi setahu saya Muna itu tidak punya musuh," sahut Mama Rose.
"Pak Ustadz, saya sudah dua kali melihat bola api berputar-putar di atas rumah ini dan tadi sore, Teh Yuni menemukan segumpal rambut yang di bungkus oleh sebuah kain kafan di bawah kompor," ucap Vior.
Ustadz itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Setelah itu, ia pun kembali berdoa. Ustadz itu lumayan sakti karena dia juga mempunyai ilmu yang sudah dia pelajari selama ini.
"Saya sudah pasang pagar gaib di seluruh rumah ini, untuk malam ini Muna akan aman. Besok saya kembali lagi ke sini, dan saya akan mencoba mengobati Muna dan menghilangkan teluh itu," ucap Pak Ustadz.
"Terima kasih, Pak Ustadz," ucap Mama Rose dan Vior bersamaan.
"Sama-sama."
Ustadz itu pun pamit pulang, Rose dan Vior tidak menyangka jika selama ini ada orang jahat yang mengirim hal-hal seperti itu kepada adik dan ibunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Dana Kristiana
knp vior TDK mempelajari ilmu kebatinan,biar dia bisa menolong,seperti pak ustadz Thor,ug cuma dsebut indigo doank
2025-01-16
1
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
serem ya 😣
2024-12-24
1
awesome moment
tumbal yg dipake sinta p an y? smp bisa ngambil nyawa nenek vior
2024-12-14
1